Kaharingan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Dikembalikan ke revisi 23734835 oleh Ariyanto (bicara) (🕵️‍♂️)
Tag: Pembatalan
k ~cite
 
(19 revisi perantara oleh 5 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{rapikan}}
{{wikify}}
{{lihat pula|Hindu di Indonesia}}
{{Infobox religion
Baris 33 ⟶ 35:
| reunion =
| number_of_followers = ± 200.000 jiwa <ref>{{Cite news|date=19 Oktober 2021|title=Jumlah Penduduk Kalimantan Tengah Menurut Agama/Kepercayaan (Juni 2021)|url=https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/10/19/sebanyak-7413-penduduk-kalimantan-tengah-beragama-islam-pada-juni-2021/#:~:text=penduduk%20di%20provinsi%20tersebut%20yang%20beragama%20Hindu,menganut%20aliran%20kepercayaan.|work=Databoks katadata co.id|access-date=8 Januari 2023}}</ref> <ref>{{Cite news|date=21 November 2022|title=Tabel Jumlah Penduduk Menurut Agama di Kalimantan Barat Tahun 2022|url=https://dukcapil.kalbarprov.go.id/data/agama/#:~:text=Tabel%20Jumlah%20Penduduk%20Menurut%20Agama.|work=Dukcapil kalbarprov go.id|access-date=8 Januari 2023}}</ref> <ref>{{Cite news|date=21 November 2022|title=Table Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama dan Kepercayaan di Kalimantan Selatan Tahun 2021|url=https://data.kalselprov.go.id/dataset/data/1280/#:~:text=Table%20Jumlah%20Penduduk%20Berdasarkan%20Agama%20dan%20Kepercayaan.|work=Data kalsel prov go.id|access-date=8 Januari 2023}}</ref>
|recognition = {{plainlist|• Diakui pada 1980, sebagai bagian dari agama [[Hindu]].<br>
• Diakui pada 2017, sebagai Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa.<ref>{{Cite news|date=10 April 2018|title=Penghayat Kepercayaan: Setelah Putusan MK dan Kolom KTP|url=https://www.voaindonesia.com/amp/penghayat-kepercayaan-setelah-putusan-mk-dan-kolom-ktp/4340417.html#:~:text=Penghayat%20kepercayaan%20kepada%20Tuhan%20Yang%20Maha%20Esa,%20akan%20menerima%20Kartu%20Tanda%20Penduduk%20yang%20mencantumkan%20kolom%20kepercayaan.|work=voaindonesia.com|access-date=25 Juli 2023}}</ref>}}
| ministers_type =
| ministers =
Baris 56 ⟶ 60:
}}
{{Aliran kepercayaan di Indonesia}}
'''Kaharingan''' adalah agama asli [[suku Dayak]] di [[Kalimantan|Pulau Kalimantan]]. Agama Kaharingan sudah ada sejak lama di Kalimantan bahkan sebelum agama-agama lainnya memasuki Kalimantan. Kaharingan '''bukanlah'''bukan merupakan [[animisme]] atau [[Dinamisme (kepercayaan)|dinamisme]], dan juga '''bukan ajaran menyembah pohon atau batu''' seperti yang digembar-gemborkan dalam buku pelajaran Sejarah Indonesia. Saat ini Kaharingan menjadi salah satu agama leluhur di Indonesia yang masih bertahan dan masih dianut oleh sebagian suku Dayak, khususnya di [[Kalimantan Tengah]] dan [[Kalimantan Selatan]].<ref name="Politik dan postkolonialitas di Indonesia">{{en}} {{cite book|last=Susanto|first=A. Budi|year=2003|title=Politik dan postkolonialitas di Indonesia|publisher=Kanisius|isbn=9789792108507|coauthors=|link=http://books.google.co.id/books?id=hl-5ZE620VIC&lpg=PA264&dq=kayu%20tangi&pg=PA262#v=onepage&q=kayu%20tangi&f=false}}ISBN 979-21-0850-5</ref><ref>[http://books.google.co.id/books?id=kFqf1tqosvAC&lpg=PR37&dq=kaharingan&pg=PR37#v=onepage&q=kaharingan&f=true {{id}} Fr. Wahono Nitiprawiro, Moh. Sholeh Isre, Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKIS), Teologi pembebasan: sejarah, metode, praksis, dan isinya, PT LKiS Pelangi Aksara, 2000 ISBN 979-8966-85-6, 9789798966859]</ref> Kaharingan artinya tumbuh atau hidup, seperti dalam istilah ''danum kaharingan'' (air kehidupan).<ref name=":0">[http://books.google.co.id/books?id=rTiifZ-SlaEC&lpg=PA139&dq=kaharingan&pg=PA139#v=onepage&q=kaharingan&f=true {{id}} Fridolin Ukur, Tuaiannya sungguh banyak: sejarah Gereja Kalimantan Evanggelis sejak tahun 1835, BPK Gunung Mulia, 2000 ISBN 979-9290-58-9, 9789799290588]</ref> Penganut Kaharingan percaya terhadap [[Tuhan Yang Maha Esa]] atau Pencipta Alam Semesta yang mempunyai sebutan berbeda-beda di tiap daerah ('''''Ranying Hatalla Langit / Suwara / Yustu Ha Latalla'''''), dianut secara turun temurun dan dihayati oleh para penganutnya di Kalimantan. Ucapan salam dalam agama Kaharingan adalah "''Tabe Salamat Lingu Nalatai, Salam Sahujud Karendem Malempang''" yang berasal dari bahasa Sangiang dan memiliki arti "''Selamat bertemu, semoga dalam keadaan bahagia''".<ref>{{Cite book|last=Abubakar, Ngalimun, Fimier Liadi, Latifah|date=1 Oktober 2020|url=https://archive.org/details/bahasa-sebagai-nilai-perekat-dalam-simbol-budaya-lokal/mode/1up?view=theater|title=Bahasa Sebagai Nilai Perekat Dalam Simbol Budaya Lokal Tokoh Agama|location=Kota Palangkaraya|publisher=IAIN Palangkaraya|isbn=|pages=167|url-status=live}}</ref> Namun entah bagaimana, kini ucapan salam tersebut disalah-artikan sebagai ucapan salam adat suku Dayak. Agama Kaharingan pun mempunyai simbol tersendiri yang disebut [[Batang Garing]], yang berarti ''pohon kehidupan'' dalam bahasa Sangiang. Simbol Batang Garing ini sudah tidak asing bagi masyarakat Dayak karena sering dijumpai pada banyak bangunan di Kalimantan bahkan menjadi motif pakaian [[Batik|batik]] suku Dayak. Akibat pemerintah [[Indonesia]] yang mewajibkan penduduk dan warganegara untuk menganut salah satu [[agama]] resmi yang diakui oleh pemerintah Republik Indonesia, maka sejak 20 April 1980 agama Kaharingan akhirnya dikategorikan sebagai salah satu cabang dari agama Hindu (sebutannya menjadi Hindu Kaharingan).<ref name="Masihkah Indonesia2">{{id}}{{cite book|last=Susanto|first=A. Budi|year=2007|url=http://books.google.com/books?id=QyXg_GDYCdMC&lpg=PA224&dq=kahayan&hl=id&pg=PA244#v=onepage&q=kahayan&f=false|title=Masihkah Indonesia|publisher=Kanisius|isbn=9792116575}}{{Pranala mati|date=Juni 2023 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}ISBN 978-979-21-1657-1</ref> Sehingga dalam pembuatan [[KTP]], para penganut Kaharingan akan mencantumkan [[Hindu]] pada kolom agamanya. Seperti halnya agama [[Tollotang]] pada [[suku Bugis]] yang memiliki persamaan dengan Hindu dalam melaksanakan ritual pengorbanan hewan suci yang dalam agama Hindu disebut ''[[Yadnya]]'', yang kemudian diresmikan menjadi Hindu Tollotang.<ref>[{{Cite web|title={{id}} A. Budi Susanto, Masihkah Indonesia, Kanisius, 2007 ISBN 979-21-1657-5, 9789792116571|url=http://books.google.co.id/books?id=QyXg_GDYCdMC&lpg=PA244&dq=kaharingan&pg=PA244#v=onepage&q=kaharingan&f=true|archive-url=https://web.archive.org/web/20140219181626/http://books.google.co.id/books?id=QyXg_GDYCdMC&lpg=PA244&dq=kaharingan&pg=PA244#v=onepage&q=kaharingan&f=true|archive-date=2014-02-19|dead-url=yes|access-date=2010-07-31}} {{id}} A. Budi Susanto, Masihkah Indonesia, Kanisius, 2007 ISBN 979-21-1657-5, 9789792116571]</ref>
 
