Wayang Kedu Wonosaban: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Keterangan tahun berdasarkan silsilah Ki Anom Suroso dan kalkulasi Agus Suprastya serta merapikan kalimat cepeng sabet.
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Penambahan keterangan dalam bab Bahasa, sebelumnya ungkapan "Madhidhik ana lawang, dst." kurang lengkap
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(6 revisi perantara oleh pengguna yang sama tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Rapikan}}
 
'''Wayang Kêdhu Wonosaban''' ([[Diakritik]]: Wayaṅ Kĕḍu Wånåsaban, [[Aksara Jawa]]: ꦮꦪꦁꦑꦼꦣꦸꦮꦤꦱꦧꦤ꧀, [[Abjad Pegon]]: واياڠ كٓڎو واناسابان, diperkirakan berkembang dari induk Wayang Kedu daripada Tahuntahun 1650-1700 M<ref>{{Cite book|last=Suprastya|first=Agus|date=2021|url=https://disparbud.wonosobokab.go.id/post/detail/1043065/EBook_Wayang_Kedu_Gagrak_Wonosaban.HTML|title=Wayang Kedu Wonosaban; Sejarah, Bentuk, dan Filosofi|location=Wonosobo|publisher=Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Wonosobo|pages=10|url-status=live}}</ref>) adalah salah satu varian [[Wayang gaya Kedu]] yang berkembang di wilayah [[Kabupaten Wonosobo]]. Dulu Wayang Kedu Wonosaban terbagi menjadi beberapa sub-gaya [[Pakeliran]], diantaranya yaitu:
 
* [[Kedu Mendolo]] (berkembang di Mendolo, Bumireso, Wonosobo, Wonosobo)
Baris 7:
* [[Kedu Selokromo]] (berkembang di [[Selokromo, Leksono, Wonosobo]])
 
[[Berkas:Kayon Kedu Wonosaban.jpg|kiri|jmpl|300x300px|Kayon gaya Kedu Wonosaban koleksi Ki Anom SurosSuroso]]
Yang paling baru munculnya:
 
Baris 13:
 
[[Berkas:Wayang Kedu Antik Kuno Simbah Rajahima.png|jmpl|302x302px|Wayang Kedu buatan Tahun 1700an karya Simbah Rajahima]]
Pakeliran gaya Kedu Wonosaban terpecah menjadi beberapa sub-gaya karena dipengaruhi tingkat keseringan seorang [[Dalang]] dalam pentas/mendalang & ciri khas dari masing - masing Dalang. Seperti pada [[Kedu Mendolo]] yang dipengaruhi oleh Dalang [[Kiai Gondo Karjo Mijoyo]] dengan [[Sanggit]] & [[Jam terbang]] yang luar biasa, [[Kedu Selokromo]] yang dipengaruhi oleh [[Mbah Karto Miyo]] dengan iringan [[Othok Obrol]] (sekarang lebih dikenal dengan [[Wayang Othok Obrol]]), dan [[Kedu Tosari]] yang digaungkan oleh [[Ki Kuat Sugiono]] yang merupakan anak [[Kiai Gondo Karjo Mijoyo]] dan adik [[Ki Anom Suroso]].<ref>{{Cite journal|last=Suprasetya|first=Agus|date=2021|title=Wayang Kedu Gagrag Wonosaban|url=https://disparbud.wonosobokab.go.id/media/upload/20210724085851_634.pdf|journal=PDF|pages=11}}</ref>
 
== Dalang yang Pernah Terkenal di Wonosobo ==
Baris 24:
# [[Kiai Gondo Karjo Wijoyo]] (bertempat di Mendolo, [[Bumireso, Wonosobo, Wonosobo]])
# [[Kiai Gondo Karjo Mijoyo]] (ayah [[Ki Anom Suroso]])
# [[Ki Anom Suroso]]<ref name=":0">{{Cite journal|last=Suprasetya|first=Agus|date=2021|title=Wayang Kedu Gagrag Wonosaban|url=https://disparbud.wonosobokab.go.id/media/upload/20210724085851_634.pdf|journal=PDF|pages=10}}</ref>
 
