Ki Ageng Enis: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Re. suhendar (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Mosmota (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
 
(72 revisi perantara oleh 18 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Infobox person
[[Berkas:Ki Ageng Ngenis.jpg|thumb|right|250px|Makam Ki Ageng Enis Sumber [https://sabdalangit.wordpress.com/2008/10/14/77/]]]
| pre-nominals = Ki Ageng
| name = Enis
| post-nominals = {{jav|ꦲꦺꦤꦶꦱ꧀}}
| image =
| caption =
| predecessor before= [[Ki Ageng Sela]] |
| successor = [[Ki Ageng Pamanahan]]
| birth_name = Bagus Anis
| death_date =
| resting_place = Pasarean Laweyan
| residence = [[Laweyan, Surakarta|Laweyan]]
| other_names = Ki Ageng Laweyan
| occupation =
| era = [[Kerajaan Demak|Demak]]
| spouse = Nyai Ageng Enis
| father = [[Ki Ageng Sela]]
| mother = Nyai Bicak / Nyai Ageng Sela
}}
 
'''Ki Ageng Enis''' atau '''Ki Ageng Laweyan''' adalah seorang tokoh dari [[Selo, Tawangharjo, Grobogan|Sela]] yang hijrah ke Pengging. Ia dikenal dengan sebutan Ki Ageng Laweyan, karena bertempat tinggal di Laweyan. Selama hidup di Laweyan ia pernah menjadi guru spiritual Jaka Tingkir saat belum naik takhta menjadi sultan Pajang atau masih bernama Mas Karebet. Kemudian ia mengabdi kepada [[Sultan Adiwijaya]] setelah Kesultanan Pajang berdiri, sebagai sesepuh dan orang penting di Pajang.
'''Ki Ageng Enis''' adalah putra [[Ki_Ageng_Sela|Ki Ageng Sela]]. Ki Ageng Enis berputra [[Ki_Ageng_Pamanahan|Ki Ageng Pemanahan]] dan Ki Ageng Pemanahan berputra [[Panembahan Senopati|Sutawijaya atau Mas Ngabehi Loring Pasar atau Senapati]] pendiri kerajaan Mataram Islam
 
Ki Ageng Enis merupakan putra [[Ki Ageng Sela]]. Keluarga besarnya berasal dari Sela, Kecamatan Tawangharjo, yang terletak kurang lebih berjarak 13 km sebelah timur dari Kota Purwodadi, Ibukota Kabupaten Grobogan. Wilayah Sela masuk dalam administratif [[Kabupaten Grobogan]].
Dalam sejarah [[Pajang]], Pemanahan dan Sutawijaya bersama-sama dengan Ki Juru Martani dan Ki Panjawi, sangat berjasa kepada Sultan Pajang Hadiwijaya (Jaka Tingkir atau Mas Karebet) sebab dapat membunuh Arya Panangsang, musuhnya dari Jipang. Selanjutnya atas jasa tersebut, Sultan Hadiwijaya memberi anugerah tanah Pati kepada Ki Panjawi, dan tanah Mataram kepeda Ki Ageng Pamanahan. Sedang kepada Ki Ageng Enis dianugerahi tanah perdikan di Laweyan.[2] Karena ketaatan para kawulanya, Ki Ageng Enis mendapatkan sebutan Ki Ageng Luwih, makamnya di Astana Lawiyan. Istilah Lawiyan berasal dari kata Luwih (sakti) dari Ki Ageng Enis tersebut.
 
== Asal usul ==
Ki Ageng Enis adalah putra bungsu [[Ki Ageng Sela]] dengan Nyai Bicak (Nyai Ageng Sela) putri Sunan Ngerang. Ia memiliki enam saudara, di mana semua saudaranya adalah perempuan, yaitu: Nyai Ageng Lurung Tengah, Nyai Ageng Saba, Nyai Ageng Bangsri, Nyai Ageng Jati, Nyai Ageng Patanen dan Nyai Ageng Pakisdadu.
 
Ki PamanahanAgeng adalahEnis putramenikah Kidengan Nyai Ageng HenisEnis, putradan berputra [[Ki Ageng SelaPamanahan]]. IaPutranya itu kemudian menikah dengan sepupunya sendiri, yaitu '''Nyai Sabinah''', putri (Nyai Ageng SabaPamanahan). (kakakDari perempuanhasil pernikahan mereka, Ki Ageng Henis).Enis dikaruniai seorang cucu yang dalam perjalanan kariernya menjadi raja pertama Mataram, bergelar [[Panembahan Senapati]].
 
Ki Pamanahan dan adik angkatnya, yang bernama Ki Penjawi, mengabdi pada [[Hadiwijaya]] bupati [[Pajang]] yang juga murid [[Ki Ageng Sela]]. Keduanya dianggap ''kakak'' oleh raja dan dijadikan sebagai lurah wiratamtama di [[Pajang]].
 
