Etika politik: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Menambah isi dan referensi Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
k ~cite |
||
(47 revisi perantara oleh 9 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
'''Etika politik''' adalah praktik pemberian [[nilai]] terhadap tindakan [[politik]] dengan berlandaskan kepada [[etika]].<ref>{{Cite book|last=Handoyo, E., Susanti, M. H., dan Munandar, M. A.|date=2016|url=https://www.researchgate.net/profile/Eko-Handoyo-3/publication/317345960_Etika_Politik_el_Juni_2017pdf/links/5935416345851553b6f16579/Etika-Politik-el-Juni-2017pdf.pdf|title=Etika Politik|location=Semarang|publisher=Widya Karya|isbn=978-602-8517-37-9|edition=2|pages=271|url-status=live}}</ref> Etika sendiri sering disamakan dengan [[moral]]. Sebenarnya etika merupakan cabang dari [[filsafat]] yang di dalamnya mencakup [[filsafat moral]] atau pembenaran-pembenaran filosofis. Etika dan moral memiliki perbedaan dari segi perspektif dan [[esensi]] pengertiannya. Moral merupakan ajaran tentang [[perilaku]] baik dan buruk yang berperan sebagai panduan bertindak manusia. Sementara etika adalah cabang filsafat yang menyoroti, menganalisis dan mengevaluasi ajaran-ajaran tersebut, tanpa perlu mengajukan sendiri tentang ajaran yang baik dan buruk.<ref>{{Cite web|last=Prasojo|first=Aditya Bismantaka|date=30 Mei 2021|title=Pentingnya Etika dalam Sebuah Pemerintahan {{!}} DETaK Unsyiah|url=https://detak-unsyiah.com/opini/pentingnya-etika-dalam-sebuah-pemerintahan|website=DETaK unsyiah.com|language=id-ID|access-date=29 Desember 2021|archive-date=2021-12-29|archive-url=https://web.archive.org/web/20211229044543/https://detak-unsyiah.com/opini/pentingnya-etika-dalam-sebuah-pemerintahan|dead-url=yes}}</ref>
== Tujuan ==
Etika politik bertujuan untuk mempertahankan prinsip-prinsip moral yang digunakan untuk mengatur politik di dalam [[masyarakat]]. Tujuan etika politik berkaitan dengan cara pertanggungjawaban [[politikus]] terhadap tindakan politiknya dan [[legitimasi]] moral. Etika politik juga bertujuan memberikan aturan-aturan dalam pemberian pengakuan wewenang agar tetap sesuai dengan kehidupan masyarakat.<ref>{{Cite journal|last=Dwihantoro|first=Prihatin|date=2013|title=Etika dan Kejujuran dalam Berpolitik|url=https://ejournal.undip.ac.id/index.php/politika/article/download/7774/6369|journal=Politika|volume=4|issue=2|pages=13}}</ref>
== Urgensi etika politik ==▼
Etika adalah nilai-nilai moral yang menjadi pedoman bagi manusia dalam menentukan mana yang baik dan buruk. Dalam konteks perpolitikan masa kini, etika merupakan pedoman bagi para politikus dan penyelenggara negara untuk melakukan hal-hal yang baik dan menjauhi yang buruk. Etika politik juga dapat dijadikan sarana untuk merefleksikan kualitas moral para politikus dan penyelenggara negara. Dengan demikian, [[pemerintah]] dan politikus dapat menciptakan program kebijakan yang berpihak pada rakyat demi mencapai kesejahteraan bersama. Selain itu, etika politik perlu dimiliki oleh pemerintah dan politikus agar terhindar dari sikap mementingkan diri sendiri dan kelompoknya.<ref>{{Cite web|last=Mantero|first=Rikardus|date=21 Desember 2020|title=Urgensi Etika dalam Politik Masa Kini|url=https://thecolumnist.id/artikel/urgensi-etika-dalam-politik-masa-kini-1378|website=The Columnist|language=id|access-date=29 Desember 2021}}</ref><ref>{{Cite web|last=Gusti|date=16 Mei 2013|title=Penyelenggara Negara Cenderung Abaikan Moral dan Etika politik|url=https://www.ugm.ac.id/id/berita/7756-penyelenggara-negara-cenderung-abaikan-moral-dan-etika-politik|website=ugm.ac.id|access-date=29 Desember 2021}}</ref>
