Kemandirian pangan di Indonesia: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
L.commander (bicara | kontrib) |
|||
(10 revisi perantara oleh 7 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
[[Berkas:Panen padi.jpg|jmpl|Panen padi di sawah. Kegiatan pertanian di Indonesia umumnya masih dilakukan secara manual dan dengan kepemilikan lahan yang terbatas.]]
'''Kemandirian pangan''' ([[bahasa Inggris]]: ''food resilience'') menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan adalah "Kemampuan negara dan bangsa dalam memproduksi pangan yang beraneka ragam dari dalam negeri yang dapat menjamin pemenuhan [[Gizi seimbang|kebutuhan pangan]] yang cukup sampai di tingkat perseorangan dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi, dan [[kearifan lokal]] secara bermartabat".<ref>{{Cite web|date=2014|title=Ketahanan Pangan|url=http://www.bulog.co.id/beraspangan/ketahanan-pangan/|website=Bulog|access-date=7 Januari 2022}}</ref> Berkaitan dengan masalah pemenuhan kebutuhan pangan, definisi kemandirian menurut [[Organisasi Pangan dan Pertanian]] (FAO) yaitu "Kemampuan untuk mencegah [[Bencana kelaparan|bencana dan krisis]] serta mengantisipasi, menyangga, menampung atau memulihkannya secara tepat waktu, efisien, dan berkelanjutan. Ini termasuk melindungi, memulihkan, dan meningkatkan sistem mata pencaharian dalam menghadapi ancaman yang berdampak pada pertanian, pemenuhan [[nutrisi]], [[ketahanan pangan]], dan [[keamanan pangan]][[keamanan pangan|"]].<ref name=":2">{{Cite web|title=Building Resilience for Food Security and Nutrition|url=https://www.fao.org/neareast/perspectives/building-resilience/en/|website=FAO|access-date=7 Januari 2022}}</ref>
Kemandirian pangan berbeda dengan ketahanan pangan dalam hal sumber untuk mencukupi [[kebutuhan primer]] tersebut. Kemandirian pangan mensyaratkan kemampuan produksi dalam negeri, sedangkan ketahanan pangan tidak mempersoalkan sumber pasokan pangan; bisa berasal dari dalam negeri atau merupakan hasil impor.<ref name=":1">{{Cite news|last=Siswodiharjo|first=Sunardi|date=7 Januari 2022|title="Food Resilience", Gastronomi, dan Kesejahteraan Rakyat|url=https://news.detik.com/kolom/d-5887814/food-resilience-gastronomi-dan-kesejahteraan-rakyat?tag_from=wp_cb_kolom_list&_ga=2.251327302.1133907293.1641537202-121850376.1641537202|work=
Kemandirian pangan bisa hilang atau terganggu yang mengakibatkan [[Bencana kelaparan|krisis pangan]]. Penyebab kondisi tersebut antara lain [[bencana alam]], tidak ada atau hilangnya [[kedaulatan pangan]], dan krisis politik yang mempengaruhi produktivitas pertanian. Faktor bencana sebagai penyebab misalnya terjadi [[Letusan gunung|letusan]] [[gunung berapi]] yang merusak areal pertanian dalam skala luas, kekeringan berkepanjangan, atau [[perubahan iklim]].<ref>{{Cite web|last=Pamungkas|first=M. Fazil|date=25 Januari 2021|title=Ketika Mataram Dilanda Kelaparan|url=https://historia.id/kuno/articles/ketika-mataram-dilanda-kelaparan-6jkG1/page/1|website=Historia|access-date=10 Februari 2022}}</ref><ref>{{Cite news|last=Wibawa|date=26 Agustus 2021|title=Pertama dalam Sejarah, Bencana Kelaparan Akibat Perubahan Iklim Terjadi di Madagaskar|url=https://www.kompas.com/sains/read/2021/08/26/183100023/pertama-dalam-sejarah-bencana-kelaparan-akibat-perubahan-iklim-terjadi-di?page=all|work=[[Kompas.com]]|access-date=10 Februari 2022|first=Shierine Wangsa}}</ref> Kemudian, pada masa lalu [[Kolonialisme|penjajahan]] telah menyebabkan hilangnya kedaulatan pangan dengan adanya kebijakan [[Cultuurstelsel|tanam paksa]] oleh [[Hindia Belanda|pemerintah Belanda]]<ref>{{Cite web|last=Sitompul|first=Martin|date=02 September 2015|title=Dalam Sistem Tanam Paksa, Petani Ditindas Belanda dan Pejabat Bumiputera|url=https://historia.id/ekonomi/articles/dalam-sistem-tanam-paksa-petani-ditindas-belanda-dan-pejabat-bumiputera-vXWV5/page/2|website=Historia|access-date=09 Januari 2022}}</ref> dan terbatasnya hak untuk mengakses sumber pangan akibat [[Pasar monopolistik|monopoli]] perdagangan beras oleh tentara [[Sejarah Nusantara (1942–1945)|pendudukan Jepang]].