Kampung Naga: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
 
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Pengembalian manual Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(125 revisi perantara oleh 80 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
[[Berkas:View of Naga village.jpg|jmpl|Kampung Naga dilihat dari atas.]]
'''KAMPUNG NAGA'''
[[Berkas:Kampung Naga 003.JPG|jmpl|Kampung Naga]]
[[Berkas:DSC00029 Java Little Sundanais Traditional Village Kampung Naga (6219569245).jpg|jmpl|Pemandangan Kampung Naga.]]
'''Kampung Naga''' ([[Aksara Sunda Baku|aksara Sunda]]: {{Sund|ᮊᮙ᮪ᮕᮥᮀ ᮔᮍ}}) adalah sebuah [[kampung|perkampungan tradisional]] [[Suku Sunda|Sunda]] yang terletak di [[Kabupaten Tasikmalaya]], [[Jawa Barat]]. Kampung ini merupakan suatu perkampungan yang dihuni oleh sekelompok masyarakat yang sangat kuat dalam memegang adat istiadat peninggalan leluhurnya, dalam hal ini adalah adat [[suku Sunda|Sunda]]. Seperti permukiman Badui, Kampung Naga menjadi objek kajian [[antropologi]] mengenai kehidupan masyarakat pedesaan Sunda pada masa peralihan dari pengaruh Hindu menuju pengaruh Islam di Jawa Barat.
 
== Sejarah ==
Kampung Naga merupakan suatu perkampungan yang dihuni oleh sekolompok masyarakat yang sangat kuat dalam memegang adat istiadat peninggalan leleuhurnya. Hal ini akan terlihat jelas perbedaannya bila dibandingkan dengan masyarakat lain di luar Kampung Naga. Masyarakat Kampung Naga hidup pada suatu tatanan yang dikondisikan dalam suasana kesahajaan dan lingkungan kearifan tradisional yang lekat.
 
Kampung Naga (Dragon Village) merupakan sebuah kampung adat yang masih lestari. Masyarakatnya masih memegang adat tradisi nenek moyang mereka. Mereka menolak intervensi dari pihak luar jika hal itu mencampuri dan merusak kelestarian kampung tersebut. Namun, asal mula kampung ini sendiri tidak memiliki titik terang. Tak ada kejelasan sejarah, kapan dan siapa pendiri serta apa yang melatarbelakangi terbentuknya kampung dengan budaya yang masih kuat ini. Warga kampung Naga sendiri menyebut sejarah kampungnya dengan istilah {{ruby|ᮕ|pa}}{{ruby|ᮛᮩ|reu}}{{ruby|ᮙ᮪|m}} {{ruby|ᮇ|o}}{{ruby|ᮘᮧᮁ|bor}} ''[[wikt:pareum|pareum]] [[wikt:obor|obor]]''. ''Pareum'' jika diterjemahkan dalam [[bahasa Indonesia]], yaitu mati, gelap. Dan ''obor'' itu sendiri berarti penerangan, cahaya, lampu. Jika diterjemahkan secara singkat yaitu, Matinya penerangan. Hal ini berkaitan dengan sejarah kampung naga itu sendiri. Mereka tidak mengetahui asal usul kampungnya. Masyarakat kampung naga menceritakan bahwa hal ini disebabkan oleh terbakarnya arsip/sejarah mereka pada saat pembakaran kampung naga oleh Organisasi [[Negara Islam Indonesia|DI/TII]] [[Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo|Kartosoewiryo]]. Pada saat itu, DI/TII menginginkan terciptanya negara Islam di Indonesia. Kampung Naga yang saat itu lebih mendukung [[Soekarno]] dan kurang simpatik dengan niat Organisasi tersebut. Oleh karena itu, DI/TII yang tidak mendapatkan simpati warga Kampung Naga membumihanguskan perkampungan tersebut pada tahun 1956.
Kampung Naga secara administratif berada di wilayah Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Propinsi Jawa Barat. Lokasi Kampung Naga tidak jauh dari jalan raya yang menghubungkan kota Garut dengan kota Tasikmalaya. Kampung ini berada di lembah yang subur, dengan batas wilayah, di sebelah Barat Kampung Naga dibatasi oleh hutan keramat karena di dalam hutan tersebut terdapat makam leluhur masyarakat Kampung Naga. Di sebelah selatan dibatasi oleh sawah-sawah penduduk, dan disebelah utara dan timur dibatasi oleh sungai Ciwulan yang sumber iarnya berasal dari Gunung Cikuray di daerah Garut. Jarak tempuh dari kota Tasikmalaya ke Kampung Naga kurang lebih 30 kilometer, sedangkan dari kota Garut jaraknya 26 kilometer. Untuk menuju Kampung Naga dari arah jalan raya Garut-Tasikmalaya harus menuruni tangga yang sudah di tembok (Sunda sengked) sampai ketepi sungai Ciwulan dengan kemiringan sekitar 45 derajat dengan jarak kira-kira 500 meter. Kemudian melaluai jalan setapak menyusuri sungai Ciwulan sampai kedalam Kampung Naga.
 