Kaharingan artinya tumbuh atau hidup, seperti dalam istilah ''danum kaharingan'' (air kehidupan).<ref name=":0">[http://books.google.co.id/books?id=rTiifZ-SlaEC&lpg=PA139&dq=kaharingan&pg=PA139#v=onepage&q=kaharingan&f=true {{id}} Fridolin Ukur, Tuaiannya sungguh banyak: sejarah Gereja Kalimantan Evanggelis sejak tahun 1835, BPK Gunung Mulia, 2000 ISBN 979-9290-58-9, 9789799290588]</ref> Penganut Kaharingan percaya terhadap [[Tuhan Yang Maha Esa]] atau Pencipta Alam Semesta yang mempunyai sebutan berbeda-beda di tiap daerah ('''''Ranying Hatalla Langit / Suwara / Yustu Ha Latalla'''''), dianut secara turun temurun dan dihayati oleh para penganutnya di Kalimantan. Ucapan salam dalam agama Kaharingan adalah "''Tabe Salamat Lingu Nalatai, Salam Sahujud Karendem Malempang''" yang berasal dari bahasa Sangiang dan memiliki arti "''Selamat bertemu, semoga dalam keadaan bahagia''".<ref>{{Cite book|last=Abubakar, Ngalimun, Fimier Liadi, Latifah|date=1 Oktober 2020|url=https://archive.org/details/bahasa-sebagai-nilai-perekat-dalam-simbol-budaya-lokal/mode/1up?view=theater|title=Bahasa Sebagai Nilai Perekat Dalam Simbol Budaya Lokal Tokoh Agama|location=Kota Palangkaraya|publisher=IAIN Palangkaraya|isbn=|pages=167|url-status=live}}</ref> Namun kini ucapan salam tersebut disalah-artikan sebagai ucapan salam adat suku Dayak.
Dahulu umat Kaharingan menjadi '''target''' para Misionaris dalam menyebarkan agama [[Kristen Protestan]] dan [[Katolik]] secara besar-besaran.<ref>{{Cite web|last=Manjau|first=Arga|title=Bagaimana sejarah mayoritas suku Dayak menganut agama Kristen?|url=https://archive.org/details/20230306_20230306_1511/page/n1/mode/1up?view=theater|website=archive.org (Quora)|access-date=6 Maret 2023}}</ref> Dalam sejarahnya, Gereja Katolik muncul di tanah Borneo pada akhir abad ke-19. Sejarah ini dimulai dengan pembukaan sekolah misi di antara orang Dayak yang pada saat itu masih hidup komunal di dalam hutan tropis Pulau Kalimantan. Pada tahun 1835 penyebaran agama Kristen (Protestan) sudah masuk ke daerah Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah. Walaupun demikian, agenda misionaris tersebut '''tidak dapat''' mengKristenkan [[suku Dayak]] secara '''menyeluruh''', namun berhasil menjadikan sebagian rumpun suku Dayak sebagai '''mayoritas''' beragama Kristen. Kegiatan pengkabaran injil masih berlaku sampai saat ini, terlebih dipedalaman Kalimantan. Ada beberapa golongan [[suku Dayak]] '''non-Kaharingan''' yang masih melakukan sebagian '''ritual kecil''' dalam agama Kaharingan yang '''disalah-artikan''' oleh mereka sebagai adat, seperti ritual [[Nahunan]] dan ritual [[Hinting Pali]]. Dalam prosesinya, mereka akan mengundang pemuka agama Kaharingan yang mereka anggap sebagai pemuka adat Dayak untuk memimpin ritual tersebut.<ref>{{Citation|title=PROSES PEMAKAMAN ADAT ( DEMANG AJONG ) SUKU DAYAK TOMUN KALTENG|url=https://www.youtube.com/watch?v=IjR4BdprOF4|accessdate=2023-03-06|language=id-ID}}</ref>
 
Agama Kaharingan mempunyai simbol tersendiri yang disebut [[Batang Garing]], yang berarti ''pohon kehidupan'' dalam bahasa Sangiang. Simbol Batang Garing ini sudah tidak asing bagi masyarakat Dayak karena sering dijumpai pada banyak bangunan di Kalimantan bahkan menjadi motif pakaian [[Batik|batik]] suku Dayak. Akibat pemerintah [[Indonesia]] yang mewajibkan penduduk dan warganegara untuk menganut salah satu [[agama]] resmi yang diakui oleh pemerintah Republik Indonesia, maka sejak 20 April 1980 agama Kaharingan akhirnya dikategorikan sebagai salah satu cabang dari agama Hindu (sebutannya menjadi Hindu Kaharingan).<ref name="Masihkah Indonesia2">{{id}}{{cite book|last=Susanto|first=A. Budi|year=2007|url=http://books.google.com/books?id=QyXg_GDYCdMC&lpg=PA224&dq=kahayan&hl=id&pg=PA244#v=onepage&q=kahayan&f=false|title=Masihkah Indonesia|publisher=Kanisius|isbn=9792116575}}{{Pranala mati|date=Juni 2023 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}ISBN 978-979-21-1657-1</ref> Sehingga dalam pembuatan [[KTP]], para penganut Kaharingan mencantumkan [[Hindu]] pada kolom agamanya. Seperti halnya agama [[Tolotang]] pada [[suku Bugis]] yang memiliki persamaan dengan Hindu dalam melaksanakan ritual pengorbanan hewan suci yang dalam agama Hindu disebut ''[[Yadnya]]'', yang kemudian diresmikan menjadi Hindu Tolotang.<ref>[{{Cite web|title={{id}} A. Budi Susanto, Masihkah Indonesia, Kanisius, 2007 ISBN 979-21-1657-5, 9789792116571|url=http://books.google.co.id/books?id=QyXg_GDYCdMC&lpg=PA244&dq=kaharingan&pg=PA244#v=onepage&q=kaharingan&f=true|archive-url=https://web.archive.org/web/20140219181626/http://books.google.co.id/books?id=QyXg_GDYCdMC&lpg=PA244&dq=kaharingan&pg=PA244#v=onepage&q=kaharingan&f=true|archive-date=2014-02-19|dead-url=yes|access-date=2010-07-31}} {{id}} A. Budi Susanto, Masihkah Indonesia, Kanisius, 2007 ISBN 979-21-1657-5, 9789792116571]</ref>
Meskipun begitu, masyarakat suku Dayak yang beragama [[Agama Samawi|samawi]] tetap '''tidak bisa''' melaksanakan ritual-ritual besar dalam agama Kaharingan seperti ritual [[Tiwah]], Wara, Ayah'an, Ijame, dan Dallok karena ritual-ritual tersebut '''sejatinya memang merupakan ritual keagamaan Kaharingan'''. Tidak bisa dipungkiri bahwa hampir seluruh hal yang disebut sebagai '''adat budaya suku Dayak bersumber dari unsur ajaran agama Kaharingan'''.
 
