Moksa: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Arindashifa (bicara | kontrib) k Penambahan informasi |
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
||
(44 revisi perantara oleh 2 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{kegunaanlain}}
{{Redirect|Moksha|kelompok etnik di Rusia|Orang Moksha|bahasa yang digunakan kelompok tersebut|Bahasa Moksha}}
{{Hindu}}
'''Moksa''' ([[Bahasa Sanskerta|Sanskerta]]: ''mokṣa'') juga disebut '''''vimoksha''', '''vimukti''''', dan '''''mukti''''' adalah sebuah konsep agama [[Hindu]], [[Buddha]], [[Jainisme]], dan [[Sikhisme]] untuk segala bentuk emansipasi, pencerahan, kebebasan, dan pelepasan. Dalam pengertian [[soteriologi]] dan [[eskatologi]], ini merujuk pada kebebasan dari [[samsara]], putaran [[reinkarnasi]] atau ''[[Punarbawa]]'' kehidupan. Dalam pengertian [[epistemologi]] dan psikologi, ''moksa'' adalah kebebasan dari penolakan: realisasi diri, aktualisasi diri, dan
Dalam tradisi Hindu, ''moksa'' merupakan sebuah konsep pusat dan tujuan utama hidup manusia yang sepenuhnya; tiga tujuan lainnya yaitu ''[[dharma]]'' (kehidupan yang berbudi luhur, pantas, dan bermoral), ''[[arta]]'' (kemakmuran materi, keamanan pendapatan, sarana hidup), dan ''[[kama]]'' (kesenangan, sensualitas, kepuasan emosional). Secara bersamaan, empat konsep ini disebut sebagai [[Caturpurusarta]] dalam agama Hindu.
Di beberapa mazhab agama India, ''moksa'' dianggap sama dan digunakan secara bergantian dengan istilah-istilah lain, seperti ''vimoksha'', ''vimukti'', ''kaivalya'', ''apavarga'', ''mukti'', ''nihsreyasa,''
== Etimologi ==
Baris 11 ⟶ 12:
== Pengertian dan Makna ==
Pengertian dan makna ''moksa'' bervariasi antara berbagai
''Moksa'' didefinisikan tidak hanya sebagai ketidakhadiran penderitaan dan pelepasan dari ikatan samsara. Beberapa mazhab Hindu juga menjelaskan konsepnya sebagai kehadiran keadaan ''paripurna''-''brahmanubhava'' (pengalaman kesatuan dengan [[Brahman]], Diri Yang Maha Esa), keadaan sastra, kedamaian, dan kebahagiaan. Sebagai contoh, Vivekachudamani – sebuah buku kuno ''moksa'', menjelaskan salah satu banyak langkah meditasi menuju ''moksa'' sebagai:
{{Blockquote|text=<poem>
Baris 30 ⟶ 31:
* Madhavananda’s [[:iarchive:vivekachudamanio00sankrich|translation of Vivekachudamani]] published in 1921, Himalayan Series 43;</ref>}}
=== Pengertian
''Moksa'' adalah konsep yang diasosiasikan dengan samsara (putaran reinkarnasi). Samsara berasal dari gerakan keagamaan pada milenium pertama sebelum masehi. Gerakan-gerakan seperti Buddha, Jainisme, dan
Gagasan eskatologis
=== Pengertian Epistemologis dan Psikologis ===
Para cendekiawan menyediakan berbagai penjelasan makna dari ''moksa'' dalam pengertian epistemologis dan psikologis. Sebagai contoh, orang-orang Jerman melihat ''moksa'' sebagai kesadaran transendental, keadaan sempurna, realisasi diri, kebebasan dan "menyadari seluruh alam semesta sebagai Diri".
