Sejarah Cilacap: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Thesillent (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
k ~cite
 
(40 revisi perantara oleh 3 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
'''Sejarah Cilacap''' adalah sejarah mengenai perkembangan wilayah daerah [[Kabupaten Cilacap|Cilacap]] di [[Jawa Tengah]]. SebagaiCilacap suatu wilayahsebagai pemerintahan terbentuklokal sudah berdiri sejak zaman [[Majapahit]], dengan penguasa yang terkenal yaitu Ki Gede Ayah dan Ki Ageng Donan. Sedangkan Kabupaten Cilacap berdiri setelah bergabungnya Regentschap Dayeuhluhur dan Distrik Adiraja menjadi Onder Regentschap Cilacap, yang menjadi bagian dari [[KaresidenanKeresidenan Banyumas]] sejak 22 Agustus [[1831]], dengan mengangkat seorang residen yang bernama G.De. Seriere untuk mendampingi para bupati dan menetapkan [[Raden  Tumenggung Tjakranegara III]]  sebagai  Bupati, serta  dihapuskannya [[Kadipaten Dayeuhluhur]] dan mulai membuka wilayah ini seluas-luasnya  kepada para pendatang. <ref>Situmorang, Nurarta (2009) Citra Kabupaten Cilacap Dalam Arsip. Jakarta: Arsip Nasional Republik Indonesia.[ISBN 978-602-6503-14-5]</ref>
 
Cilacap merupakan salah satu kabupaten di [[Jawa Tengah]] yang berbatasan langsung dengan Provinsi [[Jawa Barat]] dan di bagian selatannya berbatasan dengan [[Samudera Hindia]]. Karena berbatasan langsung antara Jawa Tengah dan Jawa Barat, Cilacap memiliki percampuran budaya [[Jawa Banyumasan]] dengan [[budaya Sunda]] (Priangan Timur).
 
Cilacap merupakan salah satu kabupaten di [[Jawa Tengah]] yang berbatasan langsung dengan Provinsi [[Jawa Barat]] dan di bagian selatannya berbatasan dengan [[Samudera Hindia]]. Karena berbatasan langsung antara Jawa Tengah dan Jawa Barat, Cilacap memilikiterdapat percampuran budayasuku [[Jawa Banyumasan]] dengandan [[budayasuku Sunda]] di beberapa kecamatan, seperti (PrianganDayehluhur, Majenang Timurdsb).
 
== Toponomi ==
 
Cilacap (Chelachap,berasal Tlacap,dari kata "Cacab)" atau "Tlacap" yang berhubungan dengan mata bajak, bukan berasal dari penggabungan kata "Ci" dan "Lacap").<ref>Mudik ke Cilacap, melainkanBenarkah berhubunganNama denganKota mataNgapak bajakIni Dari Bahasa Sunda?[https://sains.kompas.com/read/2019/06/02/180200023/mudik-ke-cilacap-benarkah-nama-kota-ngapak-ini-dari-bahasa-sunda-]</ref>
 
Akhir abad ke XIV kedatangan rombongan [[Raden Bei Tjakrawedana]] (anak [[Tumenggung Tjakrawedana I]], bupati Kasepuhan [[Banyumas]]) yang diutus membuka hutan untuk dijadikan pemukiman ke daerah selatan.<ref>Benarkah Cilacap Dari Bahasa Sunda, Ini Asal Usul Penamaan Kota Ngapak Itu]</ref>
 
Menurut Sumber Babad, di masa lalu [[Raden Bei Tjakrawedana]] (anak [[Tumenggung Tjakrawedana I]], bupati Kasepuhan Banyumas) diutus membuka hutan untuk dijadikan pemukiman ke daerah selatan. Rombongan Raden Bei ini kemudian berhenti di ujung lekukan pantai teluk yang bentuknya mirip mata bajak, atau dalam [[bahasa Jawa]] disebut ''wluku'', yangsehingga disebutorang menyebutnya ''cacab'' atau ''tlacap''.<ref>Java geographisch, ethnologisch, historisch tweede deel / door Pieter Johannes Veth ; Jan Frederik Niermeyer ; Johannes Francois Snelleman[https://onesearch.id/Record/IOS3659.20394048]</ref><ref>Priyadi, Prof. Dr. Sugeng, M.Hum. 2017. Masa Hindu–Budha : Sejarah Indonesia Abad IV –XV. Purwokerto : Pustaka Pelajar</ref>
 