<ref>{{Cite web|last=Matanasi|first=Petrik|date=20 April 2020|title=Kelaparan dan Pemberontakan Saat Militer Jepang Menguasai Beras|url=https://tirto.id/kelaparan-dan-pemberontakan-saat-militer-jepang-menguasai-beras-eNqQ|website=Tirto.id|access-date=09 Januari 2020}}</ref> Pergolakan politik juga termasuk faktor yang dapat mengganggu kemandirian pangan jika hal itu menyebabkan aktivitas pertanian terganggu.<ref>{{Cite book|last=Herring|first=Ronald J.|date=2015|url=https://www.google.co.id/books/edition/The_Oxford_Handbook_of_Food_Politics_and/8D3KBQAAQBAJ?hl=en&gbpv=1&dq=political+change+causing+food+crisis&printsec=frontcover|title=The Oxford Handbook of Food, Politics, and Society|publisher=Oxford University Press|pages=3-7|url-status=live}}</ref> [[Impor]] pangan mungkin diperlukan untuk menjaga ketahanan pangan dan atau untuk mencegah terjadinya krisis pangan, tetapi hal itu tidak mencerminkan adanya kemandirian pangan.<ref name=":1" />
Setelah Indonesia merdeka, wacana kemandirian pangan dan sejenisnya mendapat perhatian khusus dari pemerintah seperti masalah ketahanan pangan, kedaulatan pangan,dan [[Sembilan bahan pokok|sembako]] (sembilan bahan pokok: [[beras]], [[Gula|gula pasir]], [[Minyak masakan|minyak goreng]] dan [[mentega]], [[daging sapi]] dan [[daging ayam]], [[Telur|telur ayam,]] [[susu]], [[bawang merah]] dan [[bawang putih]], [[Gas minyak cair|gas elpiji]] dan [[minyak tanah]], serta [[Garam (kimia)|garam]]).<ref>{{Cite web|date=8 Juni 2017|title=Kemandirian Suatu Bangsa Dapat Terbangun Melalui Pangan|url=https://www.pertanian.go.id/home/?show=news&act=view&id=2071|website=Kementan|access-date=13 Januari 2022}}</ref><ref>{{Cite journal|last=Permatasari|first=Iman Amanda|last2=Wijaya|first2=Junior Hendri|date=30 Juni 2018|title=The Comparison of Food Policy Era The Leadership of Soeharto and Soesilo Bambang Yudhoyono|url=http://ejournal.bappeda.bantenprov.go.id/index.php/jkpd/article/view/35/16|journal=Jurnal Kebijakan Pembangunan Daerah|volume=2|issue=1}}</ref><ref>{{Cite web|last=Thamrin|first=Mahandis Yoanata|date=31 Juli 2021|title=Bincang Redaksi-31: Gagasan Bung Karno Demi Daulat Pangan Indonesia|url=https://nationalgeographic.grid.id/read/132815241/bincang-redaksi-31-gagasan-bung-karno-demi-daulat-pangan-indonesia?page=all|website=National Geographic Indonesia|access-date=13 Januari 2022}}</ref> Selain itu tema ini kerap menjadi perbincangan politik pada masa kampanye [[Pemilihan umum|Pemilu]] atau pembahasan akademisi ketika berlangsung kondisi tertentu seperti saat terjadinya [[pandemi Covid-19]].<ref>{{Cite web|date=16 Juni 2020|title=Strategi Mewujudkan Kemandirian Pangan dalam Era Tata Kehidupan Normal Baru|url=https://www.agronet.co.id/detail/indeks/kampus/5300-Faperta-UGM-Bahas-Strategi-Wujudkan-Kemandirian-Pangan-Era-Tata-Kehidupan-Normal-Baru|website=Agronet|access-date=7 Februari 2022}}</ref><ref>{{Cite news|last=Anggriawan|first=Ryan
== Sejarah ==
Baris 12:
=== Bencana alam ===
Kondisi [[
Pada tahun 2004, [[Gempa bumi dan tsunami Samudra Hindia 2004|tsunami Aceh]] akibat gempa tektonik dangkal di dasar [[Samudra Hindia|Samudera Hindia]] berkekuatan M 9,3 menghancurkan sejumlah lokasi di pesisir barat [[Sumatra]] dan mengakibatkan sekitar 230.000 korban jiwa.<ref>{{Cite news|last=Azanella|first=Luthfia Ayu|date=26 Desember 2022|title=Hari Ini dalam Sejarah: Mengenang Peristiwa Tsunami Aceh 2004|url=https://www.kompas.com/tren/read/2020/12/26/081500665/hari-ini-dalam-sejarah-mengenang-peristiwa-tsunami-aceh-2004?page=all|work=[[Kompas.com]]|access-date=10 Januari 2022}}</ref> Pascabencana, warga yang selamat memerlukan bantuan pangan dan pengobatan bagi yang cedera. Kerusakan areal pertanian juga perlu segera diperbaiki agar produktivitas pertanian kembali normal.