''Moksa'' dalam agama Hindu, menurut [[Klaus Klostermaier]], menyiratkan terbebasnya kemampuan-kemampuan yang selama ini terbelenggu, dihilangkannya hambatan-hambatan menuju kehidupan yang tidak terbatas, memungkinkan seseorang menjadi pribadi yang lebih sejati dalam arti seutuhnya; konsep ini mengasumsikan sebuah potensi kreativitas, kasih sayang, dan pemahaman manusia yang tak terpakai yang telah ditutup dan dimatikan. ''Moksa'' itu lebih dari pelepasan dari sebuah penderitaan putaran reinkarnasi (samsara); mazhab
==== Sebagai Keadaan Sempurna ====
Banyak mazhab Hinduisme yang menurut Daniel Ingalls, melihat ''moksa'' sebagai keadaan sempurna. Konsep ini dipandang sebagai tujuan alamiah yang melampaui ''dharma''. ''Moksa'', dalam sastra kuno dan epos agama Hindu, dipandang dapat dicapai dengan teknik yang sama yang diperlukan untuk mempraktikkan ''dharma''. Disiplin diri merupakan jalan menuju ''dharma'', ''moksa'' adalah disiplin diri yang begitu sempurna hingga menjadi sifat alamiah yang tidak disadari. ''Dharma'' dengan demikian adalah jalan menuju ''moksa''.
Mazhab [[Samkhya]] dalam ajaran Hindu, sebagai contoh, menyarankan bahwa salah satu jalan menuju ''moksa'' adalah untuk memperbesar ''sattvam'' seseorang. Untuk memperbesar ''sattvam'' seseorang, seseorang harus mengembangkan dirinya
==== Tantangan Nagarjuna ====
''Dharma'' dan ''moksa'', menurut [[Nagarjuna]] pada abad ke-2, tidak dapat menjadi tujuan dalam perjalanan yang sama. Ia menunjuk ke perbedaan antara dunia yang kita huni dengan kebebasan yang tersirat dalam konsep ''moksa''. Mereka sangat berbeda sehingga ''dharma'' dan ''moksa'' tidak dapat dikaitkan secara intelektual. ''Dharma'' membutuhkan pemikiran duniawi, ''moksa'' merupakan pemahaman surgawi, sebuah kebahagiaan abadi. "Bagaimana
==== Tantangan Adi Shankara ====
[[Adi Shankara]] di abad ke-8 Masehi, seperti Nagarjuna sebelumnya, meneliti perbedaan antara dunia yang kita huni dengan ''moksa'',
Cendekiawan, menjawab tantangan Shankara terhadap konsep ''moksa'' yang sejajar dengan tantangan [[Plotinos|Plotinus]] terhadap kaum [[Gnostisisme|Gnostik]], dengan satu perbedaan penting: Plotinos menuduh kaum Gnostik karena menukar sebuah seperangkat [[kebajikan]] [[Antroposentrisme|antroposentris]] dengan seperangkat [[Teosentrisme|teosentris]] dalam mengejar keselamatan; Shankara menantang bahwa konsep ''moksa'' menyiratkan pertukaran seperangkat kebajikan antroposentris ''(dharma)'' dengan keadaan bahagia yang tidak memerlukan nilai-nilai. Shankara melanjutkan jawaban dengan mengatakan bahwa kebajikan antroposentris saja sudah cukup.
==== Tantangan Waisnawa ====
== Sejarah ==
Konsep ''moksa'' muncul
Katha Upanishad, naskah zaman pertengahan Upanishad yang bertanggal sekitar 2500 tahun, adalah salah satu eksposisi paling awal tentang ''samsara'' dan ''moksa''. Dalam buku I,
Svetasvatara Upanishad,
Dimulai dengan zaman pertengahan Upanishad, ''moksa'' – atau istilah yang sama dengan ''mukti'' dan ''kaivalya'' – adalah gagasan utama dalam berbagai Upanishad. Sebagai contoh, Saraswati dan Rahasya Upanishad, salah satu beberapa Upanishad dari mazhab ''bhakti'' Hindu, memulai dengan ibadah kepada dewi Saraswati. Ia adalah dewi pengetahuan, pembelajaran, dan kreativitas seni Hindu, namanya adalah gabungan kata dari ''sara'' dan ''swa'', yang berarti "esensi diri". Setelah beberapa ayat ibadah, Upanishad bertanya tentang rahasia menuju kebebasan dan
{{Blockquote|text=<poem>
Melalui akulah, Sang Pencipta sendiri memeroleh pengetahuan yang membebaskan,
Kesadaran sempurnaku menerangi duniamu, seperti wajah indah dalam sebuah cermin kotor ,
Melihat bayangan itu, aku berharap diriku, dirimu, jiwa individu, seolah-olah saya bisa menjadi terbatas!
