Kwee Thiam Tjing: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Kehidupan: Wikifisasi
Gan 1975 (bicara | kontrib)
Kehidupan: Nama marga Cina bukan berarti ada hubungan keluarga. Jadi penjelasan marga tidak relevant.
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(4 revisi perantara oleh 4 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{familyChinese name hatnote|[[Guo (nama belakang)|Kwee]]|lang=Chinese}}
{{Infobox person
| name = Kwee Thiam Tjing
Baris 23:
| relatives = [[Daftar Kapitan Cina|Kwee Sam Hway, Letnan Cina Malang]] (kakek canggah)<br/> [[Daftar Kapitan Cina|Kwee Sioe Liem, Kapitan Cina Pasuruan]] (kakek buyut)
}}
'''Kwee Thiam Tjing Sia''' (9 Februari 1900 – 28 Mei 1974) atau juga dikenal dengan [[nama pena]] '''Tjamboek Bērdoeri''', dulu adalah seorang penulis, jurnalis, dan aktivis politik sayap kiri terkemuka di [[Indonesia]].<ref name="Suryadinata (2015)">{{cite book |last1=Suryadinata |first1=Leo |title=Prominent Indonesian Chinese: Biographical Sketches |date=2015 |publisher=Institute of Southeast Asian Studies |location=Singapore |isbn=978-981-4620-50-5 |pages=118–119 |url=https://books.google.com/books?id=ZO6gCgAAQBAJ&dq=tjamboek+berdoeri&pg=PA119 |accessdate=14 April 2020 |language=en|edition=4th }}</ref><ref name="Anderson (2016)">{{cite news |last1=Anderson |first1=Benedict |title=Benedict Anderson in Search of Tjamboek Berdoeri |url=https://aaww.org/benedict-anderson-tjamboek-berdoeri/ |accessdate=14 April 2020 |work=Asian American Writers' Workshop |publisher=Asian American Writers' Workshop |date=29 April 2016}}</ref><ref name="Savitri & Widianto (2020)">{{cite news |last1=Savitri |first1=Isma |last2=Widianto |first2=Eko |title=Napak Tilas Tjamboek Berdoeri di Malang |url=https://majalah.tempo.co/read/selingan/159852/napak-tilas-tjamboek-berdoeri-di-malang |accessdate=14 April 2020 |work=Tempo |publisher=Tempo |date=5 March 2020 |language=en}}</ref> Ia paling diingat sebagai penulis dari buku '[[Indonesia dalem Api dan Bara]]' sertadan sebagai salah satu pendiri dari [[Partai Tionghoa Indonesia]] pada tahun 1932.<ref name="Suryadinata (2015)" />
 
