Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(36 revisi perantara oleh 19 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Tambah rujukan}}
'''Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara''' ('''MPRS''') adalah cikal bakal [[Majelis Permusyawaratan Rakyat]] (MPR), lembaga tertinggi negara [[Indonesia|Republik Indonesia]]. MPRS dibentuk berdasarkan [[Dekret Presiden 5 Juli 1959]] yang dikeluarkan oleh [[Presiden Republik Indonesia|Presiden RI]] [[Soekarno]].
 
'''Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia''' ('''MPRS''') merupakan lembaga tertinggi dalam pemerintahan [[Indonesia]] antara tahun 1959 hingga 1971, dimana MPRS digantikan dengan [[Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia|Majelis Permusyawaratan Rakyat]]. MPRS dibentuk berdasarkan [[Dekret Presiden 5 Juli 1959]] yang dikeluarkan oleh [[Presiden Republik Indonesia|Presiden RI]] [[Soekarno]]. Pada era Orde Baru pimpinan [[Soeharto|Presiden Soeharto]], MPR menjadi lembaga absolut. Lembaga tersebut melaksanakan kedaulatan rakyat sepenuhnya. MPR masa itu menjalankan amanat Undang-Undang 1945 sebelum mengalami empat kali amendemen. Dalam masa kepemimpinan ini lembaga tersebut dijuluki penjelmaan rakyat dan membuat Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
 
Dalam masa itu pula, MPRS berwenang memilih presiden dan wakil presiden, termasuk memberhentikan keduanya. Kiprah majelis di [[Orde Baru]] juga bisa dibilang paling produktif, pada kurun waktu 20 Juni hingga 5 Juli 1966, ada enam Ketetapan MPR yang dibuat. Termasuk pembubaran dan pelarangan [[Partai Komunis Indonesia]] (PKI). Ketetapan-ketetapan itu merupakan hasil dari Sidang Umum IV MPRS yang mengawali Orde Baru. Hal tersebut dilakukan untuk memenuhi dua dari tiga tuntutan rakyat atau tritura, yakni membubarkan PKI dan membersihkan pemerintahan dari ideologi komunis.
 