Baris 78 ⟶ 79:
=== Evolusi Konsep ===
Konsep ''moksa'', menurut Daniel Ingalls, digambarkan seperti salah satu dari banyak perluasan gagasan
Penerimaan konsep ''moksa'' dalam beberapa mazhab [[filsafat Hindu]] terjadi secara lambat. Mereka menolak mengakui
Tidak jelas kapan gagasan inti samsara dan ''moksa'' dikembangkan di India kuno. Patrick Olivelle berpendapat bahwa ide-ide ini kemungkinan besar berasal dari gerakan keagamaan baru di milenium pertama SM. Ide-ide ''mukti'' dan ''moksa'', ungkap J. A. B. van Buitenen, tampak dapat dilacak para yogi dalam agama Hindu, dengan rambut panjang, ia yang memilih untuk hidup di pinggiran masyarakat, diberikan pada keadaan mabuk dan ekstasi yang disebabkan oleh diri sendiri, mungkin diterima sebagai dukun dan "sadhus" oleh masyarakat India kuno. Moksa bagi para pengembang konsep awal ini, adalah pengabaian terhadap tatanan yang sudah mapan, bukan demi anarki, namun demi realisasi diri, untuk mencapai pelepasan dari dunia ini.
Dalam perkembangan sejarahnya, konsep ''moksa'' muncul dalam tiga bentuk:
Pengetahuan merupakan alat, ritual adalah penerapannya. Di pertengahan hingga akhir periode Upanishad,
{{Blockquote|text=<poem>
अर्थस्य निश्चयो दृष्टो विचारेण हितोक्तितः |
न स्नानेन न दानेन प्राणायमशतेन वा || १३ ||
Melalui refleksi, penalaran, dan instruksi para guru, kebenaran diketahui,
Bukan dengan berwudhu, bukan dengan berdonasi, ataupun dengan melakukan ratusan latihan pengaturan nafas. || Ayat 13 ||
</poem>|author=[[Vivekachudamani]]|source=Abad ke-8 Masehi<ref>See:
* John Richards (Translator), Vivekachudamani, {{ISBN|978-0979726743}} (2011 Edition);
* Madhavananda’s [[:iarchive:vivekachudamanio00sankrich|translation of Vivekachudamani]] published in 1921, Himalayan Series 43;</ref>}}Bhakti ''moksa'' menciptakan jalan historis ketiga, di mana tidak ada ritual maupun pengembangan diri meditatif yang menjadi jalannya, melainkan memang terinspirasi oleh kasih tetap dan kontemplasi Dewa, yang lama kelamaan menghasilkan penyatuan sempurna dengan Dewa. Beberapa mazhab mengembangkan ide-ide mereka di mana Dewa menjadi sarana dan tujuan, melampaui ''moksa''; buah bhakti adalah bhakti itu sendiri. Dalam sejarah tradisi religius India, penambahan ide dan jalan menuju ''moksa'' melampaui tiga tahap tersebut, muncul seiring berjalannya waktu.
== Sinonim ==
Kata ''moksa'', nirwana (''nibbana'') dan kaivalya kadang-kadang digunakan secara sinonim, karena mereka semua merujuk ke keadaan yang membebaskan seseorang dari semua penyebab kesedihan dan penderitaan. Kemudian, dalam literatur di era
Kaivalya, sebuah konsep yang mirip dengan moksha, bukan nirwana, ditemukan di beberapa mazhab agama Hindu seperti mazhab Yoga. Kaivalya adalah realisasi sikap acuh tak acuh dengan pengetahuan yang membebaskan tentang diri sendiri dan pelepasan dari pikiran dan peralatan kognitif yang kacau. Misalnya, Yoga Sutra [[Patanjali]] menyarankan:
{{Blockquote|text=<poem>
तस्य हेतुरविद्या,
तदभावात्संयोगाभावो हानं तद् दृशेः कैवल्यम् |
Setelah hancurnya avidya (ketidaktahuan),
datang penghapusan persekutuan dengan dunia material,
ini adalah jalan menuju Kaivalyam.