==Kehidupan==
Lahir pada tahun 1900 di [[Pasuruan]], [[Jawa Timur]], orang tua Kwee adalah keturunan ''[[Tionghoa Peranakan]]'' '[[Cabang Atas]]' yang berasal dari kalangan [[Kapitan Cina|pejabat Cina]] di [[Hindia Belanda]].<ref name="Anderson (2016)" /><ref name="Haryono (2017)">{{cite book |last1=Haryono |first1=Steve |title=Perkawinan Strategis: Hubungan Keluarga Antara Opsir-opsir Tionghoa Dan 'Cabang Atas' Di Jawa Pada Abad Ke-19 Dan 20 |date=2017 |publisher=Steve Haryono |location=Utrecht |isbn=978-90-90-30249-2 |url=https://books.google.com/books?id=IoDgswEACAAJ&q=steve+haryono |accessdate=14 April 2020 |language=en}}</ref> Ayahnya, Kwee Tjiong Khing, adalah cucu dari Kwee Sioe Liem, ''[[Kapitan Cina]]'' Pasuruan, dan cicit dari Kwee Sam Hway (1801–1865), ''Letnan Cina'' Malang pertama, serta cucu dari [[tuan tanah]] asal Surabaya, Tan Tong Liep (1831–1907).<ref name="Haryono (2017)" /><ref name="Reid & Alilunas-Rodgers (2001)">{{cite book |last1=Reid |first1=Anthony |last2=Alilunas-Rodgers |first2=Kristine |title=Sojourners and Settlers: Histories of Southeast China and the Chinese |date=2001 |publisher=University of Hawaii Press |location=Hawaii |isbn=978-0-8248-2446-4 |url=https://books.google.com/books?id=YFIGVqZ9ZKsC&dq=tan+tong+liep&pg=PA196 |accessdate=14 April 2020 |language=en}}</ref><ref name="Haryono (2017)" /> Ibu Kwee Thiam Tjing, Liem Liang Nio, adalah anak dari Liem Bong Wan (lahir pada tahun 1856) dan keponakan dari [[keluarga Kwee dari Ciledug|Liem Bong Lien, ''Letnan Cina'' Pasuruan (1855–1918)]].<ref name="Haryono (2017)" /><ref name="Post & Thio (2019)">{{cite book |last1=Post |first1=Peter |last2=Thio |first2=May Ling |title=The Kwee Family of Ciledug: Family, Status, and Modernity in Colonial Java |date=2019 |publisher=LM Publishers |location=Volendam |isbn=978-94-6022-492-8 |url=https://books.google.com/books?id=Ad1JuwEACAAJ&q=kwee+family+ciledug |accessdate=14 April 2020 |language=en}}</ref> Ia pun mendapat gelar '[[Sia (gelar)|Sia]]', karena merupakan keturunan dari pejabat Cina, tetapi ia tidak pernah menggunakan gelar tersebut.<ref name="Tjamboek Berdoeri & Anderson">{{cite book |last1=Berdoeri |first1=Tjamboek |last2=Anderson |first2=Benedict Richard O'Gorman |title=Indonesia dalem api dan bara |date=2004 |publisher=Elkasa |isbn=978-979-98367-1-7 |url=https://books.google.com/books?id=qdxwAAAAMAAJ&q=kwee+tjiong+khing |accessdate=25 April 2020 |language=id}}</ref> Keluarga Kwee di Malang dan Madura ini dapat ditelusuri keberadaannya di Indonesia sejak abad ke-17.<ref>{{Cite web|title=Sekilas Tentang Marga Guo (郭) Dan Tokoh Penyandangnya|url=https://bolong.id/lp/0321/sekilas-tentang-marga-guo-dan-tokoh-penyandangnya|website=bolong.id|language=id|access-date=2023-08-01}}</ref><ref>{{Cite journal|last=Foo|first=Cynthia|last2=Anderson|first2=Benedict|date=2009-04-01|title=Interview with Benedict Anderson|url=https://urresearch.rochester.edu/institutionalPublicationPublicView.action?institutionalItemId=25808}}</ref>
 
Meskipun hidup relatif nyaman, keluarga Kwee tidak lagi menjadi bagian dari tingkatan teratas pada Cabang Atas, karena ayah Kwee hanya bekerja sebagai penyelia di sebuah pabrik gula di [[Malang]].<ref name="Tjamboek Berdoeri & Anderson" /> Walaupun begitu, Kwee tetap dapat bersekolah di sekolah menengah berbahasa Belanda, yakni [[Europeesche Lagere School|ELS]] dan [[Meer Uitgebreid Lager Onderwijs|MULO]] di [[Malang]].<ref name="Suryadinata (2015)" /><ref name="Anderson (2016)" /> Hingga tahun 1902, agar dapat diterima di sekolah berbahasa Belanda, selain memiliki uang yang cukup, siswa non-Eropa harus berlatar belakang aristokrat Jawa atau Peranakan [[Cabang Atas]].<ref name="Tjamboek Berdoeri & Anderson" /> Pendidikan Belanda dan latar belakang Peranakan dari Kwee dapat dilihat pada tulisannya, yang menunjukkan bahwa ia familiar dengan bahasa Melayu, Belanda, Jawa, dan Hokkien.<ref name="Anderson (2016)" />
 