Akibat tsunami di Aceh, lahan pertanian di lima dari sembilan kabupaten mengalami kerusakan berat yaitu di Aceh Besar, Aceh Barat Daya, Pidie, Bireun, dan Aceh Jaya. Lumpur laut dan [[Keasinan|kadar garam]] tinggi menyebabkan daya hantar listrik (DHL) tanah mencapai >10 dS/m (desi Siemens per meter) untuk lumpur dan 2 – 12 dS/m untuk tanah permukaan. Sementara itu, [[Tumbuhan semusim|tanaman semusim]] seperti jagung, kacang tanah, dan padi mulai terganggu pertumbuhannya pada DHL 4 dS/m. Luas lahan yang rusak a.l. sawah (termasuk subsektor [[hortikultura]]) seluas 20.101 ha, ladang tegalan (tanaman [[palawija]] dan hortikultura) 31.345 ha, dan [[perkebunan]] antara 56.500 – 102.461.<ref name=":0">{{Cite web|last=Tim Nasional Penanggulangan Bencana Alam Aceh|first=|date=22 Februari 2005|title=Dampak Tsunami Terhadap Sektor Pertanian|url=https://www.litbang.pertanian.go.id/info-aktual/192/|website=Kementerian Pertanian - Balai Litbang Pertanian|access-date=17 Januari 2022}}</ref> Menurut FAO (2005), perkiraan kehilangan produksi bidang pertanian mencapai US$ 78,8 juta, dan kerusakan infrastruktur pertanian ditaksir sebesar US$ 33,4 juta. Waktu pemulihan di wilayah pantai barat, yaitu wilayah terdampak paling parah, diperkirakan selama lima tahun.<ref name=":0"
Peristiwa yang lain, dampak [[Letusan Merapi 2010|erupsi Merapi]] tahun 2010 terhadap lahan pertanian menimbulkan setidaknya 6 jenis kerusakan yaitu:
Baris 28:
=== Kelaparan pada masa penjajahan ===
Penjajahan menyebabkan hilangnya kedaulatan sebuah bangsa dan termasuk di dalamnya kedaulatan pangan. Gubernur Jenderal [[Thomas Stamford Raffles]] dari Inggris menerapkan pajak tanah yang cukup besar yaitu sekitar 2/5 atau 40 persen dari hasil panen tahunan petani di Jawa. Pada masa penjajahan Belanda, Gubernur Jenderal [[Johannes van den Bosch|Van den Bosch]] dari Belanda memulai penerapan
=== Ketersediaan pangan pascakemerdekaan ===
Pada tanggal 21 Mei 1948, pemerintahan [[Soekarno]]-[[Mohammad Hatta|Hatta]] membentuk Panitia Agraria Jogyakarta. Panitia ini kemudian membentuk Jawatan Pengawasan Makanan Rakyat dan Yayasan Bahan Makanan (BAMA) yang kemudian ketiganya berubah menjadi Yayasan Urusan Bahan Makanan (YUBM) dan Yayasan Badan Pembelian Padi (YBPP). Yayasan-yayasan tersebut selanjutnya dilebur menjadi Badan Urusan Logistik ([[Badan Urusan Logistik|BULOG]]) pada tahun 1967.<ref name=":3">{{Cite journal|last=Saragih|first=Juli P.|date=April 2017|title=Kelembagaan Urusan Pangan dari Masa ke Masa|url=https://drive.google.com/file/d/1cattoT-O5Ige1TquIveT5wrbzmY1O2QF/view?usp=sharing|journal=Pangan|volume=26|issue=1|pages=57-80}}</ref> Soekarno merintis program swasembada beras lewat YBPP dan juga mengeluarkan kebijakan [[Diversifikasi pangan|diversifikasi]] [[makanan pokok]] dengan memasukkan komoditas jagung sebagai pengganti beras. Meskipun stabilisasi harga dan ketersediaan pangan sudah diupayakan tetapi hal itu ternyata belum cukup. Tahun 1969-1982 merupakan periode terjadinya kelangkaan beras yang mencapai puncaknya pada tahun 1972. Beberapa tahun kemudian setelah dilakukan pembangunan infrastruktur pertanian (periode 1970-an sampai 1980-an), BULOG berhasil menjamin ketersediaan beras dalam negeri dan meraih status swasembada pada tahun 1985. Namun pencapaian tersebut oleh sebagian kalangan dianggap semu dan hanya sesaat saja.<ref name=":3" /><ref>{{Cite web|last=Raditya|first=Iswara N.|date=25 September 2018|title=Swasembada Beras ala Soeharto: Rapuh dan Cuma Fatamorgana|url=https://tirto.id/swasembada-beras-ala-soeharto-rapuh-dan-cuma-fatamorgana-c2eV|website=Tirto.id|access-date=10 Februari 2022}}</ref><ref>{{Cite web|last=Hanggoro|first=Hendaru Tri|date=30 Mar 2021|title=Dari Swasembada Beras ke Swasembada Pangan|url=https://historia.id/ekonomi/articles/dari-swasembada-beras-ke-swasembada-pangan-P74KE/page/2|website=Historia|access-date=27 Februari 2022}}</ref>
== Kebijakan pangan saat ini ==
