Film dokumenter: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Membatalkan 1 suntingan oleh Tanggalhariinidalamsejarah979 (bicara) ke revisi terakhir oleh InternetArchiveBot(Tw)
Tag: Pembatalan
 
(5 revisi perantara oleh 3 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 6:
== Jenis ==
=== Dokumenter modern ===
Para analis ''Box Office'' telah mencatat bahwa genre film ini telah menjadi semakin sukses di bioskop-bioskop melalui film-film seperti ''Super Size Me'', ''[[March of the Penguins]]'' dan ''[[An Inconvenient Truth]]''. Bila dibandingkan dengan film-film naratif dramatik, film dokumenter biasanya dibuat dengan anggaran yang jauh lebih murah. Hal ini cukup menarik bagi perusahaan-perusahaan film sebab hanya dengan rilis bioskop yang terbatas dapat menghasilkan laba yang cukup besar.{{butuh rujukan}}
 
Perkembangan film dokumenter cukup pesat semenjak era cinema verité. Film-film termasyhur seperti ''The Thin Blue Line'' karya ''Errol Morris'' stylized re-enactments, dan karya ''Michael Moore'': ''Roger & Me'' menempatkan kontrol sutradara yang jauh lebih interpretatif. Pada kenyataannya, sukses komersial dari dokumenter-dokumenter tersebut barangkali disebabkan oleh pergeseran gaya naratif dalam dokumenter. Hal ini menimbulkan perdebatan apakah film seperti ini dapat benar-benar disebut sebagai film dokumenter; kritikus kadang menyebut film-film semacam ini sebagai ''mondo films'' atau ''docu-ganda''.<ref name="csm">{{cite news
|first = Daniel B.
|last = Wood
Baris 14:
|title = In 'docu-ganda' films, balance is not the objective
|publisher = [[Christian Science Monitor]]
|access-date = 2008-11-03
|archive-date = 2006-06-12
|archive-url = https://web.archive.org/web/20060612211916/http://www.csmonitor.com/2006/0602/p01s02-ussc.html
|dead-url = no
}}</ref> Bagaimanapun juga, manipulasi penyutradaraan pada subyek-subyek dokumenter telah ada sejak era ''Flaherty'', dan menjadi semacam endemik pada genrenya.{{butuh rujukan}}
 
Kesuksesan mutakhir pada genre dokumenter, dan kemunculannya pada keping-keping [[DVD]], telah membuat film dokumenter menangguk keuntungan finansial meski tanpa rilis di bioskop. Meski begitu pendanaan film dokumenter tetap eksklusif, dan sepanjang dasawarsa lalu telah muncul peluang-peluang eksibisi terbesar dari pasar penyiaran. Ini yang membuat para sineas dokumenter tertarik untuk mempertahankan gaya mereka, dan turut memengaruhi para pengusaha penyiaran yang telah menjadi donatur terbesar mereka.<ref>{{Cite web |url=http://www.indiewire.com/ots/fes_01Sund_010208_Docs.html |title=Indiewire, "FESTIVALS: Post-Sundance 2001; Docs Still Face Financing and Distribution Challenges" |access-date=2007-05-19 |archive-date=2007-05-19 |archive-url=https://web.archive.org/web/20070519040840/http://www.indiewire.com/ots/fes_01Sund_010208_Docs.html |dead-url=no }}</ref>
 
Dokumenter modern saling tumpang tindih dengan program-program televisi, dengan kemunculan ''reality show'' yang sering dianggap sebagai dokumenter namun pada kenyataannya kerap merupakan kisah-kisah fiktif. Juga bermunculan produksi dokumenter ''the making-of'' yang menyajikan proses produksi suatu [[Film]] atau [[video game]]. Dokumenter yang dibuat dengan tujuan promosi ini lebih dekat kepada iklan daripada dokumenter klasik.{{butuh rujukan}}
 
Kamera video digital modern yang ringan dan editing terkomputerisasi telah memberi sumbangan besar pada para sineas dokumenter, sebanding dengan murahnya harga peralatan. Film pertama yang dibuat dengan berbagai kemudahan fasilitas ini adalah dokumenter karya ''Martin Kunert'' dan ''Eric Manes'': ''Voices of Iraq'', di mana 150 buah kamera DV dikirim ke Iraq sepanjang perang dan dibagikan kepada warga Irak untuk merekam diri mereka sendiri.{{butuh rujukan}}
 
== Dokudrama ==