== Dimensi etika politik ==▼
Dalam sudut pandang etika politik, dimensi politis manusia dapat dilihat berdasarkan tiga hal, yaitu [[manusia]] sebagai makhluk sosial, dimensi kesosialan dan dimensi politis kehidupan manusia.<ref name=":1" />
Manusia sebagai makhluk sosial diejawantahkan dalam bentuk kesepadanan dalam kebebasan bertindak menurut keinginannya sendiri. Namun, tindakan ini akan lebih berarti ketika dilakukan di tengah-tengah manusia lain karena eksistensi dan perkembangan seorang manusia bergantung pada eksistensi manusia lainnya.<ref name=":1" />▼
Dimensi kesosialan dapat berarti bahwa seseorang menemukan jati dirinya ketika bersama orang lain. Sementara dimensi politis kehidupan manusia adalah fungsi pengatur kerangka kehidupan masyarakat, baik secara normatif maupun efektif.<ref name=":1" />▼
== Ruang lingkup ==
Di dalam suatu [[bangsa]], etika politik merupakan salah satu etika yang membentuk kehidupan berbangsa.<ref>{{Cite book|date=2006|url=https://www.google.co.id/books/edition/Majelis_Permusyawaratan_Rakyat_Republik/EvOeAAAAMAAJ?hl=id&gbpv=1&dq=Etika+politik&pg=PA78&printsec=frontcover|title=Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia: Sejarah, Realita, dan Dinamika|location=Jakarta|publisher=Sekretariat Jenderal Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia|editor-last=Indrawan, Y., Suherman, A., dan Andana, T.|pages=78|url-status=live}}</ref> Etika politik mengkaji tentang tanggung jawab manusia sebagai [[warga negara]] sekaligus sebagai manusia. Ruang lingkup etika politik terbatas pada [[Teori|teori-teori]] yang membahas tentang cara yang bertanggung jawab dalam kegiatan legitimasi politik. Etika politik tidak dibangun melalui [[prasangka]] dan [[emosi]] yang bersifat [[apriori]]. Prinsip pembentukan etika politik ialah [[argumentasi]] yang [[rasional]] dengan sudut pandang yang objektif. Etika politik juga tidak turut serta dalam kajian [[politik praktis]], tetapi hanya memberikan penilaian objektif terhadap permasalahan [[ideologi politik]].<ref>{{Cite book|last=Rohani|first=Edi|date=2019|url=https://www.google.co.id/books/edition/PENDIDIKAN_PANCASILA_DAN_KEWARGANEGARAAN/903uDwAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=etika+politik&pg=PA152&printsec=frontcover|title=Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan: Aktualisasi Nilai-Nilai Pancasila dan Kewarganegaraan dalam Perspektif Santri|location=Wonosobo|publisher=Gema Media|isbn=978-602-6957-87-0|editor-last=Wardani|editor-first=Ida Kusuma|pages=152-153|url-status=live}}</ref>
=== Ukuran ===
Tujuan akhir dari setiap tindakan manusia berkaitan dengan etika politik dan moral.<ref>{{Cite book|last=Sandur|first=Simplesius|date=2019|url=https://www.google.co.id/books/edition/Filsafat_Politik_dan_Hukum_Thomas_Aquina/6ngFEAAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=Etika+politik&pg=PA202&printsec=frontcover|title=Filsafat Politik dan Hukum Thomas Aquinas|location=Sleman|publisher=Penerbit PT Kanisius|isbn=978-979-21-5856-4|pages=202|url-status=live}}</ref> Ukuran yang digunakan dalam etika politik adalah [[moral]]. Peran moral adalah menentukan nilai dari suatu tindakan politik termasuk etis atau tidak etis. Suatu tindakan politik dikatakan etis ketika terdapat sikap [[toleransi]], menghargai perbedaan pendapat, dan mengutamakan [[kepentingan umum]] dibandingkan dengan kepentingan golongan atau [[egoisme]].