Mr. W. de[[De Wolff van Westerrode]], Asisten Residen [[Purwokerto]] ([[1896]] - [[1900]]) membuat resensi buku karangan Veth berjudul "''Java, Geographisch, Ethnologisch, Historich",'' 3 Jilid, terbit tahun ([[1875]]-[[1882]]) dalam majalah Ilmu Bumi di Negeri [[Belanda]], mencatat bahwa penulisan [[Cilacap]] seringkali disalahtafsirkan sebagai kata yang berasal dari [[bahasa Sunda]]. Di Tanah Kerajaan, kata Tlacap digunakan untuk titik–titik yang dikenal pada patrun beberapa stasi payung dan "kepala" kain batik dan sarung.<ref>VETH, P. J (1903) Java; Geographisch, Ethnologisch, Historisch. De Erven F. Bohn N.V.<m
Menurut Sumber Babad, di masa lalu [[Raden Bei Tjakrawedana]] (anak [[Tumenggung Tjakrawedana I]], bupati Kasepuhan Banyumas) diutus membuka hutan untuk dijadikan pemukiman ke daerah selatan. Rombongan Raden Bei ini kemudian berhenti di ujung lekukan pantai teluk yang bentuknya mirip mata bajak, atau dalam [[bahasa Jawa]] disebut wluku, yang disebut cacab atau tlacap.<ref>Java geographisch, ethnologisch, historisch tweede deel / door Pieter Johannes Veth ; Jan Frederik Niermeyer ; Johannes Francois Snelleman[https://onesearch.id/Record/IOS3659.20394048]</ref><ref>Priyadi, Prof. Dr. Sugeng, M.Hum. 2017. Masa Hindu–Budha : Sejarah Indonesia Abad IV –XV. Purwokerto : Pustaka Pelajar</ref>
.[https://arsip-indonesia.org/nl/zoeken?mivast=50000&mizig=64&miadt=50007&miaet=14&micode=1.0-PDSGI-K.B&minr=1060427&milang=nl&misort=tah%7Casc&miview=ldt]</ref><ref>Mudik ke Cilacap, Benarkah Nama Kota Ngapak Ini Dari Bahasa Sunda?[https://sains.kompas.com/read/2019/06/02/180200023/mudik-ke-cilacap-benarkah-nama-kota-ngapak-ini-dari-bahasa-sunda-]</ref>
 
Di tanah kerajaan, kata ''Tlacap'' digunakan untuk titik–titik yang dikenal pada patrun beberapa stasi payung dan "kepala" kain batik dan sarung. ''Tlacap'' atau ''lacap'' juga berarti ''lancip'' atau tanah yang menjorok ke laut, yang sama artinya dengan kata ''congot'' (dalam [[bahasa Jawa]]).<ref>Cilacap itu Nama Baru, Sejarah Asal Mula Cilacap itu dari Handaunan atau Donan[https://banyumas.suaramerdeka.com/banyumas/pr-095562218/cilacap-itu-nama-baru-sejarah-asal-mula-cilacap-itu-dari-handaunan-atau-donan]</ref>
Mr. W. de Wolff van Westerrode, Asisten Residen [[Purwokerto]] ([[1896]] - [[1900]]) membuat resensi buku karangan Veth berjudul "Java, Geographisch, Ethnologisch, Historich", 3 Jilid, terbit tahun ([[1875]]-[[1882]]) dalam majalah Ilmu Bumi di Negeri [[Belanda]], mencatat bahwa penulisan [[Cilacap]] seringkali disalahtafsirkan sebagai kata yang berasal dari [[bahasa Sunda]]. Di Tanah Kerajaan, kata Tlacap digunakan untuk titik–titik yang dikenal pada patrun beberapa stasi payung dan "kepala" kain batik dan sarung.<ref>VETH, P. J (1903) Java; Geographisch, Ethnologisch, Historisch. De Erven F. Bohn N.V.<m
.[https://arsip-indonesia.org/nl/zoeken?mivast=50000&mizig=64&miadt=50007&miaet=14&micode=1.0-PDSGI-K.B&minr=1060427&milang=nl&misort=tah%7Casc&miview=ldt]</ref><ref>Mudik ke Cilacap, Benarkah Nama Kota Ngapak Ini Dari Bahasa Sunda?[https://sains.kompas.com/read/2019/06/02/180200023/mudik-ke-cilacap-benarkah-nama-kota-ngapak-ini-dari-bahasa-sunda-]</ref>
 
==Cikal bakalMajapahit==
Sejarah [[kabupaten Cilacap]] diawali sejak zaman [[Kerajaan Mataram Kuno|Mataram Kuno]] hingga Kerajaan [[Kasunanan Surakarta Hadiningrat|Surakarta]]. Pada akhir zaman [[Kemaharajaan Majapahit|Majapahit]] ([[1294]]-[[1478]]) daerah cikal-bakal [[Kabupaten Cilacap]] terbagi dalam wilayah-wilayah Kerajaan Majapahit, Adipati Pasir Luhur dan Kerajaan Pakuan Pajajaran, yang wilayahnya membentang dari timur ke arah barat:<ref>Darmawijaya, Kesultanan Islam Nusantara (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2010)</ref><ref>Soedarmadji, Hari Jadi Kabupaten Cilacap Alternatif Dari Alternatif (Cilacap: Setda Kabupaten Cilacap, 1990)</ref><ref>Soedarto, dkk, Buku Sejarah Cilacap (Cilacap: Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Cilacap, 1975)</ref><ref>Sejarah Kabupaten Cilacap[https://cilacapkab.go.id/v3/sejarah-cilacap/]</ref>
 
*Wilayah [[Ki Gede Ayah]] dan wilayah [[Ki Ageng Donan]] dibawah kekuasaan Kemaharajaan Majapahit.
Cikal bakal berdirinya [[kabupaten Cilacap]] diawali sejak zaman [[Kerajaan Mataram Hindu]] hingga [[Kerajaan Surakarta]]. Pada akhir zaman [[Kemaharajaan Majapahit]] ([[1294]]-[[1478]]) daerah [[Kabupaten Cilacap]] terbagi dalam wilayah-wilayah sebagai berikut:
*Wilayah [[Kerajaan Nusakambangan]] ([[Nusatembini]]) dan [[Adipati Pasir Luhur]].
*Wilayah [[Kerajaan Pajajaran]]. 
 