== Sejarah pembentukan ==
MPRS dibentuk berdasarkan [[Dekret Presiden 5 Juli 1959]] atau Keputusan Presiden RI Nomor 150/1959 pada 5 Juli 1959 yang dikeluarkan oleh [[Soekarno]] sebagai solusi mengatasi masalah ketidakpastian [[Konstituante Republik Indonesia]] dalam membuat [[Konstitusi|Undang-Undang Dasar]] yang baru menggantikan [[Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia|Undang-Undang Dasar Sementara]]. Berdasarkan dekrit inilah, MPRS dibentuk bersamaan dengan pembentukan [[Dewan Pertimbangan Agung Sementara]] seiring pembubaran Konstituante.<ref>{{Cite web|last=Wulandari|first=Trisna|date=18 Agustus 2022|title=Tugas Konstituante dan Pembubarannya di Dekrit Presiden 5 Juli 1959|url=https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-6241524/tugas-konstituante-dan-pembubarannya-di-dekrit-presiden-5-juli-1959|website=detikedu|language=id-ID|access-date=22 Desember 2022}}</ref> Pembentukan ini pun dilanjutkan dengan Penetapan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1959 yang mengatur penentuan jumlah anggota MPRS serta pengangkatan ketua dan wakil ketua yang ditentukan oleh presiden yang menjabat saat itu, yaitu Soekarno.<ref>{{Cite book|date=5 Juli 1959|url=https://id.wikisource.org/wiki/Penetapan_Presiden_Republik_Indonesia_Nomor_2_Tahun_1959|title=Penetapan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1959|location=jakarta|publisher=Presiden Republik Indonesia|pages=2-4|url-status=live}}</ref> Berdasarkan Peraturan Presiden No.12 Tahun 1959, susunan anggota MPRS terdiri dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Golongan Karya dan utusan daerah yang berjumlah 94 orang yang berasal dari 24 wilayah.<ref>{{Cite book|date=31 Desember 1959|url=https://jdihn.go.id/files/4/1959pr012.pdf|title=Penetapan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1959|location=Jakarta|url-status=live}}</ref> Akhirnya pada Peraturan Presiden No.199 Tahun 1960, anggota MPRS secara resmi yang terdiri dari 616 anggota yang beranggoatan 281 orang dari [[Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (1966–1971)|Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong]], 94 utusan daerah dan 241 dari [[Partai Golongan Karya|Golongan Karya]].<ref>{{Cite book|last=Eddy|first=Purnama|date=1 Maret 2019|url=https://books.google.co.id/books?id=SmVcEAAAQBAJ&pg=PA179&dq=KepPres+No.+199+Tahun+1960+616&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&ved=2ahUKEwjU-KyIho78AhX90XMBHT-4ASoQ6AF6BAgJEAI|title=Negara Kedaulatan Rakyat: Analisis Sistem Pemerintahan Indonesiadan Perbandingannya Dengan Negara-negara Lain|publisher=Nusamedia|pages=178-179|language=id|url-status=live}}</ref> Kemudian pada Peraturan Presiden No.292 Tahun 1960, para ketua dan wakil ketua dipilih oleh presiden yang terdiri dari, [[Chaerul Saleh]] sebagai ketua dan empat wakil ketua yang terdiri dari [[Ali Sastroamidjojo|Mr. Ali Sastroamidjojo]], [[Idham Chalid|K.H. Idham Chalid]], [[D.N. Aidit]], [[Wilujo Puspojudo]].<ref>{{Cite book|date=9 November 1960|url=https://peraturan.bpk.go.id/Home/Download/142033/Keppres%20No%20292%20Tahun%201960.pdf|title=Penetapan Presiden Republik Indonesia Nomor 292 Tahun 1960|location=Jakarta|publisher=Presiden Republik Indonesia|pages=1-2|url-status=live}}</ref>
 
