Upacara Wetonan: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
wetonan tiap 5x7 = 35 hari |
Merapikan artikel |
||
(14 revisi perantara oleh 9 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{wikify}}
'''Upacara Wetonan'''
{{Lihat pula|Weton}}
Slametan Wetonan dalam kegiatan ini dilakukan pada saat hari lahir ketika 35 hari sekali. Bagi Masyrakat Jawa tradisi ini sangatlah perlu untuk mengena ''weton'' seseorang yang lahir, hal ini dilihat dari Kalender Jawa. Masyarakat Jawa perlu mengetahui tanggal, bulan dan tahun lahir, entah dilihat dalam kalender Masehi atau Kalender Jawa dikarenakan hal ini untuk melihat tanggal sebagai tanda Weton seseorang tersebut. Hari dan tanggal seseorang yang lahir dalam kalender Jawa atau disebut dengan weton ini terjadi ketika ''selapan'' hari. Masyrakat Jawa biasanya melakukan upacara wetonan ini ketika setelah pukul enam sore, hal ini berkaitan tentang kepercayaan masyarakat Jawa jika sistem penanggalan dilhat dari kalender sistem rembulan.<ref>{{Cite web|url=http://blog.iain-tulungagung.ac.id/pkij/2018/04/12/slametan-wetonan-dan-simbolnya-yang-hilang/|title=Slametan Wetonan dan Simbolnya yang Hilang {{!}} Institute for Javanese Islam Research|language=en-US|access-date=2019-04-27}}</ref>▼
▲Slametan Wetonan dalam kegiatan ini dilakukan pada saat hari lahir ketika 35 hari sekali. Bagi
Hari ulang tahun sama halnya dalam masyrakat Jawa disebut juga dengan istilah Wetonan, namun berbeda dengan hari ulang tahun yang diselenggarakan satu tahu sekali. Upacara Wetonan atau Slametan ini bisa terjadi dari 9 kali hingga 10 kali dalam setahun. Sesuai dengan paragraf sebelumnya jika tanggal wetonan terhitung dalam kalender sistem rembulan atau penanggalan jawa. Siklus dalam penanggalan Jawa ini berlangsung setiap 35 hari. Dalam kalender Jawa tersebut memiliki 5 hari yakni Pon, Wage, Kliwon, Legi dan Pahing. Maka dalam kalender Masehi terdapat hari yaitu dari hari Senin Wage, Selasa Wage, Selasa Legi dan seterusnya. Ketika lahir pada hari Sabtu Kliwon, maka akan ada hari weton pada hari tersebut pada setiap 35 hari pada penanggalan Jawa.▼
▲Hari ulang tahun sama halnya dalam
Setiap hari dalam kalender Jawa, masyrakat Jawa sendiri memiliki kepercayaan tersendiri dari masing-masing karakter dalam hari tersebut. Hal ini terkadang mirip seperti karakteristik dalam suatu zodiak. Slametan Wetonan ini tidak diketahui bermula dari kapan, hal ini dikarenakan tradisi ini emang tumbuh dari masyarakat Jawa kuno atau dari nenek moyang Suku Jawa, keyakinan ini tumbuh dalam suatu kepercayaan yang biasa disebut dengan kepercayaan Kejawen. pelaksanaan wetonan ini memiliki suatu adat istiadat yang memiliki karakteristik berbeda dari masing-masing daerah walaupun sebenarnya nilai dan tujuan dari upacara wetonan ini sama yaitu memohon keselamatan. Peringatan wetonan dalam beberapa daerah ada yang melakukan perayaan wetonan ini dengan bermeditasi, dengan cara berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa melalui cara meditasi mengheningkan cipta. Ada juga perayaan kecil-kecilan dengan mengundang tetangga ataupun teman-teman dekat saja dengan suguhan makanan seperti layaknya peringatan hari ulang tahun yaitu adanya kegiatan makan bersama. Dalam beberapa daerah atau beberapa keluarga ada juga merayakan wetonan dengan perayaan yang besar seperti mengundang sanak saudara, teman-teman, dan tetangga yang dikenal satu desa layaknya seperti tamu pesta pernikahan bagi masyrakat Jawa. Terdapat juga acara sosial yaitu berbagi suatu cerita, saling mendengarkan, memberikan suatu masukan atau saran, dan saling berbagi tawa antara satu dengan yang lain. Acara wetonan tidak luput dari suatu doa yang bertujuan untuk mengheningkan cipta kepada Tuhan Yang Maha Esa agar diberikan suatu kelancaran hidup, kesehatan, rejeki, dan bahagia bagi seseorang yang memperingati acara Wetonan tersebut.▼
▲Setiap hari dalam [[kalender Jawa]],
Dalam sebagain masyarakat Jawa kuno atau masyarakat Jawa tradisional meyakini bahwa wetonan ini merujuk pada upacara atau slametan bagi menemui saudaranya yang berjumlah 9 yang terlahir dari rahim seorang ibu. Kesembilan itu yakni ''kesatu sampai'' ''empat'' menghadap kiblat, ''kelima dan keenam'' sedulur tuwo dan kawah putih (bayi lahir kedunia), ''ketujuh'' ari-ari, ''kedelapan'' raga, ''kesembilan'' Jiwa. Pada daerah-daerah tertentu upacara ini juga disebut dengan istilah rasulan yang memiliki arti Upacara Wetonan atau Slametan Wetonan. Upacara wetonan tidak hanya berdoa dalam permohonan keselamatan dan kelancaran dalam kehidupan kedepan, namun juga rasa syukur atas hari kelahiran yang diberikan dari Tuhan Yang Maha Esa dan memperingati kenangan akan hari kelahiran.
