Sejarah Cilacap: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Thesillent (bicara | kontrib) Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler pranala ke halaman disambiguasi |
k ~cite |
||
(39 revisi perantara oleh 3 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
'''Sejarah Cilacap''' adalah sejarah mengenai perkembangan wilayah daerah [[Kabupaten Cilacap|Cilacap]] di [[Jawa Tengah]].
Cilacap merupakan salah satu kabupaten di [[Jawa Tengah]] yang berbatasan langsung dengan Provinsi [[Jawa Barat]] dan di bagian selatannya berbatasan dengan [[Samudera Hindia]]. Karena berbatasan langsung antara Jawa Tengah dan Jawa Barat, Cilacap memiliki percampuran budaya [[Jawa Banyumasan]] dengan [[budaya Sunda]] (Priangan Timur).▼
▲Cilacap merupakan salah satu kabupaten di [[Jawa Tengah]] yang berbatasan langsung dengan Provinsi [[Jawa Barat]] dan di bagian selatannya berbatasan dengan [[Samudera Hindia]]. Karena berbatasan langsung antara Jawa Tengah dan Jawa Barat, Cilacap
== Toponomi ==
Cilacap
Akhir abad ke XIV kedatangan rombongan [[Raden Bei Tjakrawedana]] (anak [[Tumenggung Tjakrawedana I]], bupati Kasepuhan [[Banyumas]]) yang diutus membuka hutan untuk dijadikan pemukiman ke daerah selatan.<ref>Benarkah Cilacap Dari Bahasa Sunda, Ini Asal Usul Penamaan Kota Ngapak Itu]</ref>
▲Menurut Sumber Babad, di masa lalu [[Raden Bei Tjakrawedana]] (anak [[Tumenggung Tjakrawedana I]], bupati Kasepuhan Banyumas) diutus membuka hutan untuk dijadikan pemukiman ke daerah selatan. Rombongan Raden Bei ini kemudian berhenti di ujung lekukan pantai teluk yang bentuknya mirip mata bajak, atau dalam [[bahasa Jawa]] disebut wluku, yang disebut cacab atau tlacap.<ref>Java geographisch, ethnologisch, historisch tweede deel / door Pieter Johannes Veth ; Jan Frederik Niermeyer ; Johannes Francois Snelleman[https://onesearch.id/Record/IOS3659.20394048]</ref><ref>Priyadi, Prof. Dr. Sugeng, M.Hum. 2017. Masa Hindu–Budha : Sejarah Indonesia Abad IV –XV. Purwokerto : Pustaka Pelajar</ref>
.[https://arsip-indonesia.org/nl/zoeken?mivast=50000&mizig=64&miadt=50007&miaet=14&micode=1.0-PDSGI-K.B&minr=1060427&milang=nl&misort=tah%7Casc&miview=ldt
Di tanah kerajaan, kata ''Tlacap'' digunakan untuk titik–titik yang dikenal pada patrun beberapa stasi payung dan "kepala" kain batik dan sarung. ''Tlacap'' atau ''lacap'' juga berarti ''lancip'' atau tanah yang menjorok ke laut, yang sama artinya dengan kata ''congot'' (dalam [[bahasa Jawa]]).<ref>Cilacap itu Nama Baru, Sejarah Asal Mula Cilacap itu dari Handaunan atau Donan[https://banyumas.suaramerdeka.com/banyumas/pr-095562218/cilacap-itu-nama-baru-sejarah-asal-mula-cilacap-itu-dari-handaunan-atau-donan]</ref>
▲Mr. W. de Wolff van Westerrode, Asisten Residen [[Purwokerto]] ([[1896]] - [[1900]]) membuat resensi buku karangan Veth berjudul "Java, Geographisch, Ethnologisch, Historich", 3 Jilid, terbit tahun ([[1875]]-[[1882]]) dalam majalah Ilmu Bumi di Negeri [[Belanda]], mencatat bahwa penulisan [[Cilacap]] seringkali disalahtafsirkan sebagai kata yang berasal dari [[bahasa Sunda]]. Di Tanah Kerajaan, kata Tlacap digunakan untuk titik–titik yang dikenal pada patrun beberapa stasi payung dan "kepala" kain batik dan sarung.<ref>VETH, P. J (1903) Java; Geographisch, Ethnologisch, Historisch. De Erven F. Bohn N.V.<m