== Tujuh ketua MPR yang juga merangkap sebagai Ketua DPR ==
{| class="wikitable"
!No
!Nama
!Profil
!Foto
|-
|1
|'''[[Idham Chalid]] (1971)'''
|Lahir pada 27 Agustus 1921 di Satui, Kalimantan Selatan, Idham menjabat Ketua MPR pada 1971. Dalam karirnya, Idham sempat bergabung dengan [[Nahdlatul 'Ulama|partai Nadhlatul Ulama]] (NU) pada 1952, pada tahun yang sama pula Idham diangkat sebagai Ketua PB Ma'arif, organisi sayap NU yang bergerak di jalur pendidikan. Dia merupakan tokoh sentral yang mempertahankan Kalimantan dan menolak ide atas negara federasi Negara Kalimantan bentukan Belanda. Adapun Idham sempat mencicipi jabatan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Kabinet Pembanguan pada 1968-1973.
|[[Berkas:Idham Chalid.jpg|al=Idham Chalid|jmpl|191x191px|'''[[Idham Chalid]]''']]
|-
|2
|'''[[Adam Malik|Adam Malik Batubara]] (1978)'''
|Lahir di Pematangsiantar, Sumatera Utara pada 22 Juli 1917, Adam Malik pernah menjabat Menteri Luar Negeri pada 1966-1978. Karier Adam Malik di dunia internasional terbilang moncer dan menjadi sorotan. Terutama ketika diangkat menjadi Duta Besar luar biasa dan berkuasa penuh mewakili Indonesia di Uni Soviet dan Polandia. Di masa menjelang kemerdekaan, [[Adam Malik]] dikenal sebagai tokoh pergerakan nasional. Dia pernah memimpin gerakan pemuda untuk mengawal kemerdekaan Indonesia. Setelah merdeka, pahlawan nasional ini mendirikan Partai Rakyat, Partai Murba dan duduk di parlemen.
Adam Malik menjadi Ketua MPR pada 1978, namun tak berselang lama tugasnya digantikan Darjatmo. Adam diminta menjadi wakil presiden oleh Soeharto.
|[[Berkas:Adam Malik.png|al=Adam Malik|jmpl|Adam Malik]]
|-
|3
|'''[[Daryatmo|Darjatmo]] (1978)'''
|Darjatmo menggantikan Adam Malik sebagai Ketua MPR di periode 1978 hingga 1982. Kariernya di dunia politik diawali saat memimpin MPR. Sebab sebelumnya, Darjatmo aktif di militer dan berpangkat jenderal. Sama seperti Soeharto, Darjatmo berasal dari [[Komando Daerah Militer IV/Diponegoro|KODAM Diponegoro]] Jawa Tengah.
Darjatmo pernah menjabat Asisten VI Menpangan dan Deputi Khusus Menpangad (1965-1968). Kala itu, Soeharto menjjadi orang nomor satu di Angkatan Darat.
|
|-
|4
|'''[[Amirmachmud]] (1982)'''
|Sama seperti Darjatmo, Amir merupakan jenderal yang diberi kesempatan memimpin MPR. Sebelum berkiprah mewakili rakyat, Amir terlebih dulu menjabat Menteri Dalam Negeri pada 1969. Dia menjadi tokoh penting terkait [[Surat Perintah Sebelas Maret|Surat Perintah 11 Maret]] yang dikirimkan Sukarno ke Soeharto. Amir yang membawa surat tersebut dari Istana Bogor ke Soeharto. Amir pernah menjadi pembantu Soeharto di Kostrad sebagai Wakil Kepala Staf ketika Kostrad masih bernama Tjadangan Umum Angkatan Darat (Tjaduad).
|[[Berkas:Amirmachmud (3x4).jpg|al=Amirmachmud|jmpl|193x193px|'''[[Amirmachmud]]''']]
|-
|5
|'''[[Kharis Suhud]] (1987)'''
|Kharis menjabat Ketua MPR di periode 1987 hingga 1992. Sebelumnya, pada 1982 hingga 1987 ia memimpin Fraksi ABRI di DPR. Pada 1975 hingga 1978, Kharis pernah menjabat sebagai Duta Besar Republik Indonesia untuk Thailand. Karier Kharis di militer diawali saat dirinya bergabung di Badan Keamanan Rakyat (BKR) pasca Proklamasi Kemerdekaan. Hingga kepemimpinan Soeharto, Kharis dianggap berjasa dalam kesatuan infantri Siliwangi.
|[[Berkas:Kharis Suhud, 25 Tahun Pembangunan Pemerintah Orde Baru.jpg|al=Kharis Suhud|jmpl|183x183px|'''[[Kharis Suhud]]''']]
|-
|6
|'''[[Wahono]] (1992)'''
|Mengawali karier di militer, Wahono memimpin MPR pada 1992. Dedikasi Wahono di militer dimulai saat mengemban jabatan di Pangkostrad pada 1969. kiprah terakhirnya di dunia tersebut yakni saat dirinya menjadi Deputi KSAD pada 1974. Adapun Wahono pernah dipercaya Soeharto menjadi Dubes RI untuk Burma dan Nepal pada 1977, lalu menjadi Dirjen Bea Cukai pada 1981 dan memimpin Provinsi Jawa Timur pada 1983. Karirnya menjadi Gubernur Jatim berakhir pada 1988 dan Wahono 'naik tahta' memimpin MPR/DPR dari 1992 hingga 1997.
|[[Berkas:Wahono, Gedung MPR DPR RI - Sejarah dan Perkembangannya, pXVI.jpg|al=Wahono|jmpl|196x196px|Wahono]]
|-
|7
|'''[[Harmoko]] (1997)'''
|Merupakan Ketua MPR/DPR terakhir pada masa [[Orde Baru]]. Harmoko yang mengangkat Soeharto sebagai presiden di periode ketujuh. Namun tak berselang lama, dua bulan selanjutnya Harmoko minta Soeharto turun karena desakan rakyat untuk [[Orde reformasi|reformasi]]. Pendiri surat kabar Pos Kota ini pernah menjabat sebagai Menteri Penerangan pada era Soeharto selama tiga periode. Dia mengawali karier sebagai wartawan pernah menjabat sebagai Ketua Umum Golkar.
|[[Berkas:Harmoko, The DPR-RI Stance on the Reform Process and the Resignation of President Soeharto, p39.jpg|al=Harmoko|jmpl|185x185px|Harmoko]]
|}
 