Adapun beberapa versi sejarah yang diceritakan oleh beberapa sumber diantaranya, pada masa kewalian Syeh Syarif Hidayatullah atau [[Sunan Gunung Jati]], seorang abdinya yang bernama Singaparana ditugasi untuk menyebarkan agama Islam ke sebelah Barat. Kemudian ia sampai ke daerah Neglasari yang sekarang menjadi Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya. Di tempat tersebut, Singaparana oleh masyarakat Kampung Naga disebut Sembah Dalem Singaparana. Suatu hari ia mendapat ilapat atau petunjuk harus bersemedi. Dalam persemediannya Singaparana mendapat petunjuk, bahwa ia harus mendiami satu tempat yang sekarang disebut Kampung Naga. Namun masyarakat kampung Naga sendiri tidak meyakini kebenaran versi sejarah tersebut, sebab karena adanya "pareumeun obor" tadi.
Menurut data dari Desa Neglasari, bentuk permukaan tanah di Kampung Naga berupa perbukitan dengan produktivitas tanah bisa dikatakan subur. Luas tanah Kampung Naga yang ada seluas satu hektar setengah, sebagian besar digunakan untuk perumahan, pekarangan, kolam, dan selebihnya digunakan untuk pertanian sawah yang dipanen satu tahun dua kali.
 
== Lokasi dan topografi ==
 
Kampung Nagaini secara administratif berada di wilayah [[Desa]] [[Neglasari, Salawu, Tasikmalaya|Neglasari]], [[Salawu, Tasikmalaya|Kecamatan Salawu]], [[Kabupaten Tasikmalaya]], PropinsiProvinsi [[Jawa Barat]]. Lokasi Kampung Naga tidak jauh dari jalan raya yang menghubungkan kota [[Garut]] dengan kota [[Tasikmalaya]]. [[Kampung]] ini berada di lembah yang subur, dengan batas wilayah, di sebelah Barat Kampung Naga dibatasi oleh hutan keramat karena di dalam hutan tersebut terdapat makam leluhur masyarakat Kampung Naga. Di sebelah selatan dibatasi oleh sawah-sawah penduduk, dan disebelahdi sebelah utara dan timur dibatasi oleh sungai[[Ci CiwulanWulan]] yang sumber iarnyaairnya berasal dari [[Gunung Cikuray]] di daerah Garut. Jarak tempuh dari kota Tasikmalaya ke Kampung Naga kurang lebih 30 kilometer, sedangkan dari kota Garut jaraknya 26 kilometer. Untuk menuju Kampung Naga dari arah jalan raya Garut-Tasikmalaya harus menuruni tangga yang sudah di tembok ([[bahasa Sunda|Sunda]]: ''sengked'') sampai ketepike tepi sungai Ciwulan dengan kemiringan sekitar 45 derajat dengan jarak kira-kira 500 meter. Kemudian melaluaimelalui jalan setapak menyusuri sungai Ciwulan sampai kedalam Kampung Naga.
RELIGI DAN SISTEM PENGETAHUAN
 
