Wayang Kedu Wonosaban: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Ejaan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Penambahan keterangan dalam bab Bahasa, sebelumnya ungkapan "Madhidhik ana lawang, dst." kurang lengkap
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(3 revisi perantara oleh pengguna yang sama tidak ditampilkan)
Baris 7:
* [[Kedu Selokromo]] (berkembang di [[Selokromo, Leksono, Wonosobo]])
 
[[Berkas:Kayon Kedu Wonosaban.jpg|kiri|jmpl|300x300px|Kayon gaya Kedu Wonosaban koleksi Ki Anom SurosSuroso]]
Yang paling baru munculnya:
 
Baris 24:
# [[Kiai Gondo Karjo Wijoyo]] (bertempat di Mendolo, [[Bumireso, Wonosobo, Wonosobo]])
# [[Kiai Gondo Karjo Mijoyo]] (ayah [[Ki Anom Suroso]])
# [[Ki Anom Suroso]]<ref name=":0">{{Cite journal|last=Suprasetya|first=Agus|date=2021|title=Wayang Kedu Gagrag Wonosaban|url=https://disparbud.wonosobokab.go.id/media/upload/20210724085851_634.pdf|journal=PDF|pages=10}}</ref>
 
== Lakon Carangan Gagrag Kedu Wonosaban ==
Baris 51:
 
== Durasi Waktu Pagelaran Wayang Kedu Wonosaban ==
Pagelaran Wayang Kedu Wonosaban berlangsung selama 11 atau 12 jam (Pukul 19.00-06.00 / 07.00 WIB). Bahkan, bisa saja sampai 15 jam (Pukul 19.00-10.00 WIB). Dalam waktu sepanjang ini, Sang Dalang harus mengelola waktu supaya terbagi runtut dan tidak membosankan. Perpindahan [[Pathet]] dalam Kedu Wonosaban tidak tergantung pada jam, namun pada alur ceritanya.<ref name=":1">{{Cite journal|last=Suprasetya|first=Agus|date=2021|title=Wayang Kedu Gagrag Wonosaban|url=https://disparbud.wonosobokab.go.id/media/upload/20210724085851_634.pdf|journal=PDF|pages=15}}</ref>
 
== Ruwatan Kedu Wonosaban ==
Baris 66:
 
== Bahasa atau Kata yang hanya ada di Wayang Kedu Wonosaban ==
Bahasa atau kata yang tidak dimiliki gaya lain adalah:
Bahasa atau kata yang tidak dimiliki gaya lain adalah: Maḍiḍík Ånå Lawaṅ Paṅglèḍègan Sayåkå (Madhidhik Ana Lawang Panggledhegan Sayaka). Kata ini diucapkan ketika Raja saat jejeran akan berbicara.<ref>{{Cite web|last=Official Wonosobo|first=WEB TV|title=Live Loka Karya Wayang Kedu Gagrag Wonosobo|url=https://www.youtube.com/watch?v=KyaYl8Cwez4&t=28s|website=YouTube}}</ref>
 
''"Maḍiḍík ånå lawaṅ paṅglèḍègan sayåkå, kadyå tĕlik sanḍi dĕrpåmåyå, satru jåyå dalĕm, blĕndok minḍå mĕñan, kawulå minḍa gusti (Madhidhik ana lawang panggledhegan sayaka, kadya telik sandhi derpamaya, blendok mindha menyan, kawula mindha gusti)."''<ref>Rekaman Pentas Wayang Gaya Kedu Wonosaban "Sinom Pradapa".</ref>
 
Bahasa atau kata yang tidak dimiliki gaya lain adalah: Maḍiḍík Ånå Lawaṅ Paṅglèḍègan Sayåkå (Madhidhik Ana Lawang Panggledhegan Sayaka). Kata ini diucapkan ketika Raja saat jejeran akan berbicara.<ref>{{Cite web|last=Official Wonosobo|first=WEB TV|title=Live Loka Karya Wayang Kedu Gagrag Wonosobo|url=https://www.youtube.com/watch?v=KyaYl8Cwez4&t=28s|website=YouTube}}</ref>. Untuk makna pastinya belum ada literasi maupun pendapat dalang sepuh yang menjabarkan. Adapun terjemahan bebasnya kurang lebih demikian:
 
"Ketukan pada pintu (tuasnya) berputar (bagai) roda, seperti mata-mata berpura-pura galak, (melawan) musuh bebuyutan raja, getah seolah-olah (menjadi) kemenyan, rakyat seolah-olah (menjadi) bangsawan."
 
Dapat diamati ungkapan tersebut merupakan suatu peribahasa atau kiasan. Sampai ada informasi lanjut, makna peribahasa tersebut masih misteri dan perlu sikap hati-hati sebelum mengambil kesimpulan. Dalam istilah seni pedalangan ungkapan tersebut termasuk ''gunem blangkon'' atau sebuah kalimat klise dan paten sebagai pendukung suasana suatu adegan<ref>{{Cite book|last=Arps|first=Bernard|date=2016|url=https://books.google.co.id/books?id=urJ4DAAAQBAJ&pg=PA77&source=gbs_selected_pages&cad=2#v=onepage&q&f=false|title=Tall Tree, Nest of the Wind: The Javanese Shadow-play Dewa Ruci Performed by Ki Anom Soeroto: A Study in Performance Philology|location=Singapura|publisher=NUS Press Singapore|isbn=9789814722155|pages=68-69|url-status=live}}</ref>.
 