== Lakon Carangan Gagrag Kedu Wonosaban ==
Baris 40:
* [https://www.youtube.com/watch?v=g3dNWgjFMTg&t=5875s&ab_channel=WayangKeduGagragWonosaban Sutarengga Takon Bapa]
* [https://www.youtube.com/watch?v=XFomMSOFW9I&ab_channel=WayangKeduGagragWonosaban Rabine Kunteya] / Sunggen
* Babad MedangkamulanMedhangkamulan (Ruwat Bumi)
* Lahire Mandratmaja
 
Baris 51:
 
== Durasi Waktu Pagelaran Wayang Kedu Wonosaban ==
Pagelaran Wayang Kedu Wonosaban berlangsung selama 11 atau 12 jam (Pukul 19.00-06.00 / 07.00 WIB). Bahkan, bisa saja sampai 15 jam (Pukul 19.00-10.00 WIB). Dalam waktu sepanjang ini, Sang Dalang harus mengelola waktu supaya terbagi runtut dan tidak membosankan. Perpindahan [[Pathet]] dalam Kedu Wonosaban tidak tergantung pada jam, namun pada alur ceritanya.<ref name=":1">{{Cite journal|last=Suprasetya|first=Agus|date=2021|title=Wayang Kedu Gagrag Wonosaban|url=https://disparbud.wonosobokab.go.id/media/upload/20210724085851_634.pdf|journal=PDF|pages=15}}</ref>
 
== Ruwatan Kedu Wonosaban ==
Baris 57:
 
=== Lakon Makukuhan ===
Lakon ini untuk Ruwat Bumi. Jika umumnya Ruwat Bumi memakai lakon Sri Mulih ([[Dewi Sri]]), di Gaya Kedu memakai Lakon Makukuhan / Babad MedangkamulanMedhangkamulan. Walaupun ada lakon ini di daerah lain, di Gagrag Kedu memiliki ciri khas tersendiri karena menyesuaikan kearifan lokal budaya [[eks-Karesidenan Kedu]]. Secara garis besar menyeritakan tentang konflik Prabu Sengkan dan mitranya penguasa hama dan penyakit Prabu Kala Gumarang dengan kedua adiknya Dewi Sri/Srigati dan Raden Turunan/Nurunan. Kedua adik Prabu Sengkan tadi menolak kesewenang-wenangan kakaknya sehingga mereka memulai kehidupan baru di luar kerajaan Prabu Sengkan. Dalam perjalanan Dewi Sri dan Turunan mereka menyebarkan ilmu pertanian dan menyejahterakan masyarakat sekitar. Pada dasarnya banyak kesamaan dengan versi Temanggung, tetapi versi Wonosobo terdapat beberapa peristiwa, tokoh, dan penokohan yang tidak ada di Temanggung sehingga versi Wonosobo menjadi lebih panjang. Sebagai contoh ada tokoh Tundhagan Citrawangsa bersama anak-anaknya Mahapunggung, Gadhingmanukir, Mundhigadhing, dan Petung Laras dari Purwacarita yang bekerjasama dengan Dewi Sri dan Turunan. Akhirnya mereka menurunkan profesi jagal (Mahapunggung), pandai emas (Gadhingmanukir), tukang kayu (Mundhigadhing), dan pemeras aren (Petung Laras). Sedangkan Tundhagan Citrawangsa diangkat sebagai penasihat dengan gelar Kyai Makukuhan.
 