<ref>{{Cite book|last=Kusuma|first=Mahendra|date=2020|url=https://www.google.co.id/books/edition/PERGULATAN_INTELEKTUALITAS_UNTUK_POLITIK/VHweEAAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=Etika+politik&printsec=frontcover|title=Pergulatan Intelektual untuk Politik dan Demokrasi|location=Palembang|publisher=Bening Media Publishing|isbn=978-623-95571-6-4|pages=114|url-status=live}}</ref>
=== Prinsip ===
==== Subsidiaritas ====
Prinsip subsidiaritas merupakan salah satu prinsip etika politik yang mengharuskan segala urusan politik untuk dikelola oleh kekuasaan politik yang lebih rendah. Kekuatan politik atau pemerintah dengan kekuasaan yang lebih tinggi tidak harus ikut serta dalam menangani urusan politik. Prinsip ini umumnya diwujudkan dalam delegasi kekuasaan politik melalui [[desentralisasi]]. Tujuan dari prinsip subsidiaritas adalah pembagian kekuasaan politik. Pembagian kekuasaan ini akan mempermudah pemerintah dalam memenuhi kepentingan masyarakat khususnya pada [[pelayanan publik]].
==== Pluralisme ====
Prinsip [[pluralisme]] menandakan adanya kesediaan untuk menerima pluralitas (keberagaman), yang artinya hidup
Pluralisme sebagai salah satu prinsip dasar dari etika politik merupakan hakikat tertinggi dalam praktik [[Demokrasi|demokrasi,]] di mana [[negara]] tidak akan bersikap [[Totaliterisme|totaliter]]. Hal ini dapat dilihat dari berbagai aspek, seperti negara memberikan ruang untuk menyalurkan kekuasaannya, baik melalui [[partai politik]] maupun non partai politik. Dalam pluralisme politik, nilai demokrasi disandarkan pada keragaman kepentingan dan penyebaran kekuasaan atau biasa dikenal sebagai ''distribution of power''.<ref>{{Cite web|last=Hairunnas|date=28 Mei 2019|title=Pluralisme Politik : Dilematis dan Tantangannya|url=https://metrojambi.com/read/2019/06/03/43945/pluralisme-politik--dilematis-dan-tantangannya|website=METROJAMBI.COM|language=id-id|access-date=29 Desember 2021}}</ref>
====
Hak asasi manusia ([[Hak asasi manusia|HAM]]) adalah hak dan kebebasan dasar bagi semua orang, tanpa memandang kebangsaan, [[jenis kelamin]], [[etnis]], [[ras]], agama, [[bahasa]] atau status lainnya. HAM mencakup [[hak sipil dan politik]] (hak hidup, kebebasan berekspresi), hak sosial, budaya dan ekonomi (hak untuk berpartisipasi dalam kebudayaan, hak atas pangan, hak atas pendidikan dan pekerjaan yang layak).<ref>{{Cite web|last=Admin|date=17 September 2020|title=Hak asasi manusia (HAM) adalah hak dan kebebasan fundamenta|url=https://hukum.uma.ac.id/2020/09/17/apa-itu-hak-asasi-manusia/|website=FAKULTAS HUKUM {{!}} Inovatif, Berkepribadian dan Mandiri|language=en-US|access-date=3 Januari 2022}}</ref>
Prinsip HAM dalam etika politik juga berkaitan erat dengan partisipasi politik atau hak untuk berpartisipasi dalam urusan publik yang memiliki empat dimensi, yaitu partisipasi dalam [[Pemilihan umum|pemilu]], partisipasi dalam konteks nonpemilu, hak untuk berpartisipasi dalam urusan publik di tingkat internasional, [[Teknologi Informasi dan Komunikasi|teknologi informasi dan komunikasi]] untuk memperkuat partisipasi yang setara dan bermakna.<ref>{{Cite web|last=Latuharhary|first=Kabar|date=9 Februari 2021|title=Komnas HAM Soroti Ketimpangan Partisipasi Politik|url=https://www.komnasham.go.id/index.php/news/2021/2/9/1665/komnas-ham-soroti-ketimpangan-partisipasi-politik.html|website=Komisi Nasional Hak Asasi Manusia - KOMNAS HAM|language=id|access-date=29 Desember 2021}}</ref>
