Kidung Sunda: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Laindan (bicara | kontrib)
#1Lib1Ref #1lib1ref #1lib1refid
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
 
Baris 52:
Kidung Sunda harus dianggap sebagai karya sastra, dan bukan sebuah kronik sejarah yang akurat, meski kemungkinan besar tentunya bisa berdasarkan kejadian faktual.<ref>{{Cite book|last=Achmad|first=Sri Wintala|date=2019|url=https://books.google.co.id/books?id=oaFCEAAAQBAJ&pg=PA200&dq=Kidung+Sunda+%22kemungkinan+besar%22&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&ved=2ahUKEwjrmLP0ge73AhU38XMBHeLZB7QQ6AF6BAgJEAI#v=onepage&q=Kidung%20Sunda%20%22kemungkinan%20besar%22&f=false|title=PERANG BUBAT (1279) SAKA Membongkar Fakta Kerajaan Sunda Vs Majapahit|publisher=Araska Publisher|isbn=978-623-7537-19-9|language=id|url-status=live}}</ref>
 
Secara garis besar bisa dikatakan bahwa cerita yang dikisahkan di sini, gaya bahasanya lugas dan lancar. Tidak berbelit-belit seperti karya sastra sejenis. Kisahnya memadukan unsur-unsur romantis dan dramatis yang memikat. Dengan penggunaan gaya bahasa yang hidup, para protagonis cerita ini bisa hidup. Misalkan adegan [[kidung Sunda#Gajah Mada yang dimaki-maki oleh utusan Sunda (bait 1. 66b – 1. 68 a.)|orang-orang Sunda yang memaki-maki patih Gajah Mada]] bisa dilukiskan secara hidup, meski kasar. Lalu Prabu Hayam Wuruk yang meratapi Putri Sunda bisa dilukiskan secara indah yang membuat para pembaca [[kidung Sunda#Prabu Hayam Wuruk yang meratapi Putri Sunda yang telah tewas (bait 3.29 – 3. 33)|terharu]].<ref>{{CitationCite neededweb|last=cahsastrajawa|date=2017-04-17|title=Sastra Pertengahan: Mengupas Kidung Sunda|url=https://cahsastrajawa.wordpress.com/2017/04/17/sastra-pertengahan-mengupas-kidung-sunda/|website=Cah Sastra Jawa|language=id-ID|access-date=2024-01-27}}</ref>
 
Kemudian cerita yang dikisahkan dalam Kidung Sunda juga bisa dikatakan logis dan masuk akal. Semuanya bisa saja terjadi, kecuali mungkin moksanya patih Gajah Mada. Menurut Nugroho, moksa adalah perlambang kematian.<ref name=":1">{{Cite book|last=Nugroho|first=Irawan Djoko|year=2011|title=Majapahit Peradaban Maritim|publisher=Suluh Nuswantara Bakti|isbn=978-602-9346-00-8|url-status=live}}</ref>{{Rp|208}} Hal ini tidak seperti sumber-sumber lainnya, seperti [[kakawin Nagarakretagama]]. Biasanya naskah Bali (kidung) diturunkan dari generasi ke generasi, secara bertahap kehilangan akurasinya dan juga mengandung hal-hal yang lebih fantastis dan menakjubkan.<ref>{{Cite book|last=Groeneveldt|first=Willem Pieter|year=1876|url=https://archive.org/details/notes-on-the-malay-archipelago/page/31/mode/2up?q=|title=Notes on the Malay Archipelago and Malacca Compiled from Chinese Sources|location=Batavia|publisher=W. Bruining|isbn=|pages=|url-status=live}}</ref>{{Rp|31}}