Lim Joey Thay: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Penggantian teks otomatis (-detil +detail ) |
|||
(10 revisi perantara oleh 8 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 5:
|native_name = Lim Joey Thay
|native_name_lang =
|image =
|image_size = 280px
|alt =
|caption = Lim Joey Thay (difoto 2009 pada usia 83 tahun) dan Liu Yang Siang (kini hijrah ke Amerika Serikat) merupakan dua dari lima dokter yang memeriksa jenazah [[Pahlawan Revolusi]]
|birth_name =
|birth_date = {{
|birth_place = [[Batavia]], [[Hindia Belanda]]
|disappeared_date =
|disappeared_place =
|disappeared_status =
|death_date = {{Death date and age|2011|10|11|1926|12|1}}
|death_place = [[Jakarta]], [[Indonesia]]
|death_cause =
|body_discovered =
Baris 23:
|monuments =
|residence =
|nationality =
|other_names =
|ethnicity =
Baris 79:
|box_width =
}}
'''Prof. dr. Lim Joey Thay''' alias '''dr. Arif Budianto''' ({{lahirmati|[[Hindia Belanda]]|
Lim Joe Thay belajar dari dua pakar forensik dunia di masa itu, yakni dr. Robert Houseman dari Texas, Amerika Serikat dan dr. Keith Simpson dari London, Inggris. Ia menyelesaikan pendidikannya di luar negeri pada tahun 1960. == Sejarah ==
Setelah malapetaka [[Gerakan 30 September]] terjadi, otoritas yang berwenang pada saat itu membentuk tim yang dibentuk berdasarkan perintah Panglima Kostrad
▲Setelah malapetaka [[Gerakan 30 September]] terjadi, otoritas yang berwenang pada saat itu membentuk tim yang dibentuk berdasarkan perintah Panglima Kostrad selau Panglima Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban kepada Kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat di Jakarta, tanggal 4 Oktober.
Surat perintah bernomor PRIN-03/10-1965 itu ditandatangani Panglima Kostrad yang juga Panglima Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban Mayjen Soeharto. Selanjutnya Kepala RSP-AD meneruskan perintah itu kepada kelima ahli forensik.
Baris 89 ⟶ 90:
Dokter dalam tim ini adalah dr. Brigjen [[Roebiono Kertopati]], perwira tinggi yang diperbantukan di RSP Angkatan Darat; dr. Kolonel [[Frans Pattiasina]], perwira kesehatan RSP Angkatan Darat; dr. [[Sutomo Tjokronegoro]], ahli Ilmu Urai Sakit Dalam dan ahli Kedokteran Kehakiman, juga profesor di FK-UI; serta dr. [[Liau Yan Siang]], rekan Lim Joey Thay di Ilmu Kedokteran Kehakiman FK-UI. {{refn|group=note|name=dokter|Kini dari lima anggota tim otopsi itu, tinggal Lim Joey Thay dan Liu Yang Siang yang masih hidup. Lim Joey Thay kini sakit-sakitan, sementara sejak beberapa tahun lalu, Liu Yan Siang menetap di Amerika Serikat dan tidak diketahu pasti kabar beritanya.}}
Pada tanggal 4 Oktober 1965, pasukan yang dipimpin Pangkostrad Mayjen Soeharto menemukan tujuh mayat perwira Angkatan Darat yang diculik dan dibunuh saat Gerakan 30 September
Sesuai dengan mandat, kelima dokter tersebut berpacu dengan waktu dan proses pembusukan, mereka bekerja keras selama delapan jam, dari pukul 4.30 sore tanggal 4 Oktober, hingga pukul 12.30 tengah malam 5 Oktober, di kamar mayat RSP Angkatan Darat.
