Indonesia Raya (politik): Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Pinerineks (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan |
k Mengembalikan suntingan oleh 203.78.114.205 (bicara) ke revisi terakhir oleh 182.3.100.46 Tag: Pengembalian SWViewer [1.6] |
||
(18 revisi perantara oleh 9 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
[[Berkas:Greater Indonesia Locator.svg|ka|jmpl|300px|Peta Indonesia Raya, termasuk [[Indonesia]], [[Malaysia]], [[Singapura]], [[Brunei]], dan [[Timor Leste]].]]
'''Indonesia
Melayu Raya diajukan oleh para pelajar dan alumni Universitas Pendidikan Sultan Idris, [[Malaya Britania]], pada tahun 1920-an, dan kemudian gagasan yang sama yang disebut Indonesia Raya diajukan oleh para tokoh [[politik Indonesia]] dari [[Sumatra]] dan [[Jawa]], seperti [[Muhammad
Nama ''Melayu Raya'' umumnya digunakan oleh orang [[Masyarakat Melayu di Malaysia|Melayu Malaysia]], sedangkan [[orang Indonesia]] menyebutnya ''Indonesia Raya''. Meskipun demikian, orang
== Pertumbuhan gagasan
Pada akhir dekade 1920-an gagasan membentuk negara kebangsaan yang merdeka dan berdaulat tumbuh di antara rakyat koloni Hindia Belanda. Sementara di Semenanjung Malaya gagasan untuk membentuk Melayu Raya diajukan, di Hindia Belanda tokoh pemuda pergerakan nasional lebih memusatkan perhatian pada gagasan untuk menyusun negara kebangsaan Indonesia sebagai pewaris Hindia Belanda jika kelak menjadi negara merdeka. Pada tahun 1928 dicetuskanlah [[Sumpah Pemuda]] yang bertujuan mempersatukan bangsa Indonesia dalam satu tanah air, satu bangsa, dan menjunjung bahasa persatuan.<ref>
Kelompok nasionalis Melayu; [[Kesatuan Melayu Muda]], yang didirikan oleh [[Ibrahim Yaakob]] pada tahun 1938, adalah salah satu organisasi yang secara tegas menganut gagasan ini sebagai cita-cita perjuangannya.<ref>Page 208-209 ''Kurikulum Bersepadu Sekolah Menengah Sejarah Tingkatan 2.'' Zainal Abidin bin Abdul Wahid; Khoo, Kay Kim; Muhd Yusof bin Ibrahim; Singh, D.S. Ranjit (1994). [[Dewan Bahasa dan Pustaka]]. ISBN 983-62-1009-1</ref>
Baris 17:
Pada saat [[Perang Dunia II]] para pendukung gagasan Indonesia Raya atau Melayu Raya bekerja sama dengan kekuatan tentara [[Pendudukan Jepang di Indonesia|pendudukan Jepang]] untuk melawan Inggris dan Belanda.<ref name="Graham">{{cite paper
| first = Brown
| last =
| title = The Formation and Management of Political Identities: Indonesia and Malaysia Compared
| publisher = Centre for Research on Inequality, Human Security
Baris 24:
| url = http://www.crise.ox.ac.uk/pubs/workingpaper10.pdf
| format =
| accessdate =
| = http://www.crise.ox.ac.uk/pubs/workingpaper10.pdf
}} {{Cite web |url=http://www.crise.ox.ac.uk/pubs/workingpaper10.pdf |title=Salinan arsip |access-date=2011-10-02 |archive-date=2012-02-10 |archive-url=https://web.archive.org/web/20120210163849/http://www.crise.ox.ac.uk/pubs/workingpaper10.pdf |dead-url=yes }}</ref>
Sikap bekerja sama ini didasari dengan harapan bahwa Jepang akan mempersatukan Hindia Belanda, Malaya dan Borneo dan kemudian memberikan kemerdekaan.<ref name="Graham" /> Dipahami bahwa dengan bersatunya wilayah koloni Eropa ini dalam suatu wilayah pendudukan Jepang, maka pembentukan sebuah kesatuan negara Indonesia Raya atau Melayu Raya dimungkinkan.<ref name="Graham" /> Pada bulan Juli 1945 dibentuk KRIS (Kesatuan Rakyat Indonesia Semenanjung), yang kelak diubah menjadi "Kekuatan Rakyat Indonesia Istimewa" di bawah pimpinan [[Ibrahim Yaakob|Datuk Ibrahim Yaakob]] dan Dr. Burhanuddin Al-Hemy dengan tujuan mencapai kemerdekaan dari Britania Raya, dan persatuan dengan Indonesia. Rencana ini sudah dirundingkan dengan [[Soekarno|Sukarno]] dan [[Mohammad Hatta|Hatta]].<ref name="Reinventing Indonesia">[http://books.google.co.id/books?id=Hqf1kaxuL3MC&pg=PA72&lpg=PA72&dq=Sukarno+cita-cita+Indonesia+Raya&source=bl&ots=WAQpzYUb35&sig=7b1WEfACi0_fC4CZo37lES4jPFI&hl=id&ei=SNaJTqyjL6W4iQfJtaHGAQ&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=6&ved=0CDkQ6AEwBQ#v=onepage&q&f=false Reinventing Indonesia: menemukan kembali masa depan bangsa]</ref>
Baris 37 ⟶ 39:
== Konfrontasi dan Indonesia Raya ==
[[Berkas:Indonesian Archipelago and Students.JPG|jmpl|ka|300px|Peta kepulauan [[Nusantara]] berlapis emas di Ruang Kemerdekaan [[Monas]], Jakarta. Jika diperhatikan dengan saksama peta ini memasukkan wilayah Kalimantan Utara (Sabah, Serawak dan Brunei) serta Timor Timur ke dalam wilayah Indonesia Raya yang dicita-citakan Sukarno.]]