==== Demokrasi ====
Sesuai definisinya, prinsip [[demokrasi]] memungkinkan seluruh rakyat di suatu negara ikut berpartisipasi dalam memerintah tetapi melalui lembaga atau perantaraan wakilnya. Prinsip demokrasi juga berarti mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua warga negara.<ref>{{Cite web|last=Aditya|first=Rifan|date=7 Oktober 2021|title=Pengertian Demokrasi Menurut Para Ahli: Abraham Lincoln hingga Montesqieu|url=https://www.suara.com/news/2021/10/07/140907/pengertian-demokrasi-menurut-para-ahli-abraham-lincoln-hingga-montesqieu|website=suara.com|language=id|access-date=23 Januari 2022}}</ref>
==== Keadilan sosial ====
Negara yang mampu menumbuhkan kepercayaan rakyat dan mewujudkan [[keadilan sosial]] dalam kehidupan berbangsa dan bernegara akan menumbuhkan etika sosial politik yang kuat pula. Tanpa adanya keadilan sosial, negara akan mengalami krisis kepercayaan publik dan bisa berkembang menjadi krisis lainnya.<ref>{{Cite web|last=|first=|date=18 Oktober 2017|editor-last=Makhya|editor-first=Syarief|title=Etika Sosial Politik dan Keadilan|url=https://m.lampost.co/berita-etika-sosial-politik-dan-keadilan.html|website=lampost.co|language=id|access-date=3 Januari 2022}}</ref>
Berbicara tentang keadilan sosial tentu tidak lepas dari adanya kesetaraan, terutama kesetaraan yang menyangkut hak-hak rakyat sebagai warga negara, seperti kesetaraan dalam distribusi pendapatan dan kesejahteraan, kesempatan untuk menduduki jabatan di suatu otoritas dan sebagainya.<ref>{{Cite web|last=Prahassacitta|first=Vidya|date=Oktober 2018|title=MAKNA KEADILAN DALAM PANDANGAN JOHN RAWLS|url=https://business-law.binus.ac.id/2018/10/17/makna-keadilan-dalam-pandangan-john-rawls/|website=Business Law|access-date=29 Desember 2021}}</ref>
== Peran ==
Baris 41 ⟶ 54:
=== Pluralisme ===
[[Pluralisme]] di dalam suatu negara digunakan untuk menyatukan berbagai kelompok masyarakat yang memiliki perbedaan dalam bidang [[teologi]], [[Historiografi|historiologi]] maupun [[sosiologi]]. Etika politik dapat membentuk pluralisme jika disertai dengan etika sosial. Sebaliknya, krisis ekonomi yang tidak disertai dengan etika politik akan menghasilkan pemberontakan dan perlawanan dari warga negara terhadap negaranya.<ref>{{Cite book|last=Sahrasad, H., dan Mulky, M. A.|date=2020|url=https://www.google.co.id/books/edition/Agama_Politik_dan_Perubahan_Sosial/t7kAEAAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=Etika+politik&pg=PA88&printsec=frontcover|title=Agama, Politik dan Perubahan Sosial|publisher=Freedom Foundation dan Universitas Malikussaleh Press|isbn=978-1-71658-617-0|editor-last=Salahuddin|editor-first=Zulfikar|pages=88|url-status=live}}</ref>
== Etika politik Pancasila ==