Menurut Husein Djayadiningrat, [[Kerajaankerajaan Pajajaran]] runtuh pada tahun [[1579]], masehi setelah diserang oleh [[kerajaan Banten|Banten]] dan [[kerajaan Cirebon|Cirebon]], Oleholeh karenanya bagian timur Pajajaran diserahkan kepada [[Cirebon]]. Sehingga seluruh wilayah cikal-bakal [[Kabupaten Cilacap|Cilacap]] di sebelah timur dibawah kekuasaan [[Kesultanan Pajang|Pajang]] (Pajang merupakansebagai kelanjutan dari Kesultanan Demak) dan sebelah barat diserahkan kepada Cirebon (Pendirian kesultanan Cirebon berkaitan erat denganvasal Demak).
*Wilayah [[Ki Gede Ayah]] dan wilayah [[Ki Ageng Donan]] dibawah kekuasaan Kemaharajaan Majapahit.
 
Pada [[1587]] Masehi, [[Kesultanan Pajang|Pajang]] diganti oleh [[Kerajaan Mataram|Mataram]] (Islam) yang didirikan oleh [[Panembahan Senopati]] pada ([[1587]]-[[1755]]), maka daerah cikal bakal Kabupaten Cilacap yang semula dibawah kekuasaan Kesultanan Pajang diserahkan kepada Kesultanan Mataram (pajang runtuh digantikan oleh Mataram). Pada tahun [[1595]] Kerajaan Mataram Islam mengadakan ekspansi ke [[Kerajaan Galuh|Galuh]] (vasal Cirebon).
*Wilayah [[Kerajaan Nusakambangan]] (Nusatembini)
 
Menurut catatan harian Kompeni [[Belanda]] di Benteng [[Batavia]], tanggal 21 Februari [[1682]], diterima surat yang berisi terjemahan perjalanan darat dari [[Citarum]], sebelah utara [[Karawang]] ke [[Bagelen]]. Nama-nama yang dilalui dalam daerah cikal-bakal Kabupaten Cilacap adalah [[Dayeuhluhur]] dan [[Limbangan]].<ref>Sejarah
*Wilayah [[Adipati Pasir Luhur]].
Kabupaten Cilacap[https://cilacapkab.go.id/v3/sejarah-cilacap/]</ref>
 
==Mataram kuno==
*Wilayah Kerajaan Pajajaran. 
Handaunan (sekarang: ''Donan'') sebagai cikal-bakal kabupaten Cilacap sudah dikenal di masa [[Kerajaan Mataram Kuno|Mataram Kuno]] sebagaimana didasarkan pada [[prasasti Salingsingan]] bertuliskan 2 Mei [[880]] Masehi. Prasasti ini menyebut raja [[Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala]] yang bertahta sekitar tahun ([[856]]—[[882]] M) dan nama Handaunan.<ref>Casparis, J.G. de. Prasasti Indonesis I-Inscripties Uit de Cuilenders-Tijd. Bandung.</ref>
 
Terdapat pula beberapa nama desa di Cilacap pada prasasti peninggalan Mataram kuno. Ke 5 prasasti ini menceritakan adanya nama-nama desa atau wilayah yang terletak di daerah sepanjang aliran [[sungai Serayu]], di daerah [[kabupaten Purbalingga|Purbalingga]], [[Kabupaten Banjarnegara|Banjarnegara]], [[Kabupaten Wonosobo|Wonosobo]], [[Kabupaten Banyumas|Banyumas]], dan [[Kabupaten Cilacap|Cilacap]].<ref>MM. Sukarto K. Atmodjo. 1990. Menelusuri Sejarah Cikal Bakal Hari Jadi Cilacap Berdasarkan Data Prasasti Kuno.</ref><ref>Museum Nasional Jakarta. Koleksi Prasasti Museum Nasional Jilid I.</ref>
[[Kerajaan Pajajaran]] runtuh pada tahun [[1579]], setelah diserang oleh [[kerajaan Banten]] dan [[kerajaan Cirebon]], Oleh karenanya bagian timur Pajajaran diserahkan kepada [[Cirebon]]. Sehingga seluruh wilayah cikal-bakal [[Kabupaten Cilacap]] di sebelah timur dibawah kekuasaan [[Kesultanan Pajang]] (Pajang merupakan kelanjutan dari Kesultanan Demak) dan sebelah barat diserahkan kepada Cirebon (Pendirian kesultanan Cirebon berkaitan erat dengan Demak)
 