Setelah bekerja sebentar di sebuah perusahaan impor-ekspor, Kwee Thiam Tjing beralih ke dunia jurnalistik.<ref name="Anderson (2016)" /> Pada tahun 1925, Kwee bergabung ke dewan editorial dari koran ''[[Soeara Publiek]]'' asal [[Surabaya]].<ref name="Suryadinata (2015)" /> Pada tahun 1926, ia dipenjara selama satu bulan karena menulis dukungan untuk pemberontakan [[Suku Aceh]] di [[SumatraSumatera Utara]], sehingga melanggar hukum pers kolonial.<ref name="Suryadinata (2015)" /><ref name="Anderson (2016)" /> Pada akhir tahun 1929, Kwee menjadi editor di koran ''[[Sin Tit Po]]'' asal Surabaya yang dimiliki oleh [[Liem Koen Hian]]. Pada tahun 1931, ia pun menjadi kepala editor di koran tersebut.<ref name="Suryadinata (2015)" />
 
Pada tahun 1932, bersama Liem, Kwee mendirikan [[Partai Tionghoa Indonesia]] (PTI), sebuah partai politik sayap kiri yang mengadvokasi partisipasi etnis Cina pada gerakan nasionalis Indonesia.<ref name="Suryadinata (2015)" /> Ia awalnya menjabat sebagai sekretaris PTI.<ref name="Suryadinata (2015)" /> Pada saat itu, politik etnis Cina didominasi oleh partai [[Chung Hwa Hui]] yang konservatif, pro-Belanda, dan dilihat sebagai juru bicara dari [[Cabang Atas|pejabat Cina]], serta didominasi oleh kelompok yang disebut sebagai kelompok ''Sin Po'' yang mengadvokasi kesetiaan ke [[Republik Tiongkok (1912–1949)|Republik Tiongkok]].<ref name="Tjamboek Berdoeri & Anderson" /> Melalui PTI, Liem dan Kwee mengajukan alternatif ketiga, yakni bahwa [[Tionghoa Indonesia]] adalah milik Indonesia dan seharusnya berpartisipasi dalam kebangkitan dan pemerdekaan Indonesia dari kolonialisme.<ref name="Tjamboek Berdoeri & Anderson" />
 
Mulai tahun 1933 hingga 1934, Kwee pindah ke [[Jember]] dan menerbitkan korannya sendiri, yakni ''[[Pembrita Djember]]''.<ref name="TjamboekSuryadinata Berdoeri & Anderson(2015)" /><ref name="SuryadinataTjamboek (2015)Berdoeri & Anderson" /> Setelah koran tersebut tutup, Kwee diundang oleh [[Kwee Hing Tjiat]] untuk menulis di ''Mata Hari'', sebuah koran asal [[Semarang]] yang dimiliki oleh [[Kian Gwan]], konglomerat multinasional terbesar di Asia pada saat itu (didirikan pada tahun 1863 oleh [[Oei Tjie Sien]] dan dikembangkan oleh anaknya, [[Oei Tiong Ham|Mayor Oei Tiong Ham]]).<ref name="TjamboekSuryadinata Berdoeri & Anderson(2015)" /><ref name="SuryadinataTjamboek (2015)Berdoeri & Anderson" /> Walaupun menerima tawaran tersebut, ia tetap tidak yakin dengan koran tersebut, karena koran tersebut berhubungan erat dengan Chung Hwa Hui.<ref name="Tjamboek Berdoeri & Anderson" /> Selama bekerja di Mata Hari, Kwee mendapat surat sarkastik dari temannya yang menganggapnya berkolaborasi dengan kapitalis.<ref name="Tjamboek Berdoeri & Anderson" /> Pada tahun 1936, Kwee telah keluar dari Mata Hari dan sepertinya telah pindah ke [[Bandung]], [[Jawa Barat]], di mana ia menjadi pekerja lepas di sejumlah koran hingga akhirnya kembali ke [[Jawa Timur]] sekitar tahun 1940.<ref name="Tjamboek Berdoeri & Anderson" />
 