</poem>|author=[[Yoga Sutras Patanjali|Yoga Sutra]] (Sadhana Pada)|title=2:24–25<ref>For Sanskrit version: Sadasivendra Sarasvati (1912), [[:iarchive:YogaSutraVritti|Yoga Sutra]]; For English version: Charles Johnston (1912), [[:iarchive:yogasutrasofpata00pata|yogasutrasofpata00pata]] Yoga Sutra of Patanjali; For secondary peer reviewed source, see: Jeffrey Gold, Plato in the Light of Yoga, Philosophy East and West, Vol. 46, No. 1 (Jan., 1996), pp. 17–32; A. Sharma, The Realization of Kaivalya, in Explorations in Australian Literature, {{ISBN|978-8176257091}}, Chapter 18</ref>}}Nirwana dan ''moksa'', dalam semua tradisi'','' mewakili peristirahatan dalam esensi sejati seseorang, bernama [[Purusa]] atau Atman, atau disebut sebagai Nirwana, tetapi dijelaskan dengan cara yang sangat berbeda. Beberapa cendekiawan, kata Jayatilleke, menegaskan bahwa Nirwana dalam Buddha sama dengan [[Brahman]] dalam Hindu, sebuah pandangan yang tidak disetujui oleh para cendekiawan lain dan dia. Dalam Buddha, nirwana adalah 'meledak' atau 'kepunahan'. Dalam agama Hindu, ''moksa'' adalah 'identitas atau kesatuan dengan Brahman'. Realisasi anatta (anatman) sangat penting bagi nirwana Buddhis. Realisasi atman (atta) sangat penting bagi ''moksa'' Hindu.
== Hindu ==
Sastra kuno beragam
Enam mazhab ortodoks utama Hindu telah melakukan perdebatan bersejarah, dan tidak menyetujui apakah ''moksa'' dapat dicapai semasa hidup, atau hanya setelahnya. Banyak dari 108
=== Samkhya, Yoga, dan Moksa ===
Baik sistem pemikiran keagamaan Sāmkhya maupun Yoga adalah mokshaśāstra, menurut Knut Jacobsen, keduanya adalah sistem pembebasan dan pelepasan yang menyelamatkan. Sāmkhya adalah sistem interpretasi, terutama teori tentang dunia. Yoga adalah teori dan praktik. Yoga memeroleh penerimaan yang luas di India kuno, ide-ide dan praktik-praktik ini enjadi bagian dari beberapa mazhab religius dalam Hinduisme, termasuk mereka yang sangat berbeda dari Sāmkhya. Delapan anggota badan yoga dapat diartikan sebagai jalan menuju pembebasan (moksa).
Dalam sastra Sāmkhya, pembebasan umumnya dirujuk sebagai ''kaivalya''. Dalam mazhab ini, kaivalya berarti realisasi ''purusa'', prinsip kesadaran, sebagai independen dari pikiran dan tubuh, berbeda dari ''prakrti''. Seperti kebanyakan mazhab dalam Hinduisme, dalam mazhab Sāmkhya dan Yoga, penekanannya adalah pada pencapaian pengetahuan, ''vidyā'' atau ''jñāna'', sebagaimana diperlukan untuk pembebasan yang menyelamatkan, ''moksa''. Tujuan yoga kemudian dipandang sebagai sarana untuk menghilangkan ''avidyā'' – yaitu ketidaktahuan atau pengetahuan yang menyesatkan/salah tentang diri sendiri dan alam semesta. Ia berupaya mengakhiri kesadaran refleksif biasa (''cittavrtti'' ''nirodhah'') dengan kesadaran yang lebih dalam, murni, dan holistik (''asamprājñāta'' ''samādhi''). Yoga, selama mengejar ''moksa'', mendorong latihan (''abhyāsa'') dengan pelepasan (''vairāgya''), yang seiring waktu mengarah pada konsentrasi yang dalam (''samādhi''). Detasemen berarti penarikan diri dari dunia luar dan menenangkan pikiran, sedangkan latihan berarti penerapan upaya seiring berjalannya waktu. Langkah-langkah tersebut diklaim oleh sekolah Yoga sebagai langkah menuju samādhi, suatu keadaan kesadaran mendalam, pelepasan dan kebahagiaan yang disebut ''kaivalya''.