▲.[https://arsip-indonesia.org/nl/zoeken?mivast=50000&mizig=64&miadt=50007&miaet=14&micode=1.0-PDSGI-K.B&minr=1060427&milang=nl&misort=tah%7Casc&miview=ldt]</ref><ref>Mudik ke Cilacap, Benarkah Nama Kota Ngapak Ini Dari Bahasa Sunda?[https://sains.kompas.com/read/2019/06/02/180200023/mudik-ke-cilacap-benarkah-nama-kota-ngapak-ini-dari-bahasa-sunda-]</ref>
==
Sejarah [[kabupaten Cilacap]] diawali sejak zaman [[Kerajaan Mataram Kuno|Mataram Kuno]] hingga Kerajaan [[Kasunanan Surakarta Hadiningrat|Surakarta]]. Pada akhir zaman [[Kemaharajaan Majapahit|Majapahit]] ([[1294]]-[[1478]]) daerah cikal-bakal [[Kabupaten Cilacap]] terbagi dalam wilayah-wilayah Kerajaan Majapahit, Adipati Pasir Luhur dan Kerajaan Pakuan Pajajaran, yang wilayahnya membentang dari timur ke arah barat:<ref>Darmawijaya, Kesultanan Islam Nusantara (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2010)</ref><ref>Soedarmadji, Hari Jadi Kabupaten Cilacap Alternatif Dari Alternatif (Cilacap: Setda Kabupaten Cilacap, 1990)</ref><ref>Soedarto, dkk, Buku Sejarah Cilacap (Cilacap: Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Cilacap, 1975)</ref><ref>Sejarah Kabupaten Cilacap[https://cilacapkab.go.id/v3/sejarah-cilacap/]</ref>
*Wilayah [[Kerajaan Nusakambangan]] ([[Nusatembini]]) dan [[Adipati Pasir Luhur]].▼
Menurut Husein Djayadiningrat, [[
▲*Wilayah [[Ki Gede Ayah]] dan wilayah [[Ki Ageng Donan]] dibawah kekuasaan Kemaharajaan Majapahit.
Pada [[
▲*Wilayah [[Kerajaan Nusakambangan]] ([[Nusatembini]])
Menurut catatan harian Kompeni [[Belanda]] di Benteng [[Batavia]], tanggal 21 Februari [[1682]], diterima surat yang berisi terjemahan perjalanan darat dari [[Citarum]], sebelah utara [[Karawang]] ke [[Bagelen]]. Nama-nama yang dilalui dalam daerah cikal-bakal Kabupaten Cilacap adalah [[Dayeuhluhur]] dan [[Limbangan]].<ref>Sejarah
Kabupaten Cilacap[https://cilacapkab.go.id/v3/sejarah-cilacap/]</ref>
==Mataram kuno==
▲*Wilayah Kerajaan Pajajaran.
Handaunan (sekarang: ''Donan'') sebagai cikal-bakal kabupaten Cilacap sudah dikenal di masa [[Kerajaan Mataram Kuno|Mataram Kuno]] sebagaimana didasarkan pada [[prasasti Salingsingan]] bertuliskan 2 Mei [[880]] Masehi. Prasasti ini menyebut raja [[Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala]] yang bertahta sekitar tahun ([[856]]—[[882]] M) dan nama Handaunan.<ref>Casparis, J.G. de. Prasasti Indonesis I-Inscripties Uit de Cuilenders-Tijd. Bandung.</ref>
Terdapat pula beberapa nama desa di Cilacap pada prasasti peninggalan Mataram kuno. Ke 5 prasasti ini menceritakan adanya nama-nama desa atau wilayah yang terletak di daerah sepanjang aliran [[sungai Serayu]], di daerah [[kabupaten Purbalingga|Purbalingga]], [[Kabupaten Banjarnegara|Banjarnegara]], [[Kabupaten Wonosobo|Wonosobo]], [[Kabupaten Banyumas|Banyumas]], dan [[Kabupaten Cilacap|Cilacap]].<ref>MM. Sukarto K. Atmodjo. 1990. Menelusuri Sejarah Cikal Bakal Hari Jadi Cilacap Berdasarkan Data Prasasti Kuno.</ref><ref>Museum Nasional Jakarta. Koleksi Prasasti Museum Nasional Jilid I.</ref>
▲[[Kerajaan Pajajaran|Pajajaran]] runtuh pada [[1579]], setelah diserang oleh [[kerajaan Banten|Banten]] dan [[kerajaan Cirebon|Cirebon]], Oleh karenanya bagian timur Pajajaran diserahkan kepada Cirebon. Sehingga seluruh wilayah cikal-bakal [[Kabupaten Cilacap|Cilacap]] di sebelah timur dibawah kekuasaan [[Kesultanan Pajang|Pajang]] (sebagai kelanjutan dari Kesultanan Demak) dan sebelah barat diserahkan kepada Cirebon (berkaitan erat dengan Demak).
