Ngabekten: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Fachrian Muzaqi (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Rey161203 (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
 
(6 revisi perantara oleh 2 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Orphan|date=Maret 2023}}
{{Infobox recurring event|image=|image_upright=|image_alt=|caption=|status=|genre=Ritual budaya|date=|begins=|ends=|frequency=Setiap tahun|venue=|location={{unbulleted list
|[[Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat]]
|[[Keraton Surakarta Hadiningrat]]
}}|coordinates=|country=Indonesia|years_active=|last=|prev=|next=|participants=Kerabat dan Abdi Dalem Keraton|attendance=|capacity=|area=|budget=|activity=|leader_name=|patron=|filing=|people=|sponsor=<!-- | or sponsors = -->|current=|footnotes=|native_name=꧋ꦔꦧꦺꦏ꧀ꦠꦺꦤ꧀꧋ꦔꦧꦼꦏ꧀ꦠꦺꦤ꧀|native_name_lang=jv}}
 
'''Ngabekten''' ([[Aksara Jawa|Hanacaraka]]: ꧋ꦔꦧꦺꦏ꧀ꦠꦺꦤ꧀꧋ꦔꦧꦼꦏ꧀ꦠꦺꦤ꧀) adalah salah satu tradisi yang dilakukan di wilayah trah [[Mataram Islam]], seperti [[Surakarta]] dan [[Yogyakarta]] dalam rangka memperingati hari raya [[Idul Fitri]]. Ngabekten dilakukan sebagai wujud permohonan maaf dan penghormatan kepada orang tua maupun figur yang dituakan, dalam hal ini adalah Sultan atau Susuhunan.
 
== Asal usul ==
Baris 21 ⟶ 22:
Pada awalnya, prosesi Ngabekten dilaksanakan selama tujuh hari pertama dalam bulan [[Syawal]] selama berturut-turut, kemudian menjadi tiga hari berturut-turut dan terakhir, sampai saat ini hanya diadakan selama dua hari berturut-turut, yaitu pada bulan Syawal tepatnya tanggal 1 dan 2 Syawal.
 
Pada hari pertama, dilakukan ''ngabekten kakung'' yaitu prosesi yang diikuti oleh para abdi dalem dari pangkat bekel anom sampai dengan pangkat pangeran sentana, [[Paku Alam|Adipati Paku Alam]] atau [[Mangkunagara|Adipati Mangkunagara]], para pangeran dan para kerabat dekat Sultan/Susuhunan dari cucu sampai dengan canggah yang laki-laki serta para suami cucu, sampai dengan canggah perempuan Sultan dan para duda cucu sampai dengan canggah perempuan Sultan yang belum kawin lagi. Pelaksanaan tersebut dilaksanakan setelah selesai melaksanakan sembahyang Idul Fitri, di Bangsal dan Tratag Bangsal Kencana dengan waktu yang berbeda. Sedang Lebaran hari kedua disebut dengan ''ngabekten putri'' yang dilakukan oleh wanita yaitu permaisuri Sultan/Susuhunan, permaisuri Adipati, para saudara perempuan dan anak perempuan Sultan/Susuhunan yang belum kawin, para janda Sultan/Susuhunan terdahulu yang belum kawin lagi, para istri pangeran, para janda pangeran yang belum kawin lagi, para abdi dalem keparak dari pangkat bekel enom sampai pangkat bupati anom, para istri abdi dalem bupati, para janda abdi dalem bupati yang belum kawin lagi, para kerabat dekat Sultan/Susuhunan dari cucu sampai dengan canggah yang perempuan serta para istri cucu sampai dengan canggah laki-laki sultanSultan/Susuhunan dan para janda cucu sampai dengan canggah laki-laki sultan yang belum kawin lagi.<ref>[http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbyogyakarta/tradisi-ngabekten-di-kraton-yogyakarta/ Tradisi Ngabekten]</ref>
 
=== Adat dan Tata Cara ===
Selama prosesi ngabekten, biasanya dilakukan dengan sungkem sambil
mencium kaki Susuhunan (Surakarta) atau mencium lutut sultanSultan (Yogyakarta). Urutannya dimulai dari peserta dengan status sosial paling tinggi, hingga yang rendah. Sedangkan khusus untuk Adipati atau abdi dalem dan kerabat yang usianya lebih tua dari raja, biasanya hanya melakukan ''sembah karna'' dengan mengangkat kedua tangan hingga sejajar dengan telinga.<ref>[https://kalimahsawa.id/ngabekten-artikulasi-harmoni-islam-dan-jawa/ Ngabekten: Artikulasi Harmoni Islam dan Jawa]</ref>
 
Dalam prosesi ngabekten diatur pula ''ageman'' (busana) yang digunakan oleh Sultan, Adipati, dan peserta ngabekten. Pada masa lalu, para pangeran dan abdi dalem tingkat tinggi memakai pakaian ''keprabon'' atau kebesaran, misalnya untuk pria mengenakan kain kampuh, bercelana panjang putih, berkuluk biru, tidak berbaju dan tidak bersandal. Busana untuk abdidalem bupati hanya kuluknya yang putih, sedangkan untuk wanita mengenakan kampuh, tidak berbaju dan tidak bersandal.<ref name=dpad/>
Baris 35 ⟶ 37:
Dalam pelaksanaan ngabekten, terdapat larangan-larangan yang
harus dipatuhi antara lain:
* Pakaian yang dikenakan tidak boleh menyimpang dari ketentuan yang ditulis dalam buku pranatan
* Jika Sultan atau Susuhunan telah hadir dalam pelaksanaan ngabekten, yang datang terlambat dilarang menyusul, kecuali abdidalem yang sedang melaksanakan tugas menyerahkan hajat dalem gunungan kepada abdidalem penghulu, diperbolehkan menyusul
buku pranatan
* Mundur dan majunya yang akan ngabekti harus menunggu perintah dari Sultan atau Susuhunan. Jika ada yang mundur sebelum selesai, tidak diperbolehkan kembali lagi
* Jika Sultan atau Susuhunan telah hadir dalam pelaksanaan ngabekten, yang datang terlambat
* Selama ''sowan'' tidak diperbolehkan membaca, berkata keras-keras, menunjuk ke arah sesuatu, terlebih ketika Sultan atau Susuhunan telah hadir
dilarang menyusul, kecuali abdidalem yang sedang melaksanakan tugas menyerahkan
* Tidak diperkenankan menyandang senjata taja.tajam
hajat dalem gunungan kepada abdidalem penghulu, diperbolehkan menyusul
* Mundur dan majunya yang akan ngabekti harus menunggu perintah dari Sultan atau Susuhunan.
Jika ada yang mundur sebelum selesai, tidak diperbolehkan kembali lagi
* Selama ''sowan'' tidak diperbolehkan membaca, berkata keras-keras, menunjuk
ke arah sesuatu, terlebih ketika Sultan atau Susuhunan telah hadir
* Tidak diperkenankan menyandang senjata taja.
* Harus urut satu per satu dan rapi sesuai dengan urutan dalam peraturan <ref>[https://www.kratonjogja.id/peristiwa/51-ngabekten-dal-1951-bentuk-bakti-kepada-sultan/ Ngabekten Dal 1951, Bentuk Bakti kepada Sultan]</ref>
 
Baris 51 ⟶ 48:
 
== Pranala luar ==
 
{{budaya-stub}}
{{Topik Yogyakarta}}
{{Topik Surakarta}}