===Prasasti Luitan===
Kesultanan Pajang dibubarkan pada [[1587]], karena tidak ada penerusnya sehingga dijadikan daerah bawahan oleh [[Kerajaan Mataram]] Islam yang didirikan oleh [[Panembahan Senopati]] pada tahun ([[1587]]-[[1755]]), maka daerah cikal bakal Kabupaten Cilacap yang semula di bawah kekuasaan Kesultanan Pajang diserahkan kepada Kerajaan Mataram Islam (sebagai kelanjutan dari Kesultanan Pajang). Pada tahun [[1595]] Kerajaan Mataram Islam mengadakan ekspansi ke [[Kerajaan Galuh|Galuh]] (Negri bawahan Kerajaan Cirebon). Menurut catatan harian Kompeni [[Belanda]] di Benteng [[Batavia]], tanggal 21 Februari [[1682]] diterima surat yang berisi terjemahan perjalanan darat dari [[Citarum]], sebelah utara [[Karawang]] ke [[Bagelen]]. Nama-nama yang dilalui dalam daerah cikal-bakal Kabupaten Cilacap adalah Dayeuhluhur dan [[Limbangan]].<ref>Sejarah Kabupaten Cilacap[https://cilacapkab.go.id/v3/sejarah-cilacap/]</ref> Kerajaan Galuh berhasil ditaklukan pada [[1595]]dengan demikian status kerajaan dihapuskan dan berubah menjadi Kabupatian Wedana. Pada [[1620]] menyusul [[Kerajaan Sumedang Larang]] yang menyatakan menyerah kepada Mataram Islam tanpa peperangan.
{{Artikel|Akulturasi Budaya Jawa dan Sunda}}
 
Menceritakan[[Prasasti DanaSalingsingan]] Kebaktianyang berangka tahun [[880]] masehi, menceritakan dana kebaktian milik [[Sri Maharaja Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala]] kepada  Bathara  di  Salingsingan  tentang sebuah dharma atau Bangunanbangunan Sucisuci (sekarang: [[Candi Wulan]], [[Candi Asu]], dan [[Candi Pendem]]) yang terletak di dekat bertemunya sungai[[Sungai Pabelan]] dan sungai[[Sungai Tlising]] di lereng [[Gunung Merapi]].
Pada tanggal 5 Oktober [[1705]], Melalui perjanjian Kartasura VOC berhasil mengambil-alih beberapa wilayah Kerajaan Mataram Islam yang ketika itu merupakan bagian dari daerah cikal-bakal Cilacap. Perjanjian antara VOC dan Kerajaan Mataram Islam tersebut dikatakan bahwa batas timur wilayah VOC berpindah dari Ci Pamanukan ([[Karawang]]) ke Sungai Losari di utara dan sungai Donan di selatan.
 
Desa di Cilacap yang disebut, antara lain: desa '''Gulung''' (sekarang: ''Grumbul Mengulung'', terletak dipinggir [[Kali Kembangkuning]], sebuah dusun di [[Kawunganten, Cilacap|kecamatan Kawunganten]], kab. Cilacap), desa '''Jati''' (sebuah desa di [[Binangun, Cilacap|kecamatan Binangun]], kab. Cilacap), desa '''Sunda''' (sekarang: ''Surusunda'', sebuah desa di [[Karangpucung, Cilacap|kecamatan Karangpucung]], kab. Cilacap), desa '''Manghujung''' (sekarang: ''Ujungmanik'', sebuah desa di [[Kawunganten, Cilacap|kecamatan Kawunganten]], kab. Cilacap), dan desa '''Handaunan''' (sekarang:''Donan'', sebuah kelurahan di [[Cilacap Tengah, Cilacap|kecamatan Cilacap Tengah]], [[kota Cilacap]]).
Pengambil-alihan beberapa wilayah Kesultanan Mataram Islam oleh VOC tertuang dalam Pasal II Perjanjian 5 Oktober [[1705]] yang berbunyi bahwa jurisdiksi dan pemilikan tanah di sebelah barat gunung-gunung dan sungai-sungai diserahkan kepada [[VOC]] dimulai dari muara Sungai Donan di Laut Selatan, sepanjang sungai tersebut ke arah barat sampai Passorouan ([[Pasuruan]]), awal dari danau dalam ([[Segara Anakan]]), ke arah utara sepanjang tepi timur dan utara dari danau sampai muara Sungai Tsiborom (sekarang Ciberem), sepanjang tepi timur dan utara dari rawa yang tak dapat dilalui sampai Tsisatia (sekarang Cisatya) sekitar Negeri [[Madura]], ke arah utara sebelah timur melalui pegunungan Dailoer (Dayeuhluhur) sampai gunung Sumana setelah Subang, sebelah tenggara Gunung Bongkok, ke arah utara sampai di Sungai Lassarij (Losari).<ref>Darmawijaya, Kesultanan Islam Nusantara (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2010)</ref><ref>Soedarmadji, Hari Jadi Kabupaten Cilacap Alternatif Dari Alternatif (Cilacap: Setda Kabupaten Cilacap, 1990)</ref><ref>Soedarto, dkk, Buku Sejarah Cilacap (Cilacap: Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Cilacap, 1975)</ref>
 
[[Prasasti Er Hangat]] yang berangka tahun [[885]] masehi, menyebut Maharaja Dyah Tagwas [[Sri Jayakirttiwardhana ]] yang berkuasa tahun [[885]] Masehimasehi, mendatangi desa '''''Kapung''''', dan sang raja singgah di desa '''''Er Hangat''''' atau desa [[Kali Anget]], yang sekarang terletak di wilayah [[Kabupaten Wonosobo|Wonosobo]].
 
