Hutan adat: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Hanamanteo (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
 
(30 revisi perantara oleh 13 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
'''Hutan adat''' merupakan hutan yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat. Hutan adat dikelola oleh masyarakat secara turun menurun bermukim di wilayah geografis tertentu karena adanya ikatan asal-usul leluhur, adanya hubungan yang kuat dengan lingkungan hidup, serta adanya sistem nilai yang menetukan pranata ekonomi, politik, sosial dan hukum.<ref>{{Cite web|date=2018-10-25|title=Mengenal Hutan Adat – Pokja Percepatan Perhutanan Sosial Sumatera Selatan|url=http://pokjapps.dishut.sumselprov.go.id/2018/10/25/mengenal-hutan-adat/|language=id-ID|access-date=2023-10-27}}</ref> Dalam Undang–undang Kehutanan Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan Putusan [[Mahkamah Konstitusi]] Nomor 35 Tahun 2012 telah memberikan pengertian mengenai Hutan Adat yaitu "hutan yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat". Hutan adat merupakan salah satu dari 5 skema perhutanan sosial.<ref>{{Cite web|title=Perhutanan Sosial|url=https://pkps.menlhk.go.id/tentang|website=pkps.menlhk.go.id|access-date=2023-10-27}}</ref>
 
Dalam Buku Hutan Adat Wujud Masyarakat Berdaulat Bangsa Bermartabat yang ditulis oleh Yuli Prasetyo Nugroho dkk. adalah sebuah sejarah baru dalam pengelolaan Hutan di Indonesia yang ditandai dengan adanya penyerahan SK Hutan Adat di Istana pada tanggal 30 Desember 2016. Hutan Adat adalah bagian penting dari upaya perlindungan terhadap masyarakat hukum adat di Indonesia tidak saja hanya hutan adatnya tetapi juga kearifan local sekaligus juga jati diri keindonesiaan yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa.<ref name="UU41_1999pdf">{{Cite web |url=http://prokum.esdm.go.id/uu/1999/uu-41-1999.pdf |title=Undang-undang RI nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan |access-date=2015-01-08 |archive-date=2015-04-20 |archive-url=https://web.archive.org/web/20150420165230/http://prokum.esdm.go.id/uu/1999/uu-41-1999.pdf |dead-url=yes }}</ref><ref name="UU41_1999googledoc">[https://docs.google.com/file/d/0BwU82A_-zhEFUFBrTml2RHRnSFU/edit?pli=1 UU 41 tahun 1999 - Google Doc]</ref><ref name="mk">[http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/putusan/ Mahkamah Konstitusi - Putusan_sidang]</ref>
{{tidak memenuhi kriteria kelayakan|d=30|m=12|y=2014|i=14|ket=|kat=Y}}
'''Hutan adat''' bagi sebagian masyarakat hukum adat Indonesia merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan. Dalam Undang – Undang Kehutanan Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan Putusan Mk Nomor 35 Tahun 2012 telah memberikan pengertian mengenai Hutan Adat yaitu : hutan yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat.
 
Sepanjang tahun 2022, Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah menetapkan SK Hutan Adat sebanyak 105 SK Hutan Adat dengan luas 148.488.<ref name=":0">{{Cite web|last=PANDU|first=PRADIPTA|date=2023-01-17|title=Penetapan Hutan Adat Sepanjang 2022 Dinilai Masih Rendah|url=https://www.kompas.id/baca/humaniora/2023/01/17/penetapan-hutan-adat-sepanjang-2022-dinilai-masih-rendah|website=kompas.id|language=id|access-date=2023-10-27}}</ref> Capaian ini penetapan hutan adat ini masih sangat rendah dari luas wilayah adat yang telah diregistrasi Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA). Hingga Desember 2022, BRWA telah melakukan registrasi sebanyak 1.167 peta wilayah adat dengan luas mencapai 21,3 juta hektar yang mencakup wilayah adat di 29 provinsi dan 142 kabupaten/kota.<ref name=":0" /> Hal ini disebabkan oleh terhalang syarat oleh Perda Pengakuan Masyarakat Hukum Adat. Pengakuan Hutan Adat belum bisa dikeluarkan oleh KLHK apabila masyarakat adat belum memiliki Perda Pengakuan MHA di tempatnya.<ref>{{Cite book|last=Arif|first=Ahmad|date=2021|url=https://books.google.co.id/books/about/Masyarakat_Adat_Kedaulatan_Pangan.html?hl=id&id=uyAZEAAAQBAJ&redir_esc=y|title=Masyarakat Adat dan Kedaulatan Pangan|location=Jakarta|publisher=Kepustakaan Populer Gramedia|page=30|pages=9786024814809|url-status=live}}</ref>
'''Penelitian Van Vollenhoven'''
Seorang peneliti adat Belanda Van Vollenhoven membagian wilayah masyarakat hukum adat di Indonesia menurut Van Vollenhoven terdapat 19 wilayah hukum adat yaitu : (1) Aceh, (2) Gayo, Alas, Batak dan Nias, (3) Minangkabau, Mentawai, (4) Sumatera Selatan, Enggano, (5) Melayu, (6) Bangka, Belitung, (7) Kalimantan, (8) Minahasa, (9) Gorontalo, (10) Toraja, (11) Sulawesi Selatan, (12) Kepulauan Ternate, (13) Maluku, (14) Irian Barat, (15) Kepulauan Timor, (16) Bali, Lombok, (17) Jawa Tengah, Jawa Timur, Madura, (18) Solo, Yogyakarta, (19) Jawa Barat, Jakarta.
Dari penelitian Van Vollenhoven tersebut, terbukti bahwa masyarakat adat di Indonesia sudah ada dan benar-benar hidup sebelum Indonesia Merdeka.
 