Dahulu umat Kaharingan menjadi target para Misionaris dalam menyebarkan agama [[Kristen Protestan]] dan [[Katolik]] secara besar-besaran.<ref>{{Cite web|last=Manjau|first=Arga|title=Bagaimana sejarah mayoritas suku Dayak menganut agama Kristen?|url=https://archive.org/details/20230306_20230306_1511/page/n1/mode/1up?view=theater|website=archive.org (Quora)|access-date=6 Maret 2023}}</ref> Dalam sejarahnya, Gereja Katolik muncul di tanah Borneo pada akhir abad ke-19. Sejarah ini dimulai dengan pembukaan sekolah misi di antara orang Dayak yang pada saat itu masih hidup komunal di dalam hutan tropis Pulau Kalimantan. Pada tahun 1835 penyebaran agama Kristen (Protestan) sudah masuk ke daerah Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah. Upaya misionaris tersebut berhasil menjadikan sebagian rumpun suku Dayak sebagai mayoritas beragama Kristen, walau tidak secara menyeluruh dengan sebagian masih menganut kepercayaan lokal. Kegiatan pengkabaran injil masih berlaku sampai saat ini, terlebih dipedalaman Kalimantan. Ada beberapa golongan [[suku Dayak]] non-Kaharingan yang masih melakukan sebagian ritual kecil dalam agama Kaharingan sebagai tradisi adat, seperti ritual [[Nahunan]] dan ritual [[Hinting Pali]]. Dalam prosesinya, mereka akan mengundang pemuka agama Kaharingan yang mereka anggap sebagai pemuka adat Dayak untuk memimpin ritual tersebut.<ref>{{Citation|title=PROSES PEMAKAMAN ADAT ( DEMANG AJONG ) SUKU DAYAK TOMUN KALTENG|url=https://www.youtube.com/watch?v=IjR4BdprOF4|accessdate=2023-03-06|language=id-ID}}</ref>
Seringkali ritual keagamaan Kaharingan dikira sebagai adat kesukuan dan digembar-gemborkan di media sosial oleh suku Dayak yang menganut agama [[Agama Samawi|samawi]], padahal mereka tidak melaksanakannya dan tidak tahu makna dari semua ritual yang dilakukan oleh para penganut Kaharingan.<ref>{{Cite web|last=Supriadi|first=Hairil|date=2022-06-11|title=Hinting Pali Tidak Bisa Dipasang Sembarangan|url=https://www.kaltengtimes.co.id/berita-13405/hinting-pali-tidak-bisa-dipasang-sembarangan|website=KALTENGTIMES|language=id|access-date=2023-03-31}}</ref>
 
Meskipun begitu, masyarakat suku Dayak yang beragama [[Agama Samawi|samawi]] tidak bisa melaksanakan ritual-ritual besar dalam agama Kaharingan seperti ritual [[Tiwah]], Wara, Ayah'an, Ijame, dan Dallok karena ritual-ritual tersebut merupakan ritual keagamaan Kaharingan. Tidak bisa dipungkiri bahwa hampir seluruh hal yang disebut sebagai adat budaya suku Dayak bersumber dari unsur ajaran agama Kaharingan. Seringkali ritual keagamaan Kaharingan disalahgunakan sebagai simbol tradisi adat kesukuan Dayak, tanpa mengetahui makna dari ritual yang dilakukan oleh para penganut Kaharingan.<ref>{{Cite web|last=Supriadi|first=Hairil|date=2022-06-11|title=Hinting Pali Tidak Bisa Dipasang Sembarangan|url=https://www.kaltengtimes.co.id/berita-13405/hinting-pali-tidak-bisa-dipasang-sembarangan|website=KALTENGTIMES|language=id|access-date=2023-03-31}}</ref>
 
[[Berkas:Sandung Ngabe Anom Soekah.jpg|jmpl|250px|[[Sandung]] adalah tempat peletakan tulang manusia setelah dilakukan upacara [[Tiwah]] (upacara kematian dalam '''agama [[Kaharingan]]).]]
[[Berkas:SANDUNG SOEKAH.jpg|jmpl|250px|[[Sandung Ngabe Soekah|Sandung]] milik [[Ngabe Anom Soekah|Ngabe Sukah]] sudah dilindungi oleh pemerintah, dan dimasukan ke cagar budaya.]]
Gelar '''Pangkalima''' adalah gelar tertinggi bagi pemuka agama Kaharingan yang memiliki kekuatan spiritual tinggi, dan '''gelar "Pangkalima" ini tidak bisa diberikan kepada sembarang orang, apalagi kepada orang yang bukan penganut agama Kaharingan'''. Pada masa kini, pemuka agama Kaharingan yang bergelar "Pangkalima" jumlahnya lebih sedikit daripada '''Basir''', '''Balian''', dan '''Pisor'''. Salah satu Pangkalima umat Kaharingan yang terkenal pada masanya adalah '''Pangkalima Baiyoh''', yang sudah meninggal dan sudah di-[[Tiwah]]kan, begitupun dengan istrinya.
 
==Pengakuan Agama Kaharingan==
Agama Kaharingan diperkenalkan kepada publik oleh [[Tjilik Riwut]] pada tahun 1944, saat ia menjabat Residen [[Sampit]] yang berkedudukan di [[Banjarmasin]].<ref>{{Cite journal|last=Sanjaya Usop|first=Linggua|title=Pergulatan Eliti Lokal Kaharingan dan Hindu Kaharingan Representasi Relasi Kuasa dan Identitas|url=https://archive.org/details/adminjpsart12-1/mode/1up|journal=Internet Archieve}}</ref> Pada tahun 1945, pemerintah pendudukan Jepang mengajukan Kaharingan sebagai nama agama Dayak. Bahkan agama Kaharingan mendapat penghargaan dan kedudukan yang terhormat, Jepang juga mengaitkan agama Kaharingan dengan agama [[Shinto]] (agama asli [[Jepang]]) untuk mencari dukungan rakyat Kalimantan untuk [[Perang Dunia II]].<ref name="Radio 2014 u166">{{cite news | last=Eko | first=Antonius | title=Agama Kaharingan: Penciptaan Alam, Tuhan dan Suku Dayak | work=Kantor Berita Radio | date=2014-02-25 | url=https://kbr.id/02-2014/agama_kaharingan__penciptaan_alam__tuhan_dan_suku_dayak/60612.html | access-date=2023-06-28}}</ref>
 
AgamaPemerintah Kaharingan diperkenalkan kepada '''publik''' oleh [[Tjilik Riwut]]Indonesia pada tahun 1944, saat ia menjabat Residen [[Sampit]] yang berkedudukan di [[Banjarmasin]]. Pada masa pendudukanitu Jepang,tidak agamamenganggap Kaharingan mendapatsebagai penghargaan dan kedudukan yang terhormat, bahkan Jepang mengaitkansebuah agama Kaharingansedangkan dengansebagai agamakepercayaan [[Shinto]](agamaadat aslisebagai [[Jepang]]).<ref>{{Citecontoh journal|last=Sanjaya''animisme'' Usop|first=Linggua|title=Pergulatanatau Eliti Lokal Kaharingan dan Hindu Kaharingan Representasi Relasi Kuasa dan Identitas|url=https://archive.org/details/adminjpsart12-1/mode/1up|journal=Internet Archieve}}</ref> Pada tahun 1945''dinamisme'', pendudukan Jepang mengajukanwalaupun Kaharingan yang merupakan agama suku Dayak agar diakui sebagai salah satu agama resmi di Indonesia, namun usulan tersebut ditolak oleh pemerintah Indonesia dengan alasan agama Kaharingan belum menyebar di seluruh daerah/kepulauan Indonesia, bahkan pemerintah Indonesia menganggap bahwa Kaharingan hanyalah sebuah adat. Padahal, kenyataannya Kaharingan ialah sebuah agama yang mengajarkan tentang adanya Ketuhanan, dan bukanlah sebuat adat seperti yang dituduhkan.<ref>{{Cite news|date=30 Maret 2020|title=SISTEM KEPERCAYAAN TRADISIONAL MASYARAKAT SUKU DAYAK LAWANGAN|url=https://www.pustaka-bpnbkalbar.org/pustaka/sistem-kepercayaan-tradisional-masyarakat-suku-dayak-lawangan#:~:text=Dikarenakan%20kebijakan%20negara%20yang%20hanya,“aliran%20kepercayaan”.|work=pustaka-bpnbkalbar.org|access-date=12 Januari 2023}}</ref> Penganut Kaharingan yang tidak terima denganmenerima keputusan pemerintah pada masa itu melakukan berbagai upaya untuk meresmikan agama Kaharingan sebagai agama yang diakui negara Indonesia, '''namunwalau hal tersebut terasa sia-sia karena pada akhirnya pemerintah Indonesia hanya meresmikan agama yang berasal dari negara luar yaitu Islam, Katolik, Kristen Protestan, Hindu, Budha, lalu disusul oleh agama Konghucu pada Tahuntidak 2000berhasil.''' Ada banyak [[Agama asli Nusantara]] lain yang tidak diakui oleh pemerintah Indonesia, dan malah dikelompokkan sebagai aliran kepercayaan.<ref>{{Cite news|date=Agustus 2017|title=PENGAKUAN NEGARA TERHADAP AGAMA LELUHUR/LOKAL|url=https://business-law.binus.ac.id/2017/08/04/pengakuan-negara-terhadap-agama-leluhurlokal/#:~:text=Instruksi%20Menteri%20Agama,kepercayaan%20adalah%20bukan%20agama.|work=business-law.binus.ac.id|access-date=12 Januari 2023}}</ref>
 