Setelah era [[Soeharto]], Indonesia kembali mengeklaim tidak mengimpor beras pada masa pemerintahan [[Joko Widodo]] yaitu tahun 2016, kemudian tahun 2018-2021. Direktur Utama BULOG, [[Budi Waseso]], mengatakan bahwa setelah dirinya diangkat menjadi dirut, Indonesia tidak mengimpor beras terkecuali beras khusus untuk kebutuhan hotel dan restoran tertentu.<ref name=":9">{{Cite web|date=30 November 2016|title=Jokowi Minta Rp120 Triliun untuk Bangun Lumbung Pangan Dunia|url=https://tirto.id/jokowi-minta-rp120-triliun-untuk-bangun-lumbung-pangan-dunia-b6aW|website=Tirto.id|access-date=27 Februari 2022}}</ref><ref>{{Cite news|date=25 Maret 2021|title=Budi Waseso Klaim 3 Tahun Jadi Chief Bulog Tidak Ada Lagi Impor Beras|url=https://bisnis.tempo.co/read/1445958/budi-waseso-klaim-3-tahun-jadi-chief-bulog-tidak-ada-lagi-impor-beras/full&view=ok|work=[[Tempo.co]]|access-date=27 Februari 2022}}{{Pranala mati|date=Februari 2023 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref><blockquote>
Budi Waseso, Dirut BULOG: "''Memang BULOG tiga tahun ini tidak pernah impor, kalau ada valuasi data dari BPS ada beras masuk itu beras khusus, itu hanya untuk kebutuhan hotel dan restoran yang bersifat khusus''."<ref>{{Cite news|date=29 Maret 2021|title=Penjelasan Buwas Soal Klaim Jokowi RI tak Impor Beras 3 Tahun|url=https://www.cnbcindonesia.com/news/20210329132020-4-233624/penjelasan-buwas-soal-klaim-jokowi-ri-tak-impor-beras-3-tahun|work=[[CNBC Indonesia]]|access-date=27 Februari 2022|last=Sandi|first=Ferry}}</ref></blockquote>Meskipun demikian, keberhasilan tersebut tidak mendapat perhatian istimewa seperti pada era Soeharto tahun 1985. Hal itu tampaknya terjadi karena persoalan impor belum sepenuhnya tuntas terkait total 11 komoditas pangan strategis<ref>{{Cite web|date=22 April 2021|title=Kementan Jaga Strategi Produksi dan Pengendalian Pangan|url=https://www.pertanian.go.id/home/?show=news&act=view&id=4793|website=Kementan RI|access-date=27 Februari 2022}}</ref>, yaitu: [[beras]], [[jagung]], [[bawang merah]], [[bawang putih]], [[Cabai|cabai besar]], [[cabai rawit]], [[daging sapi]]/[[kerbau]], [[daging ayam]], [[telur]] [[Ayam peliharaan|ayam]], [[Gula|gula pasir]], dan [[Minyak masakan|minyak goreng]]. Di luar 11 komoditas pangan strategis yang ketersediaan dan harganya dipantau secara harian, beberapa produk pangan lain juga kerap menyita perhatian. Sejumlah produk seperti daging, [[kedelai]], jagung, [[gandum]], bahkan [[Ubi kayu|singkong]] dan [[Garam dapur|garam]], masih mengandalkan pasokan impor.<ref>{{Cite news|date=7 November 2020|title=Impor Jagung, Kedelai, dan Gandum Capai Jutaan Ton Selama Pandemi|url=https://ekonomi.bisnis.com/read/20201117/12/1318790/impor-jagung-kedelai-dan-gandum-capai-jutaan-ton-selama-pandemi|work=[[Bisnis Indonesia|Bisnis.com]]|access-date=27 Februari 2022|last=Kusumawardhani|first=Amanda|editor-last=Timorria|editor-first=Iim Fathimah}}</ref><ref>{{Cite web|date=6 April 2021|title=RI Makin Tergantung Impor Daging Kerbau|url=http://agroindonesia.co.id/2021/04/ri-makin-tergantung-impor-daging-kerbau/|website=Agro Indonesia|access-date=27 Februari 2022|archive-date=2022-02-27|archive-url=https://web.archive.org/web/20220227071514/http://agroindonesia.co.id/2021/04/ri-makin-tergantung-impor-daging-kerbau/|dead-url=yes}}</ref><ref>{{Cite news|date=20 Maret 2018|title=Ini Alasan Pemerintah Pilih Impor Garam Industri|url=https://ekonomi.kompas.com/read/2018/03/20/182343126/ini-alasan-pemerintah-pilih-impor-garam-industri?page=all|work=[[Kompas.com]]|access-date=27 Februari 2022|first=Pramdia Arhando|last=Julianto}}</ref> Indonesia sendiri memiliki sejumlah komoditas ekspor pangan andalan yaitu [[kelapa sawit]], [[Kopi di Indonesia|kopi]], [[kakao]], [[Udang (makanan)|udang]], [[Sarang burung (makanan)|sarang burung walet]], [[cengkih]], dan [[makanan olahan]] seperti [[permen]] dan [[mi instan]].<ref>{{Cite web|date=2018|title=Empat dari Sepuluh Produk Ekspor Andalan Indonesia Adalah Komoditas Pertanian|url=https://www.pertanian.go.id/home/?show=news&act=view&id=3813|website=Kementerian Pertanian RI|access-date=27 Februari 2022}}</ref><ref>{{Cite news|date=8 April 2021|title=Ini Produk Pangan dan Mamin Andalan Ekspor Tahun Ini|url=https://ekonomi.bisnis.com/read/20210408/12/1378621/ini-produk-pangan-dan-mamin-andalan-ekspor-tahun-ini|work=[[Bisnis Indonesia|Bisnis.com]]|access-date=27 Februari 2021|last=Pradana|first=Rio Sandy|editor-last=Fauzan|editor-first=Rahmad}}</ref>