▲[[Kesultanan Pajang|Pajang]] dibubarkan pada [[1587]], karena tidak ada penerusnya sehingga dijadikan daerah bawahan oleh [[Kerajaan Mataram|Mataram]] (Islam) yang didirikan oleh [[Panembahan Senopati]] pada ([[1587]]-[[1755]]), maka daerah cikal bakal Kabupaten Cilacap yang semula di bawah kekuasaan Kesultanan Pajang diserahkan kepada Kerajaan Mataram Islam (sebagai kelanjutan dari Kesultanan Pajang). Pada tahun [[1595]] Kerajaan Mataram Islam mengadakan ekspansi ke [[Kerajaan Galuh|Galuh]] (bawahan Kerajaan Cirebon).
▲Menurut catatan harian Kompeni [[Belanda]] di Benteng [[Batavia]], tanggal 21 Februari [[1682]] diterima surat yang berisi terjemahan perjalanan darat dari [[Citarum]], sebelah utara [[Karawang]] ke [[Bagelen]]. Nama-nama yang dilalui dalam daerah cikal-bakal Kabupaten Cilacap adalah Dayeuhluhur dan [[Limbangan]].<ref>Sejarah Kabupaten Cilacap[https://cilacapkab.go.id/v3/sejarah-cilacap/]</ref> Kerajaan Galuh berhasil ditaklukan pada [[1595]] dengan demikian status kerajaan dihapuskan dan berubah menjadi Kabupatian Wedana. Pada [[1620]] menyusul [[Kerajaan Sumedang Larang|Sumedang Larang]] yang menyatakan menyerah kepada Mataram Islam tanpa peperangan.
Desa di Cilacap yang disebut, antara lain: desa '''Gulung''' (sekarang: ''Grumbul Mengulung'', terletak dipinggir [[Kali Kembangkuning]], sebuah dusun di [[Kawunganten, Cilacap|kecamatan Kawunganten]], kab. Cilacap), desa '''Jati''' (sebuah desa di [[Binangun, Cilacap|kecamatan Binangun]], kab. Cilacap), desa '''Sunda''' (sekarang: ''Surusunda'', sebuah desa di [[Karangpucung, Cilacap|kecamatan Karangpucung]], kab. Cilacap), desa '''Manghujung''' (sekarang: ''Ujungmanik'', sebuah desa di [[Kawunganten, Cilacap|kecamatan Kawunganten]], kab. Cilacap), dan desa '''Handaunan''' (sekarang:''Donan'', sebuah kelurahan di [[Cilacap Tengah, Cilacap|kecamatan Cilacap Tengah]], [[kota Cilacap]]).
Pada tanggal 5 Oktober [[1705]], Melalui perjanjian [[Kartasura]] VOC berhasil mengambil-alih beberapa wilayah Kesultanan Mataram Islam yang ketika itu merupakan bagian dari daerah cikal-bakal Cilacap. Perjanjian antara [[VOC]] dan Kesultanan Mataram Islam tersebut dikatakan bahwa batas timur wilayah VOC berpindah dari Ci Pamanukan ([[Karawang]]) ke Sungai Losari di utara dan sungai Donan di selatan.▼
[[Prasasti Er Hangat]] yang berangka tahun [[885]] masehi, menyebut Maharaja Dyah Tagwas [[Sri Jayakirttiwardhana
Pengambil-alihan beberapa wilayah Kesultanan Mataram Islam oleh VOC tertuang dalam (Pasal II Perjanjian 5 Oktober [[1705]]) yang berbunyi bahwa jurisdiksi dan pemilikan tanah di sebelah barat gunung-gunung dan sungai-sungai diserahkan kepada [[VOC]] dimulai dari muara Sungai Donan di Laut Selatan, sepanjang sungai tersebut ke arah barat sampai Passorouan, awal dari danau dalam ([[Segara Anakan]]), ke arah utara sepanjang tepi timur dan utara dari danau sampai muara Sungai Tsiborom (sekarang ''Ciberem''), sepanjang tepi timur dan utara dari rawa yang tak dapat dilalui sampai Tsisatia (sekarang ''Cisatya'') sekitar Negeri Madura, ke arah utara sebelah timur melalui pegunungan Dailoer (Dayeuhluhur) sampai gunung Sumana setelah Subang, sebelah tenggara Gunung Bongkok, ke arah utara sampai di Sungai Lassarij ([[Losari]]).<ref>Darmawijaya, Kesultanan Islam Nusantara (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2010)</ref><ref>Soedarmadji, Hari Jadi Kabupaten Cilacap Alternatif Dari Alternatif (Cilacap: Setda Kabupaten Cilacap, 1990)</ref><ref>Soedarto, dkk, Buku Sejarah Cilacap (Cilacap: Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Cilacap, 1975)</ref>▼
Desa di Cilacap yang disebut, antara lain: desa '''Limo Manis''' (sekarang: [[Jeruklegi, Cilacap|Jeruklegi]], sebuah kecamatan di kab. Cilacap), desa '''Nusawangka''', desa '''Nusawungu''' (berada di [[Nusawungu, Cilacap|kecamatan Nusawungu]], kab. Cilacap), desa '''Nusajati''' (berada di [[Binangun, Cilacap|kecamatan Binangun]], kab. Cilacap), desa '''Nusa''', [[Nusatembini]], dan [[Pulau Nusakambangan]].