Pada akhir dasawarsa 1950-an, [[Soekarno|Sukarno]] secara tegas menolak pembentukan negara Malaysia oleh Britania Raya yang mencakup [[Semenanjung Malaya]] dan [[Borneo Utara]]. Sikap politik ini mengarah kepada [[Konfrontasi Indonesia-Malaysia]] pada awal dasawarsa 1960-an berupa peperangan skala kecil yang tidak diumumkan secara resmi. Sukarno menuding bahwa negara Malaysia adalah negara boneka bentukan Inggris yang ingin membentuk kolonialisme dan imperialisme baru di Asia Tenggara dan mengepung Indonesia. Akan tetapi analisis lain menduga bahwa peperangan ini sesungguhnya merupakan ambisi Sukarno yang hendak mempersatukan Semenanjung Malaya dan seluruh pulau [[Kalimantan]] ke dalam wilayah Indonesia untuk menggenapi wilayah kebangsaan yang lebih luas yaitu "Indonesia Raya". Selain Indonesia, Filifina juga menolak berdirinya Negara Federasi Malaysia<ref name='all'>https://www.kompas.com/stori/read/2021/04/19/193635679/konfrontasi-indonesia-malaysia-penyebab-perkembangan-dan-akhirnya?page=all</ref>.
Menjelang akhir 1965, kekuasaan Sukarno runtuh dan Jendral [[Suharto]] mengambil alih kekuasaan di Indonesia setelah berlangsungnya [[G30S/PKI]]. Karena konflik domestik ini, keinginan Indonesia untuk meneruskan perang dengan Malaysia menjadi berkurang dan peperangan pun mereda. Pada 28 Mei 1966 di sebuah konferensi di [[Bangkok]], Pemerintah [[Malaysia]] dan pemerintah [[Indonesia]] mengumumkan penyelesaian konflik. Kekerasan berakhir bulan Juni, dan perjanjian perdamaian ditandatangani pada 11 Agustus dan diresmikan dua hari kemudian. Dengan perjanjian damai ini maka Indonesia dan Malaysia resmi menjadi dua entitas negara bangsa yang terpisah dengan saling mengakui keberadaan dan kedaulatan masing-masing.
Baris 43 ⟶ 45:
Setelah perjanjian perdamaian dengan Malaysia, Indonesia disibukkan dengan masalah dalam negerinya yakni berusaha membangun ekonomi sambil menjaga persatuan negara yang sangat majemuk, akibatnya pada era pemerintahan Suharto untuk menjamin stabilitas dan demi persatuan maka kebebasan dan demokrasi dikorbankan. Indonesia pada tahun 1975 sempat menguasai bekas koloni [[Portugal]] [[Timor Timur]] hingga akhirnya merdeka tahun 2002 sebagai [[Timor Leste]], dan kemudian didera berbagai masalah seperti krisis ekonomi, separatisme di [[Aceh]] dan [[Papua]], hingga masalah [[terorisme]]. Indonesia akhirnya lebih tertarik dan memusatkan perhatiannya untuk "menjadi Indonesia" dengan membangun karakter bangsa dan berupaya mendefinisikan dirinya sebagai negara-bangsa yang majemuk ber-[[Bhinneka Tunggal Ika]] berdasarkan [[Pancasila]] dan bersatu dengan wilayah membentang dari Sabang sampai Merauke.<ref>[http://www.setneg.go.id/index.php?Itemid=222&id=2800&option=com_content&task=view Sekretariat Negara]</ref> Sebagai negara terbesar di [[Asia Tenggara]], Indonesia cenderung cukup puas menyalurkan hasrat, kekuatan, dan ambisi politik regionalnya dalam bentuk sikap kepemimpinan di antara negara [[ASEAN]].
Sementara Malaysia tengah bergulat dalam upaya pembentukan negaranya dan menghadapi masalah dalam hubungan antar-ras, terutama antara mayoritas etnis Melayu dengan minoritas [[Tionghoa|etnis Tionghoa]] dan [[Suku Tamil|Tamil Hindu]] hingga sekarang.<ref>
Pada tanggal 28 September 1966, Indonesia kembali menjadi anggota PBB yang diikuti dengan semakin eratnya hubungan Indonesia dengan Malaysia<ref name='all'/>.
== Referensi ==
|