Desa di Cilacap yang disebut, antara lain: desa '''Limo Manis''' (sekarang: [[Jeruklegi, Cilacap|Jeruklegi]], sebuah kecamatan di kab. Cilacap), desa '''Nusawangka''', desa '''Nusawungu''' (berada di [[Nusawungu, Cilacap|kecamatan Nusawungu]], kab. Cilacap), desa '''Nusajati''' (berada di [[Binangun, Cilacap|kecamatan Binangun]], kab. Cilacap), desa '''Nusa''', [[Nusatembini]], dan [[Pulau Nusakambangan]].
==Sejarah==
 
Dalam prasasti ini dikatakan pula bahwa Desadesa Nusa dipimpin oleh seorang Rama (Kepalakepala Daerahdaerah) disebut  Pu Sakti, dan Kepalakepala Daerahdaerah di Limo Manis (Jeruklegi) menerima pasak-pasak atau pemberian, pisungsung, berupa emas seberat 4 ma. Juga dikatakan, bahwa nama Desadesa '''Dalyatan''' (sekarang: Kecamatan[[Kawunganten, Cilacap|Kawunganten)]], Kayusebuah Hurang,kecamatan Nusadi dankab. DesaCilacap), desa '''Limo Manis''' (sekarang: [[Jeruklegi, Cilacap|Jeruklegi]], sebuah kecamatan di kab. Cilacap), desa '''Kayu Hurang''', desa '''Nusa''' merupakan  ''wanwatpi siring'' atau desa perbatasan, yang berstatus desa yang bebas pajak atau desa ''Salud Mangli''. Prasasti ini ditemukan di [[kabupaten Banjarnegara|Banjarnegara]].
Berdasarkan kajian Epigrafi, nama Donan (Handaonan/Danu) jauh lebih tua dibanding nama Cilacap (Chelachap) didasarkan pada beberapa temuan prasasti era Kerajaan Mataram Kuno (Hindu), seperti: [[Prasasti Salingsingan]] berangka tahun [[880]] Masehi, [[Prasasti Er Hangat]] berangka tahun [[885]] Masehi, [[Prasasti Panunggalan]] berangka tahun [[896]] Masehi, [[Prasasti Pabuaran]] berangka tahun [[900]] Masehi, dan [[Prasasti Luitan]] berangka tahun [[901]] Masehi.<ref>Casparis, J.G.  de. Prasasti Indonesis I-Inscripties Uit de Cuilenders-Tijd. Bandung.</ref> Ke 5 prasasti ini menceritakan adanya nama-nama desa/daerah/wilayah yang terletak di daerah sepanjang aliran sungai Serayu, di daerah [[Kabupaten Purbalingga]], [[Banjarnegara]], [[Wonosobo]], [[Banyumas]], dan [[Cilacap]].<ref>MM. Sukarto K. Atmodjo. 1990. Menelusuri Sejarah Cikal Bakal Hari Jadi Cilacap Berdasarkan Data Prasasti Kuno.</ref><ref>Dewi, Laela Nurhayati, SS.,M.Hum, dkk. 2014. Arca Hindu : Koleksi Museum Jawa Tengah Ranggawarsita. Semarang : Museum Ranggawarsita Jateng.</ref><ref>Ahmad, Zainollah. 2015. Topographia Sacra: Menelusuri Jejak Sejarah Jember Kuno. Jogyakarta : Penerbit Araska.</ref><ref>Museum Nasional Jakarta. Koleksi Prasasti Museum Nasional Jilid I.</ref><ref>Priyadi, Prof. Dr. Sugeng, M.Hum. 2015. Menuju Keemasan Banyumas. Purwokerto : Pustaka Pelajar.</ref><ref>Poesponegoro, Marwati Djoened. 2010. Sejarah Nasional Indonesia II : Zaman Kuno Cetakan Keempat. Jakarta : Balai Pustaka</ref><ref>Dwiyanto, Bambang, dkk. 2011. Sejarah Kabupaten Cilacap. Cilacap : Dinas Pariwisata dan Kebudayaan.</ref> Selain itu nama Donan juga terdapat pada [[Naskah Bujangga Manik]] dari tahun [[1500]] M, yang disebut sebagai Donan Kalicung. Sedangkan nama Cilacap atau Chelachap belum disebut.<ref>Noorduyn. J. 1983. Bhujangga Manik‟s Journeys Through Java : Topogropical data From an Old Sundanese Source. Dalam BKI deel 138 4e, S-Gravenhage Martinus Nihoff.</ref> Dalam Peta perjalanan Francois Valentyn, [[1726]] juga tidak menyebut nama Cilacap, yang dikenal hanya nama-nama desa dan sungai seperti; Souse River (Sungai Serayu), Lonbong Negory, Dainu, Doman, Calomprit, Oetiong Klang, Kali Kams, Kara Doea, Kali Balampang, Pagalangan, Pasongon,  Oeloebontoe, Boeykota, Careong dan sungai besar ditulisnya dengan istilah ''De Schey River''. Semua tempat dan sungai-sungai tersebut terletak di sebelah Utara [[Pulau Nusakambangan]] serta di sebelah Timur dan Utara [[Segara Anakan]].<ref>Wibowo, M. Unggul. 2001. Nusakambangan: Dari Pulau Boei Menuju Pulau Wisata. Jogjakarta: Mitra Gama Widya.</ref> Nama Cilacap baru muncul atau disebut pada buku The History of Java (volume I) karangan Thomas Stamford Raffles terbitan tahun [[1817]] (Peta Raffles dibuat pada zaman pemerintahan Inggris di [[pulau Jawa|Jawa]] pada 1817) yang kemudian diterbitkan kembali oleh penerbit [[Kuala Lumpur]], Oxford University Press, pada [[1978]]. Berikut petikan aslinya, ''To the easward of these districts, and crossing the island from north to south, is the province of Cheribon, divided into the principal, districts. To the South is the island of NOESA KAMBANGAN which from the harbour of Chelachap.''<ref>The History of Java. Kuala Lumpur: Oxford University Press. 1978.</ref><ref>Priyadi, Prof. Dr. Sugeng, M.Hum. 2017. Masa Hindu–Budha : Sejarah Indonesia Abad IV –XV. Purwokerto : Pustaka Pelajar</ref><ref>Soedarto. 1975. Buku Sejarah Cilacap. Cilacap : Pemerintah Daerah Tk. II.</ref>
 