Menurut data dari Desa Neglasari, bentuk permukaan tanah di Kampung Naga berupa perbukitan dengan produktivitas tanah bisa dikatakan subur. Luas tanah Kampung Naga yang ada seluas satu hektarhektare setengah, sebagian besar digunakan untuk perumahan, pekarangan, kolam, dan selebihnya digunakan untuk pertanian sawah yang dipanen satu tahun dua kali.
Penduduk Kampung Naga sumuanya mengaku beragama Islam, akan tetapi sebagaimana masyarakat adat lainnya mereka juga sangat taat memegang adat istiadat dan kepercayaan nenek moyangnya. Artinya walaupun mereka menyatakan memeluk agama Islam, namun syariat Islam yang mereka jalankan agak berbeda dengan pemeluk agama Islam lainnya. Bagi masyarakat Kampung Naga dalam menjalankan agamanya sangat patuh pada warisan nenek moyang. Umpanya sembahyang lima waktu; Subuh, Duhur, Asyar, Mahrib, dan solat Isa, hanya dilakukan pada hari jumat. Sedangkan pada hari-hari lain mereka tidak melaksanakan sembahyang lima waktu. Pengajaran mengaji bagi anak-anak dikampung Naga dilaksanakan pada malam senin dan malam kamis, sedangkan pengajian bagi orang tua dilaksanakan pada malam jumat. Dalam menunaikan rukun Islam yang kelima atau ibadah Haji, menurut anggapan mereka tidak perlu jauh-jauh pergi keTanah Suci Mekah, cukup dengan menjalankan upacara Hajat Sasih yang waktunya bertepatan dengan hari raya haji yaitu setiap tanggal 10 Rayagung. Upacara Hajat Sasih ini menurut kepercayaan masyarakat Kampung Naga sama dengan Hari Raya Idul Adha dan Hari Raya Idul Fitri.
 
== Religi dan sistem pengetahuan ==
Menurut kepercayaan masyarakat Kampung Naga, dengan menjalankan adat-istiadat warisan nenek moyang berarti menghormati para leluhur atau karuhun. Segala sesuatu yang datangnya bukan dari ajaran karuhun Kampung Naga, dan sesuatu yang tidak dilakukan karuhunnya dianggap sesuatu yang tabu. Apabila hal-hal tersebut dilakukan oleh masyarakat Kampung Naga berarti melanggar adat, tidak menghormati karuhun, hal ini pasti akan menimbulkan malapetaka.
 
Penduduk Kampung Naga sumuanyasemuanya mengaku beragama [[Islam, akan tetapi sebagaimana masyarakat adat lainnya mereka juga sangat taat memegang adat istiadat dan kepercayaan nenek moyangnya. Artinya walaupun mereka menyatakan memeluk agama Islam, namun syariat Islam yang mereka jalankan agak berbeda dengan pemeluk agama Islam lainnya. Bagi masyarakat Kampung Naga dalam menjalankan agamanya sangat patuh pada warisan nenek moyang. Umpanya sembahyang lima waktu; Subuh, Duhur, Asyar, Mahrib, dan solat Isa, hanya dilakukan pada hari jumat. Sedangkan pada hari-hari lain mereka tidak melaksanakan sembahyang lima waktu]]. Pengajaran mengaji bagi anak-anak dikampungdi Kampung Naga dilaksanakan pada malam seninSenin dan malam kamisKamis, sedangkan pengajian bagi orang tua dilaksanakan pada malam jumatJumat. Dalam menunaikan rukun Islam yang kelima atau ibadah Haji, menurutmereka anggapan merekaberanggapan tidak perlu jauh-jauh pergi keTanahke Tanah Suci Mekah[[Mekkah]], tetapi cukup dengan menjalankan upacara Hajat Sasih yang waktunya bertepatan dengan hari[[Idul rayaAdha|Hari hajiRaya Haji]] yaitu setiap tanggal 10 Rayagung ([[Dzulhijjah]]). Upacara Hajat Sasih ini menurut kepercayaan masyarakat Kampung Naga sama dengan Hari Raya [[Idul Adha]] dan Hari Raya [[Idul Fitri]].
Kepercayaan masyarakat Kampung Naga kepada mahluk halus masih dipegang kuat. Percaya adanya jurig cai, yaitu mahluk halus yang menempati air atau sungai terutama bagian sungai yang dalam "leuwi". Kemudian "ririwa" yaitu mahluk halus yang senang menganggu atau menakut-nakuti manusia pada malam hari, ada pula yang disebut "kunti anak" yaitu mahluk halus yang berasal dari perempuan hamil yang meninggal dunia, ia suka mengganggu wanita yang sedang atau akan melahirkan. Sedangkan tempat-tempat yang dijadikan tempat tinggal mahluk halus tersebut oleh masyarakat Kampung Naga disebut sebagai tempat yang angker atau sanget. Demikian juga tempat-tempat seperti makam Sembah Eyang Singaparna, Bumi agueng dan mesjid merupakan tempat yang dipandang suci bagi masyarakat Kampung Naga.
 