Pasca tragedi [[G30SPKI]] pada tahun 1965, para penghayat agama lokal sering '''dituduh''' dan dikaitkan dengan [[Partai Komunis Indonesia]] atau [[PKI]], bahkan dituduh tidak beragama sama sekali karena tidak diakui secara resmi oleh pemerintah.<ref>{{Cite news|title=Cerita Penghayat Kepercayaan, Dicap PKI hingga Tak Dapat Hak Publik|url=https://m.kaskus.co.id/thread/590ba98f1ee5df4d248b4584/cerita-penghayat-kepercayaan-dicap-pki-hingga-tak-dapat-hak-publik/2|access-date=6 Maret 2023}}</ref> <ref>{{Cite journal|title=Mereka Bukan Atheis: Nasib Agama Lokal Era Orde Lama dan Orde Baru|url=https://islami.co/mereka-bukan-atheis-nasib-agama-lokal-era-orde-lama-dan-orde-baru/|journal=islami.co}}</ref> Tragedi mengenaskan sempat terjadi di [[Sulawesi Selatan]]. Kelompokdimana kelompok [[Darul Islam]] atauyang ingin membentuk [[DI/TIINegara Islam Indonesia]] dalam kurun waktu 1959-1965 melakukan '''pembantaian''' besar-besaran kepada [[suku Bugis]] yang masih menganut agama [[Tolotang]]. Tujuan kelompok [[Darul Islam]] saat itu adalah ingin membentuk [[Negara Islam Indonesia]].<ref>{{Cite journal|title=MELAWAN ARUS STRATEGI KOMUNITAS TOLOTANG MEMPERTAHANKAN KEPERCAYAANNYA|url=https://archive.org/details/melawan-arus-strategikomunitas-tolotang-mempertaha/page/n1/mode/1up?view=theater|journal=researchgate.net|pages=48-49}}</ref> Kejadian ini menyebabkan banyak penganut agama Tolotang mati terbunuh dan dituduh sebagai anggota [[Partai Komunis Indonesia|PKI]].<ref>{{Cite journal|title=MELAWAN ARUS STRATEGI KOMUNITAS TOLOTANG MEMPERTAHANKAN KEPERCAYAANNYA|url=https://archive.org/details/melawan-arus-strategikomunitas-tolotang-mempertaha/page/n1/mode/1up?view=theater|journal=researchgate.net|pages=48-49}}</ref><ref name="Lokal">[https://1001indonesia.net/kepercayaan-lokal-komunitas-towani-tolotang-di-sidenreng-rappang/ 1001 Indonesia: Kepercayaan Lokal Komunitas Towani Tolotang di Sidenreng Rappang]. 25 Januari 2019. Diakses 30 Maret 2019.</ref> Banyak dari penganut Tolotang yang dipaksa memeluk [[Islam]] atau jika tidak mereka akan dibunuh, namun sebagiannya lagisebagian berhasil menyelamatkan diri ke pelosok yang kemudian membentuk komunitas dan akhirnyayang membuat kesepakatan bahwa agama Tolotang suku Bugis resmi digabungkan dengan [[Hindu]] pada 4 Juli 1966. Setelah tragedi G30SPKI itulah pemerintah Indonesia mengharuskan seluruh rakyat indonesia untuk memilih dan mencantumkan satu agama '''resmi''' pada kolom KTP, sehingga banyak penganut agama lokal yang harus rela berpindah agama dari agama leluhur ke agama resmi yang diakui negara demi tidak dituduh sebagai bagian dari [[PKI]], juga supaya lebih mudah dalam mendapat pekerjaan. Adapula beberapa agama lokal yang digabungkan dengan [[Hindu]] oleh para penganutnya.
[[Berkas:KTP pada Tahun 1956.jpg|jmpl|280px|Pemerintahan '''tahun 1956 belum menyediakan kolom agama pada Kartu Tanda Penduduk Indonesia'''. Barulah '''setelah tragedi G30SPKI pemerintah mengharuskan''' seluruh masyarakat Indonesia untuk menganut dan memilih salah satu agama yang resmi diakui negara.]]
 
Mengikuti jejak penganut agama Tolotang dan agama lokal lainnya yang memilih bergabung dengan Hindu, akhirnya para penganut Kaharingan pun memilih untuk mengintegrasikan agama Kaharingan dengan Hindu pada 20 April 1980 supaya umat Kaharingan bisa memperoleh hak hidup dan hak ber-agamaberagama yang setara dengan masyarakat beragama lainnnya di Indonesia. Keputusan ini disepakati berdasarkan hasil pengamatan bahwa ajaran Hindu bersifat "''local genius''" yang artinya agama Hindu bisa disesuaikan dengan budaya lokal tanpa menghilangkan ritual serta ajaran inti Kaharingan. Contohnya seperti menghaturkan sesaji dan pengorbanan hewan suci, yang mana ajaran Hindu dan Kaharingan sama-sama melakukannya dalam banyak ritual dan upacara keagamaan. Alasan lainnya adalah karena agama Hindu merupakan salah satu agama tertua yang masuk ke Kalimantan dan dianut oleh [[Suku Kutai]] zaman dulu, dibuktikan sejak adanya [[Kerajaan Kutai Martadipura]]. Meskipun agama Kaharingan tergabung ke dalam Hindu, praktik keagamaan Kaharingan masih menjadi dominan dan diutamakan oleh penganutnya. Beberapa '''agama lokal''' di Nusantara yang resmi '''tergabung ke dalam Hindu''' meliputi :<br>{{•}}[[Hinduisme Bali|Agama Tirtha]] (agama asli [[Suku Bali]], agama lokal '''pertama di Indonesia yang diakui sebagai agama Hindu''', yang juga akhirnya membuat agama Hindu diakui sebagai agama resmi di Indonesia pada [[1959]])<ref name=":0" /><ref>{{Cite web|title=About us {{!}} Hindu Dharma Indonesia|url=http://www.hindudharma.id/aboutus|website=GDHDI|language=en-US|access-date=2023-04-27}}</ref><br>{{•}}[[Naurus]] (agama asli [[Suku Manusela]] & [[Suku Nuaulu]], tergabung ke dalam Hindu sejak [[1962]]).<br>{{•}}[[Tolotang]] (agama asli [[Suku Bugis]], tergabung ke dalam Hindu sejak [[1966]])<br>{{•}}[[Aluk To Dolo]] (agama asli [[Suku Toraja]], tergabung ke dalam Hindu sejak [[1970]])<br>{{•}}[[Pemena]] (agama asli [[Suku Karo]], tergabung ke dalam Hindu sejak [[1978]])<ref>{{Cite journal|last=Sihotang|first=Mira Permata Sari|date=2022-01-19|title=Perkembangan Hindu Pemena Di Desa Namo Rube Julu, Kec. Kutalimbaru|url=http://digilib.unimed.ac.id/46883/|language=id|publisher=Universitas Negeri Medan}}</ref><br>{{•}}Kaharingan (agama asli [[suku Dayak]], tergabung ke dalam Hindu sejak [[1980]]).
 