Baru-baru ini terjadi kelangkaan [[Minyak masakan|minyak goreng]] selama beberapa bulan yang dinilai ironis karena Indonesia adalah eksportir [[kelapa sawit]] (salah satu bahan baku minyak goreng) terbesar di dunia.<ref>{{Cite news|date=14 Oktober 2022|title=Ini 5 Negara Produsen Minyak Sawit Terbesar di Dunia|url=https://www.jpnn.com/news/ini-5-negara-produsen-minyak-sawit-terbesar-di-dunia|work=[[Jawa Pos|JPNN.com]]|access-date=27 Februari 2022|first=Elvi|last=Robia}}</ref><ref>{{Cite news|date=11 Februari 2022|title=Ironi Negeri Kaya Sawit, Rakyatnya Antre Berjam-jam demi Minyak Goreng|url=https://money.kompas.com/read/2022/02/11/195203226/ironi-negeri-kaya-sawit-rakyatnya-antre-berjam-jam-demi-minyak-goreng?page=all|work=[[Kompas.com]]|access-date=27 Februari 2022|first=Muhammad|last=Idris}}</ref> Selain itu, kelangkaan [[kedelai]] tahun 2021 kembali terulang yang menyebabkan produksi [[tempe]] dan [[tahu]] terhambat.<ref>{{Cite news|date=1 januari 2021|title=Awal Tahun 2021 Tempe dan Tahu Terancam Langka|url=https://www.kompas.tv/article/134694/awal-tahun-2021-tempe-dan-tahu-terancam-langka|work=[[Kompas
=== Visi Indonesia sebagai Lumbung Pangan Dunia 2045 ===
[[Berkas:Perbaikan saluran air.jpg|jmpl|Salah satu contoh hasil perbaikan pengairan di sawah milik warga desa yang menggunakan Dana Desa.]]
[[Berkas:Perbaikan pengairan.jpg|jmpl|Salah satu hasil perbaikan pengairan di sawah milik warga yang menggunakan Dana Desa.(2)]]
Pemerintah memberi perhatian besar pada masalah pangan dan [[inflasi]] yang ditimbulkannya.<ref>{{Cite
=== ''Food estate'' ===
{{main|Food Estate}}
Momentum pandemi Covid-19 yang membuka kemungkinan terjadinya krisis pangan semakin mendorong pemerintah untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional secara mandiri. Pada tahun 2020 [[Kementerian Pertanian Republik Indonesia|Kementan]] meluncurkan program ''[[Food Estate]]'' sebagai Program Strategis Nasional (PSN) 2020-2024 (sebelumnya 2015-2019)''.'' Menurut Badan Litbang Pertanian (2011)'', food estate'' adalah sebuah konsep pengembangan produksi pangan yang dilakukan secara terintegrasi yang mencakup pertanian, [[perkebunan]], dan [[peternakan]] yang berada di suatu kawasan lahan yang sangat luas.<ref name=":6">{{Cite news|last=Sianturi|first=Freddy
Saran dan evaluasi terhadap pelaksanaan program ''food estate'' yang diajukan sejumlah kalangan antara lain yaitu agar pemerintah menghindari kebijakan [[Antroposentrisme|antroposentris]] menyangkut perubahan [[Ekosistem pertanian|ekosistem]], memprioritaskan [[Diversifikasi pangan|diversifikasi]], memperbaiki rantai [[distribusi pangan]], dan memberdayakan [[Petani|petani kecil]].<ref name=":6" /><ref name=":7" /><ref name=":10" /> Selain itu pemerintah juga diminta mengkaji ulang pertanian di lahan gambut sub-optimal ([[Kesuburan tanah|kesuburan]] rendah), menyesuaikan jenis komoditas dengan karakteristik tanah dan kondisi sosial masyarakat, [[Pertanian intensif|intensifikasi]] lahan, dan mengembangkan program ketahanan pangan alternatif yang berbasis [[kampung]].<ref name=":8" /><ref>{{Cite news|date=21 Juni 2021|title=Pemerintah Diminta Evaluasi Total Program "Food Estate"|url=https://money.kompas.com/read/2021/06/21/193354026/pemerintah-diminta-evaluasi-total-program-food-estate?page=all|work=[[Kompas.com]]|access-date=28 Februari 2022}}</ref><ref>{{Cite news|date=22 Juli 2021|title=Pemerintah diminta evaluasi menyeluruh soal pelaksanaan program food estate|url=https://nasional.kontan.co.id/news/pemerintah-diminta-evaluasi-menyeluruh-soal-pelaksanaan-program-food-estate?page=2|work=[[Kontan|Kontan.co.id]]|access-date=28 Februari 2022|editor-last=Laoli|editor-first=Noverius|last=Waseso|first=Ratih}}</ref>
== Potensi sumber pangan dan pengembangannya ==
Baris 54 ⟶ 55:
=== Sumber daya alam ===
