Mangkuk merah: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
k Membatalkan 1 suntingan oleh 114.125.77.98 (bicara) ke revisi terakhir oleh InternetArchiveBot (TW)
Tag: Pembatalan Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
 
(10 revisi perantara oleh 7 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
'''MangkokMangkuk merah''' merupakan sebuah tradisi dalam adat [[Dayak]] yang berfungsi sebagai alat komunikasi antar sesama [[rumpun Dayak]] serta sebagai penghubung dengan roh nenek moyang. Hanya Panglima Adat yang berwenang untuk memanggil dan berhubungan dengan para roh suci atau dewa yang agung.<ref name="john" />
.
.
.
.
.
.
.
.
.
'''Mangkok merah''' merupakan sebuah tradisi dalam adat [[Dayak]] yang berfungsi sebagai alat komunikasi antar sesama [[rumpun Dayak]] serta sebagai penghubung dengan roh nenek moyang. Hanya Panglima Adat yang berwenang untuk memanggil dan berhubungan dengan para roh suci atau dewa yang agung.<ref name="john" />
 
Pada mulanya adat ini bernama ''mangkok jaranang'' karena menggunakan mangkokmangkuk yang diwarnai dengan [[jeringau|jaranang]]. Jaranang adalah sejenis tanaman akar yang mempunyai getah berwarna merah dan digunakan sebagai pewarna sebelum masyarakat Dayak mengenal cat. Akar [[jeringau|jaranang]] yang berwarna merah dioleskan pada dasar mangkuk bagian dalam sehingga kini dikenal dengan nama MangkokMangkuk Merah. Adat ini dilangsungkan apabila pada suatu kasus, misalnya ''parakng'' (bunuh) atau pelecehan seksual, pihak pelaku tidak bersedia menyelesaikan secara adat. Pihak ahli waris korban yang merasa terhina akan bersepakat, dan mungkin berakhir dengan melakukan aksi belas dendam melalui pengerah masa secara adat yang disebut ''Mangkok Merah''.
 
MangkokMangkuk Merah hanya digunakan jika benar-benar terpaksa. Segala macam akibat yang akan ditimbulkan dewaakan dipertimbangkan masak-masak karena korban jiwa dalam jumlah besar sudah pasti akan berjatuhan.<ref name="john" />
 
== Ritual ==
=== Perlengkapan ===
Panglima adat perlu mempersiapkan sejumlah perangkat dalam upacara memanggil roh dewa:<ref name="john">John MacDougall. [http://www.library.ohiou.edu/indopubs/1997/03/06/0066.html Kisah Mangkok Merah di Pedalaman Kalbar]{{Pranala mati|date=Mei 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}.</ref>
 
# Mangkuk dari teras [[bambu]] atau tanah liat yang berbentuk bundar, sebagai wadah untuk meletakkan peralatan yang lain. Dasar mangkuk diolesi getah [[jeringau|jaranang]] berwarna merah yang mengandung pengertian ''pertumpahan darah''. Perlengkapan lain nantinya dikemas dalam mangkuk kemudian dibungkus kain merah.
Baris 31 ⟶ 22:
Panglima yang sudah dirasuki roh dewa akan pulang ke desanya dengan meneriakan kata-kata magis tertentu. Penduduk desa mengerti maksudnya dan berkumpul di lapangan sambil membawa [[mandau]], [[perisai]], dan senjata lantak dengan kain merah di kepala. Panglima Adat kemudian ''menularkan'' roh dewa kepada semua penduduk kemudian mengutus kurir untuk mengantarkan mangkuk merah ke desa lain.<ref name="john" />
 
Beberapa orang yang ditunjuk untuk menyampaikan berita telah diberi arahan mengenai maksud dan tujuan mangkokmangkuk merah, siapa saja yang harus ditemui (para ahli waris), kapan berkumpul, tempat berkumpul, dan sebagainya. Mereka tidak boleh menginap atau singgah terlalu lama. Meskipun hujan lebat atau hari sudah petang, mereka harus meneruskan perjalanan.
 