== Periode 1960 - 1965 ==
Susunan MPRS diatur dalam [[Penetapan Presiden Nomor 2 Tahun 1959]], sebagai berikut:{{butuh rujukan}}
# MPRS terdiri atas Anggota [[DPR Gotong Royong]] ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan.
# Jumlah Anggota MPRS ditetapkan oleh Presiden.
Baris 9 ⟶ 61:
# MPRS mempunyai seorang Ketua dan beberapa Wakil Ketua yang diangkat oleh Presiden.
 
Jumlah anggota MPRS pada waktu dibentuk berdasarkan [[Keputusan Presiden Nomor 199 Tahun 1960]] berjumlah 616 orang yang terdiri dari 257 Anggota DPR-GR, 241 Utusan Golongan Karya, dan 118 Utusan Daerah.{{butuh rujukan}}
 
=== Susunan pimpinan ===
* Ketua: [[Chaerul Saleh]]
* Wakil Ketua: [[Ali Sastroamidjojo|Mr. Ali Sastroamidjojo]]
* Wakil Ketua: [[Idham Chalid|K.H. Idham Chalid]]
* Wakil Ketua: [[D.N. Aidit]]
* Sekretaris: [[Harvian]]
*
* Wakil Ketua: [[Wilujo Puspojudo|Kol. Wilujo Puspojudo]]
 
=== Sidang Umum I MPRS (1960) ===
Sidang Umum Pertama MPRS dilaksanakan di [[Kota Bandung|Bandung]] pada tanggal [[10 November]] - [[7 Desember]] [[1960]]. Sidang Umum Pertama MPRS ini menghasilkan dua ketetapan (Tap MPRS), yaitu:{{butuh rujukan}}
# [[Ketetapan MPRS Nomor I/MPRS/1960]] tentang Manifesto Politik Republik Indonesia sebagai Garis-garis Besar daripada Haluan Negara;
# [[Ketetapan MPRS Nomor II/MPRS/1960]] tentang Garis-garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana Tahapan Pertama 1961-1969.
 
=== Sidang Umum II MPRS (1963) ===
{{Main|Pemilihan Presiden Indonesia 1963}}
Sidang Umum Kedua MPRS dilaksanakan di Bandung pada tanggal [[15 Mei]] - [[22 Mei]] [[1963]]. Sidang Umum Kedua ini menghasilkan dua ketetapan, yaitu:
 
Sidang Umum Kedua MPRS dilaksanakan di Bandung pada tanggal [[15 Mei]] - [[22 Mei]] [[1963]]. Sidang Umum Kedua ini menghasilkan dua ketetapan, yaitu:{{butuh rujukan}}
# [[Ketetapan MPRS Nomor III/MPRS/1963]] tentang Pengangkatan Pemimpin Besar Revolusi Indonesia Bung Karno menjadi Presiden Republik Indonesia Seumur Hidup;
# [[Ketetapan MPRS Nomor IV/MPRS/1963]] tentang Pedoman-pedoman Pelaksanaan Garis-garis Besar Haluan Negara dan Haluan Pembangunan.
 