=== Lakon Murwakala ===
Lakon ini untuk Ruwat Sukerta. Terdapat perbedaan sedikit di Gaya Kedu Wonosaban. Umumnya menyebut tokoh [[Batara Kala]] dengan tambahan "[[Bhatara]]", di gaya Kedu menyebutnya menjadi "Sang Kala". Ada kesamaan dengan Murwakala versi Cirebon maupun Kedu Temanggungan, di mana Sang Kala adalah anak Bathara Guru dengan Dewi Tanana. Setelah kejadian kama Bathara Guru jatuh di samudera setelah melihat wujud Dewi Tanana, Tanana diambil sukmanya hingga pecah menjadi tiga sosok perempuan; Bathari Tanana/Durga, Bathari Uma, dan Bathari Alauma (kelak dipersunting Bathara Narada). Perbedaan dengan versi Temanggung terletak pada siapa yang menjadi Dhalang Kandhabuwana dan istrinya yakni Penggender Sruni, bila Wonosobo adalah Bathara Guru dan Bathari Uma, maka Temanggung adalah Sang Hyang Wenang dan Bathari Sahoti.
 
=== Lakon Jagal Bilawa/[[Wirataparwa]] ===
Baris 66:
 
== Bahasa atau Kata yang hanya ada di Wayang Kedu Wonosaban ==
Bahasa atau kata yang tidak dimiliki gaya lain adalah:
Bahasa atau kata yang tidak dimiliki gaya lain adalah: Maḍiḍík Ånå Lawaṅ Paṅglèḍègan Sayåkå (Madhidhik Ana Lawang Panggledhegan Sayaka). Kata ini diucapkan ketika Raja saat jejeran akan berbicara.<ref>{{Cite web|last=Official Wonosobo|first=WEB TV|title=Live Loka Karya Wayang Kedu Gagrag Wonosobo|url=https://www.youtube.com/watch?v=KyaYl8Cwez4&t=28s|website=YouTube}}</ref>
 
''"Maḍiḍík ånå lawaṅ paṅglèḍègan sayåkå, kadyå tĕlik sanḍi dĕrpåmåyå, satru jåyå dalĕm, blĕndok minḍå mĕñan, kawulå minḍa gusti (Madhidhik ana lawang panggledhegan sayaka, kadya telik sandhi derpamaya, blendok mindha menyan, kawula mindha gusti)."''<ref>Rekaman Pentas Wayang Gaya Kedu Wonosaban "Sinom Pradapa".</ref>
 
Bahasa atau kata yang tidak dimiliki gaya lain adalah: Maḍiḍík Ånå Lawaṅ Paṅglèḍègan Sayåkå (Madhidhik Ana Lawang Panggledhegan Sayaka). Kata ini diucapkan ketika Raja saat jejeran akan berbicara.<ref>{{Cite web|last=Official Wonosobo|first=WEB TV|title=Live Loka Karya Wayang Kedu Gagrag Wonosobo|url=https://www.youtube.com/watch?v=KyaYl8Cwez4&t=28s|website=YouTube}}</ref>. Untuk makna pastinya belum ada literasi maupun pendapat dalang sepuh yang menjabarkan. Adapun terjemahan bebasnya kurang lebih demikian:
 
"Ketukan pada pintu (tuasnya) berputar (bagai) roda, seperti mata-mata berpura-pura galak, (melawan) musuh bebuyutan raja, getah seolah-olah (menjadi) kemenyan, rakyat seolah-olah (menjadi) bangsawan."
 
Dapat diamati ungkapan tersebut merupakan suatu peribahasa atau kiasan. Sampai ada informasi lanjut, makna peribahasa tersebut masih misteri dan perlu sikap hati-hati sebelum mengambil kesimpulan. Dalam istilah seni pedalangan ungkapan tersebut termasuk ''gunem blangkon'' atau sebuah kalimat klise dan paten sebagai pendukung suasana suatu adegan<ref>{{Cite book|last=Arps|first=Bernard|date=2016|url=https://books.google.co.id/books?id=urJ4DAAAQBAJ&pg=PA77&source=gbs_selected_pages&cad=2#v=onepage&q&f=false|title=Tall Tree, Nest of the Wind: The Javanese Shadow-play Dewa Ruci Performed by Ki Anom Soeroto: A Study in Performance Philology|location=Singapura|publisher=NUS Press Singapore|isbn=9789814722155|pages=68-69|url-status=live}}</ref>.
 