Dalam dunia pendidikan masa kini, bentuk ketidakadilan yang diterima oleh para penganut Agama asli Nusantara adalah tidak tercantumnya Agama asli Nusantara ke dalam buku pelajaran Sejarah Indonesia, hanya sepintas disebut sebagai ''animisme'' atau ''dinamisme''.
[[Berkas:Balai Basarah Induk Intan Kaharingan Muara Teweh.JPG|jmpl|300px|''Balai Basarah'' Induk Intan, salah satu tempat ibadah umat Kaharingan di [[Muara Teweh]], [[Kalimantan Tengah]], [[Indonesia]].]]
Kitab suci agama Kaharingan adalah ''[[Panaturan]]'', adapun buku-buku keagamaan Kaharingan lainnya seperti ''Kidung [[Kandayu]]'', ''Talatah Basarah''(Kumpulan Doa), ''Tawur''(petunjuk tatacara meminta pertolongan Tuhan dengan upacara menabur beras), dan sebagainya. Penganut Kaharingan di [[Kalimantan Tengah]] mempunyai tempat ibadah yang dinamakan ''[[Balai Basarah]]'' atau ''Balai Kaharingan''. Perguruan tinggi yang menyediakan pelajaran tentang agama Kaharingan adalah [[IAHN Tampung Penyang]] yang terletak di kota [[Palangka Raya]]. Umat Kaharingan di [[Kalimantan Tengah]] setiap tahunnya akan menggelar suatu festival keagamaan yang disebut [[Festival Tandak Intan Kaharingan]] yang mana kegiatannya mencakup beberapa perlombaan keagamaan Kaharingan seperti lomba melantunkan [[Karungut]], lomba membaca kitab suci [[Panaturan]], lomba melantunkan kidung [[Kandayu]], lomba tari tradisional Dayak, dan masih banyak lagi. Penutup kepala atau topi tradisional umat beragama Kaharingan saat melaksanakan ritual keagamaan di Kalimantan Tengah disebut [[Lawung]], yang kini dikira sebagai topi adat Suku Dayak oleh banyak orang awam. [[Suku Dayak Ngaju]] pada zaman dulu pernah mendirikan kerajaan dengan corak agama Kaharingan yang bernama [[Kerajaan Tanjung Pematang Sawang]] dengan dipimpin oleh seorang ratu yang terkenal bernama [[Nyai Undang]]. Dan kini sisa peninggalan kerajaan tersebut masih bisa dijumpai pada beberapa daerah di [[Kabupaten Kapuas]] dan [[Kabupaten Gunung Mas]], seperti situs "''Kuta Bataguh''" (benteng Bataguh) yang berada di Kabupaten Kapuas, dan situs [[Pasah patahu|Pasah Patahu]] "''[[Tambun Bungai]]''" serta [[Sandung]] milik "''Tamanggung Sempung''"(ayah Nyai Undang) yang berada di Kabupaten Gunung Mas.
 
[[Berkas:Balai-adat-malaris-di-dusun-malaris-desa-loklahung-kecamatan-loksadohss-1.jpg|jmpl|350px]]
Penganut Kaharingan di [[Kalimantan Selatan]], khususnya [[Suku Dayak Meratus]], [[Suku Dayak Deah]], [[Suku Dayak Halong]], dan [[Suku Dayak Pitap]] juga mempunyai tempat ibadah yang disebut ''[[Balai Adat Agama Kaharingan]]''. Beberapa upacara keagamaan Kaharingan yang sering dilakukan di Kalimantan Selatan meliputi :<br>{{•}}[[Aruh Adat]]<br>{{•}}[[Aruh Baharin]]<br>{{•}}[[Aruh Bawanang]]<br>{{•}}[[Aruh Buntang]], dan masih banyak lagi.<br>Upacara Aruh tersebut bertujuan untuk mengungkapkan rasa terima kasih kepada Yang Maha Kuasa atas penganugerahan hasil panen padi yang melimpah, dan sekaligus penghormatan terhadap arwah para leluhur yang diyakini senantiasa melindungi mereka dari malapetaka. [[Suku Dayak Maanyan]] pada zaman dulu juga pernah mendirikan kerajaan dengan corak agama Kaharingan yang bernama [[Kerajaan Nan Sarunai|Nan Sarunai]] yang terletak di [[Kalimantan Selatan]].
 
Suku Dayak di [[Kalimantan Timur]] dan [[Kalimantan Utara]] sudah banyak menganut [[Islam]] dan [[Kristen]], dan tersisa sebagian kecil masyarakat [[Suku Kutai]] di Kalimantan Timur yang masih menganut Kaharingan.
[[Berkas:Punahnya Agama Kaharingan di Kalimantan Barat.jpg|jmpl|220px]]
 
Ada sebagian penganut Kaharingan yang masih memperjuangkan hak, yaitu menuntut pemerintah Indonesia khususnya [[Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia|Mahkamah Konstitusi]] supaya mengakui agama Kaharingan sebagai agama resmi di Indonesia. Upaya ini dilakukan karena ada beberapa kelompok suku Dayak '''penganut agama [[Samawi|samawi]]''' yang sesuka hati melaksanakan '''ritual''' agama Kaharingan dengan mengubah beberapa prosesi ritual yang dianggap musyrik oleh ajaran agama merekatersebut. Singkatnya,Sehingga '''para penganut agama samawi ini memodifikasi''' sebagian ritual keagamaan Kaharingandimodifikasi '''supaya bisa disebut sebagai adat''' dan bisa dilaksanakan secara umum.<ref>{{Cite web|last=Supriadi|first=Hairil|date=2022-06-11|title=Hinting Pali Tidak Bisa Dipasang Sembarangan|url=https://www.kaltengtimes.co.id/berita-13405/hinting-pali-tidak-bisa-dipasang-sembarangan|website=KALTENGTIMES|language=id|access-date=2023-03-31}}</ref> Hal ini ditakutkan akan '''menggeser identitas penganut agama Kaharingan'''. Masih ada banyak hal yang menyebabkan sebagian penganut Kaharingan memperjuangkan agamanya, alasan lainnya '''karena sejatinya agama Kaharingan adalah agama asli di bumi Kalimantan yang termasuk ke dalam wilayah Negara Indonesia, namun anehnya tidak diakui olehsebagai negara itu sendiriagama.'''
 
Ketika membuat E-KTP, banyak masyarakat [[Dayak Meratus]] penganut agama Kaharingan yang memilih mengosongkan kolom agamanya, namun sebagian lainnya memilih mencantumkan [[Hindu]]. Sejak adanya keputusan Mahkamah Konstitusi pada tahun 2017 yang memperbolehkan penganut agama leluhur untuk mencantumkan agama nya pada KTP, kini sudah ada beberapa masyarakat Dayak Meratus yang memilih agama Kaharingan ke dalam kolom agama, walaupunsehingga saat KTP tersebut selesai dicetak '''hanya''' akan '''tertulis''' sebagai '''"Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa"'''.
 