Menceritakan[[Prasasti Panunggalan]] yang berangka [[896]] masehi, menceritakan beberapa saksi di upacara tertentu, salah satunya seorang Rakupang yang menjabat sebagai ''Manghingtu'' (petugas keagamaan) dari Desadesa '''Danu''' (sekarang: Kelurahan ''Donan'', sebuah kelurahan di Kecamatan[[Cilacap Tengah, Cilacap|kecamatan Cilacap Tengah]], Kabupaten[[kota Cilacap]]).
===Prasasti Salingsingan===
 
TerdapatDesa jugadi nama-namaCilacap desayang sepertidisebut, antara lain: desa '''Air Bulang''' (sekarang: Desa ''Bolang'', sebuah desa di Kecamatan[[Dayeuhluhur, DayehluhurCilacap|kecamatan Dayeuhluhur]], Kabupatenkab. Cilacap), desa '''Maddhyapura''' (sekarang: Desa ''Madura'', sebuah desa di Kecamatan[[Wanareja, Cilacap|kecamatan Wanareja]], Kabupatenkab. Cilacap), desa '''Panunggalan''' (sekarangsebuah Desa ini beradadesa di Kecamatankecamatan Cahyana, Kabupatenkab. Purbalingga), serta beberapa nama desa yang lokasinya belum jelas seperti desa  '''''Bhratma''''', '''''Tegangrat''''', '''''Air Pelung''''', '''''Rayun Haruan''''', '''''Tiwuran''''', Pringn'''''Pring Sungudan''''',  dan  '''''Jamwi'''''. Prasasti ini ditemukan di Desadesa Panunggalan, [[Kecamatankecamatan Cahyana]], [[Kabupatenkabupaten Purbalingga]].
Menceritakan Dana Kebaktian milik Sri Maharaja Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala kepada Bathara di Salingsingan tentang sebuah dharma atau Bangunan Suci (sekarang [[Candi Wulan]], [[Candi Asu]], dan [[Candi Pendem]]) yang terletak di dekat bertemunya sungai Pabelan dan sungai Tlising di lereng [[Gunung Merapi]].
 
[[Prasasti Pabuharan]] yang berangka [[900]] masehi, menyebut nama-nama desa yang berada di daerah perbatasan yang termasuk desa Sima (desa bebas pajak), seperti desa '''Hasinan''' (sekarang: ''Pengasinan'', sebuah dusun di desa Kedungwringin, [[Patikraja, Banyumas|kecamatan Patikraja]], kab. Banyumas), desa '''Pabuharan''' (sekarang: ''Pabuwaran'', kelurahan di [[Purwokerto Utara, Banyumas|kecamatan Purwokerto Utara]], Kota Purwokerto), desa '''Pasir''' yang merupakan batas sebelah Timur (sekarang terbagi menjadi ''Pasir Lor'', ''Pasir Wetan'', ''Pasir Kulon'', sebuah desa di [[Karanglewas, Banyumas|kecamatan Karanglewas]], kab. Banyumas dan ''Pasir Kidul'', sebuah kelurahan di [[Purwokerto Barat, Banyumas|kecamatan Purwokerto Barat]], [[kota Purwokerto]]), desa '''Ngasinan''' (sekarang: ''Ngasin'', sebuah dusun di desa Karangkandri, [[Kesugihan, Cilacap|kecamatan Kesugihan]], kab. Cilacap).
Terdapat juga nama-nama desa di daerah kabupaten Cilacap, seperti: desa Gulung (sekarang Grumbul Mengulung, terletak dipinggir kali Kembang kuning, kecamatan Kawunganten) desa Jati (terletak di kecamatan Binangun) desa Sunda (sekarang Surusunda), desa Manghujung (sekarang Ujung Manik, terletak di Kecamatan Kawunganten), dan desa Handaonan (sekarang Donan, kelurahan di kecamatan Cilacap Tengah).
 