Dalam prasasti ini dikatakan pula bahwa
▲Menceritakan Dana Kebaktian milik Sri Maharaja Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala kepada Bathara di Salingsingan tentang sebuah dharma atau Bangunan Suci (sekarang [[Candi Wulan]], [[Candi Asu]], dan [[Candi Pendem]]) yang terletak di dekat bertemunya sungai Pabelan dan sungai Tlising di lereng [[Gunung Merapi]].
[[Prasasti Pabuharan]] yang berangka [[900]] masehi, menyebut nama-nama desa yang berada di daerah perbatasan yang termasuk desa Sima (desa bebas pajak), seperti desa '''Hasinan''' (sekarang: ''Pengasinan'', sebuah dusun di desa Kedungwringin, [[Patikraja, Banyumas|kecamatan Patikraja]], kab. Banyumas), desa '''Pabuharan''' (sekarang: ''Pabuwaran'', kelurahan di [[Purwokerto Utara, Banyumas|kecamatan Purwokerto Utara]], Kota Purwokerto), desa '''Pasir''' yang merupakan batas sebelah Timur (sekarang terbagi menjadi ''Pasir Lor'', ''Pasir Wetan'', ''Pasir Kulon'', sebuah desa di [[Karanglewas, Banyumas|kecamatan Karanglewas]], kab. Banyumas dan ''Pasir Kidul'', sebuah kelurahan di [[Purwokerto Barat, Banyumas|kecamatan Purwokerto Barat]], [[kota Purwokerto]]), desa '''Ngasinan''' (sekarang: ''Ngasin'', sebuah dusun di desa Karangkandri, [[Kesugihan, Cilacap|kecamatan Kesugihan]], kab. Cilacap).
Istilah Pasir juga berkaitan dengan [[Babad Pasir Luhur]], yang mengacu pada nama desa Pasir yang sudah dikenal sejak tahun [[900]]-an (era [[kerajaan Mataram Kuno|Mataram Kuno]]). Prasasti ini ditemukan di aliran [[Sungai Serayu]], antara [[Kabupaten Banyumas|Banyumas]] dan [[Kabupaten Cilacap|Cilacap]].
▲Maharaja Dyah Tagwas Sri Jayakirttiwardhana yang berkuasa tahun [[885]] Masehi, mendatangi desa Kapung, dan sang raja singgah di desa Er Hangat atau desa Kali Anget, yang sekarang terletak di wilayah [[Kabupaten Wonosobo]]
===Naskah===
Dalam [[Naskah Bujangga Manik]] tahun [[1500]] Masehi, tidak terdapat nama '''Chelachap''' atau '''Cilacap''', sedangkan Donan Kalicung disebut (sekarang: ''Donan'') <ref>Noorduyn. J. 1983. Bhujangga Manik‟s Journeys Through Java : Topogropical data From an Old Sundanese Source. Dalam BKI deel 138 4e, S-Gravenhage Martinus Nihoff.</ref>
▲Dalam prasasti ini dikatakan pula bahwa Desa Nusa dipimpin oleh seorang Rama (Kepala Daerah) disebut Pu Sakti, dan Kepala Daerah di Limo Manis (Jeruklegi) menerima pasak-pasak atau pemberian, pisungsung, berupa emas seberat 4 ma. Juga dikatakan, bahwa nama Desa Dalyatan(sekarang Kecamatan Kawunganten), Kayu Hurang, Nusa dan Desa Limo Manis (Jeruklegi) merupakan ''wanwatpi siring'' atau desa perbatasan, yang berstatus desa yang bebas pajak atau desa Salud Mangli. Prasasti ini ditemukan di [[kabupaten Banjarnegara]].