Sebagai sistem etika, [[Pancasila]] seyogianya mampu menjadi norma umum nasional dan prinsip utama, baik bagi penyelenggara negara, partai politik, elite politik dan masyarakat sebagai subjek politik. Sistem ini seharusnya menjadi rambu-rambu bagi perilaku para politisi dan masyarakat secara umum karena masing-masing memiliki kewajiban moral dan kontribusi yang sama demi terciptanya kualitas demokrasi yang bermartabat, demokratis dan manusiawi.<ref>{{Cite web|last=Soeharso|first=Silverius Y|date=3 Februari 2018|title=Politik dan Etika Pancasila|url=https://mediaindonesia.com/opini/143707/politik-dan-etika-pancasila|website=mediaindonesia.com|language=id|access-date=29 Desember 2021}}</ref>▼
Pancasila juga tidak dapat dipisahkan dari politik karena ia merupakan panduan bagi para elite dan masyarakat dalam berpolitik secara santun, baik, berakhlak mulia dan menjunjung tinggi nilai-nilai moral. Sebagai panduan dalam berpolitik, para insan [[Indonesia]] harus mampu mengejawantahkan etika-etika politik yang terkandung di dalam Pancasila.<ref>{{Cite web|last=Unisma|first=Humas|date=27 Oktober 2019|title=Pancasila Sebagai Etika Politik {{!}} TIMES Indonesia|url=https://www.timesindonesia.co.id/read/news/235953/pancasila-sebagai-etika-politik|website=www.timesindonesia.co.id|language=id|access-date=31 Desember 2021}}</ref>
▲Sebagai sistem etika, Pancasila seyogianya mampu menjadi norma umum nasional dan prinsip utama, baik bagi penyelenggara negara, partai politik, elite politik dan masyarakat sebagai subjek politik. Sistem ini seharusnya menjadi rambu-rambu bagi perilaku para politisi dan masyarakat secara umum karena masing-masing memiliki kewajiban moral dan kontribusi yang sama demi terciptanya kualitas demokrasi yang bermartabat, demokratis dan manusiawi.
Etika politik Pancasila sendiri sebenarnya merupakan percabangan dari filsafat politik Pancasila sehingga baik buruknya suatu perbuatan maupun perilaku politik akan dipandang menggunakan dasar filsafat politik Pancasila.<ref name=":2">{{Cite web|last=Tim Redaksi|date=22 April 2021|title=Etika Politik Pancasila: Nilai-nilai dan Contoh Penerapannya|url=https://voi.id/berita/46327/etika-politik-pancasila-nilai-nilai-dan-contoh-penerapannya|website=VOI - Waktunya Merevolusi Pemberitaan|language=id|access-date=29 Desember 2021}}</ref>
Masalah etika, khususnya etika politik Pancasila, sangat berhubungan dengan sila kedua dan dijiwai oleh keempat sila Pancasila lainnya. Oleh karena itu, etika politik Pancasila dapat diartikan sebagai perbuatan atau perilaku politik yang selaras dengan sila Kemanusiaan yang adil dan beradab dan dijiwai oleh sila ketiga, keempat, kelima dan pertama. Hubungan antara kelima sila Pancasila mengenai dimensi politik Indonesia dapat dikemukakan dalam rintisan etika politik Pancasila sebagai berikut.<ref name=":2" />
* Dalam sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, Indonesia mengakui bahwa nilai-nilai agama menjadi bagian dari kehidupan masyarakat di ranah publik, termasuk politik. Namun, tidak eksklusif hanya diambil dari nilai-nilai satu agama.<ref name=":3">{{Cite web|last=Aditya|first=Ivan|date=4 Oktober 2017|title=Menggagas Etika Politik Pancasila|url=https://www.krjogja.com/angkringan/opini/menggagas-etika-politik-pancasila/|website=KRJogja|language=id-ID|access-date=29 Desember 2021}}</ref>▼
* Berdasarkan sila kedua, Kemanusiaan yang adil dan beradab, politik di Indonesia harus dijalankan dengan semangat keadaban dalam kerangka masyarakat madani yang berlandaskan pada kebebasan dan [[supremasi hukum]].<ref name=":3" />▼
* Sila ketiga, Persatuan Indonesia, harus menjadi prinsip dari praktik politik Indonesia yang senantiasa menjaga dan merawat [[Kebinekaan|kebhinekaan]] dalam kerangka NKRI.<ref name=":3" />▼