Menurut kepercayaan masyarakat Kampung Naga, dengan menjalankan adat-istiadat warisan nenek moyang berarti menghormati para leluhur atau karuhun. Segala sesuatu yang datangnya bukan dari ajaran karuhun Kampung Naga, dan sesuatu yang tidak dilakukan karuhunnya dianggap sesuatu yang tabu. Apabila hal-hal tersebut dilakukan oleh masyarakat Kampung Naga berarti melanggar adat, tidak menghormati ''karuhun'', hal ini pasti akan menimbulkan malapetaka.
Tabu, pantangan atau pamali bagi masyarakat Kampung Naga masih dilaksanakan dengan patuh khususnya dalam kehidupan sehari-hari, terutama yang berkenaan dengan aktivitas kehidupannya.pantangan atau pamali merupakan ketentuan hukum yang tidak tertulis yang mereka junjung tinggi dan dipatuhi oleh setiap orang. Misalnya tata cara membangun dan bentuk rumah, letak, arah rumah,pakaian upacara, kesenian, dan sebagainya.
 
Kepercayaan masyarakat Kampung Naga kepada mahluk halus masih dipegang kuat. Percaya adanya ''jurig cai'', yaitu mahluk halus yang menempati air atau sungai terutama bagian sungai yang dalam (''"leuwi"''). Kemudian ''"ririwa"'' yaitu mahluk halus yang senang menganggumengganggu atau menakut-nakuti manusia pada malam hari, ada pula yang disebut ''"kunti anak"'' yaitu mahluk halus yang berasal dari perempuan hamil yang meninggal dunia, ia suka mengganggu wanita yang sedang atau akan melahirkan. Sedangkan tempat-tempat yang dijadikan tempat tinggal mahluk halus tersebut oleh masyarakat Kampung Naga disebut sebagai tempat yang angker atau ''sanget''. Demikian juga tempat-tempat seperti makam ''Sembah Eyang Singaparna'', ''Bumi aguengageung'' dan mesjid[[masjid]] merupakan tempat yang dipandang suci bagi masyarakat Kampung Naga.
Bentuk rumah masyarakat Kampung Naga harus panggung, bahan rumah dari bambu dan kayu. Atap rumah harus dari daun nipah, ijuk, atau alang-alang, lantai rumah harus terbuat dari bambu atau papan kayu. Rumah harus menghadap kesebelah utara atau ke sebelah selatan dengan memanjang kearah Barat-Timur. Dinding rumah dari bilik atau anyaman bambu dengan anyaman sasag. Rumah tidak boleh dicat, kecuali dikapur atau dimeni. Bahan rumah tidak boleh menggunakan tembok, walaupun mampu membuat rumah tembok atau gedong.
 