Data [[Badan Pusat Statistik]] menyebutkan bahwa lahan pertanian produktif di Indonesia pada tahun 2019 yaitu seluas 25,1 juta ha. Pada tahun yang sama juga tercatat 7,46 juta ha luas lahan baku sawah dan sebanyak 10,66 juta ha luas panen padi (terdapat sawah dengan panen lebih dari 1 kali dalam 1 tahun).<ref>{{Cite web|last=Gunawan|first=Herry|date=9 April 2021|title=Luas Lahan Pertanian Tumbuh, tapi Luas Panen Tergerus|url=https://lokadata.id/artikel/laus-lahan-pertanian-tumbuh-tapi-luas-panen-tergerus|website=Lokadata.id|access-date=28 Februari 2022|archive-date=2022-02-28|archive-url=https://web.archive.org/web/20220228131220/https://lokadata.id/artikel/laus-lahan-pertanian-tumbuh-tapi-luas-panen-tergerus|dead-url=yes}}</ref><ref name=":11">{{Cite news|date=8 April 2021|title=Produktivitas Pangan dan Penyusutan Lahan Pertanian di Indonesia|url=https://bisnisnews.id/detail/berita/produktifitas-pangan-dan-penyusutan-lahan-pertanian-di-indonesia|work=Bisnisnews.id|access-date=28 Februari 2021}}</ref><ref>{{Cite
Dari segi kekayaan [[Flora Indonesia|flora]] dan [[Fauna Indonesia|fauna]], alam Indonesia merupakan sebuah mega-[[Keanekaragaman hayati|biodiversitas]] dengan jumlah keanekaragaman yang tinggi. Untuk potensi pangan, riset Balai Besar Penelitian [[Bioteknologi]] dan Sumber Daya [[Genetika|Genetik]] Pertanian (BB Biogen) Kementan menyebutkan bahwa di Indonesia terdapat 100 jenis pangan [[Makanan pokok|sumber karbohidrat]], 100 jenis [[kacang-kacangan]], 250 jenis [[
=== Diversifikasi pangan dan kearifan lokal ===
Masyarakat Indonesia mengenal banyak jenis makanan pokok selain beras, antara lain yaitu: jagung, kentang, [[sagu]], [[pisang]], [[labu kuning]], singkong, [[ubi jalar]], dan [[Sukun (pohon)|sukun]]. Di sejumlah daerah juga dikenal beberapa [[makanan olahan]] tradisional sebagai sumber karbohidrat seperti ''sakelan'' di Temanggung, ''[[papeda]]'' di Maluku dan Papua, ''[[Thiwul|tiwul]]'' di beberapa daerah di Jawa Tengah dan Jawa Timur, nasi singkong di Cireundeu, nasi ''gegok'' di Trenggalek. Kemudian ada pula ''aruk'', ''oyek'', atau ''kufu'' yang merupakan hasil [[fermentasi]] dari singkong.<ref>{{Cite news|date=18 Oktober 2021|title=8 Makanan Pokok Indonesia yang Umum Dikonsumsi, Salah Satunya Singkong|url=https://www.merdeka.com/jatim/jenis-makanan-pokok-indonesia-yang-umum-dikonsumsi-salah-satunya-singkong-kln.html|work=[[Merdeka.com]]|access-date=28 Februari 2022|editor-last=Lararenjana|editor-first=Edelweis|first=Edelweis|last=Lararenjana}}</ref><ref>{{Cite web|date=27 Februari 2022|title=Sego Tiwul dan Gegok Jadi Cita Rasa Roadshow PWMU.CO|url=https://pwmu.co/229379/02/27/sego-tiwul-dan-gegok-jadi-cita-rasa-roadshow-pwmu-co/|website=Pwmu.co|access-date=28 Februari 2022}}</ref><ref>{{Cite news|date=13 Oktober 2018|title=Mengenal Makanan Pokok Beberapa Daerah di Indonesia, Pernah Coba?|url=https://lifestyle.okezone.com/read/2018/10/12/298/1963251/mengenal-makanan-pokok-beberapa-daerah-di-indonesia-pernah-coba|work=[[Okezone.com]]|access-date=28 Februari 2022}}</ref><ref>{{Cite news|date=23 Februari 2014|title=Yuk, Buat Nasi Dari Singkong|url=https://www.republika.co.id/berita/n1fiki/yuk-buat-nasi-dari-singkong|work=Republika.co.id|access-date=28 Februari 2022}}</ref> Sementara itu, menurut Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian sendiri ada 7 jenis pangan alternatif nonberas yang akan dikembangkan yaitu jagung, singkong, [[talas]], kentang, pisang, [[Iles-iles|porang]] dan [[sagu]].<ref name=":12">{{Cite web|date=15 Mei 2021|title=Kearifan Lokal, Sumber Ketahanan Pangan Negara|url=https://tabloidsinartani.com/detail/wacana/agri-wacana/16661-Kearifan-Lokal-Sumber-Ketahanan-Pangan-Negara|website=Tabloidsinartani.com|access-date=28 Februari 2022}}</ref> Meskipun pangan alternatif cukup banyak, angka ketergantungan terhadap beras di Indonesia masih tinggi jika dibanding beberapa negara lain. Angka konsumsi beras di Indonesia masih sekitar 95 persen, sedangkan di Malaysia, Thailand, Korea Selatan, dan Singapura berada di bawah 80 persen.<ref name=":12" />
== Tantangan dan permasalahan ==
[[Berkas:Harvesting Mowing Sugar Beets.jpg|jmpl|Pertanian modern menggunakan peralatan mesin mekanis.]]