Organisasi keagamaan Hindu Kaharingan adalah [[Majelis Besar Agama Hindu Kaharingan]] (MBAHK) yang pusatnya di [[Kota Palangka Raya]], [[Kalimantan Tengah]]. Dan sebagian penganut Kaharingan yang menentang integrasi dengan agama Hindu dan berpaham Kaharingan sebagai agama mandiri akhirnya mendirikan [[Majelis Agama Kaharingan Indonesia]] (MAKI) di Kalimantan Tengah<ref>{{cite book|surname=Popov|given=Igor (Dr. Igor Popov, LLM) |year=2017 |chapter=Agama-agama asli |chapter-url=https://indonesiafaiths.blogspot.com/p/agama-asli.html |title=Buku rujukan semua aliran dan perkumpulan agama di Indonesia |pages=96–104 |url=http://indonesiafaiths.blogspot.com/p/book-index.html |place=[[Singaraja (kota)|Singaraja]] |publisher=Toko Buku Indra Jaya}}</ref><ref>{{Cite web |url=http://www.aman.or.id/2018/10/majelis-agama-kaharingan-indonesia-mendatangi-komnas-ham-komnas-perempuan/ |title=Salinan arsip |access-date=2020-04-24 |archive-date=2020-05-07 |archive-url=https://web.archive.org/web/20200507165012/http://www.aman.or.id/2018/10/majelis-agama-kaharingan-indonesia-mendatangi-komnas-ham-komnas-perempuan/ |dead-url=yes }}</ref><ref>http://www.aman.or.id/2018/10/majelis-agama-kaharingan-indonesia-mendesak-pemerintah-indonesia-agar-mengakui-kaharingan-menjadi-agama/{{Pranala mati|date=Desember 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref><ref>https://ombudsman.go.id/artikel/r/artikel--anggota-ombudsman-lakukan-pertemuan-dengan-sekda-kalteng-bahas-permohonan-pengurus-maki-agar-kaharingan-menjadi-agama-resmi-di-indonesia</ref><ref>https://majalah.tempo.co/read/agama/144726/kaharingan-menuntut-status?</ref> serta [[Majelis Umat Kepercayaan Kaharingan]] (MUKK) di [[Kalimantan Selatan]].<ref>{{Cite web |url=https://metro7.co.id/agama-kaharingan-diakui-mukk-kotabaru-kumpulkan-kepala-adat/ |title=Salinan arsip |access-date=2020-04-24 |archive-date=2021-02-27 |archive-url=https://web.archive.org/web/20210227064115/https://metro7.co.id/agama-kaharingan-diakui-mukk-kotabaru-kumpulkan-kepala-adat/ |dead-url=yes }}</ref><ref>https://kalsel.prokal.co/read/news/21860-6-ribu-penganut-kepercayaan-kaharingan-mohon-perubahan-kolom-agama.html</ref><ref>https://banjarmasin.tribunnews.com/2019/01/24/kepercayaan-kaharingan-di-kotabaru-diakui-kemendikbud-ri-ktp-tak-kosong-lagi</ref>
 
== Kerajaan Kaharingan di Kalimantan pada masa lampau ==
=== [[Kerajaan Tanjung Pematang Sawang]]===
{{•}} [[Kerajaan Tanjung Pematang Sawang]]<br><br>Kerajaan ini diperkirakan sudah ada pada abad ke-8 sampai abad ke-14 Masehi dengan ratu yang terkenal akan kecantikannya yaitu Ratu [[Nyai Undang]], didampingi oleh dua rekannya yang juga terkenal yaitu Pangeran Tamanggung Tambun yang merupakan anak dari Tamanggung Sarupoi (Raja Kerajaan [[Suku Ot Danum]]), serta Pangeran Tamanggung Bungai yang merupakan adik kandung Nyai Undang. Tambun dan Bungai mendapat gelar dari Nyai Undang Raja di Pematang Sawang yaitu gelar “''Tamanggung Tambun Terjun Ringkin Duhung''” dan “''Tamanggung Bungai Andin Sindai''” karena keberanian mereka berdua dalam berperang mempertahankan kerajaan. Kini nama Tambun dan Bungai diabadikan sebagai julukan bagi Provinsi Kalimantan Tengah, julukannya yaitu '''"''Bumi Tambun Bungai''"'''.
Kerajaan ini diperkirakan sudah ada pada abad ke-8 sampai abad ke-14 Masehi dengan ratu yang terkenal akan kecantikannya yaitu Ratu [[Nyai Undang]], didampingi oleh dua rekannya yang juga terkenal yaitu Pangeran Tamanggung Tambun yang merupakan anak dari Tamanggung Sarupoi (Raja Kerajaan [[Suku Ot Danum]]), serta Pangeran Tamanggung Bungai yang merupakan adik kandung Nyai Undang. Tambun dan Bungai mendapat gelar dari Nyai Undang Raja di Pematang Sawang yaitu gelar “''Tamanggung Tambun Terjun Ringkin Duhung''” dan “''Tamanggung Bungai Andin Sindai''” karena keberanian mereka berdua dalam berperang mempertahankan kerajaan. Kini nama Tambun dan Bungai diabadikan sebagai julukan bagi Provinsi Kalimantan Tengah, julukannya yaitu '''"''Bumi Tambun Bungai''"'''.
 
{{•}} ===[[Kerajaan Nan Sarunai]]===
[[Berkas:Majapahit_Empire_id.svg|jmpl|260px|Peta wilayah kekuasaan Majapahit berdasarkan Nagarakertagama divalidkan oleh Warisan Nyanyian Wadian setempat, Nyanyian(''Nansarunai wadianUsak Jawa'') yang menceritakan peristiwa tragis tentang runtuhnya Kerajaan Nan Sarunai pada sekitar abad ke-13.]]
Kerajaan Nan Sarunai adalah pemerintahan purbamasa lampau yang muncul dan berkembang di wilayah yang sekarang termasuk dalam daerah administratif Provinsi Kalimantan Selatan, Indonesia, tepatnya di antara wilayah Kabupaten Hulu Sungai Utara dan Kabupaten Tabalong. Daerah-daerah yang menjadi wilayah kekuasaan Kerajaan Nan Sarunai adalah meliputi sebagian besar tempat yang sekarang termasuk dalam wilayah administratif Kabupaten Hulu Sungai Utara dan Kabupaten Tabalong, Provinsi Kalimantan Selatan. Diperkirakan, wilayah kekuasaan Kerajaan Nan Sarunai terbentang luas dari Tabalong hingga ke daerah Paser. Orang-orang [[Suku Dayak Maanyan]], ketika sudah mendirikan Kerajaan Nan Sarunai, sering berpindah-pindah tempat bermukim, namun masih berlokasi di sekitar Sungai Tabalong dan dekat dengan Pegunungan Meratus. Beberapa tempat yang pernah menjadi wilayah permukiman orang-orang Suku Dayak Maanyan sekaligus sebagai wilayah kekuasaan Kerajaan Nan Sarunai antara lain: Tumpuk Lalung Kuwung Gumi Rarak Ransai, Tumpuk Pupur Purumatung, Tumpuk Sida Matung, Tumpuk Laliku Meah, Pulau Hujung Tanah, Kuripan, Margoni, Sinobala, dan Lalung Nyawung.
 
== Organisasi ==
Baris 131 ⟶ 137:
== Peribadahan ==
 
==='''Basarah / Sembahyang / Ibadah'''===
 
Istilah persembahyangan dalam agama Kaharingan yang sering terdengar di kalangan suku Dayak adalah '''"Basarah"''', khususnya suku Dayak di [[Kalimantan Tengah]]. Basarah artinya berserah diri kepada Ranying Hatalla(Tuhan). Terdapat 3 macam Basarah, yakni:
 
* '''Basarah umum''', yaitu ibadah wajib bagi umat Kaharingan yang diadakan rutin setiap hari kamis (malam jum'at) seminggu sekali, dilaksanakan di Balai Basarah dan dihadiri oleh banyak umat. Pemuka agama atau pemimpin dalam Basarah umum adalah ''Mantir Basarah'', namun jika diperlukan akan ada satu umatseorang lagi yang bertugas sebagai pembaca susunan ibadah. Sikap tubuh saat berlangsungnya Basarah umum adalah duduk bersila di lantai mengelilingi [[Sangku Tambak Raja]]. Ada aturan dalam Basarah bahwa perempuan yang sedang datang bulan tidak diperkenankan mengikuti peribadahan.
 