== Contoh Sanggit Kedu Wonosaban ==
Baris 144 ⟶ 152:
 
=== Masa Kejayaan ===
Wayang Kedu gagrag Wonosaban mengalami masa kejayaan di tahun 1940 sampai 1960an. Pada masa itu seorang dalang bisa menerima panggilan mendalang selama 40 kali berturut-turut dalam satu musim panen raya, Dalang pada zaman tersebut memiliki stamina yang luar biasa di samping mampu mendalang selama 40 hari nonstop., Padahingga waktupagi itusetelah belumpementasan adatatkala kendaraandalang sepertidan zamanpengrawit sekarang.melewati Perpindahan tempat selalu dengan berjalan kakisungai atau naiktelaga, dokar.dipastikan Jalanmereka yangakan ditempuhmenyempatkan puncuci bisamuka dibilangdan tidakmembilas dekat,raga bisaguna mencapaimengurangi puluhanrasa kilometerkantuk. Bisa dibayangkan ketika seorang dalang mendalang selama satu malam penuh kemudian hari berikutnya dihadapkan dengan perpindahan tempat yang cukup jauh.
 
Pada waktu itu belum ada kendaraan seperti zaman sekarang. Perpindahan tempat selalu dengan berjalan kaki atau naik dokar. Jalan yang ditempuh pun bisa dibilang tidak dekat, bisa mencapai puluhan kilometer. Bisa dibayangkan ketika seorang dalang mendalang selama satu malam penuh kemudian hari berikutnya dihadapkan dengan perpindahan tempat yang cukup jauh.
=== Masa Keterpurukan ===
 
Wayang Kedu Gagrag Wonosaban mengalami masa keterpurukan mendekati kepunahan. Hal ini disebabkan karena [[Pengrawit]], [[Sinden]], Dalang yang telah berusia lanjut bahkan meninggal dunia, dan populernya Pakeliran Wayang Yogyakarta & Surakarta secara langsung ataupun secara [[Live streaming]]. Tinggal beberapa saja Seniman gaya Kedu Wonosaban yang berusaha menjaga Gaya Asli daerah Wonosobo.
Menurut kesaksian Ki Anom Suroso hal ini menyebabkan wayang milik dalang jarang berada di rumah, melainkan pindah dari satu panggung ke panggung yang lain, dengan dipikul atau menggunakan gerobak sapi<ref name=":0" />. Adapun yang dikirim ke rumah dalang berupa sesaji yang tidak diambil oleh pihak penonton maupun pendukung dalang, ketika dalang sudah pulang sesaji tersebut sudah habis dikonsumsi keluarga dalang atau sudah basi. Ki Anom Suroso mengaskan bahwa kekuatan dan stamina dalang Kedu pada masa lalu disebabkan oleh pola makan yang teratur dan belum terkontaminasi serta teknik permainan wayang yang menghemat energi dalang.<ref name=":1" />
 
=== Masa Keterpurukan dan Kebangkitan ===
Wayang Kedu Gagrag Wonosaban mengalami masa keterpurukan mendekati kepunahan. Hal ini disebabkan karena [[Pengrawit]], [[Sinden]], Dalang yang telah berusia lanjut bahkan meninggal dunia, dan populernya Pakeliran Wayang Yogyakarta & Surakarta secara langsung ataupun secara [[Live streaming]]. Tinggal beberapa saja Seniman gaya Kedu Wonosaban yang berusaha menjaga Gaya Asli daerah Wonosobo.
 
