Antasena: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Jagawana (bicara | kontrib)
k Suntingan Dwi tetuko nuringtyas (Pembicaraan) dikembalikan ke versi terakhir oleh Andhiputra
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(45 revisi perantara oleh 25 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{about|tokoh pewayangan|kelas kapal militer Indonesia|kapal tempur kelas Antasena}}
[[image:Antasena-ang.gif|thumb|Antasena]]
{{Infobox Tokoh Wayang
'''Antasena''' adalah putra [[Bima]] dan [[Dewi Urang Ayu]]. Tokoh ini paling sakti di antara tiga putra Bima. Jika [[Gatotkaca]] mampu terbang di udara dan [[Antareja]] mampu ''ambles bumi'' (hidup di bawah tanah), Antasena mampu terbang di udara, ''ambles bumi'', dan menyelam. Sama seperti ayahnya, Antasena tidak bisa berbahasa santun (ngoko). Kendati demikian, Antasena berhati baik dan paling bijak di antara putra-putra [[Pandawa]]. Ia memiliki tubuh bersisik bagaikan udang dan tidak mempan ditusuk senjata.
| gambar = COLLECTIE TROPENMUSEUM Wajangfiguur de figuur Antasena voorstellend TMnr 1772-716.jpg
| nama = Antasena
| daerah = Jawa
| caption = Antasena dalam versi pewayangan Jawa
| istimewa = mampu terbang, amblas ke dalam bumi, serta menyelam di air. Kulitnya terlindung oleh sisik udang yang membuatnya kebal terhadap segala jenis senjata.
| keluarga = [[Bimasena]] (ayah){{br}}Dewi Urangayu (ibu){{br}}[[Antareja]], [[Gatotkaca]] (saudara){{br}}Janakawati (istri){{br}}Jayasena (anak)
}}
'''Anantasena''', atau sering disingkat '''Antasena''' adalah nama salah satu tokoh [[pewayangan]] [[Jawa]]. Tokoh ini merupakan ciptaan para pujangga [[Jawa]] yang disisipkan ke dalam kisah ''[[Mahabharata]]'', suatu [[wiracarita]] kuno karya [[Byasa|Krishna Dwaipayana Byasa]] dari [[India]], yang sering diadaptasi menjadi cerita pewayangan. Nama Anantasena maupun Antasena tidak ditemukan dalam naskah asli ''Mahabharata'' ber[[bahasa Sanskerta]] (diterjemahkan oleh [[Kisari Mohan Ganguli]]).
 
Dalam pewayangan, tokoh ini dikenal sebagai putra bungsu [[Bimasena]], serta saudara lain ibu dari [[Antareja]] dan [[Gatotkaca]]. Dalam pewayangan klasik versi [[Surakarta]], [[Antasena]] merupakan nama lain dari [[Antareja]], yaitu putra sulung [[Bimasena]]. Sementara menurut versi [[Yogyakarta]], [[Antasena]] dan [[Antareja]] adalah dua orang tokoh yang berbeda. Akan tetapi dalam pewayangan zaman sekarang, para [[dalang]] [[Surakarta]] sudah biasa memisahkan tokoh [[Antasena]] dengan [[Antareja]], sebagaimana yang dilakukan oleh para dalang [[Yogyakarta]].
Antasena beristrikan Dewi Jenakawati, putri [[Arjuna]]. Ia tidak ikut berperang di [[Bharatayudha]]. Bersama [[Wisanggeni]], mereka menjadi tumbal agar [[Pandawa]] menang melawan [[Korawa]]. Syahdan, hal ini merupakan taktik yang diambil [[Kresna]] karena Antasena tidak terkalahkan. Hal ini akan membuat pertempuran tidak berimbang. Ada juga versi yang menyebutkan, Kresna takut karena dalam rencana dewa, Antasena akan bertanding dengan kakaknya, [[Baladewa]].
 
=== SifatAsal-Usul ===
Antasena adalah putra bungsu [[Bimasena]] atau [[Werkudara]], yaitu [[Pandawa]] nomor dua. Ia lahir dari seorang ibu bernama [[Dewi Urangayu]] putri [[Baruna|Batara Baruna]]. Bima menikah dengan Urangayu dalam cerita Kali Serayu Binangun, yaitu saat Pandawa dan Kurawa berlomba untuk membuat sungai tembus ke samudra. Bima meninggalkan Urangayu dalam keadaan mengandung ketika ia harus kembali ke negeri [[Indraprastha|Amarta]].
Anantasena berwatak jujur, terus terang, bersahaja, berani kerena membela kebenaran, tidak pernah berdusta. Setelah dewasa, Anantasena menjadi raja di negara Dasarsamodra, bekas negaranya Prabu Ganggatrimuka yang mati terbunuh dalam peperangan.
 