Istilah Pasir juga berkaitan dengan [[Babad Pasir Luhur]], yang mengacu pada nama desa Pasir yang sudah dikenal sejak tahun [[900]]-an (era [[kerajaan Mataram Kuno|Mataram Kuno]]). Prasasti ini ditemukan di aliran [[Sungai Serayu]], antara [[Kabupaten Banyumas|Banyumas]] dan [[Kabupaten Cilacap|Cilacap]].
===Prasasti Er Hangat===
 
Berisi[[Prasasti Luitan]] yang berangka [[901]] masehi, berisi tentang pengaduan penduduk Desadesa '''Luitan''' atau wilayah Kapung kepada  Rakyan Mapati I Hino Pu Daksa [[Sri Bahubaajrapratipaksasaya]], sehubungan dengan tanah yang diukur oleh pemungut pajak yang sebenarnya sempit tetapi dikatakan seluas datu tampah, dan ketika diukur ulang ternyata sempit. Akibat dari laporan yang tidak sesuai fakta itulah, menyebabkan penduduk desa Luitan tidak mampu mengisi  uddhara  (sejenis pajak/PBB). Prasasti ini ditemukan pada [[1977]] di dekat Punden Lingga (oleh warga sekitar disebut ''Punden Mbok Ageng Lingga'') Desadesa Pesanggrahan, [[KecamatanKesugihan, Cilacap|kecamatan Kesugihan]], Kabupatenkab. Cilacap.
Maharaja Dyah Tagwas Sri Jayakirttiwardhana yang berkuasa tahun [[885]] Masehi, mendatangi desa Kapung, dan sang raja singgah di desa Er Hangat atau desa Kali Anget, yang sekarang terletak di wilayah [[Kabupaten Wonosobo]]
 
===Naskah===
Terdapat juga nama-nama desa di daerah Kabupaten Cilacap, seperti: desa Limo manis (sekarang [[Kecamatan Jeruklegi]]), desa Nusa ([[Nusawangkal]], [[Nusawungu]], terletak di wilayah [[Kecamatan Nusawungu]]), Nusajati (sekarang bernama Jati, terletak di wilayah [[Kecamatan Binangun]]), Nusa Tembini, dan [[Pulau Nusakambangan]]
 
Dalam [[Naskah Bujangga Manik]] tahun [[1500]] Masehi, tidak terdapat nama '''Chelachap''' atau '''Cilacap''', sedangkan Donan Kalicung disebut (sekarang: ''Donan'') <ref>Noorduyn. J. 1983. Bhujangga Manik‟s Journeys Through Java : Topogropical data From an Old Sundanese Source. Dalam BKI deel 138 4e, S-Gravenhage Martinus Nihoff.</ref>
Dalam prasasti ini dikatakan pula bahwa Desa Nusa dipimpin oleh seorang Rama (Kepala Daerah) disebut Pu Sakti, dan Kepala Daerah di Limo Manis (Jeruklegi) menerima pasak-pasak atau pemberian, pisungsung, berupa emas seberat 4 ma. Juga dikatakan, bahwa nama Desa Dalyatan(sekarang Kecamatan Kawunganten), Kayu Hurang, Nusa dan Desa Limo Manis (Jeruklegi) merupakan ''wanwatpi siring'' atau desa perbatasan, yang berstatus desa yang bebas pajak atau desa Salud Mangli. Prasasti ini ditemukan di [[kabupaten Banjarnegara]].
 
Pada [[1726]] masehi, dalam peta perjalanan [[Francois Valentyn]] nama ''Chelachap'' atau ''Cilacap'' juga belum disebut, hanya dikenal nama-nama desa dan sungai seperti [[Souse River]] ([[Sungai Serayu]]), '''Lonbong Negory''', ('''Dainu''', sekarang ''donan''), '''Doman''', '''Calomprit''', '''Oetiong Klang''', '''Kali Kams''', ('''Kara Doea''', sekarang ''muara dua''), '''Kali Balampang''', '''Pagalangan''', '''Pasongon''', '''Oeloebontoe''', '''Boeykota''', ('''Careong''', sekarang ''cireong'') dan [[De Schey River]] (istilah untuk sungai besar). Semua tempat dan sungai-sungai tersebut terletak di sebelah Utara [[Pulau Nusakambangan]] serta di sebelah Timur dan Utara [[Segara Anakan]].<ref>Wibowo, M. Unggul. 2001. Nusakambangan: Dari Pulau Boei Menuju Pulau Wisata. Jogjakarta: Mitra Gama Widya.</ref>
===Prasasti Panunggalan===
 
Nama '''''Chelachap''''' (sekarang: ''Cilacap'') baru disebut dalam Buku '''The History of Java''' (volume I) karya [[Thomas Stamford Raffles]], terbitan tahun [[1817]] (Peta Raffles dibuat pada zaman pemerintahan [[Inggris]] di [[pulau Jawa|Jawa]] pada [[1817]] masehi), yang kemudian diterbitkan kembali oleh penerbit [[Kuala Lumpur]] (Oxford University Press) pada [[1978]].<ref>The History of Java. Kuala Lumpur: Oxford University Press. 1978.</ref><ref>Wibowo, M. Unggul. 2001. Nusakambangan: Dari Pulau Boei Menuju Pulau Wisata. Jogjakarta: Mitra Gama Widya.</ref> Berikut adalah petikan aslinya:
Menceritakan beberapa saksi di upacara tertentu, salah satunya seorang Rakupang yang menjabat sebagai Manghingtu (petugas keagamaan) dari Desa Danu (sekarang Kelurahan Donan di Kecamatan Cilacap Tengah, Kabupaten Cilacap)
 
{{cquote2|''To the easward of these districts, and crossing the island from north to south, is the province of Cheribon, divided into the principal, districts. To the South is the island of NOESA KAMBANGAN which from the harbour of Chelachap.''}}
Terdapat juga nama-nama desa seperti: Air Bulang (sekarang Desa Bolang di Kecamatan Dayehluhur, Kabupaten Cilacap), Maddhyapura (sekarang Desa Madura di Kecamatan Wanareja, Kabupaten Cilacap), Panunggalan (sekarang Desa ini berada di Kecamatan Cahyana, Kabupaten Purbalingga), serta beberapa nama desa yang lokasinya belum jelas seperti desa Bhratma, Tegangrat, Air Pelung, Rayun Haruan, Tiwuran, Pringn Sungudan, dan Jamwi. Prasasti ini ditemukan di Desa Panunggalan, [[Kecamatan Cahyana]], [[Kabupaten Purbalingga]].
 