Tabu, pantangan atau pamali bagi masyarakat Kampung Naga masih dilaksanakan dengan patuh khususnya dalam kehidupan sehari-hari, terutama yang berkenaan dengan aktivitas kehidupannya.pantangan atau pamali merupakan ketentuan hukum yang tidak tertulis yang mereka junjung tinggi dan dipatuhi oleh setiap orang. Misalnya tata cara membangun dan bentuk rumah, letak, arah rumah,pakaian upacara, kesenian, dan sebagainya.
Rumah tidak boleh dilengkapi dengan perabotan, misalnya kursi, meja, dan tempat tidur. Rumah tidak boleh mempunyai daun pintu di dua arah berlawanan. Karena menurut anggapan masyarakat Kampung Naga, rizki yang masuk kedalam rumah melaui pintu depan tidak akan keluar melalui pintu belakang. Untuk itu dalam memasang daun pintu, mereka selalu menghindari memasang daun pintu yang sejajar dalam satu garis lurus.
 
Bentuk rumah masyarakat Kampung Naga harus panggung, bahan rumah dari bambu dan kayu. Atap rumah harus dari daun nipah, ijuk, atau alang-alang, lantai rumah harus terbuat dari bambu atau papan kayu. Rumah harus menghadap kesebelah utara atau ke sebelah selatan dengan memanjang kearah Barat-Timur. Dinding rumah dari bilik atau anyaman bambu dengan anyaman sasag. Rumah tidak boleh dicat, kecuali dikapur atau dimeni. Bahan rumah tidak boleh menggunakan tembok, walaupun mampu membuat rumah tembok atau gedung (''gedong'').
Di bidang kesenian masyarakat Kampung Naga mempunyai pantangan atau tabu mengadakan pertunjukan jenis kesenian dari luar Kampung Naga seperti wayang golek, dangdut, pencak silat, dan kesenian yang lain yang mempergunakan waditra goong. Sedangkan kesenian yang merupakan warisan leluhur masyarakat Kampung Naga adalah terbangan, angklung, beluk, dan rengkong. Kesenian beluk kini sudah jarang dilakukan, sedangkan kesenian rengkong sudah tidak dikenal lagi terutama oleh kalangan generasi muda. Namun bagi masyarakat Kampung Naga yang hendak menonton kesenian wayang, pencak silat, dan sebagainya diperbolehkan kesenian tersebut dipertunjukan di luar wilayah Kampung Naga.
 
Rumah tidak boleh dilengkapi dengan perabotan, misalnya kursi, meja, dan tempat tidur. Rumah tidak boleh mempunyai daun pintu di dua arah berlawanan. Karena menurut anggapan masyarakat Kampung Naga, rizki yang masuk kedalam rumah melaui pintu depan tidak akan keluar melalui pintu belakang. Untuk itu dalam memasang daun pintu, mereka selalu menghindari memasang daun pintu yang sejajar dalam satu garis lurus.
Adapu pantangan atau tabu yang lainnya yaitu pada hari selasa, rabu, dan sabtu. Masyarakat kampung Naga dilarang membicarakan soal adat-istiadat dan asal-usul kampung Naga. Masyarakat Kampung Naga sangat menghormati Eyang Sembah Singaparna yang merupakan cikal bakal masyarakat Kampung Naga. Sementara itu, di tasikmalaya ada sebuah tempat yang bernama Singaparna, Masyarakat Kampung Naga menyebutnya nama tersebut Galunggung, karena kata Singaparna berdekatan dengan Singaparna nama leluhur masyarakat Kampung Naga.
 