== Peran awal ==
Pengging dahulu dikenal sebagai peradaban [[Hindu]], masuknya [[Islam]] di tanah Pengging tidak luput dari peran serta Ki Ageng Enis. Laweyan yang saat itu merupakan wilayah kekuasaan Kadipaten Pengging (sebelum Pajang) masyarakat di sekitarnya masih menganut Hinduisme. Ki Ageng Beluk, teman Ki Ageng Enis, dikenal sebagai tokoh yang berpengaruh bagi masyarakat Laweyan. Ki Ageng Beluk seorang penganut agama Hindu, namun karena dakwah yang dilakukan oleh Ki Ageng Enis di Laweyan, membuat Ki Ageng Beluk tertarik memeluk agama Islam. Ki Ageng Beluk kemudian menyarankan bangunan pura Hindu miliknya kepada Ki Ageng Enis untuk dibangun menjadi sebuah masjid. Sejak saat itu Ki Ageng Enis mulai bermukim di desa Laweyan pada tahun 1546, tepatnya di sebelah utara pasar Laweyan (sekarang Kampung Lor Pasar Mati).
Sepeninggal [[Sultan Trenggana]] tahun 1546, [[Kesultanan Demak]] mengalami perpecahan akibat perebutan takhta. Putra Sultan yang naik takhta bergelar [[Sunan Prawata]] tewas dibunuh sepupunya sendiri, yaitu [[Arya Penangsang]], bupati Jipang.
 
Pada akhir hayatnya Ki Ageng Enis meninggal dan dimakamkan di ''Pasarean Laweyan''. Rumah tempat tinggal Ki Ageng Enis kemudian ditempati oleh cucunya yang bernama Danang Sutawijaya. Kemudian Sutawijaya lebih dikenal dengan sebutan Raden Ngabehi Saloring Pasar, Sutawijaya pindah ke hutan Mentaok dan dalam perjalanannya kemudian mendirikan kerajaan Mataram Islam dan menjadi raja pertama dengan gelar Panembahan Senapati.
[[Arya Penangsang]] yang didukung [[Sunan Kudus]] juga membunuh Pangeran Hadiri, suami [[Ratu Kalinyamat]], putri [[Sultan Trenggana]]. Sejak itu, [[Ratu Kalinyamat]] memilih hidup bertapa di Gunung Danaraja menunggu kematian [[Arya Penangsang]] bupati Jipang.
 
[[Arya Penangsang]] ganti mengirim utusan untuk membunuh [[Hadiwijaya]] di [[Pajang]] tapi gagal. [[Sunan Kudus]] pura-pura mengundang keduanya untuk berdamai. [[Hadiwijaya]] datang ke [[Kudus]] dikawal Ki Pamanahan. Pada kesempatan itu, Ki Pamanahan berhasil menyelamatkan [[Hadiwijaya]] dari kursi jebakan yang sudah dipersiapkan [[Sunan Kudus]].
 
Dalam perjalanan pulang, [[Hadiwijaya]] singgah ke Gunung Danaraja. Ki Pamanahan bekerja sama dengan [[Ratu Kalinyamat]] membujuk [[Hadiwijaya]] supaya bersedia menghadapi [[Arya Penangsang]]. Sebagai hadiah, [[Ratu Kalinyamat]] memberikan cincin pusakanya kepada Ki Pamanahan.
 
== Melawan Arya Penangsang ==
[[Hadiwijaya]] segan memerangi [[Arya Penangsang]] karena masih sama-sama anggota keluarga [[Kesultanan Demak]]. Maka, ia pun mengumumkan sayembara, barang siapa bisa membunuh [[Arya Penangsang]] akan mendapatkan hadiah tanah [[Mataram]] dan [[Pati]].
 
Ki Pamanahan dan Ki Penjawi mengikuti sayembara atas desakan [[Ki Juru Martani]] (kakak ipar Ki Pamanahan). Putra Ki Pamanahan yang juga anak angkat [[Hadiwijaya]], bernama [[Sutawijaya]] ikut serta. [[Hadiwijaya]] tidak tega sehingga memberikan pasukan [[Pajang]] untuk melindungi [[Sutawijaya]].
 
Perang antara pasukan Ki Pamanahan dan [[Arya Penangsang]] terjadi di dekat Bengawan Sore. Berkat siasat cerdik yang disusun [[Ki Juru Martani]], [[Arya Penangsang]] tewas di tangan [[Sutawijaya]].
 
[[Ki Juru Martani]] menyampaikan laporan palsu kepada [[Hadiwijaya]] bahwa [[Arya Penangsang]] mati dibunuh Ki Pamanahan dan Ki Penjawi. Apabila yang disampaikan adalah berita sebenarnya, maka dapat dipastikan [[Hadiwijaya]] akan lupa memberi hadiah sayembara mengingat [[Sutawijaya]] adalah anak angkatnya.
 