▲Enam mazhab ortodoks utama Hindu telah melakukan perdebatan bersejarah, dan tidak menyetujui apakah ''moksa'' dapat dicapai semasa hidup, atau hanya setelahnya. Banyak dari 108 Upanishads membahas antara lain tentang ''moksa''. Diskusi-diskusi ini menunjukkan perbedaan di antara mazhab Hindu, kurangnya konsesus, dengan beberapa upaya untuk menyamakan perspektif yang berbeda antara berbagai aliran. Sebagai contoh, kebebasan dan penyampaian reinkarnasi, pendapat Maitrayana Upanishad, tidak berasal dari doktrin aliran wedanta (pengetahuan tentang Diri sendiri sebagai Jiwa Yang Maha Tinggi) bukan dari doktrin aliran Samkhya (membedakan Purusha dari apa yang bukan), tetapi dari studi weda, pelaksanaan ''Svadharma'' (tugas pribadi), berpegang teguh pada ''Asrama'' (tahapan dari kehidupan).
Yoga, atau mārga (berarti "jalan" atau "jalan"), dalam agama Hindu secara luas diklasifikasikan menjadi empat pendekatan spiritual. Mārga pertama adalah [[Jnana Yoga|Jñāna Yoga]], jalan pengetahuan. Mārga kedua adalah [[Bhakti Yoga]], jalan cinta kasih pengabdian kepada Dewa. Mārga ketiga adalah Karma Yoga, cara kerja. Mārga keempat adalah Rāja Yoga, jalan kontemplasi dan meditasi. Mārga ini adalah bagian dari mazhab berbeda dalam agama Hindu, dan definisi serta metode ''moksa'' mereka. Misalnya, mazhab Advaita Vedanta mengandalkan Jñāna Yoga dalam ajaran ''moksa''. Marga tidak harus mengarah pada semua bentuk moksa, menurut beberapa mazhab Hindu. Misalnya, [[Ekasarana Dharma|Ekasarana dharma]] menyangkal bentuk ''sayujya'' dari mukti, di mana penyerapan sepenuhnya pada Dewa menghilangkan jiva dari manisnya dan kebahagiaan yang terkait dengan bhakti. Madhavadeva memulai Namghoxa dengan menyatakan kekagumannya terhadap penyembah yang tidak menyukai mukti.
▲filsafat enam mazhab ortodoks utama Hindu ini menawarkan pandangan-pandangan berikut terhadap ''moksa'', masing-masingnya memiliki alasan sendiri: aliran Hindu Nyaya, Vaisesika dan Mimamsa menganggap ''moksa'' hanya mungkin terjadi setelah kematian. Aliran Samkhya dan Yoga mempertimbangkan ''moksa'' mungkin terjadi semasa hidup. Dalam aliran wedanta, sub-aliran Advaita menyimpulkan ''moksa'' mungkin terjadi semasa hidup, sementara tradisi sub-aliran Dvaita, Visistadvaita, Shuddhadvait yakin bahwa ''moksa'' adalah peristiwa yang berkelanjutan, seseorang dibantu oleh pengabdian yang penuh kasih terhadap Dewa, yang meluas dari kehidupan saat ini hingga setelah kematian. Melampaui enam mazhab ini, beberapa tradisi mazhab heterodoks Hindu, seperi Carvaka, menolak bahwasannya terdapat sebuah jiwa atau kehidupan setelah ''moksa''.