== Contoh Sanggit Kedu Wonosaban ==
Baris 144 ⟶ 152:
 
=== Masa Kejayaan ===
Wayang Kedu gagrag Wonosaban mengalami masa kejayaan di tahun 1940 sampai 1960an. Pada masa itu seorang dalang bisa menerima panggilan mendalang selama 40 kali berturut-turut dalam satu musim panen raya, Dalang pada zaman tersebut memiliki stamina yang luar biasa di samping mampu mendalang selama 40 hari nonstop, hingga pagi setelah pementasan tatkala dalang dan pengrawit melewati sungai atau telaga, dipastikan mereka akan menyempatkan cuci muka dan membilas raga guna mengurangi rasa kantuk.

Pada waktu itu belum ada kendaraan seperti zaman sekarang. Perpindahan tempat selalu dengan berjalan kaki atau naik dokar. Jalan yang ditempuh pun bisa dibilang tidak dekat, bisa mencapai puluhan kilometer. Bisa dibayangkan ketika seorang dalang mendalang selama satu malam penuh kemudian hari berikutnya dihadapkan dengan perpindahan tempat yang cukup jauh.
 
Menurut kesaksian Ki Anom Suroso hal ini menyebabkan wayang milik dalang jarang berada di rumah, melainkan pindah dari satu panggung ke panggung yang lain, dengan dipikul atau menggunakan gerobak sapi<ref name=":0" />. Adapun yang dikirim ke rumah dalang berupa sesaji yang tidak diambil oleh pihak penonton maupun pendukung dalang, ketika dalang sudah pulang sesaji tersebut sudah habis dikonsumsi keluarga dalang atau sudah basi. Ki Anom Suroso mengaskan bahwa kekuatan dan stamina dalang Kedu pada masa lalu disebabkan oleh pola makan yang teratur dan belum terkontaminasi serta teknik permainan wayang yang menghemat energi dalang.<ref name=":1" />
 
=== Masa Keterpurukan dan Kebangkitan ===
Wayang Kedu Gagrag Wonosaban mengalami masa keterpurukan mendekati kepunahan. Hal ini disebabkan karena [[Pengrawit]], [[Sinden]], Dalang yang telah berusia lanjut bahkan meninggal dunia, dan populernya Pakeliran Wayang Yogyakarta & Surakarta secara langsung ataupun secara [[Live streaming]]. Tinggal beberapa saja Seniman gaya Kedu Wonosaban yang berusaha menjaga Gaya Asli daerah Wonosobo.
 
Sejak tahun 2009 telah dikerahkan upaya oleh Agus Suprastya untuk merelevankan kembali Wayang Kedu Wonosaban<ref>{{Citation|title=Lokakarya Wayang Kedu Gagrag Wonosobo|url=https://www.youtube.com/watch?v=TAMUlcdk6xI|accessdate=2024-01-18|language=id-ID}}</ref>. Usaha-usaha ini baru benar-benar membuahkan hasil pada tahun 2021 hingga masa kini. Meskipun tidak sering pentas, tetapi pencatatan pengetahuan, dokumentasi pementasan dan pembangunan relasi dengan kalangan muda lewat pemanfaatan teknologi telah terwadahi dalam YouTube<ref>{{Cite web|title=Wayang Kedu Gagrag Wonosaban - YouTube|url=https://www.youtube.com/@wayangkedugagragwonosaban7304?feature=shared|website=www.youtube.com|access-date=2024-01-18}}</ref> dan Instagram<ref>{{Cite web|title=Instagram|url=https://www.instagram.com/accounts/login/?next=https%3A%2F%2Fwww.instagram.com%2Fwayangkeduwonosaban%2F%3Figsh%3DOGg0b3Z2OWd2ZTc3|website=www.instagram.com|access-date=2024-01-18}}</ref> Wayang Kedu Wonosaban. Upaya pelestarian ini mendapat apresiasi dan menggaungkan eksistensi Wayang Kedu Wonosaban di kalangan pecinta wayang generasi muda, baik dari Wonosobo maupun daerah lain<ref>{{Citation|title=Lokakarya Wayang Kedu Gagrag Wonosobo|url=https://www.youtube.com/watch?v=TAMUlcdk6xI|accessdate=2024-01-18|language=id-ID}}</ref>.
=== Masa Keterpurukan ===
Wayang Kedu Gagrag Wonosaban mengalami masa keterpurukan mendekati kepunahan. Hal ini disebabkan karena [[Pengrawit]], [[Sinden]], Dalang yang telah berusia lanjut bahkan meninggal dunia, dan populernya Pakeliran Wayang Yogyakarta & Surakarta secara langsung ataupun secara [[Live streaming]]. Tinggal beberapa saja Seniman gaya Kedu Wonosaban yang berusaha menjaga Gaya Asli daerah Wonosobo.
 
== Suluk & Ada - Ada Wayang Kedu Wonosaban ==