Lim Joey Thay: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan aplikasi seluler Suntingan aplikasi Android |
|||
(7 revisi perantara oleh 6 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 5:
|native_name = Lim Joey Thay
|native_name_lang =
|image =
|image_size = 280px
|alt =
Baris 11:
|birth_name =
|birth_date = {{Birth date|1926|12|1}}
|birth_place =
|disappeared_date =
|disappeared_place =
|disappeared_status =
|death_date = {{Death date and age|2011|10|11|1926|12|1}}
|death_place =
|death_cause =
|body_discovered =
Baris 23:
|monuments =
|residence =
|nationality =
|other_names =
|ethnicity =
Baris 79:
|box_width =
}}
'''Prof. dr. Lim Joey Thay''' alias '''dr. Arif Budianto''' ({{lahirmati|[[Hindia Belanda]]|1|12|1926|[[Jakarta]]|11|10|2011}}) adalah seorang dokter sekaligus lektor [[Ilmu Kedokteran Kehakiman]] [[Fakultas Kedokteran]] [[Universitas Indonesia]] (FK-UI), serta merupakan salah satu dari lima dokter yang melakukan visum terhadap [[Pahlawan Revolusi]] yang menjadi korban peristiwa [[G30S/PKI|Gerakan 30 September]].<ref name="visumg30s">{{cite web|url=http://www.jakartabeat.net/kolom/konten/lim-joey-thay-dan-hasil-visum-para-pahlawan-revolusi-bagian-1-dari-2-tulisan|title=Lim Joey Thay dan Hasil Visum Para Pahlawan Revolusi (Bagian 1 dari 2 Tulisan)|authors=Teguh Santosa|publisher=jakartabeat.net|date=2 April 2009|accessdate=24 September 2015|archiveurl=https://web.archive.org/web/20150924055227/http://www.jakartabeat.net/kolom/konten/lim-joey-thay-dan-hasil-visum-para-pahlawan-revolusi-bagian-1-dari-2-tulisan|archivedate= September 24, 2015}}</ref>
Lim Joe Thay belajar dari dua pakar forensik dunia di masa itu, yakni dr. Robert Houseman dari Texas, Amerika Serikat dan dr. Keith Simpson dari London, Inggris. Ia menyelesaikan pendidikannya di luar negeri pada tahun 1960.
== Sejarah ==
Setelah malapetaka [[Gerakan 30 September]] terjadi, otoritas yang berwenang pada saat itu membentuk tim yang dibentuk berdasarkan perintah Panglima Kostrad
▲Setelah malapetaka [[Gerakan 30 September]] terjadi, otoritas yang berwenang pada saat itu membentuk tim yang dibentuk berdasarkan perintah Panglima Kostrad selau Panglima Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban kepada Kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat di Jakarta, tanggal 4 Oktober.
Surat perintah bernomor PRIN-03/10-1965 itu ditandatangani Panglima Kostrad yang juga Panglima Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban Mayjen Soeharto. Selanjutnya Kepala RSP-AD meneruskan perintah itu kepada kelima ahli forensik.
Baris 95 ⟶ 94:
Sesuai dengan mandat, kelima dokter tersebut berpacu dengan waktu dan proses pembusukan, mereka bekerja keras selama delapan jam, dari pukul 4.30 sore tanggal 4 Oktober, hingga pukul 12.30 tengah malam 5 Oktober, di kamar mayat RSP Angkatan Darat.
{{cquote|Hasil otopsi yang dilakukan dr. Lim Joey Thay dan teman-temannya sama sekali tidak menemukan tanda-tanda rusaknya jenazah seperti yang dilaporkan media massa yang dikuasai [[Angkatan Darat]], yaitu [[Angkatan Bersendjata]] dan [[Berita Yudha]], dan beberapa media cetak lain yang diperbolehkan beredar selagi mengikuti aturan main dan kemauan pihak militer. Sumber berita lain di masa itu adalah [[RRI]], [[TVRI]] dan Kantor Berita [[Antara]].<ref name="visumg30s"/><ref>{{
Beberapa hari kemudian pasca peristiwa Gerakan 30 September atau Gerakan 1 Oktober menjadi masa kritis politik dan stabilitas Republik Indonesia. Kabar simpang siur, suasana genting, pers yang sebelumnya liberal dan menjadi afiliasi orientasi politik tertentu ditutup pihak militer. Hanya beberapa yang diizinkan beredar. Mata Jenderal Ahmad Yani dicungkil, tulis Angkatan Bersendjata edisi 6 Oktober. Sehari kemudian, media ini mempublikasikan cerita tentang detail pembunuhan Brigjen Panjaitan di depan rumahnya. Setelah dihujani tembakan, mayat Brigjen Panjaitan dilemparkan ke dalam truk yang kemudian membawanya ke Lubang Buaya. Sebegitu mengerikannya kekuatan pasukan penculik Panjaitan ini, sampai-sampai deru mesin kendaraan yang mereka pakai saja seperti “suara harimau yang haus darah.”
Baris 107 ⟶ 104:
“Nah, Saudara-saudara, waktu belakangan ini saya dapat bukti, bahwa memang benar sangkaan saya itu, bahwa jenderal-jenderal yang dimasukkan semua ke Lubang Buaya tidak ada satu orang pun yang kemaluannya dipotong. Saya dapat buktinya darimana? Visum repertum daripada team dokter-dokter yang menerima jenazah-jenazah daripada jenderal-jenderal yang dimasukkan ke dalam sumur Lubang Buaya itu.”
{{cquote|“Soeharto dan kelompoknya telah menerima hasil otopsi detail yang dilakukan ahli forensik sipil dan militer terhadap tubuh korban, para jenderal yang dibunuh 1 Oktober. Laporan itu memperjelas bahwa para jenderal ditembak mati dan mayat mereka dibuang ke sebuah sumur dalam di Lubang Buaya. Tetapi tanggal 6 Oktober, media massa yang dikontrol Soeharto melancarkan sebuah kampanye yang menyebutkan bahwa mata para jenderal dicongkel dan alat kelamin mereka dipotong,” tulis Ben Anderson dalam artikelnya tahun 1999, ''Indonesian Nationalism Today and in the Future.''<ref>{{cite web|url=http://teguhtimur.com/2011/11/25/hasil-autopsi-pahlawan-revolusi-dimasukkan-ke-dalam-laci/|title=Hasil Autopsi Pahlawan Revolusi Dimasukkan ke Dalam Laci|authors=Teguh Santosa|publisher=|date=25 November 2011|accessdate=24 September 2015|archiveurl=https://web.archive.org/web/20150925064617/http://teguhtimur.com/2011/11/25/hasil-autopsi-pahlawan-revolusi-dimasukkan-ke-dalam-laci/|archivedate=
}}
Baris 131 ⟶ 128:
{{reflist}}
{{Authority control}}
[[Kategori:Dokter Indonesia]]
|