=== Wedanta dan Moksa ===
Tiga sub-mazhab utama di
Vivekachudamani, yang secara harafiah berarti "Mahkota Permata Penalaran Diskriminatif", adalah sebuah buku yang dikhususkan untuk ''moksa'' di filsafat
Tradisi Adwaita mempertimbangkan ''moksa'' yang dapat dicapai dengan menghilangkan avidya (penolakan). ''Moksa'' terlihat sebagai pelepasan final dari ilusi, dan melalui pengetahuan (''anubhava'') sifat dasar diri sendiri, yaitu Satcitananda. Advaita berpendapat tidak ada pembedaan wujud/
Tradisi [[Dwaita]] (dualisme) mendefinisikan ''moksa'' sebagai kesatuan yang penuh kasih dan kekal dengan
Tradisi Wisistadwaita, yang dipimpin oleh [[Ramanuja]], mendefinisikan avidya dan ''moksa'' secara berbeda dari tradisi Advaita. Bagi Ramanuja, avidya adalah fokus pada diri sendiri, dan vidya adalah fokus pada mencintai dewa. Mazhab Vishistadvaita berpendapat bahwa mazhab lain Hindu membuat sebuah kesalahan rasa keagenan yang salah pada individu, yang membuat individu berpikir diri sendiri sebagai dewa potensial atau realisasi diri. Gagasan-gagasan tersebut,
=== Moksa dalam hidup ini ===
Di antara mazhab Hindu Samkhya, Yoga, dan
* ia tidak terganggu oleh kata-kata yang tidak terhormat dan menanggung kekejaman, memperlakukan yang lain dengan hormat tanpa memandang
* saat berhadapan dengan orang yang marah, ia tidak marah, bahkan menjawabnya dengan kata-kata yang baik;
* bahkan jika sedang tersiksa, ia mengucapkan dan memercayai kebenaran;
Baris 120 ⟶ 149:
* ia nyaman sendiri sama seperti saat di hadapan orang lain;
* ia nyaman dengan sebuah mangkuk, di kaki pohon dengan jubah compang-camping tanpa bantuan, seperti saat ia sedang berada di sebuah mithuna (kesatuan pengemis), grama (desa), dan nagara (kota);
* ia tidak peduli
*
*
Ketika seorang Jivanmukta mati, ia menerima Paramukti dan menjadi Paramukta. Jivanmukta mengalami pencerahan dan
Dada Bhagwan mengungkapkan:
{{Blockquote|text=Tahap pertama Moksa adalah saat kamu mengalami rasa netral terhadap masalah dan kesengsaraan. Di tahapan pertama Moksa, seseorang mengalami ketidakpedulian terhadap ketidakbahagiaan duniawi apa pun. Bahkan di ketidakbahagiaan duniawi, seseorang tetap tidak terpengaruh. Di tengah penderitaan dikenakan pada Anda oleh orang lain atau faktor eksternal, kamu mengalami samadhi (bebas dari penderitaan, untuk mengalami keadaan kebahgiaan orang itu sendiri). Itulah tahap pertama Moksa. Tahap kedua Moksa,
=== Moksa dalam Hindu Bali ===
Hindu Bali menggabungkan ''mo''ksa
== Pencapaian ==
Dalam [[Hinduisme]], ''[[jnana|atma-jnana]]'' (kesadaran akan "sang diri") adalah kunci untuk meraih moksa. [[Umat Hindu]] boleh melakukan suatu bentuk (atau lebih) dari beberapa macam [[Yoga]] - [[Bhakti Yoga|Bhakti]], [[Karma Yoga|Karma]], [[Jnana Yoga|Jnana]], [[Raja Yoga|Raja]] - dengan menyadari bahwa
Diyakini bahwa ada empat [[Yoga]] (pengendalian) atau ''[[marga]]'' (jalan) untuk mencapai moksa. Hal ini meliputi: berbakti demi Yang Mahakuasa ([[Karma Yoga]]), memahami Yang Mahakuasa ([[Jnana Yoga]]), bermeditasi kepada Yang Mahakuasa ([[Raja Yoga]]), dan melayani Yang Mahakuasa dengan bakti yang tulus ([[Bhakti Yoga]]). Tradisi Hinduisme yang berbeda-beda memiliki kecenderungan antara jalan yang satu dengan yang lainnya, beberapa yang terkenal di antaranya adalah tradisi [[Tantra]] dan [[Yoga]] yang berkembang dalam Hinduisme.
Pendekatan oleh tradisi [[Wedanta]] terbagi menjadi non-dualitas (''[[adwaita]]''), non-dualitas dengan kualifikasi (misalnya ''wisistadwaita''), dan dualitas (''dwaita''). Cara mencapai moksa yang dianjurkan oleh tiga tradisi tersebut bervariasi.