Di bidang kesenian masyarakat Kampung Naga mempunyai pantangan atau tabu mengadakan pertunjukan jenis kesenian dari luar Kampung Naga seperti wayang golek, dangdut, pencak silat, dan kesenian yang lain yang mempergunakan waditra goong. Sedangkan kesenian yang merupakan warisan leluhur masyarakat Kampung Naga adalah terbangan, angklung, beluk, dan rengkong. Kesenian beluk kini sudah jarang dilakukan, sedangkan kesenian rengkong sudah tidak dikenal lagi terutama oleh kalangan generasi muda. Namun bagi masyarakat Kampung Naga yang hendak menonton kesenian [[wayang]], [[pencak silat]], dan sebagainya diperbolehkan kesenian tersebut dipertunjukan di luar wilayah Kampung Naga.
Sistem kepercayaan masyarakat Kampung Naga terhadap ruang terwujud pada kepercayaan bahwa ruang atau tempat-tempat yang memiliki batas-batas tertentu dikuasai oleh kekuatan-kekuatan tertentu pula. Tempat atau daerah yang mempunyai batas dengan kategori yang berbeda seperti batas sungai, batas antara pekarangan rumah bagian depan dengan jalan, tempat antara pesawahan dengan selokan, tempat air mulai masuk atau disebut dengan huluwotan, tempat-tempat lereng bukit, tempat antara perkampungan dengan hutan, dan sebagainya, merupakan tempat-tempat yang didiami oleh kekuatan-kekuatan tertentu. Daerah yang memiliki batas-batas tertentu tersebut didiami mahluk-mahluk halus dan dianggap angker atau sanget. Itulah sebabnya di daerah itu masyarakat Kampung Naga suka menyimpan "sasajen" (sesaji).
 
Adapu pantangan atau tabu yang lainnya yaitu pada hari selasaSelasa, rabuRabu, dan sabtuSabtu. Masyarakat kampung Naga dilarang membicarakan soal adat-istiadat dan asal- usul kampung Naga. Masyarakat Kampung Naga sangat menghormati Eyang Sembah Singaparna yang merupakan cikal bakal masyarakat Kampung Naga. Sementara itu, di tasikmalayaTasikmalaya ada sebuah tempat yang bernama [[Singaparna]], Masyarakat Kampung Naga menyebutnya nama tersebut [[Galunggung]], karena kata ''Singaparna'' berdekatan dengan ''Singaparna'' nama leluhur masyarakat Kampung Naga.
Kepercayaan masyarakat Kampung Naga terhadap waktu terwujud pada kepercayaan mereka akan apa yang disebut palintangan. Pada saat-saat tertentu ada bulan atau waktu yang dianggap buruk, pantangan atau tabu untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang amat penting seperti membangun rumah, perkawinan, hitanan, dan upacara adat. Waktu yang dianggap tabu tersebut disebut larangan bulan. Larangan bulan jatuhnya pada bulan sapar dan bulan Rhamadhan. Pada bulan-bulan tersebut dilarang atau tabu mengadakan upacara karena hal itu bertepatan dengan upacara menyepi. Selain itu perhitungan menentukan hari baik didasarkan kepada hari-hari naas yang ada dalam setiap bulannya, seperti yang tercantum dibawah ini:
 
Sistem kepercayaan masyarakat Kampung Naga terhadap ruang terwujud pada kepercayaan bahwa ruang atau tempat-tempat yang memiliki batas-batas tertentu dikuasai oleh kekuatan-kekuatan tertentu pula. Tempat atau daerah yang mempunyai batas dengan kategori yang berbeda seperti batas sungai, batas antara pekarangan rumah bagian depan dengan jalan, tempat antara pesawahan dengan selokan, tempat air mulai masuk atau disebut dengan huluwotan, tempat-tempat lereng bukit, tempat antara perkampungan dengan hutan, dan sebagainya, merupakan tempat-tempat yang didiami oleh kekuatan-kekuatan tertentu. Daerah yang memiliki batas-batas tertentu tersebut didiami mahluk-mahluk halus dan dianggap angker atau sanget. Itulah sebabnya di daerah itu masyarakat Kampung Naga suka menyimpan "sasajen" (sesaji).
 
