Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(13 revisi perantara oleh 5 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Tambah rujukan}}
 
'''Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia''' ('''MPRS''') merupakan lembaga tertinggi dalam pemerintahan [[Indonesia]] antara tahun 1959 hingga 1971, dimana MPRS digantikan dengan [[Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia|Majelis Permusyawaratan Rakyat]]. MPRS dibentuk berdasarkan [[Dekret Presiden 5 Juli 1959]] yang dikeluarkan oleh [[Presiden Republik Indonesia|Presiden RI]] [[Soekarno]]. Pada era Orde Baru pimpinan [[Soeharto|Presiden Soeharto]], MPR menjadi lembaga absolut. Lembaga tersebut melaksanakan kedaulatan rakyat sepenuhnya. MPR masa itu menjalankan amanat Undang-Undang 1945 sebelum mengalami empat kali amendemen. Dalam masa kepemimpinan ini lembaga tersebut dijuluki penjelmaan rakyat dan membuat Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
 
Baris 4 ⟶ 6:
 
== Sejarah pembentukan ==
MPRS dibentuk berdasarkan [[Dekret Presiden 5 Juli 1959]] atau Keputusan Presiden RI Nomor 150/19991959 pada 5 Juli 1959 yang dikeluarkan oleh [[Soekarno]] sebagai solusi mengatasi masalah ketidak pastianketidakpastian [[Konstituante Republik Indonesia]] dalam membuat [[Konstitusi|Undang-Undang Dasar]] yang baru menggantikan [[Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia|Undang-Undang Dasar Sementara]]. Berdasarkan dekrit inlahinilah, MPRS dibentuk bersamaan dengan pembentukan [[Dewan Pertimbangan Agung Sementara]] seiiringseiring pembubaran Konstituante.<ref>{{Cite web|last=Wulandari|first=Trisna|date=18 Agustus 2022|title=Tugas Konstituante dan Pembubarannya di Dekrit Presiden 5 Juli 1959|url=https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-6241524/tugas-konstituante-dan-pembubarannya-di-dekrit-presiden-5-juli-1959|website=detikedu|language=id-ID|access-date=22 Desember 2022}}</ref> Pembentukan ini pun dilanjutkan dengan Penetapan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1959 yang mengatur penentuan jumlah anggota MPRS serta pengangkatan ketua dan wakil ketua yang ditentukan oleh presiden yang menjabat saat itu, yaitu Soekarno.<ref>{{Cite book|date=5 Juli 1959|url=https://id.wikisource.org/wiki/Penetapan_Presiden_Republik_Indonesia_Nomor_2_Tahun_1959|title=Penetapan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1959|location=jakarta|publisher=Presiden Republik Indonesia|pages=2-4|url-status=live}}</ref> Berdasarkan Peraturan Presiden No.12 Tahun 1959, susunan anggota MPRS terdiri dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Golongan Karya dan utusan daerah yang berjumlah 94 orang yang berasal dari 24 wilayah.<ref>{{Cite book|date=31 Desember 1959|url=https://jdihn.go.id/files/4/1959pr012.pdf|title=Penetapan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1959|location=Jakarta|url-status=live}}</ref> Akhirnya pada Peraturan Presiden No.199 Tahun 1960, anggota MPRS secara resmi yang terdiri dari 616 anggota yang beranggoatan 281 orang dari [[Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (1966–1971)|Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong]], 94 utusan daerah dan 241 dari [[Partai Golongan Karya|Golongan Karya]].<ref>{{Cite book|last=Eddy|first=Purnama|date=1 Maret 2019|url=https://books.google.co.id/books?id=SmVcEAAAQBAJ&pg=PA179&dq=KepPres+No.+199+Tahun+1960+616&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&ved=2ahUKEwjU-KyIho78AhX90XMBHT-4ASoQ6AF6BAgJEAI|title=Negara Kedaulatan Rakyat: Analisis Sistem Pemerintahan Indonesiadan Perbandingannya Dengan Negara-negara Lain|publisher=Nusamedia|pages=178-179|language=id|url-status=live}}</ref> Kemudian pada Peraturan Presiden No.292 Tahun 1960, para ketua dan wakil ketua dipilih oleh presiden yang terdiri dari, [[Chaerul Saleh]] sebagai ketua dan empat wakil ketua yang terdiri dari [[Ali Sastroamidjojo|Mr. Ali Sastroamidjojo]], [[Idham Chalid|K.H. Idham Chalid]], [[D.N. Aidit]], [[Wilujo Puspojudo]].<ref>{{Cite book|date=9 November 1960|url=https://peraturan.bpk.go.id/Home/Download/142033/Keppres%20No%20292%20Tahun%201960.pdf|title=Penetapan Presiden Republik Indonesia Nomor 292 Tahun 1960|location=Jakarta|publisher=Presiden Republik Indonesia|pages=1-2|url-status=live}}</ref>
 
== Tujuh ketua MPR yang juga merangkap sebagai Ketua DPR ==
Baris 52 ⟶ 54:
 
== Periode 1960 - 1965 ==
Susunan MPRS diatur dalam [[Penetapan Presiden Nomor 2 Tahun 1959]], sebagai berikut:{{butuh rujukan}}
# MPRS terdiri atas Anggota [[DPR Gotong Royong]] ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan.
# Jumlah Anggota MPRS ditetapkan oleh Presiden.
Baris 59 ⟶ 61:
# MPRS mempunyai seorang Ketua dan beberapa Wakil Ketua yang diangkat oleh Presiden.
 