# Adwaita Wedanta menekankan Jnana Yoga sebagai cara utama untuk mencapai moksa. Tradisi ini fokus kepada sastra tentang Brahman yang disediakan oleh literatur tradisional Wedanta dan ajaran pendirinya, [[Adi Shankara]].<ref>Anantanand Rambachan, ''The limits of scripture: Vivekananda's reinterpretation of the Vedas.'' University of Hawaii Press, 1994, pages 125, 124: [http://books.google.com/books?id=b9EJBQG3zqUC&pg=PA124&dq=brahma+as+opposed+to+brahman&lr=#PPA124,M1].</ref> Melalui pemilahan antara hal yang nyata dan yang tak nyata, ''sadhaka'' (praktisi spiritual) akan mampu melepaskan diri dari jerat [[maya (ilusi)|ilusi]] dan menyadari bahwa dunia yang teramati sesungguhnya merupakan dunia ilusi, fana, dan maya, dan "kesadaran" tersebut merupakan satu-satunya hal yang nyata. Pemahaman tersebut merupakan moksa, saat ''[[atman]]'' (percikan
# Tradisi non-dualis memandang
Seseorang harus mencapai moksa dengan bimbingan seorang [[Guru (agama dharma)|guru]]. Seorang guru atau ''[[siddha]]'' hanya membimbing namun tidak campur tangan.
[[Surga]] (''[[svarga]]'') diyakini sebagai tempat bagi [[karma]] sementara yang mesti dihindari oleh orang yang menginginkan moksa demi bersatu dengan
== Buddha ==
Dalam
Dengan pelepasan datanglah Nirwana (Pali: Nibbana), "meniup", "memadamkan", atau "mematikan" api nafsu dan pandangan diri. Ini adalah "keadaan abadi" di mana tidak ada lagi yang sengsara.
Nirwana mengakhiri putaran [[Dukkha]] dan reinkarnasi di enam alam samsara (Buddhisme). Ini adalah bagian dari doktrin [[Empat Kebenaran Mulia]]
== Jainisme ==
Dalam
Jainisme adalah filsafat non-teistik [[Sramana]] yang percaya pada diri atau [[jiwa]] metafisik permanen yang sering disebut ''jiva''. Jaina percaya bahwa jiwa ini adalah apa yang berpindah dari satu ke lainnya pada waktu kematian. Keadaan ''moksa'' dicapai ketika jiwa ([[atman]]) terbebas dari siklus kematian dan reinkarnasi (samsara), berada di puncak, mahatahu, menetap di sana selamanya, dan dikenal sebagai siddha. Di Jainisme, ini diyakini sebagai tahap melampaui pencerahan dan kesempurnaan etika, kata Paul Dundas, karena mereka dapat melakukan aktivitas fisik dan mental seperti mengajar, tanpa menimbulkan karma yang mengarah pada reinkarnasi.
Tradisi Jaina percaya bahwa ''Abhavya'' (tidak mampu), atau golongan jiwa yang tidak pernah bisa mencapai ''moksa'' (pembebasan) itu ada. Keadaan jiwa ''Abhavya'' dimasuki setelah tindakan jahat yang disengaja dan mengejutkan, tetapi
Menurut Jainisme, pemurnian jiwa dan pembebasan dapat dicapai melalui jalan tiga permata: ''Samyak darśana'' (Pandangan Benar), artinya keyakinan, penerimaan kebenaran jiwa (''jīva''); ''Samyak jnana'' (
== Sikhisme ==
Konsep [[Sikh]] ''mukti ([[Aksara Gurmukhī|Gurm]]''[[Aksara Gurmukhī|ukhi]]: ਮੁਕਤੀ) serupa dengan
{{Blockquote|text=<poem>
Saya tidak menginginkan kekuatan duniawi maupun kebebasan.
Aku tidak menginginkan apa pun selain melihat Tuhan.
[[Brahma]], [[Shiva]],
Aku hanya mencari Visi Terberkahi dari Tuhanku dan Darshan Guruku.
Aku datang, tanpa daya, ke PintuMu, ya Tuhan Yang Maha Esa;
Baris 175 ⟶ 206:
pikiranku berkembang dalam kegembiraan.
</poem>|author=[[Guru Granth Sahib]]|source=P534<ref name=hssingha54/><ref>[http://www.srigurugranth.org/0534.html Guru Granth Sahib] P534, 2.3.29</ref>}}
Sikhisme merekomendasikan Naam Simran sebagai jalan menuju Mukti, yang berarti meditasi dan mengulang ''Naam'' (nama-nama Dewa).
|