Saat Antasena masih dalam kandungan, Kahyangan Suralaya diserbu oleh Prabu Dewa Kintaka dari Kerajaan Guwacinraka yang bemaksud untuk merebut dan menikahi [[Kamaratih|Batari Kamaratih]]. Antasena yang masih dalam kandungan, dikeluarkan oleh [[Narada#Versi pewayangan|Sang Hyang Narada]], dan diajukan ke peperangan. Berkat perlindungan [[Sang Hyang Wenang]], Antasena mampu mengalahkan Prabu Dewa Kintaka dan pasukannya. Setelah mampu mengalahkan musuh kahyangan, Antasena diserahkan kepada [[Antaboga|Sang Hyang Antaboga]] untuk dididik menjadi satriya.
Anatasena meninggal sebelum perang [[Bharatayudha]]. Ia mati [[moksa]] (lenyap dengan seluruh raganya) atas kehendak/kekuasaan [[Sang Hyang Wenang]]
 
Setelah dewasa ia berangkat menuju [[Kerajaan Amarta]] untuk menemui ayah kandungnya. Setibanya di Amarta, Antasena justru mendapat kabar buruk bahwa Bima dan saudara-saudaranya disekap oleh Korawa bernama Prabu Ganggatrimuka. Antasena pun berhasil menemukan Bima dan Pandawa lain dalam kondisi mati akibat disekap di dalam penjara besi yang ditenggelamkan di laut.
[[Kategori:Tokoh Mahabharata]]
 
Berkat Cupu Madusena pusaka pemberian kakeknya, Antasena berhasil menghidupkan mereka kembali dan membunuh Ganggatrimuka. Setelah pertarungan itu, Antasena menikahi sepupunya yang bernama Janakawati yang tak lain adalah putri Arjuna.
 
selepas itu para Pandawa mempersiapkan pesta, karena Pandawa nomor tiga, [[Arjuna#Arjuna dalam pewayangan Jawa|Arjuna]] akan menikahkan salah satu putrinya [[Dewi Pergiwati]], dengan putra mahkota Karajaan Amarta yaitu bernama Raden [[Pancawala#Versi pewayangan|Pancawala]], yang merupakan putra Pandawa nomor satu [[Yudistira|Yudhistira]]. Pernikahan antar saudara sepupu tersebut nyaris gagal karena ulah [[Drona#Drona dalam pewayangan Jawa|Begawan Durna]] yang berniat untuk menjodohkan Pergiwati dengan putra mahkota Hastina, Raden [[Laksmanakumara|Lesmana Mandrakumara]]. Berkat bantuan Antasena, Pancawala berhasil melarikan Pergiwati dan terlindungi dari amukan Kurawa. Setelah kejadian tersebut [[Arjuna]] akhirnya sadar, dan meresmikan pernikahan Pancawala dengan Pergiwati.
 
Beberapa tahun setelah pernikahan antara Pancawala dengan Pergiwati, Antasena kemudian menikahi sepupunya yang bernama Dewi Janakawati yang juga putri [[Arjuna]], setelah bersaing dengan [[Satyaka|Setyaka]] dan [[Laksmanakumara|Lesmana Mandrakumara]].
 
== Sifat dan Kesaktian ==
Antasena digambarkan berwatak polos dan lugu, tetapi teguh dalam pendirian. Dalam berbicara dengan siapa pun, ia selalu menggunakan ''bahasa ngoko'' sehingga seolah-olah tidak mengenal tata krama. Namun hal ini justru menunjukkan kejujurannya di mana ia memang tidak suka dengan basa-basi duniawi.
 
Dalam hal kesaktian, Antasena dikisahkan sebagai putra Bima yang paling sakti. Ia mampu terbang, amblas ke dalam bumi, serta menyelam di air. Kulitnya terlindung oleh sisik udang yang membuatnya kebal terhadap segala jenis senjata.
 
== Kematian ==
Antasena dikisahkan meninggal secara [[moksa]] bersama sepupunya, yaitu [[Wisanggeni]] putra [[Arjuna]]. Keduanya meninggal sebagai tumbal kemenangan para [[Pandawa]] menjelang meletusnya perang [[Baratayuda]].
 
Ketika itu Wisanggeni dan Antasena menghadap [[Sanghyang Wenang]], leluhur para [[dewa]] untuk meminta restu atas kemenangan Pandawa dalam menghadapi Kurawa. Sanghyang Wenang menyatakan bahwa jika keduanya ikut berperang justru akan membuat pihak Pandawa kalah. Wisanggeni dan Antasena pun memutuskan untuk tidak kembali ke dunia. Keduanya kemudian menyusut sedikit-demi sedikit dan akhirnya musnah sama sekali setelah dipandang Sanghyang Wenang.
 
== Sumber Gubahan Lain ==
Buku ''Antareja Antasena: Jalan Kematian Para Ksatria'' karangan [[Pitoyo Amrih]]. Resensi di halaman http://antareja-antasena.pitoyo.com
 
{{tokoh wayang}}
 
[[Kategori:Tokoh Mahabharatawayang]]