Panglima Adat dari desa lain dipercaya mengetahui kedatangan kurir dengan kekuatan supernaturalnya dan menjemputnya bersama dengan penduduk desanya. Setelah mengetahui siapa musuh yang akan dihadapi, Panglima Adat desa tersebut akan ''menularkan'' roh dewa kepada seluruh penduduk desa. Upacara mengedarkan mangkuk merah berlangsung di seluruh wilayah yang bisa dijangkau hingga dianggap cukup untuk menghadapi musuh.<ref name="john" />
Baris 44 ⟶ 35:
[[Berkas:SultanPontianak.jpg|jmpl|200px|ka|[[Syarif Muhammad Alkadri]] (Sultan Pontianak; duduk, kanan) dibunuh oleh pihak Jepang sehingga menyebabkan terjadinya [[Peristiwa Mandor]]. Ini merupakan salah satu sebab terjadinya [[Perang Dayak Desa]]]]
{{Main|Perang Dayak Desa}}
Perang Dayak Desa terjadi pada 1944–1945 untuk membalas dendam pihak [[Jepang]] yang kejam terhadap mereka. Pada masa awal perang, para pemuka adat [[Dayak]] mengumpulkan kaum-kaum mereka di [[Sekadau]], dengan salah satu caranya adalah dengan MangkokMangkuk Merah. Sesudahnya, rakyat dikumpulkan untuk bermusyawarah bersiasat untuk mengalahkan [[Jepang]]. Perang Dayak Desa berakhir degan kemenangan di tangan [[Suku Dayak]] setelah pemuka adat betul-betul tertekan setelah kematian panglima perang. Kemenangan dicapai melalui konsolidasai dan bersatunya [[Kesultanan Sintang]] dengan [[Suku Dayak]]. Lambatnya kemenangan Suku Dayak ini dikarenakan lambatnya proklamasi ke pedalaman Dayak, dan persatuan yang hampir hilang.<ref>Usman, Syafaruddin; Din, Isnawita (2009). ''[http://books.google.co.id/books?id=QDbFjJBQgm8C Peristiwa Mandor Berdarah]''. [[Yogyakarta]]: Media Pressindo. hal.87. ISBN 979-788-109-1.</ref>
 
=== Peristiwa PARAKU/PGRS ===
{{utama|Peristiwa Mangkuk Merah 1967}}
{{lihat pula|Pasukan Rakyat Kalimantan Utara}}
[[Tentara Nasional Indonesia]] memperoleh bantuan dari masyarakat Dayak dalam peristiwa pemberantasan pasukan komunis di Kalimantan pada tahun 1967an.<ref name="john" /> Peristiwa tersebut juga dianggap sebagai tragedi pembunuhan dan pengusiran ribuan warga etnis Tionghoa di Kalimantan Barat pada akhir 1967.<ref name="darmayana">Hiski Darmayana. 20 Januari 2013. [http://www.berdikarionline.com/gotong-royong/20130120/peristiwa-mangkok-merah-ketika-imperialisme-mengawini-rasialisme.html#ixzz2SDoJ5mjw Peristiwa Mangkok Merah, Ketika Imperialisme ‘Mengawini’ Rasialisme] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20130511165303/http://www.berdikarionline.com/gotong-royong/20130120/peristiwa-mangkok-merah-ketika-imperialisme-mengawini-rasialisme.html#ixzz2SDoJ5mjw |date=2013-05-11 }}.</ref> [[Soemadi]], salah satu mantan [[gubernur Kalimantan Barat]] dan mantan Pangdam XII/Tanjungpura dalam bukunya yang terkenal, ''Peranan Kalimantan Barat dalam Menghadapi Subversi Komunis Asia Tenggara'' terbitan [[Yayasan Tanjungpura]] menyebut bahwa praktik [[Ngayau]] dan MangkokMangkuk Merah menjadi salah satu kebanggaan tersendiri bagi Pangdam dalam penumpasan Paraku/PGRS dan mesti diberi penghargaan dari Pangdam. Para pelaku Pengayauan ini kemudian dibawa ke [[Jakarta]] pada tahun 1972 untuk menemui [[Soeharto]], [[Presiden Republik Indonesia]] yang kedua. Praktik Ngayau ini dihidupkan lagi setelah Indonesia merdeka oleh [[TNI]]. Di antara tokoh-tokoh Ngayau diberi penghargaan dengan [[pangkat militer]] [[Pembantu Letnan Satu Tituler]]. Para [[pemuka adat]] Dayak ini bertemu dengan Presiden Soeharto pada November 1972 dan diberi tunjangan seumur hidup. Di antaranya, ada Aziz, Jimbau, Burung, Nayau, Dangih, dan Sinau.<ref>{{cite book|title=Kalimantan Barat:Lintasan Sejarah & Pembangunan|author1=Aju|author2=Isman, Zainudin|pages=118-20|publisher=LPS-AIR|location=[[Pontianak]]|isbn=978-602-18483-1-9|year=Desember 2013}}</ref>
 
=== Konflik Sampit ===