Dengan potensi sumber daya yang besar tersebut, angka indeks pangan Indonesia masih belum memuaskan. Menurut ''Global Food Security Index'', Indonesia menempati ranking 69 dari 113 negara yang terdata. Sementara beberapa negara tetangga di Asia dan Australia menempati posisi yang lebih baik. [[Australia]] dan [[Korea Selatan]] menempati ranking 32; [[Malaysia]], 39; [[Thailand]], 51; [[Vietnam]], 61; dan [[Filipina]], 64. Pada data yang sama, bahkan untuk skor sumber daya alam dan kemandirian, posisi Indonesia berada pada urutan paling bawah.<ref>{{Cite web|title=Global Food Security Index|url=https://impact.economist.com/sustainability/project/food-security-index/Country|website=Global Food Security Index|access-date=28 Februari 2022}}</ref> Sebagai produsen komoditas pangan, Thailand memiliki sejumlah prestasi yang merupakan hasil dari pengelolaan pertanian yang maju. Catatan yang diraih Thailand antara lain: peringkat 1 dunia sebagai negara penghasil [[tuna]] kalengan, [[nanas]] olahan, [[jagung manis]], singkong, [[santan]] kelapa, dan [[durian]]; peringkat 2 negara pengekspor gula; tiga besar negara pengekspor beras; dan lima besar negara produsen [[udang]] dan daging ayam. Thailand yang dijuluki "''kitchen of the world''" juga masuk 10 besar negara penghasil produk [[Makanan halal|halal]] dunia.<ref name=":13">{{Cite news|date=2021|title=Thailand, How the Kitchen of the World is Transforming our Future Food|url=https://www.cnbc.com/advertorial/thailand-how-the-kitchen-of-the-world-is-transforming-our-future-food/?__source=twitter%7Ccatalyst%7Cmfathailand&twclid=11490599594493083648|work=CNBC|access-date=25 Februari 2022}}</ref>
Sejumlah permasalahan yang menghambat kemajuan pertanian di Indonesia kerap dikupas oleh pemerintah, media, hingga pengamat dan akademisi. Beberapa di antaranya yaitu: alih fungsi lahan pertanian; kerusakan infrastruktur/jaringan [[irigasi]]; mahalnya upah [[tenaga kerja]]; tingginya susut [[Pascapanen|hasil panen]]; dan
# Minat masyarakat untuk bertani rendah dibanding sektor [[pertambangan]] & [[Kelapa sawit|sawit]] yang dianggap menjanjikan.
Baris 78 ⟶ 79:
Pada dasarnya tantangan atau permasalahan pangan di atas bisa dikatakan sebagai permasalahan klasik karena pembahasannya hampir mirip dari tahun ke tahun. Kemajuan teknologi dan perubahan kondisi lingkungan di sisi lain telah menghadirkan tantangan yang lebih kompleks seperti potensi pandemi yang berulang, [[perubahan iklim]], hingga disrupsi [[teknologi informasi]].