== Lihat pula ==
'''Pengertian sarjana'''.
* [[Hutan hujan]]
Menurut rumusan Ter Haar masyarakat hukum adat adalah kelompok masyarakat yang teratur, menetap disuatu daerah tertentu, mempunyai kekuasaan sendiri, dan mempunyai kekayaan sendiri baik berupa benda yang terlihat maupaun tidak terlihat,dimana para anggota kesatuan masing - masing mengalami kehidupan dalam masyarakat sebagai hal yang wajar menurut kodrat alam dan tidak seorangpun diantara para anggota itu mempunyai pikiran atau kecenderungan untuk membubarkan ikatan yang telah tumbuh itu atau meninggalkannya dalam arti melepaskan diri dari ikatan itu untuk selama-lamanya.
* [[Hutan hujan tropika]]
* [[Hutan kerangas]]
* [[Hutan lindung]]
* [[Hutan musim]]
* [[Hutan rakyat]]
* [[Hutan tanaman industri]]
* [[Kawasan hutan]]
* [[Hutan larangan]]
 
== Referensi ==
'''Putusan Mahkamah Konstitusi'''
{{reflist}}
Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012 (MK 35) yang dibacakan pada 16 Mei 2013 telah memberikan jaminan hukum akan eksitensi Hutan Adat di Indonesia. Bunyi putusan tersebut :
{{refbegin|1}}
1.Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian;
{{cite book|title=Hutan Adat Wujud Rakyat Berdaulat Bangsa Bermartabat|last=Nugroho|first=Yuli Prasetyo|publisher=Direktorat Penanganan Konflik Tenurial dan Hutan Adat, Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan|year=2017|location=|ref={{sfnref|Nugroho|2017}}|url-status=live}}
 
== Pranala luar ==
1.1.Kata ―negara dalam Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
* [http://www.dephut.go.id/ Situs Departemen Kehutanan RI] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20090506231018/http://www.dephut.go.id/ |date=2009-05-06 }}
* [http://huma.or.id/wp-content/uploads/2014/02/UU_No_41_Tahun_1999.pdf Teks UU Nomor 41 tahun 1999 pada situs Huma] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20160305174645/http://huma.or.id/wp-content/uploads/2014/02/UU_No_41_Tahun_1999.pdf |date=2016-03-05 }}
* [http://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/254/nprt/572/uu-no-41-tahun-1999-kehutanan Keterangan mengenai UU No. 41 tahun 1999 pada situs Hukum online]
* [http://www.bkprn.org/peraturan/the_file/UU_no_19_th_2004.pdf Undang-undang nomor 19 tahun 2004]
 
{{Authority control}}
1.2.Kata ―negara dalam Pasal 1 angka 6 Undang - Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sehingga Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dimaksud menjadi “Hutan adat adalah hutan yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat”;
 
[[Kategori:Hutan]]
1.3.Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai “penguasaan hutan oleh negara tetap memperhatikan hak masyarakat hukum adat, sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang;
 
1.4.Pasal 4 ayat (3) Undang - Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) Tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “penguasaan hutan oleh negara tetap memperhatikan hak masyarakat hukum adat, sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang :
 
{{hutan-stub}}
1.5.Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai “Hutan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, tidak termasuk hutan adat”;
{{Indonesia-stub}}
 
1.6.Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 41Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Hutan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, tidak termasuk hutan adat”;
 
 
1.7.Penjelasan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
 
 
1.8.Penjelasan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888 ) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
 
1.9.Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;187
 
1.10.Pasal 5 ayat (2)Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
 
1.11.Frasa “dan ayat (2)” dalam Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 omor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
 
 
1.12.Frasa “dan ayat (2)” dalam Pasal 5 ayat (3) Undang -Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sehingga Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dimaksud menjadi “Pemerintah menetapkan status hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1);dan hutan adat ditetapkan sepanjang menurut kenyataannya masyarakat hukum adat yang bersangkutan masih ada dan diakui keberadaannya”;