Sejak tahun 2009 telah dikerahkan upaya oleh Agus Suprastya untuk merelevankan kembali Wayang Kedu Wonosaban<ref>{{Citation|title=Lokakarya Wayang Kedu Gagrag Wonosobo|url=https://www.youtube.com/watch?v=TAMUlcdk6xI|accessdate=2024-01-18|language=id-ID}}</ref>. Usaha-usaha ini baru benar-benar membuahkan hasil pada tahun 2021 hingga masa kini. Meskipun tidak sering pentas, tetapi pencatatan pengetahuan, dokumentasi pementasan dan pembangunan relasi dengan kalangan muda lewat pemanfaatan teknologi telah terwadahi dalam YouTube<ref>{{Cite web|title=Wayang Kedu Gagrag Wonosaban - YouTube|url=https://www.youtube.com/@wayangkedugagragwonosaban7304?feature=shared|website=www.youtube.com|access-date=2024-01-18}}</ref> dan Instagram<ref>{{Cite web|title=Instagram|url=https://www.instagram.com/accounts/login/?next=https%3A%2F%2Fwww.instagram.com%2Fwayangkeduwonosaban%2F%3Figsh%3DOGg0b3Z2OWd2ZTc3|website=www.instagram.com|access-date=2024-01-18}}</ref> Wayang Kedu Wonosaban. Upaya pelestarian ini mendapat apresiasi dan menggaungkan eksistensi Wayang Kedu Wonosaban di kalangan pecinta wayang generasi muda, baik dari Wonosobo maupun daerah lain<ref>{{Citation|title=Lokakarya Wayang Kedu Gagrag Wonosobo|url=https://www.youtube.com/watch?v=TAMUlcdk6xI|accessdate=2024-01-18|language=id-ID}}</ref>.
 
== Suluk & Ada - Ada Wayang Kedu Wonosaban ==
Baris 173 ⟶ 187:
O…
 
Kinayap sangungsagung pra biyada
 
O….
Baris 199 ⟶ 213:
 
koma jaya koma ra - tih
 
=== Lagon Mambeng Nem ===
O...
 
Mengeng sang nara na-ta
 
Wim-buh petenging na-la
 
O...
 
Kadya katempuh wengi
 
Rem surem da-tan pa-dhang
 
Sang nata hameminta
 
Rahar-janing pra-ja
 
Nugrahaning Hyang Widi Wasa
 
=== Ada - Ada Pathet Nem Jugag ===
Baris 208 ⟶ 241:
Myat langening ka-la-ngyan
 
A-glar pandhanpandam mon-car
 
Tinon lir ke-ko-nang
Baris 230 ⟶ 263:
 
=== Lagon Pathet Nem Jugag ===
Ndah meneng sekaring wang-wang
Mulat mara sang sa-dé-wa
 
Ngaras padanta raka
O…
 
Sumungkem mring de-wa-ni-ra
Esmunya kang lagya kama- nung-san
 
=== Suluk Tlutur Ngaraswangi Pathet Nem ===
Baris 286 ⟶ 319:
 
=== Lagon Pathet Sanga Jugag ===
Semar wina-nang
Mangu mangung-kung
 
Winangwong ing Jawata
Winangun kang lagya amangeni
 
Ngelingana dewa ka-ma-nung-san
Anenani onenging na- la
 
=== Lagon Mega Pathet Sanga ===
Nung- sung
 
Panangise wong wedhiwedi mati
 
O…
 
Ngen-dhidi nggoné dalané swar- ga
 
Swarga den éntha-éntha
Baris 308 ⟶ 341:
Bangun isuk bang-bang wétan
 
Ju-medulmedhul sang surya mi- ngip
 
Ing tan-cep-ing cakra-wa-la
Baris 320 ⟶ 353:
Sa-ya inggil sang hyang sur- ya
 
Soroté madangimadhangi
 
Byar terwaca sak i- si- né ja-gad ra- ya