Jumlah anggota MPRS pada waktu dibentuk berdasarkan [[Keputusan Presiden Nomor 199 Tahun 1960]] berjumlah 616 orang yang terdiri dari 257 Anggota DPR-GR, 241 Utusan Golongan Karya, dan 118 Utusan Daerah.{{butuh rujukan}}
*
 
=== Sidang Umum I MPRS (1960) ===
Sidang Umum Pertama MPRS dilaksanakan di [[Kota Bandung|Bandung]] pada tanggal [[10 November]] - [[7 Desember]] [[1960]]. Sidang Umum Pertama MPRS ini menghasilkan dua ketetapan (Tap MPRS), yaitu:{{butuh rujukan}}
# [[Ketetapan MPRS Nomor I/MPRS/1960]] tentang Manifesto Politik Republik Indonesia sebagai Garis-garis Besar daripada Haluan Negara;
# [[Ketetapan MPRS Nomor II/MPRS/1960]] tentang Garis-garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana Tahapan Pertama 1961-1969.
 
=== Sidang Umum II MPRS (1963) ===
{{Main|Pemilihan Presiden Indonesia 1963}}
Sidang Umum Kedua MPRS dilaksanakan di Bandung pada tanggal [[15 Mei]] - [[22 Mei]] [[1963]]. Sidang Umum Kedua ini menghasilkan dua ketetapan, yaitu:
 
Sidang Umum Kedua MPRS dilaksanakan di Bandung pada tanggal [[15 Mei]] - [[22 Mei]] [[1963]]. Sidang Umum Kedua ini menghasilkan dua ketetapan, yaitu:{{butuh rujukan}}
# [[Ketetapan MPRS Nomor III/MPRS/1963]] tentang Pengangkatan Pemimpin Besar Revolusi Indonesia Bung Karno menjadi Presiden Republik Indonesia Seumur Hidup;
# [[Ketetapan MPRS Nomor IV/MPRS/1963]] tentang Pedoman-pedoman Pelaksanaan Garis-garis Besar Haluan Negara dan Haluan Pembangunan.
 
=== Sidang Umum III MPRS (1965) ===
Sidang Umum Ketiga MPRS dilaksanakan di Bandung pada tanggal [[11 April|11]] - [[16 April]] [[1965]]. Sidang Umum Ketiga MPRS menghasilkan empat ketetapan, yaitu:{{butuh rujukan}}
# [[Ketetapan MPRS Nomor V/MPRS/1965]] tentang Amanat Politik Presiden/Pemimpin Besar Revolusi/Mandataris MPRS yang berjudul Berdiri di atas Kaki Sendiri yang lebih dikenal dengan "Berdikari" sebagai Penugasan Revolusi Indonesia dalam Bidang Politik, Pedoman Pelaksanaan Manipol dan Landasan Program Perjuangan Rakyat Indonesia;
# [[Ketetapan MPRS Nomor VI/MPRS/1965]] tentang Banting Stir untuk Berdiri di atas Kaki Sendiri di Bidang Ekonomi dan Pembangunan;
Baris 79 ⟶ 82:
# [[Ketetapan MPRS Nomor VIII/MPRS/1965]] tentang Prinsp-prinsip Musyawarah untuk Mufakat dalam Demokrasi Terpimpin sebagai Pedoman bagi Lembaga-lembaga Permusyawaratan/Perwakilan.
 
== Periode 1966 1959- 19721965 ==
Periode [[1959]]-[[1965]] adalah periode yang penuh pertentangan [[ideologi]] dalam sejarah kehidupan ketatanegaraan di Indonesia dan mencapai puncaknya pada tanggal [[30 September]] [[1965]] yang ditandai dengan peristiwa [[Gerakan 30 September|G-30-S]].
 