{{cquote|Hasil otopsi yang dilakukan dr. Lim Joey Thay dan teman-temannya sama sekali tidak menemukan tanda-tanda rusaknya jenazah seperti yang dilaporkan media massa yang dikuasai [[Angkatan Darat]], yaitu [[Angkatan Bersendjata]] dan [[Berita Yudha]], dan beberapa media cetak lain yang diperbolehkan beredar selagi mengikuti aturan main dan kemauan pihak militer. Sumber berita lain di masa itu adalah [[RRI]], [[TVRI]] dan Kantor Berita [[Antara]].<ref name="visumg30s"/><ref>{{
▲Hari-hari kemudian pasca peristiwa Gerakan 30 September atau Gerakan 1 Oktober adalah masa kritis politik dan stabilitas Republik Indonesia. Kabar simpang siur, suasana genting, pers yang sebelumnya liberal dan menjadi afiliasi orientasi politik tertentu ditutup pihak militer. Hanya beberapa yang diizinkan beredar. Mata Jenderal Ahmad Yani dicungkil, tulis Angkatan Bersendjata edisi 6 Oktober. Sehari kemudian, media ini mempublikasikan cerita tentang detail pembunuhan Brigjen Panjaitan di depan rumahnya. Setelah dihujani tembakan, mayat Brigjen Panjaitan dilemparkan ke dalam truk yang kemudian membawanya ke Lubang Buaya. Sebegitu mengerikannya kekuatan pasukan penculik Panjaitan ini, sampai-sampai deru mesin kendaraan yang mereka pakai saja seperti “suara harimau yang haus darah.”
Berita Yudha, 8 Oktober, menegaskan kembali soal pencungkilan mata dan menambahkan bahwa para perwira Angkatan Darat ditemukan terbungkus kain hitam. Sementara, walaupun wajah Suprapto dan tengkoraknya dihantam oleh “penteror-penteror biadab” namun dia masih dapat dikenali, edisi 9 Oktober. Sehari kemudian koran yang sama menurunkan berita yang disebut bersumber dari saksi mata yang berada di lokasi pembantaian. Menurut pengakuan saksi ini, biji mata beberapa korban dicungkil keluar, sementara kemaluan beberapa lainnya dipotong. Edisi 11 Oktober Angkatan Bersendjata menuliskan laporan yang lebih detail tentang pembunuhan Lettu Tendean. Ajudan Jenderal Nasution ini disebutkan menjadi sasaran latihan tembak anggota Gerwani.
Baris 105 ⟶ 104:
“Nah, Saudara-saudara, waktu belakangan ini saya dapat bukti, bahwa memang benar sangkaan saya itu, bahwa jenderal-jenderal yang dimasukkan semua ke Lubang Buaya tidak ada satu orang pun yang kemaluannya dipotong. Saya dapat buktinya darimana? Visum repertum daripada team dokter-dokter yang menerima jenazah-jenazah daripada jenderal-jenderal yang dimasukkan ke dalam sumur Lubang Buaya itu.”
{{cquote|“Soeharto dan kelompoknya telah menerima hasil otopsi detail yang dilakukan ahli forensik sipil dan militer terhadap tubuh korban, para jenderal yang dibunuh 1 Oktober. Laporan itu memperjelas bahwa para jenderal ditembak mati dan mayat mereka dibuang ke sebuah sumur dalam di Lubang Buaya. Tetapi tanggal 6 Oktober, media massa yang dikontrol Soeharto melancarkan sebuah kampanye yang menyebutkan bahwa mata para jenderal dicongkel dan alat kelamin mereka dipotong,” tulis Ben Anderson dalam artikelnya tahun 1999, ''Indonesian Nationalism Today and in the Future.''<ref>{{cite web|url=http://teguhtimur.com/2011/11/25/hasil-autopsi-pahlawan-revolusi-dimasukkan-ke-dalam-laci/|title=Hasil Autopsi Pahlawan Revolusi Dimasukkan ke Dalam Laci|authors=Teguh Santosa|publisher=|date=25 November 2011|accessdate=24 September 2015|archiveurl=https://web.archive.org/web/20150925064617/http://teguhtimur.com/2011/11/25/hasil-autopsi-pahlawan-revolusi-dimasukkan-ke-dalam-laci/|archivedate=
}}
Baris 129 ⟶ 128:
{{reflist}}
{{Authority control}}
[[Kategori:Dokter Indonesia]]
|