=== Sidang Umum III MPRS (1965) ===
Sidang Umum Ketiga MPRS dilaksanakan di Bandung pada tanggal [[11 April|11]] - [[16 April]] [[1965]]. Sidang Umum Ketiga MPRS menghasilkan empat ketetapan, yaitu:{{butuh rujukan}}
# [[Ketetapan MPRS Nomor V/MPRS/1965]] tentang Amanat Politik Presiden/Pemimpin Besar Revolusi/Mandataris MPRS yang berjudul Berdiri di atas Kaki Sendiri yang lebih dikenal dengan "Berdikari" sebagai Penugasan Revolusi Indonesia dalam Bidang Politik, Pedoman Pelaksanaan Manipol dan Landasan Program Perjuangan Rakyat Indonesia;
# [[Ketetapan MPRS Nomor VI/MPRS/1965]] tentang Banting Stir untuk Berdiri di atas Kaki Sendiri di Bidang Ekonomi dan Pembangunan;
Baris 37 ⟶ 82:
# [[Ketetapan MPRS Nomor VIII/MPRS/1965]] tentang Prinsp-prinsip Musyawarah untuk Mufakat dalam Demokrasi Terpimpin sebagai Pedoman bagi Lembaga-lembaga Permusyawaratan/Perwakilan.
 
== Periode 1966 1959- 19721965 ==
Periode [[1959]]-[[1965]] adalah periode yang penuh pertentangan [[ideologi]] dalam sejarah kehidupan ketatanegaraan di Indonesia dan mencapai puncaknya pada tanggal [[30 September]] [[1965]] yang ditandai dengan peristiwa [[Gerakan 30 September|G-30-S]].
 
Sebagai akibat logis dari peristiwa pengkhianatan G-30-S, mutlak diperlukan adanya koreksi total atas seluruh kebijaksanaan yang telah diambil sebelumnya dalam kehidupan kenegaraan. Lembaga MPRS yang pembentukannya didasarkan pada Dekret Presiden 5 Juli 1959 dan selanjutnya diatur dengan Penetapan Presiden Nomor 2 Tahun 1959, setelah terjadi pemberontakan G-30-S, Penetapan Presiden tersebut dipandang tidak memadai lagi.<ref name=":0">{{Cite web|last=Media|first=Kompas Cyber|date=2022-11-14|title=Demokrasi Indonesia Periode Demokrasi Terpimpin (1959-1965)|url=https://www.kompas.com/skola/read/2020/02/12/183000469/demokrasi-indonesia-periode-demokrasi-terpimpin-1959-1965|website=KOMPAS.com|language=id|access-date=2024-01-13}}</ref>
 
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka diadakan langkah pemurnian keanggotaan MPRS dari unsur [[PKI]], dan ditegaskan dalam [[Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1966]] bahwa sebelum terbentuknya Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dipilih oleh rakyat, maka MPRS menjalankan tugas dan wewenangnya sesuai dengan [[UUD 1945]] sampai MPR hasil Pemilihan Umum terbentuk.<ref name=":0" />
 
=== Sidang Umum IV MPRS (1966) ===
Sidang umum Keempat MPRS berlangsung di [[StadionIstora Gelora Bung Karno|Istora Senayan]] [[Jakarta]] pada tanggal [[21 Juni]] sampai dengan [[5 Juli]] [[1966]]. Pada Sidang Umum Keempat ini, MPRS menghasilkan 24 ketetapan, yaitu:{{butuh rujukan}}
# [[Ketetapan MPRS Nomor IX/MPRS/1966]] tentang Surat Perintah Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia/Pemimpin Besar Revolusi /Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia;
# [[Ketetapan MPRS Nomor X/MPRS/1966]] tentang kedudukan Semua Lembaga-lembaga Negara Tingkat Pusat dan Daerah pada Posisi dan Fungsi Yang di Atur dalam Undang-undang Dasar 1945;
Baris 72 ⟶ 117:
 