Sebagai akibat logis dari peristiwa pengkhianatan G-30-S, mutlak diperlukan adanya koreksi total atas seluruh kebijaksanaan yang telah diambil sebelumnya dalam kehidupan kenegaraan. Lembaga MPRS yang pembentukannya didasarkan pada Dekret Presiden 5 Juli 1959 dan selanjutnya diatur dengan Penetapan Presiden Nomor 2 Tahun 1959, setelah terjadi pemberontakan G-30-S, Penetapan Presiden tersebut dipandang tidak memadai lagi.<ref name=":0">{{Cite web|last=Media|first=Kompas Cyber|date=2022-11-14|title=Demokrasi Indonesia Periode Demokrasi Terpimpin (1959-1965)|url=https://www.kompas.com/skola/read/2020/02/12/183000469/demokrasi-indonesia-periode-demokrasi-terpimpin-1959-1965|website=KOMPAS.com|language=id|access-date=2024-01-13}}</ref>
 
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka diadakan langkah pemurnian keanggotaan MPRS dari unsur [[PKI]], dan ditegaskan dalam [[Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1966]] bahwa sebelum terbentuknya Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dipilih oleh rakyat, maka MPRS menjalankan tugas dan wewenangnya sesuai dengan [[UUD 1945]] sampai MPR hasil Pemilihan Umum terbentuk.<ref name=":0" />
 
=== Sidang Umum IV MPRS (1966) ===
Sidang umum Keempat MPRS berlangsung di [[Istora Gelora Bung Karno|Istora Senayan]] [[Jakarta]] pada tanggal [[21 Juni]] sampai dengan [[5 Juli]] [[1966]]. Pada Sidang Umum Keempat ini, MPRS menghasilkan 24 ketetapan, yaitu:{{butuh rujukan}}
# [[Ketetapan MPRS Nomor IX/MPRS/1966]] tentang Surat Perintah Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia/Pemimpin Besar Revolusi /Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia;
# [[Ketetapan MPRS Nomor X/MPRS/1966]] tentang kedudukan Semua Lembaga-lembaga Negara Tingkat Pusat dan Daerah pada Posisi dan Fungsi Yang di Atur dalam Undang-undang Dasar 1945;
Baris 114 ⟶ 117:
 
=== Sidang Istimewa MPRS (1967) ===
Pada saat Presiden RI/Mandataris MPRS Soekarno menyampaikan pidato pertangungjawaban di depan Sidang Umum keempat MPRS Tahun 1966, rakyat yang merasa telah dikhianati oleh peristiwa pemberontakan G-30-S/PKI mengharapkan kejelasan pertangungjawaban Presiden Soekarno mengenai pemberontakan G-30-S/PKI berikut epilognya serta kemunduran [[ekonomi]] dan akhlak. Namun pidato pertanggungjawaban Presiden Soekarno yang diberi judul "[[Nawaksara]]" ternyata tidak memuaskan MPRS sebagai pemberi mandat. Ketidakpuasan MPRS diwujudkan dalam [[Keputusan MPRS Nomor 5 Tahun 1966]] yang meminta Presiden Soekarno melengkapi pidato pertanggungjawabannya.{{butuh rujukan}}
 
Walaupun kemudian Presiden Soekarno memenuhi permintaan MPRS dalam suratnya tertangal [[10 Januari]] [[1967]] yang diberi nama "[[Pelengkap Nawaksara]]", tetapi ternyata tidak juga memenuhi harapan rakyat. Setalah membahas surat Presiden tersebut, Pimpinan MPRS berkesimpulan bahwa Presiden Soekarno telah lalai dalam memenuhi kewajiban Konstitusional.{{butuh rujukan}}
 
Sementara itu DPR-GR dalam resolusi dan memorandumnya tertanggal [[9 Februari]] [[1967]] dalam menilai "Nawaksara" beserta pelengkapnya berpendapat bahwa ''"Kepemimpinan Presiden Soekarno secara konstitusional, politis/ideologis membahayakan keselamatan bangsa, negara, dan Pancasila"''.
 
Dalam kaitan itu, DPR-GR meminta kepada MPRS mengadakan Sidang Istimewa untuk memberhentikan Presiden Soekarno dari jabatan Presiden/Mandataris MPRS dan memilih/mengangkat [[Soeharto|Letnan Jenderal Soeharto]] sebagai Pejabat Presiden/Mandataris sesuai Pasal 3 Ketetapan MPRS Nomor IX/MPRS/1966, serta memerintahkan Badan Kehakiman yang berwenang untuk mengadakan pengamatan, pemeriksaan, dan penuntutan secara hukum.{{butuh rujukan}}
 
Berdasarkan permintaan dari DPR-GR, MPRS menyelenggarakan Sidang Istimewa MPRS di [[Istora Gelora Bung Karno|Istora Senayan]] [[Jakarta]] pada tanggal [[7 Maret|7]] hingga [[12 Maret]] [[1967]].{{butuh rujukan}}
 
Pada Sidang Istimewa ini MPRS menghasilkan empat ketetapan, yaitu:{{butuh rujukan}}
# [[Ketetapan MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967]] tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintahan Negara dari Presiden Soekarno;
# [[Ketetapan MPRS Nomor XXXIV/MPRS/1967]] tentang peninjauan kembali Ketetapan MPRS Nomor I/MPRS/1960 tentang Manifesto Politik Republik Indonesia sebagai Garis-garis Besar Haluan Negara;
Baris 138 ⟶ 141:
 
[[Kategori:Sejarah Indonesia]]
[[Kategori:Lembaga pemerintahan Indonesia]]