Dengan demikian, nama Handaunan, Donan, Danu, Donan Kalicung lebih tua ratusan tahun dari nama Chelachap atau Cilacap.
===Prasasti Pabuharan===
 
==Surakarta==
Menceritakan nama-nama desa yang berada di daerah perbatasan yang termasuk Desa Sima (desa bebas pajak), seperti Asinan (sekarang Desa Pengasinan, terletak di Kabupaten Banyumas), desa Pabuharan, yang membawahi desa Asinan (sekarang Desa Pabuwaran, terletak di Kabupaten Banyumas), desa Pasir yang merupakan batas sebelah Timur (sekarang Pasir Lor, Pasir Kidul, Pasir Wetan, Pasir Kulon terletak di Kota Purwokerta), desa Ngasinan (sekarang Dusun Ngasin di Kecamatan Karangkandri, Kabupaten Cilacap). Istilah Pasir juga berkaitan dengan babad Pasir Luhur, yang mengacu pada nama desa Pasir yang sudah dikenal sejak tahun [[900]]-an. Prasasti ini ditemukan di aliran sungai Serayu, antara Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Cilacap.
Pada tanggal 5 Oktober [[1705]], Melaluimelalui perjanjian [[Kartasura]] VOC berhasil mengambil-alih beberapa wilayah KerajaanKesultanan Mataram Islam yang ketika itu merupakan bagian dari daerah cikal-bakal Cilacap. Perjanjian antara [[VOC]] dan KerajaanKesultanan Mataram Islam tersebut dikatakan bahwa batas timur wilayah VOC berpindah dari Ci Pamanukan ([[Karawang]]) ke Sungaisungai Losari: (sekarang ''Cisanggarung'') di utara dan sungai Donan (Cilacap) di selatan.
 
Pengambil-alihan beberapa wilayah Kesultanan Mataram Islam oleh VOC tertuang dalam (Pasal II Perjanjian 5 Oktober [[1705]]), yang berbunyi bahwa jurisdiksi dan pemilikan tanah di sebelah barat gunung-gunung dan sungai-sungai diserahkan kepada [[VOC]] dimulai dari muara Sungai Donan di Laut Selatan, sepanjang sungai tersebut ke arah barat sampai Passorouan ([[Pasuruan]]pasuruan), awal dari danau dalam ([[Segara Anakan]]), ke arah utara sepanjang tepi timur dan utara dari danau sampai muara Sungai Tsiborom (sekarang ''Ciberem''), sepanjang tepi timur dan utara dari rawa yang tak dapat dilalui sampai Tsisatia (sekarang ''Cisatya'') sekitar Negerinegeri [[Madura]], ke arah utara sebelah timur melalui pegunungan Dailoer (Dayeuhluhur) sampai gunung Sumana setelah [[Subang]], sebelah tenggara [[Gunung Bongkok]], ke arah utara sampai di Sungai Lassarij ([[Sungai Losari]]).<ref>Darmawijaya,  Kesultanan IslamMataram Nusantara (Jakarta:runtuh Pustakapada Al-Kautsar,[[1755]] 2010)</ref><ref>Soedarmadjimasehi, Hari Jadidigantikan Kabupatenoleh Cilacap[[Kesunanan AlternatifSurakarta DariHadiningrat]] Alternatif (Cilacap:dan Setda[[Kesultanan KabupatenNgayogyakarta Cilacap, 1990)</ref><ref>Soedarto, dkk, Buku Sejarah Cilacap (Cilacap: Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Cilacap, 1975)</ref>Hadiningrat]].
===Prasasti Luitan===
 
==Lihat pula==
Berisi tentang pengaduan penduduk Desa Luitan atau wilayah Kapung kepada Rakyan Mapati I Hino Pu Daksa Sri Bahubaajrapratipaksasaya, sehubungan dengan tanah yang diukur oleh pemungut pajak yang sebenarnya sempit tetapi dikatakan seluas datu tampah, dan ketika diukur ulang ternyata sempit. Akibat dari laporan yang tidak sesuai fakta itulah, menyebabkan penduduk desa Luitan tidak mampu mengisi uddhara (sejenis pajak/PBB). Prasasti ini ditemukan pada [[1977]] di dekat Punden Lingga (oleh warga disebut Punden Mbok Ageng Lingga) Desa Pesanggrahan, [[Kecamatan Kesugihan]], Kabupaten Cilacap.
*[[Kabupaten Cilacap]]
*[[Sejarah Banjarnegara]]
*[[Sejarah Purbalingga]]
*[[Sejarah Banyumas]]
*[[Sejarah Kebumen]]
 
==Referensi==