* '''Basarah keluarga''', biasanya dilakukan oleh sebuah keluarga, pelaksaannya bisa di rumah maupun tempat tertentu yang disesuaikan dengan keadaan yang terjadi, misalnya basarah kawin adat (pernikahan), basarah syukuran, basarah Bayar Hajat, basarah di tempat orang yang meninggal, dan sebagainya. Pelaksanaan Basarah keluarga mempunyai syarat yang sama dengan Basarah umum.
 
* '''Basarah per-oranganperorangan''', yaitu berdo’a/beribadah seorang diri dengan cara meletakan telur, menabur beras atau sesaji lainnya pada tempat-tempat khusus yang keramat, misalnya di [[Pasah patahu]], [[Balai paseban]], dan Keramat.
Dalam melaksanakan Basarah umum dan Basarah keluarga, sarana persembahyangan yang wajid disediakan adalah '''Sangku Tambak Raja''', yang meliputi :
1)# [[Sangku Tambak]], sejenis wadah/mangkok yang terbuat dari tembaga atau kuningan (''mirip seperti wadah [[Sasanggan]] dalam adat Banjar)''. Sangku Tambak diletakan di atas meja dan di tengah-tengah orang yang beribadah.
# Behas, yaitu beras yang dipakai untuk mengisi Sangku Tambak secukupnya.
2)# BehasDandang Tingang, yaitu berasbulu yangekor dipakaidari untukburung mengisiTingang dan ditancapkan ke dalam beras Sangku Tambak secukupnya.
# Sipa / Giling Pinang, yaitu gulungan daun sirih yang diolesi kapur dan diisi pinang, diletakan ke dalam Sangku Tambak
3)# DandangRukun TingangTarahan, yaitu bulurokok ekortembakau, dari burung Tingang dan ditancapkandiletakan ke dalam beras Sangku Tambak
# Bulau Pungkal Raja / Duit Singah Sangku, yaitu uang persembahan yang diletakan ke dalam Sangku Tambak secara sukarela oleh umat yang beribadah
4)# SipaBehas /Hambaruan, Gilingadalah Pinang,7 yaitubutir gulunganberas daunyang sirihdiambil dari beras biasa namun hanya dipilih yang diolesibersih, kapurbening dan diisitidak pinangrusak sedikitpun, kemudian dibungkus dengan kain kecil, dan diletakan ke dalam Sangku Tambak
# Undus Tanak, yaitu minyak kelapa yang dimuat dalam wadah kecil, juga diletakan ke dalam Sangku Tambak
5)# RukunTampung TarahanTawar, yaitu rokokgelas tembakaukecil berisi air yang disucikan, di campur dengan minyak wangi dan dibubuhkan ketupat telur sebagai alat untuk memercikan airnya, diletakan ke dalam Sangku Tambak
# Kambang sukup macam, yaitu bermacam jenis bunga secukupnya diletakan ke dalam sangku
# Lapik Sangku, yaitu kain sebagai alas sangku
6) Bulau Pungkal Raja / Duit Singah Sangku, yaitu uang persembahan yang diletakan ke dalam Sangku Tambak secara sukarela oleh umat yang beribadah
# Tanteluh manuk manta, yaitu telur ayam kampung mentah yang di buka sedikit dengan uang koin, juga diletakan ke dalam Sangku Tambak
# Parapen, yaitu perapian yang berisi dupa, kemenyan, dan kayu gaharu yang dibakar, yang nantinya digunakan untuk mensucikan Sangku Tambak beserta isinya.
7) Behas Hambaruan, adalah 7 butir beras yang diambil dari beras biasa namun hanya dipilih yang bersih, bening dan tidak rusak sedikitpun, kemudian dibungkus dengan kain kecil, dan diletakan ke dalam Sangku Tambak
8) Undus Tanak, yaitu minyak kelapa yang dimuat dalam wadah kecil, juga diletakan ke dalam Sangku Tambak
9) Tampung Tawar, yaitu gelas kecil berisi air yang disucikan, di campur dengan minyak wangi dan dibubuhkan ketupat telur sebagai alat untuk memercikan airnya, diletakan ke dalam Sangku Tambak
10) Kambang sukup macam, yaitu bermacam jenis bunga secukupnya diletakan ke dalam sangku
11) Lapik Sangku, yaitu kain sebagai alas sangku
12) Tanteluh manuk manta, yaitu telur ayam kampung mentah yang di buka sedikit dengan uang koin, juga diletakan ke dalam Sangku Tambak
13) Parapen, yaitu perapian yang berisi dupa, kemenyan, dan kayu gaharu yang dibakar, yang nantinya digunakan untuk mensucikan Sangku Tambak beserta isinya.
 
Adapun kidung suci yang di nyanyikan saat Basarah umum dan Keluarga yaitu :
 
-* Kandayu Manyarah Sangku Tambak Raja.
* Kandayu Mantang Kayu Erang.
 
-* Kandayu MantangParawei, Kayu Erang.dan
* Kandayu Mambuwur Behas Hambaruan.
 
- Kandayu Parawei, dan
 
- Kandayu Mambuwur Behas Hambaruan.
 
Basarah umum diawali dengan mensucikan sangku tambak, disebut dengan Manggaru Sangku Tambak Raja. Sangku Tambak yang sudah lengkap akan diangkat dan disucikan secara memutar di atas Parapen sembari melantunkan kidung [[Tandak]], yaitu do'a untuk mensucikan Sangku yang dinyanyikan dengan nada dan cengkok yang khas. Manggaru Sangku dilakukan oleh Mantir Basarah atau bisa juga salah satu umat yang bersedia atas permintaan Mantir Basarah, hal ini dilakukan dengan tujuan memberikan kesempatan pada semua umat Kaharingan untuk percaya diri dan semangat dalam beribadah. Karena [[Tandak]] dan [[Karungut]] adalah seni suara yang diwariskan melalui umat agama Kaharingan.
Baris 185 ⟶ 176:
Dan tahapan Basarah yang paling akhir adalah menyanyikan Kandayu Mambuwur Behas Hambaruan yang diiringi dengan pemberian berkat kepada semua yang beribadah menggunakan 4 sarana yang diambil dari Sangku Tambak Raja, yaitu:
 
1)# Tampung tawar
# Undus tanak(minyak kelapa)
 
# Telur ayam kampung mentah
2) Undus tanak(minyak kelapa)
# Tujuh butir beras Hambaruan yang dicampur dengan beras Sangku, supaya jumlahnya agak banyak
 
3) Telur ayam kampung mentah
 
4) Tujuh butir beras Hambaruan yang dicampur dengan beras Sangku, supaya jumlahnya agak banyak
 
Pemberian berkat ini dilakukan oleh empat orang kepada seluruh orang yang Basarah, termasuk keempat pemberi berkat itu sendiri. Tahapan Pemberian berkat dilakukan secara berututan, diawali dari menabur beras Hambaruan pada pucuk kepala, kemudian memercikan air Tampung Tawar pada pucuk kepala maupun telapak tangan, kemudian mengoleskan telur ayam mentah pada dahi menggunakan uang koin atau bulu ekor burung tingang, dan yang terakhir adalah mengoleskan minyak kelapa pada rambut. Kandayu Mambuwur Behas Hambaruan tidak boleh berhenti dinyanyikan jika semua orang yang beribadah belum diberikan ke-empat berkat tersebut.
Baris 340 ⟶ 328:
Masyarakat Dayak sangat menjunjung tinggi keberadaan burung [[Rangkong badak|Enggang badak]] atau [[Rangkong badak]] karena burung ini dianggap sebagai lambang kebesaran, perdamaian, dan persatuan. Sehingga dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Dayak, burung Enggang senantiasa ada dalam bentuk patung keramat tempat ibadah umat Kaharingan, lukisan, pakaian adat, bangunan rumah, balai desa, monumen, pintu-pintu gerbang, bahkan digunakan sebagai hiasan antik di rumah maupun ukiran patung di kuburan.<ref>{{Cite web|title=Pulau Dayak - TINGANG RANGGA BAPANTUNG NYAHU Burung...|url=https://www.facebook.com/pulaudayak2/photos/a.495981193914573/679196095593081/?type=3|website=www.facebook.com|language=id|access-date=2023-03-27}}</ref>
 