=== Sidang Istimewa MPRS (1967) ===
Pada saat Presiden RI/Mandataris MPRS Soekarno menyampaikan pidato pertangungjawaban di depan Sidang Umum keempat MPRS Tahun 1966, rakyat yang merasa telah dikhianati oleh peristiwa pemberontakan G-30-S/PKI mengharapkan kejelasan pertangungjawaban Presiden Soekarno mengenai pemberontakan G-30-S/PKI berikut epilognya serta kemunduran [[ekonomi]] dan akhlak. Namun pidato pertanggungjawaban Presiden Soekarno yang diberi judul "[[Nawaksara]]" ternyata tidak memuaskan MPRS sebagai pemberi mandat. Ketidakpuasan MPRS diwujudkan dalam [[Keputusan MPRS Nomor 5 Tahun 1966]] yang meminta Presiden Soekarno melengkapi pidato pertanggungjawabannya.{{butuh rujukan}}
 
Walaupun kemudian Presiden Soekarno memenuhi permintaan MPRS dalam suratnya tertangal [[10 Januari]] [[1967]] yang diberi nama "[[Pelengkap Nawaksara]]", tetapi ternyata tidak juga memenuhi harapan rakyat. Setalah membahas surat Presiden tersebut, Pimpinan MPRS berkesimpulan bahwa Presiden Soekarno telah lalai dalam memenuhi kewajiban Konstitusional.{{butuh rujukan}}
 
Sementara itu DPR-GR dalam resolusi dan memorandumnya tertanggal [[9 Februari]] [[1967]] dalam menilai "Nawaksara" beserta pelengkapnya berpendapat bahwa ''"Kepemimpinan Presiden Soekarno secara konstitusional, politis/ideologis membahayakan keselamatan bangsa, negara, dan Pancasila"''.
 
Dalam kaitan itu, DPR-GR meminta kepada MPRS mengadakan Sidang Istimewa untuk memberhentikan Presiden Soekarno dari jabatan Presiden/Mandataris MPRS dan memilih/mengangkat [[Soeharto|Letnan Jenderal Soeharto]] sebagai Pejabat Presiden/Mandataris sesuai Pasal 3 Ketetapan MPRS Nomor IX/MPRS/1966, serta memerintahkan Badan Kehakiman yang berwenang untuk mengadakan pengamatan, pemeriksaan, dan penuntutan secara hukum.{{butuh rujukan}}
 
Berdasarkan permintaan dari DPR-GR, MPRS menyelenggarakan Sidang Istimewa MPRS di [[StadionIstora Gelora Bung Karno|Istora Senayan]] [[Jakarta]] pada tanggal [[7 Maret|7]] hingga [[12 Maret]] [[1967]].{{butuh rujukan}}
 
Pada Sidang Istimewa ini MPRS menghasilkan empat ketetapan, yaitu:{{butuh rujukan}}
# [[Ketetapan MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967]] tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintahan Negara dari Presiden Soekarno;
# [[Ketetapan MPRS Nomor XXXIV/MPRS/1967]] tentang peninjauan kembali Ketetapan MPRS Nomor I/MPRS/1960 tentang Manifesto Politik Republik Indonesia sebagai Garis-garis Besar Haluan Negara;
# [[Ketetapan MPRS Nomor XXXV/MPRS/1967]] tentang Pancabutan Ketetapan MPRS Nomor XVII/1966;
# [[Ketetapan MPRS Nomor XXVI/MPRS/1967]] tentang Pencabutan Ketetapan MPRS Nomor XXVI/MPRS/1966.
 
== Referensi ==
<references />
 
== Lihat pula ==
Baris 93 ⟶ 141:
 
[[Kategori:Sejarah Indonesia]]
[[Kategori:Lembaga pemerintahan Indonesia]]