* Sila keempat Pancasila mengandung nilai bahwa segala praktik penyelenggaraan negara harus dilakukan berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku ([[legitimasi hukum]]), mewakili kepentingan rakyat ([[legitimasi rakyat]]) dan mematuhi prinsip-prinsip moralitas ([[legitimasi moral]]).<ref name=":3" />▼
* Terakhir, sila kelima, mengisyaratkan bahwa segala penyelenggaraan negara harus diarahkan pada upaya-upaya untuk menyejahterakan rakyat. Hal ini berarti setiap kebijakan yang bertujuan untuk pemerataan kesejahteraan harus dirumuskan secara matang dan dilakukan dengan tepat sasaran.<ref name=":3" /> ▼
== Permasalahan terkait etika politik ==
▲Dalam sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, Indonesia mengakui bahwa nilai-nilai agama menjadi bagian dari kehidupan masyarakat di ranah publik, termasuk politik. Namun tidak eksklusif hanya diambil dari nilai-nilai satu agama.
Kecenderungan orang dalam berbuat sesuatu lebih dipengaruhi oleh kepatuhan terhadap hukum, bukan atas dasar etika atau moralitas. Hal ini dapat menimbulkan masalah apabila seseorang hanya menjadikan hukum sebagai alat untuk memenuhi hak dan kepentingannya sebagai warga negara tetapi lalai dari kewajiban melaksanakan kepatuhan terhadap hukum. Meskipun tidak tertulis, etika memiliki substansi dan fondasi yang jelas guna mengatur tata kelola masyarakat sehingga ia lebih mengarah pada kesadaran individu dengan hati nurani.<ref>{{Cite web|last=Wulandari|first=Inayah Putri|date=17 Juli 2019|title=Tantangan Etika dalam Praktik Demokrasi|url=https://news.detik.com/kolom/d-4627610/tantangan-etika-dalam-praktik-demokrasi|website=detiknews|language=id-ID|access-date=29 Desember 2021}}</ref>
Etika politik harus dipahami dalam konteks "etika dan moral secara umum" yang di dalamnya mencakup tiga hal. Pertama, etika dan moral individu yang menyangkut kwajiban dan sikap manusia terhadap dirinya. Kedua, etika moral sosial yang mengacu pada hak dan kewajiban serta sikap dan pola perilaku manusia dalam interaksinya dengan sesama. Ketiga, etika lingkungan hidup yang berhubungan dengan interaksi antara manusia sebagai individu dan makhluk sosial dengan alam yang lebih luas.<ref>{{Cite web|last=Lubis|first=Sofyan|date=1 November 2021|title=Etika dan Moral Politik vs Penegakan Hukum – Komisi Kejaksaan Republik Indonesia|url=https://komisi-kejaksaan.go.id/etika-dan-moral-politik-vs-penegakan-hukum/|website=komisi-kejaksaan.go.id|access-date=31 Desember 2021|archive-date=2021-12-31|archive-url=https://web.archive.org/web/20211231032749/https://komisi-kejaksaan.go.id/etika-dan-moral-politik-vs-penegakan-hukum/|dead-url=yes}}</ref>
▲Berdasarkan sila kedua, Kemanusiaan yang adil dan beradab, politik di Indonesia harus dijalankan dengan semangat keadaban dalam kerangka masyarakat madani yang berlandaskan pada kebebasan dan supremasi hukum.
▲Sila ketiga, Persatuan Indonesia, harus menjadi prinsip dari praktik politik Indonesia yang senantiasa menjaga dan merawat kebhinekaan dalam kerangka NKRI.
▲Sila keempat Pancasila mengandung nilai bahwa segala praktik penyelenggaraan negara harus dilakukan berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku (legitimasi hukum), mewakili kepentingan rakyat (legitimasi rakyat) dan mematuhi prinsip-prinsip moralitas (legitimasi moral).