== Membuka Mataram ==
[[Hadiwijaya]] memberikan hadiah berupa tanah [[Mataram]] dan [[Pati]]. Ki Pamanahan yang merasa lebih tua mengalah memilih [[Mataram]] yang masih berupa hutan lebat, sedangkan Ki Penjawi mandapat daerah [[Pati]] yang saat itu sudah berwujud kota.
 
Bumi [[Mataram]] adalah bekas kerajaan kuno yang runtuh tahun 929. Seiring berjalannya waktu, daerah ini semakin sepi sampai akhirnya tertutup hutan lebat. Masyarakat menyebut hutan yang menutupi [[Mataram]] dengan nama [[Alas Mentaok]].
 
Setelah kematian [[Arya Penangsang]] tahun 1549, [[Hadiwijaya]] dilantik menjadi raja baru penerus [[Kesultanan Demak]]. Pusat kerajaan dipindah ke [[Pajang]], di daerah pedalaman. Pada acara pelantikan, [[Sunan Prapen]] cucu ([[Sunan Giri]]) meramalkan kelak di daerah [[Mataram]] akan berdiri sebuah kerajaan yang lebih besar dari pada [[Pajang]].
 
Ramalan tersebut membuat [[Sultan Hadiwijaya]] resah. Sehingga penyerahan Alas Mentaok kepada Ki Pamanahan ditunda-tunda sampai tahun 1556. Hal ini diketahui oleh [[Sunan Kalijaga]], guru mereka. Keduanya pun dipertemukan. Dengan disaksikan [[Sunan Kalijaga]], Ki Pamanahan bersumpah akan selalu setia kepada [[Sultan Hadiwijaya]].
 
Maka sejak tahun 1556 itu, Ki Pamanahan sekeluarga, termasuk [[Ki Juru Martani]], pindah ke [[Hutan Mentaok]], yang kemudian dibuka menjadi desa [[Mataram]]. Ki Pamanahan menjadi kepala desa pertama bergelar Ki Ageng Mataram. Adapun status desa [[Mataram]] adalah desa perdikan atau daerah bebas pajak, di mana Ki Ageng Mataram hanya punya kewajiban menghadap saja.
 
''[[Babad Tanah Jawi]]'' juga mengisahkan keistimewaan lain yang dimiliki Ki Ageng Pamanahan selaku leluhur raja-raja [[Mataram]]. Konon, sesudah membuka desa [[Mataram]], Ki Pamanahan pergi mengunjungi sahabatnya di desa Giring. Pada saat itu Ki Ageng Giring baru saja mendapatkan buah kelapa muda bertuah yang jika diminum airnya sampai habis, si peminum akan menurunkan raja-raja [[Jawa]].
 
Ki Pamanahan tiba di rumah Ki Ageng Giring dalam keadaan haus. Ia langsung menuju dapur dan menemukan kelapa muda ajaib itu. Dalam sekali teguk, Ki Pamanahan menghabiskan airnya. Ki Giring tiba di rumah sehabis mandi di sungai. Ia kecewa karena tidak jadi meminum air kelapa bertuah tersebut. Namun, akhirnya Ki Ageng Giring pasrah pada takdir bahwa Ki Ageng Pamanahan yang dipilih [[Tuhan]] untuk menurunkan raja-raja [[pulau Jawa]].
 
Ki Ageng Pamanahan memimpin desa [[Mataram]] sampai meninggal tahun 1584. Ia digantikan putranya, yaitu [[Sutawijaya]] sebagai pemimpin desa selanjutnya.Kelak [[Sutawijaya]] menjadi raja [[Mataram Islam]] yang pertama dengan nama [[Panembahan Senopati]].
 
== Kepustakaan ==
* ''[[Babad Tanah Jawi]]''. 2007. (terj.). Yogyakarta: Narasi
* H.J.de Graaf dan T.H. Pigeaud. 2001. ''Kerajaan Islam Pertama di Jawa''. Terj. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti
* Purwadi. (2007). ''Sejarah Raja-Raja Jawa''. Yogyakarta: Media Ilmu
 
----
[[Kategori:Tokoh Jawa]]
{{start box}}
[[Kategori:Tokoh Jawadari TengahGrobogan]]
{{succession box |
before=[[Ki Ageng Sela]] |
title=[[Pendiri Kesultanan Mataram]] |
years=1558-1588 |
after=[[Ki_Ageng_Pamanahan|Ki Ageng Pemanahan]]
}}
{{end box}}
----
[[Kategori:Sunan Surakarta]]
[[Kategori:Meninggal usia 56]]
[[Kategori:Tokoh dari Surakarta]]
[[Kategori:Tokoh Jawa Tengah]]
[[Kategori:Tokoh Jawa]]
 
 
[[Kategori:Kesultanan Mataram]]
{{islam-bio-stub}}
[[Kategori:Tokoh Yogyakarta]]
[[Kategori:Tokoh Jawa]]