Pada [[1726]] masehi, dalam peta perjalanan [[Francois Valentyn]] nama ''Chelachap'' atau ''Cilacap'' juga belum disebut, hanya dikenal nama-nama desa dan sungai seperti [[Souse River]] ([[Sungai Serayu]]), '''Lonbong Negory''', ('''Dainu''', sekarang ''donan''), '''Doman''', '''Calomprit''', '''Oetiong Klang''', '''Kali Kams''', ('''Kara Doea''', sekarang ''muara dua''), '''Kali Balampang''', '''Pagalangan''', '''Pasongon''', '''Oeloebontoe''', '''Boeykota''', ('''Careong''', sekarang ''cireong'') dan [[De Schey River]] (istilah untuk sungai besar). Semua tempat dan sungai-sungai tersebut terletak di sebelah Utara [[Pulau Nusakambangan]] serta di sebelah Timur dan Utara [[Segara Anakan]].<ref>Wibowo, M. Unggul. 2001. Nusakambangan: Dari Pulau Boei Menuju Pulau Wisata. Jogjakarta: Mitra Gama Widya.</ref>
Nama '''''Chelachap''''' (sekarang: ''Cilacap'') baru disebut dalam Buku '''The History of Java''' (volume I) karya [[Thomas Stamford Raffles]], terbitan tahun [[1817]] (Peta Raffles dibuat pada zaman pemerintahan [[Inggris]] di [[pulau Jawa|Jawa]] pada [[1817]] masehi), yang kemudian diterbitkan kembali oleh penerbit [[Kuala Lumpur]] (Oxford University Press) pada [[1978]].<ref>The History of Java. Kuala Lumpur: Oxford University Press. 1978.</ref><ref>Wibowo, M. Unggul. 2001. Nusakambangan: Dari Pulau Boei Menuju Pulau Wisata. Jogjakarta: Mitra Gama Widya.</ref> Berikut adalah petikan aslinya:
▲Menceritakan beberapa saksi di upacara tertentu, salah satunya seorang Rakupang yang menjabat sebagai Manghingtu (petugas keagamaan) dari Desa Danu (sekarang Kelurahan Donan di Kecamatan Cilacap Tengah, Kabupaten Cilacap)
{{cquote2|''To the easward of these districts, and crossing the island from north to south, is the province of Cheribon, divided into the principal, districts. To the South is the island of NOESA KAMBANGAN which from the harbour of Chelachap.''}}
▲Terdapat juga nama-nama desa seperti: Air Bulang (sekarang Desa Bolang di Kecamatan Dayehluhur, Kabupaten Cilacap), Maddhyapura (sekarang Desa Madura di Kecamatan Wanareja, Kabupaten Cilacap), Panunggalan (sekarang Desa ini berada di Kecamatan Cahyana, Kabupaten Purbalingga), serta beberapa nama desa yang lokasinya belum jelas seperti desa Bhratma, Tegangrat, Air Pelung, Rayun Haruan, Tiwuran, Pringn Sungudan, dan Jamwi. Prasasti ini ditemukan di Desa Panunggalan, [[Kecamatan Cahyana]], [[Kabupaten Purbalingga]].
Dengan demikian, nama Handaunan, Donan, Danu, Donan Kalicung lebih tua ratusan tahun dari nama Chelachap atau Cilacap.
==Surakarta==
▲Pada tanggal 5 Oktober [[1705]],
▲Pengambil-alihan beberapa wilayah Kesultanan Mataram
▲===Prasasti Luitan===
==Lihat pula==
▲Berisi tentang pengaduan penduduk Desa Luitan atau wilayah Kapung kepada Rakyan Mapati I Hino Pu Daksa Sri Bahubaajrapratipaksasaya, sehubungan dengan tanah yang diukur oleh pemungut pajak yang sebenarnya sempit tetapi dikatakan seluas datu tampah, dan ketika diukur ulang ternyata sempit. Akibat dari laporan yang tidak sesuai fakta itulah, menyebabkan penduduk desa Luitan tidak mampu mengisi uddhara (sejenis pajak/PBB). Prasasti ini ditemukan pada [[1977]] di dekat Punden Lingga (oleh warga disebut Punden Mbok Ageng Lingga) Desa Pesanggrahan, [[Kecamatan Kesugihan]], Kabupaten Cilacap.
*[[Kabupaten Cilacap]]
*[[Sejarah Banjarnegara]]
*[[Sejarah Purbalingga]]
*[[Sejarah Banyumas]]
*[[Sejarah Kebumen]]
==Referensi==
|