▲Terakhir, sila kelima, mengisyaratkan bahwa segala penyelenggaraan negara harus diarahkan pada upaya-upaya untuk menyejahterakan rakyat. Hal ini berarti setiap kebijakan yang bertujuan untuk pemerataan kesejahteraan harus dirumuskan secara matang dan dilakukan dengan tepat sasaran.
▲Dimensi etika politik
▲Dalam sudut pandang etika politik, dimensi politis manusia dapat dilihat berdasarkan tiga hal, yaitu manusia sebagai makhluk sosial, dimensi kesosialan dan dimensi politis kehidupan manusia.<ref name=":1">{{Cite journal|last=Febriany|first=Farah Sabilla|last2=Dewi|first2=Dinie Anggraeni|date=2021-04-25|title=Nilai-Nilai Pancasila dan Dinamika Etika Politik Indonesia|url=https://japendi.publikasiindonesia.id/index.php/japendi/article/view/139|journal=Jurnal Pendidikan Indonesia|language=en|volume=2|issue=4|pages=690–695|doi=10.36418/japendi.v2i4.139|issn=2746-1920}}</ref>
▲Manusia sebagai makhluk sosial diejawantahkan dalam bentuk kesepadanan dalam kebebasan bertindak menurut keinginannya sendiri. Namun tindakan ini akan lebih berarti ketika dilakukan di tengah-tengah manusia lain karena eksistensi dan perkembangan seorang manusia bergantung pada eksistensi manusia lainnya.<ref name=":1" />
▲Dimensi kesosialan dapat berarti bahwa seseorang menemukan jati dirinya ketika bersama orang lain. Sementara dimensi politis kehidupan manusia adalah fungsi pengatur kerangka kehidupan masyarakat, baik secara normatif maupun efektif.<ref name=":1" />
Dalam kancah perpolitikan, etika politik tidak hanya berkaitan dengan kekuasaan dan sistemnya tetapi juga kehidupan manusia. Etika politik menjadi tantangan bagi para politikus dan pejabat negara karena etika politik berfungsi sebagai kontrol agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan.<ref name=":4">{{Cite web|last=Nabila|first=Nanda|date=5 Oktober 2021|title=Kemanakah Etika Berpolitik Sekarang?|url=https://www.bantennews.co.id/bantenesia/kemanakah-etika-berpolitik-sekarang/|website=bantenesia {{!}} Wadah Menulis Masyarakat Banten|language=id-ID|access-date=29 Desember 2021}}</ref>
▲Urgensi etika politik
Etika politik berkaitan erat dengan sikap, nilai dan moral yang sejatinya hanya dimiliki oleh manusia sebagai makhluk yang beradab dan berbudaya. Sebuah penyimpangan etika politik dapat dijumpai dalam kehidupan berbagsa dan bernegara, khususnya dalam praktik politik praktis. Hal tersebut dapat dilihat dari realitas politik saat ini di mana politik menjadi lahan perebutan kekuasaan dan kepentingan sehingga banyak orang menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya masing-masing. Banyak elite politik yang tidak menyadari bahwa sikap atau tindakannya bertentangan dengan norma dan etika politik, baik secara normatif maupun secara regulasi. Pejabat negara atau politikus yang seharusnya bisa menjadi teladan bagi masyarakat justru terjebak pada [[pragmatisme]] yang merusak etika politik mereka, seperti transaksi politik atau [[politik uang]] yang dilakukan saat pemilu, [[Penyuapan|suap]] dan [[korupsi]].<ref name=":4" /><ref>{{Cite web|last=Haka|first=Rian|date=20 Oktober 2020|title=Etika Politik yang Tidak Mencerminkan Realitas Budaya Politik|url=https://www.hulondalo.id/opini/9647172221/etika-politik-yang-tidak-mencerminkan-realitas-budaya-politik/|website=Hulondalo.id|language=id-ID|access-date=29 Desember 2021}}</ref>
== Lihat pula ==
|