Dalam agama Kaharingan, burung Enggang memiliki makna yang luas. Berdasarkan mitologi agama Kaharingan, di ''Lewu Batu Nindan Tarung'' (alam atas), ''Tingang Rangga Bapantung Nyahu''(burung Tingang/Enggang/[[Rangkong]]) adalah salah satu manifestasi Ranying Hatalla melalui perubahan wujud ''Luhing Pantung Tingang'' ([[Lawung]]/penutup atau ikat kepala) yang dipakai oleh Raja Bunu ketika ia menerima ''Danum Nyalung Kaharingan Belum''(air suci kehidupan). Seperti yang terdapat pada ayat-ayat kitab suci Panaturan, yaitu pasal 27 ayat 21 :<br>'''"''Hayak auh nyahu batengkung ngaruntung langit,<br>Homboh malentar kilat basiring hawun<br>Luhing pantung tingang basaluh manjari Tingang Rangga Bapantung Nyahu.''"'''<br>Artinya :<br>'''"''Bersama bunyi guntur menggemuruh memenuhi alam semesta<br>Petir halilintar menggetarkan buana<br>Luhing Pantung Tingang berubah menjadi Tingang Rangga Bapantung Nyahu (burung Tingang/Enggang/Rangkong).''"'''<br>
Kemudian burung Tingang tersebut tinggal dan menempati ''Lunuk Jayang Tingang Sempeng Tulang Tambarirang''(pohon beringin). Sehingga pada saat umat Kaharingan melakukan upacara [[Balian]] Balaku Untung, wujud burung Enggang/Tingang yang ada dalam pohon beringin akan memberkati kehidupan manusia melalui perjalanan ''Banama Tingang''(perahu). Oleh karena itu umat Kaharingan tidak boleh bersikap sembarangan di depan pohon beringin, dan jika ingin menebang pohon beringin haruslah melakukan ritual terlebih dahulu. Oleh karena itu pula dalam ibadah rutin ''Basarah'' yang dilakukan umat Kaharingan, diharuskan adanya ''Dandang Tingang''(bulu ekor burung Tingang/Enggang) sebagai sarana wajib di dalam ''Sangku Tambak Raja'' supaya umat yang beribadah mendapatkan ''Bulau Untung Aseng Panjang''(berkat dan karunia-NYA).
 
Seperti yang terdapat pada ayat-ayat kitab suci Panaturan, yaitu pasal 27 ayat 21 :
Dan dilihat dari filsafat agama Kaharingan, '''warna''' dari ''Dandang Tingang''(bulu ekor Enggang) memiliki makna simbolis dalam kehidupan umat Kaharingan, yaitu :<br>1. Warna putih di bagian atas bulu, bermakna sebagai alam kekuasaan Ranying Hatalla beserta manifestasi-manifestasi NYA.<br>2. Warna hitam di bagian tengah bulu, yaitu alam kehidupan manusia di ''Pantai Danum Kalunen''(dunia) yang penuh dengan rintangan dan cobaan.<br>3. Warna putih di bagian bawah bulu, bermakna sebagai alam kekuasaan ''Jatha Balawang Bulau''.
'''"''Hayak auh nyahu batengkung ngaruntung langit,<br>Homboh malentar kilat basiring hawun<br>Luhing pantung tingang basaluh manjari Tingang Rangga Bapantung Nyahu.''"'''
Artinya :
'''"''Bersama bunyi guntur menggemuruh memenuhi alam semesta<br>Petir halilintar menggetarkan buana<br>Luhing Pantung Tingang berubah menjadi Tingang Rangga Bapantung Nyahu (burung Tingang/Enggang/Rangkong).''"'''
 
Kemudian burung Tingang tersebut tinggal dan menempati ''Lunuk Jayang Tingang Sempeng Tulang Tambarirang'' (pohon beringin). Sehingga pada saat umat Kaharingan melakukan upacara [[Balian]] Balaku Untung, wujud burung Enggang/Tingang yang ada dalam pohon beringin akan memberkati kehidupan manusia melalui perjalanan ''Banama Tingang''(perahu). Oleh karena itu umat Kaharingan tidak boleh bersikap sembarangan di depan pohon beringin, dan jika ingin menebang pohon beringin haruslah melakukan ritual terlebih dahulu. Oleh karena itu pula dalam ibadah rutin ''Basarah'' yang dilakukan umat Kaharingan, diharuskan adanya ''Dandang Tingang''(bulu ekor burung Tingang/Enggang) sebagai sarana wajib di dalam ''Sangku Tambak Raja'' supaya umat yang beribadah mendapatkan ''Bulau Untung Aseng Panjang''(berkat dan karunia-NYA).
 
Dari filsafat agama Kaharingan, warna dari ''Dandang Tingang''(bulu ekor Enggang) memiliki makna simbolis dalam kehidupan umat Kaharingan, yaitu :
*Warna putih di bagian atas bulu, bermakna sebagai alam kekuasaan Ranying Hatalla beserta manifestasi-manifestasi NYA.
*Warna hitam di bagian tengah bulu, yaitu alam kehidupan manusia di ''Pantai Danum Kalunen''(dunia) yang penuh dengan rintangan dan cobaan.
*Warna putih di bagian bawah bulu, bermakna sebagai alam kekuasaan ''Jatha Balawang Bulau''.
 
== Adat Rukun Kematian Agama Kaharingan Dayak Ma'anyan ==
Baris 362 ⟶ 359:
 
== Hal-hal yang berkaitan dengan Kaharingan ==
{{columns-list|
 
*[[Ngabe Anom Soekah]]
{{hlist|'''[[Ngabe Anom Soekah]]|[[Balai Basarah]]|[[Tambun Bungai]]|[[Kerajaan Tanjung Pematang Sawang]]|[[Kerajaan Nan Sarunai]]|[[Babukung]]|[[Festival Tandak Intan Kaharingan]]|[[Festival Babukung]]|[[Suku Dayak]]|Tampung Tawar|Basarah|Bahasa Sangiang|[[Balian]]|[[Balai Basarah]]|[[Panaturan]]|Kandayu|[[Karungut]]|Lilis Lamiang|Manas Sambelum|Wara|Ijambe|[[Tiwah]]|[[Sandung]]|Sapundu|[[Pasah patahu|Pasah Patahu]]|[[Kwangkey]]|[[Blontang]]|[[Mandung]]|[[Toemenggoeng Soera Djaja]]|[[Institut Agama Hindu Negeri Tampung Penyang]]'''}}
*[[Balai Basarah]]
*[[Tambun Bungai]]
*[[Kerajaan Tanjung Pematang Sawang]]
*[[Kerajaan Nan Sarunai]]
*[[Babukung]]
*[[Festival Tandak Intan Kaharingan]]
*[[Festival Babukung]]
*[[Suku Dayak]]
*Tampung Tawa
*Basara
*Bahasa Sangian
*[[Balian]]
*[[Balai Basarah]]
*[[Panaturan]]
*Kandayu
*[[Karungut]]
*Lilis Lamiang
*Manas Sambelum
*Wara
*Ijambe
*[[Tiwah]]
*[[Sandung]]
*Sapundu
*[[Pasah patahu|Pasah Patahu]]
*[[Kwangkey]]
*[[Blontang]]
*[[Mandung]]
*[[Toemenggoeng Soera Djaja]]
*[[Institut Agama Hindu Negeri Tampung Penyang]]
}}
 
== Galeri ==