[[Pendudukan Jepang di Hindia Belanda]] (1942–1945) mengakhiri sebagian besar pers dan organisasi politik kolonial.<ref name="Anderson (2016)" /> Kwee lalu ditunjuk menjadi ketua dari sebuah ''Tonarigumi'', yang merupakan pendahulu dari ''[[rukun tetangga]]''.<ref name="Anderson (2016)" /> Selama menjabat, ia berusaha melindungi wanita dan anak asal Belanda dari pasukan pendudukan Jepang.<ref name="Anderson (2016)" /> Pada tahun 1947 di Malang, di tengah [[revolusi Indonesia]], dengan menggunakan [[pseudonim]] Tjamboek Berdoeri, Kwee menerbitkan karyanya yang paling terkenal, yakni ''Indonesia dalem Api dan Bara''.<ref name="Suryadinata (2015)" /><ref name="Anderson (2016)" /><ref name="Savitri & Widianto (2020)" /> Sejarawan [[Benedict Anderson]] pun menyebut bahwa buku tersebut adalah 'buku terbaik hingga saat ini yang ditulis oleh seorang Indonesia mengenai kekacauan tersebut' (Anderson, 2018).<ref name="Anderson (2016)" />
 
Tidak banyak yang diketahui mengenai kehidupannya setelah tahun 1946.<ref name="Anderson (2016)" /> Mulai tahun 1960 hingga 1970, Kwee tinggal di [[Kuala Lumpur]], [[Malaysia]] bersama anaknya, Jeanne Kwee, dan menantunya, [[Stanley Gouw]].<ref name="TjamboekSuryadinata Berdoeri & Anderson(2015)" /><ref name="SuryadinataTjamboek (2015)Berdoeri & Anderson" /> Pada tahun 1970, Kwee kembali ke Indonesia. Mulai tahun 1971 hingga 1973, ia menulis serial otobiografi untuk koran milik [[Mochtar Lubis]], yakni ''[[Indonesia Raya (surat kabar)|Indonesia Raya]]''.<ref name="Suryadinata (2015)" /> Pada tahun 1974, koran tersebut dilarang untuk terbit oleh [[Orde Baru|rezim Soeharto]].<ref name="Anderson (2016)" /> Kwee Thiam Tjing akhirnya meninggal di [[Jakarta]] pada tanggal 28 Mei 1974.<ref name="Suryadinata (2015)" /> Jenazah Kwee lalu dimakamkan di TPU Tanah Abang I di Jakarta. TPU Tanah Abang I kemudian digusur untuk dijadikan [[Taman Prasasti]], sehingga makam Kwee pun digali kembali dan tulang-belulangnya dikremasi agar abunya dapat ditabur di [[Laut Jawa]].
 
== Kolom di surat kabar ==
Baris 122:
 
==Keturunan==
<ref name="TjamboekHaryono Berdoeri & Anderson(2017)" /><ref name="HaryonoTjamboek (2017)Berdoeri & Anderson" />
{{ahnentafel
|collapsed=yes |align=center
Baris 179:
 
{{DEFAULTSORT:Kwee, Thiam Tjing}}
[[CategoryKategori:Kelahiran 1900]]
[[CategoryKategori:Kematian 1974]]
[[CategoryKategori:Cabang Atas]]
[[CategoryKategori:Tokoh dari Malang]]
[[CategoryKategori:Wartawan Indonesia]]
[[Kategori:Tionghoa-Indonesia]]
[[Kategori:Tokoh dari Pasuruan]]