Kepercayaan masyarakat Kampung Naga terhadap waktu terwujud pada kepercayaan mereka akan apa yang disebut palintangan. Pada saat-saat tertentu ada bulan atau waktu yang dianggap buruk, pantangan atau tabu untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang amat penting seperti membangun rumah, perkawinan, hitanan, dan upacara adat. Waktu yang dianggap tabu tersebut disebut larangan bulan. Larangan bulan jatuhnya pada bulan sapar dan bulan Rhamadhan. Pada bulan-bulan tersebut dilarang atau tabu mengadakan upacara karena hal itu bertepatan dengan upacara menyepi. Selain itu perhitungan menentukan hari baik didasarkan kepadapada hari-hari naas yang ada dalam setiap bulannya, seperti yang tercantum dibawah ini:
 
# Muharam (Muharram) hari Sabtu-Minggu tanggal 11,14
# Sapar (Safar) hari Sabtu-Minggu tanggal 1,20
# Maulud hari (Rabiul Tsani)Sabtu-Minggu tanggal 1,15
# Silih Mulud (Rabi'ul Tsani) hari Senin-Selasa tanggal 10,14
# Jumalid Awal (Jumadil Awwal)hari Senin-Selasa tanggal 10,20
Baris 41 ⟶ 47:
# Rewah hari (Sya'ban) Rabu-Kamis tanggal 19,20
# Puasa/Ramadhan (Ramadhan)hari Rabu-Kamis tanggal 9,11
# Syawal (Syawal) hari Jum'atJumat tanggal 10,11
# Hapit (Dzulqaidah) hari Jum'atJumat tanggal 2,12
# Rayagung (Dzulhijjah) hari Jum'atJumat tanggal 6,20
Pada hari-hari dan tanggal-tanggal tersebut tabu menyelenggarakan pesta atau upacara-upacara perkawinan, atau khitanan. Upacara perkawinan boleh dilaksanakan bertepatan dengan hari-hari dilaksanakannya upacara menyepi. Selain perhitungan untuk menentukan hari baik untuk memulai suatu pekerjaan seperti upacara perkawinan, khitanan, mendirikan rumah, dan lain-lain, didasarkan kepadapada hari-hari naas yang terdapat pada setiap bulannya.
 
== Aksesibilitas ==
* Kendaraan pribadi: Dari Jakarta ke Kampung Naga rutenya adalah Tol Jakarta - Cikampek -> Tol Purbaleunyi -> Gerbang Tol Cileunyi -> Nagreg -> arah Garut Kota -> Cilawu -> Lokasi Kampung Naga.
 
Dari Bandung ke Kampung Naga rutenya adalah Cileunyi -> Rancaekek -> Nagreg > - Leles dan Garut Kota -> Cilawu -> Lokasi Kampung Naga.
 
* Kendaraan umum: Dari Jakarta naik bus jurusan Kampung Rambutan - Garut - Singaparna turunkan di Lokasi Kampung Naga.
 
Dari Bandung menggunakan bus Diana Prima di Terminal Cicaheum jurusan Bandung - Garut - Tasikmalaya (singaparna), lalu berhenti di Kampung Naga.
 
== Lihat pula ==
*[[Kasepuhan Ciptagelar]]
*[[Kampung Budaya Sindang Barang]]
 
== Pranala luar ==
* {{id}} [http://www.tempatwisatadijawabarat.com/2014/03/menyingkap-segala-keunikan-di-kampung.html Cara ke Kampung Naga] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20140320020830/http://www.tempatwisatadijawabarat.com/2014/03/menyingkap-segala-keunikan-di-kampung.html |date=2014-03-20 }}
* {{id}} [http://www.iwisataindonesia.com/33/wisata-kampung-naga.html Wisata Kampung Naga] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20150403044423/http://www.iwisataindonesia.com/33/wisata-kampung-naga.html |date=2015-04-03 }}
{{Commonscat|Kampung Naga}}
 
[[Kategori:Kabupaten Tasikmalaya]]
[[Kategori:Budaya Sunda]]
[[Kategori:Arsitektur Sunda]]
[[Kategori:Desa adat]]
[[Kategori:Kampung di Indonesia]]