[[Pandemi]] [[Penyakit koronavirus 2019|Covid-19]] menunjukkan betapa rentannya sistem pertanian negara-negara pada umumnya, sedangkan potensi terulangnya bencana serupa semakin terbuka. [[Koronavirus|Coronavirus]] sendiri memperlihatkan sejumlah [[Varian SARS-CoV-2|varian]] yang terus berubah dengan kemampuan spesifik yang juga berbeda-beda.<ref>{{Cite web|date=16 Oktober 2020|title=World Food Day 2020: Covid 19 pandemic exposes the fragility of the food system, giving birth to food heroes|url=https://www.fao.org/indonesia/news/detail-events/en/c/1314835/|website=FAO|access-date=28 Februari 2022}}</ref><ref>{{Cite news|date=10 Desember 2022|title=Covid-19: Mungkinkah muncul varian baru yang berbahaya di Indonesia?|url=https://www.bbc.com/indonesia/majalah-59597453|work=BBC Indonesia|access-date=28 Februari 2022}}</ref><ref>{{Cite news|date=31 Januari 2022|title=Eks Direktur WHO Minta Awasi Varian Baru Covid-19 Bernama NeoCov|url=https://nasional.tempo.co/read/1555767/eks-direktur-who-minta-awasi-varian-baru-covid-19-bernama-neocov|work=[[Tempo.co]]|access-date=28 Februari 2022|editor-last=Budiman|editor-first=Aditya|first=Moh Khory|last=Alfarizi}}</ref> Hal itu tentu memerlukan sebuah antisipasi ketersediaan pangan yang terus menerus untuk menyesuaikan antara kebutuhan yang konsisten meningkat dengan tingkat produktivitas yang mungkin terganggu. Kesulitan semakin bertambah apabila dikaitkan dengan [[perubahan iklim]] yang berdampak pada [[cuaca]] yang sulit diprediksi dan respon [[Ekosistem laut|ekosistem]] yang masih belum diketahui.<ref>{{Cite news|date=14 Februari 2022|title=Perubahan Iklim Ancam Sektor Pertanian Indonesia|url=https://money.kompas.com/read/2022/02/14/190000826/perubahan-iklim-ancam-sektor-pertanian-indonesia?page=all|work=[[Kompas.com]]|access-date=28 Februari 2022|first=Elsa|last=Catriana}}</ref><ref>{{Cite news|date=25 Februari 2022|title=6 Efek Perubahan Iklim terhadap Terumbu Karang|url=https://www.kompas.com/sains/read/2022/02/25/110200723/6-efek-perubahan-iklim-terhadap-terumbu-karang?page=all|work=[[Kompas.com]]|access-date=28 Februari 2022|first=Lulu|last=Lukyani}}</ref> Kemajuan teknologi informasi yang terjadi saat ini dapat dimanfaatkan sebagai alat bantu untuk menanggapi permasalahan. Akan tetapi jika pengelolaan dan penguasaannya masih lambat maka teknologi tersebut hanya akan memperlebar [[Kesenjangan digital di Indonesia|kesenjangan]].<ref>{{Cite web|date=2011|title=Desa Informasi, Ambisi Bikin Desa Melek Teknologi|url=https://www.kominfo.go.id/content/detail/1663/desa-informasi-ambisi-bikin-desa-melek-teknologi/0/sorotan_media|website=Kominfo RI|access-date=28 Februari 2022}}</ref><ref>{{Cite news|date=14 Februari 2022|title=Kesenjangan Indonesia Makin Nyata! 12.548 Desa Belum Ada Internet|url=https://teknologi.bisnis.com/read/20220214/101/1500104/kesenjangan-indonesia-makin-nyata-12548-desa-belum-ada-internet|work=[[Bisnis Indonesia|Bisnis.com]]|access-date=28 Februari 2022|last=Pradana|first=Rio Sandy|editor-last=Yati|editor-first=Rahmi}}</ref> Salah satu faktor yang mendorong keberhasilan Thailand dalam meraih pencapaian produktivitas pertaniannya adalah [[teknologi informasi]].<ref name=":13" />
[[Organisasi Pangan dan Pertanian|FAO]] menyampaikan beberapa pedoman tentang bagaimana sebuah negara membangun kemandirian pangan sambil mengantisipasi dinamika perubahan yang terjadi. Meskipun kasus yang dibahas terjadi di kawasan [[Afrika]] Timur Dekat dan Afrika Utara, tetapi poin-poin yang terangkum dalam empat pilar di dalamnya dapat diterapkan di negara lain. Keempat pilar tersebut yaitu:<ref name=":2" />
Baris 86 ⟶ 87:
* ''Pencegahan dan pengurangan risiko'' untuk [[Mitigasi bencana|memitigasi]] dan mengurangi dampak buruk sebuah perubahan atau guncangan.
* ''Tanggapan dan kesiapan'' untuk meningkatkan kapasitas pemerintah dan masyarakat dalam menanggapi permasalahan pangan; dengan cara menjembatani [[Kesenjangan ekonomi|kesenjangan]] antara ketergantungan pada bantuan dan kemampuan diri sendiri.<ref name=":2" />
Beberapa teknologi informasi terkini disadari semakin penting perannya dalam berbagai aspek termasuk pangan dan pertanian. Teknologi seperti [[Internet untuk Segala]] (''Internet of Things''), [[kecerdasan buatan]] (''Artificial Intelligence''), ''Human-Machine Interface'', teknologi [[robot]] dan [[sensor]], serta teknologi ''3D Printing'' akan semakin meningkat penggunaannya dalam era [[industri 4.0]]. Tidak hanya [[Teknik pertanian|mekanisasi pertanian]] yang terhubung secara ''real time,'' kemampuan para praktisi di lapangan juga dituntut untuk menyesuaikan diri.<ref>{{Cite news|date=13 Desember 2018|title=Sektor Pertanian
== Referensi ==
|