Dalam upacara wetonan terdapat beberapa sajian makanan yang umumnya di suguhkan bagi para tamu yang diundang dalam acara wetonan tersebut diantaranya terdapat [[tumpeng]], pisang, ayam ingkung, [[gudangan]] yang terbuat dari sayuran dan [[pelas]] serta jenang abang, putih juga untuk ''sing momong jiwa, raga.''
Wetonan memiliki suatu kaitan dengan [[kosmologi]] Jawa. Dalam hal ini mengartikan Endraswara yang memiliki gambaran terhadap ''weton'' dalam hubungan dengan perhitungan hari (''
Dalam suatu perayaan masyarakat suku Jawa juga identik dengan nomor angka tujuh. Hal ini terhubung atau terkait dengan sinergi terhadap ''pitulungan''
Selain itu ada juga sayuran 7 rupa yaitu, [[kacang panjang]], [[kangkung]], [[kubis]], [[Kecambah|kecambah/toge]] yang panjang, [[wortel]], daun [[kenikir]], dan [[bayam]]. Selanjutnya, menyiapkan Jajan pasar seperti, ''[[wajik]]'' yang memiliki arti berani dalam kebenaran ''(wani tumindak becik), [[Pisang|gedhang]] ijo, [[Sukun (pohon)|sukun]]'' artinya supaya saling rukun ''(supaya rukun), [[nanas]]'' yang berarti orang hidup jangan sembarangan dalam memakan sesuatu atau bertindak sewenang-
Dalam upacara wetonan dan perayaan dalam [[suku Jawa]] adanya ''kembang'' setaman yang tidak hanya satu macam bunga saja namun bermacam-macam kembang seperti, bunga mawar (''awar-awar'' selalu tawar
Masyarakat Jawa memang tidak bisa dipisahkan dari simbol-simbol yang melingkarinya. Secara umum, terdapat bunga tiga warna atau lima warna, dan simbol-simbol lain yaitu bubur merah, bubur putih, tumpeng, nasi gulung pisang, minyak wangi, [[Kemenyan jawa|kemenyan]] dan [[dupa]]. Simbol tersebut sangat lazim dalam setiap [[ritual]] di Jawa (Budiharso, 2014: 171).▼
▲Dalam upacara wetonan dan perayaan dalam suku Jawa adanya ''kembang'' setaman yang tidak hanya satu macam bunga saja namun bermacam-macam kembang seperti, bunga mawar (''awar-awar'' selalu tawar dari nafsu yang negatif), bunga melati (''melat-melat ning ati'' selalu'' eling lan waspada''), bunga ''kanthil'' supaya tansah kumanthil hatinya selalu terikat oleh tali rasa dengan para leluhur yang menurunkannya, kepada orang tua dengan harapan agar anaknya selalu berbakti kepadanya, dan bunga kenanga.
▲Masyarakat Jawa memang tidak bisa dipisahkan dari simbol-simbol yang melingkarinya. Secara umum, terdapat bunga tiga warna atau lima warna, dan simbol-simbol lain yaitu bubur merah, bubur putih, tumpeng, nasi gulung pisang, minyak wangi, kemenyan dan dupa. Simbol tersebut sangat lazim dalam setiap ritual di Jawa (Budiharso, 2014: 171).
Saat ini ''wetonan'' tidaklah menjadi suatu budaya yang dilestarikan kembali oleh masyarakat Jawa. Bahkan tradisi yang sudah ada lama ini seakan-akan hilang, dapat dikatakan bahwa tradisi ini sudah mulai mengalami pergeseran bahkan pendangkalan sehingga unsur pendidikan moralitas dalam peristiwa tradisi ''wetonan'' tidak lagi diketahui oleh masyarakat masa kini.
Baris 35 ⟶ 31:
== Doa dalam Wetonan ==
Pada masyarakat Jawa
== Kepercayaan ==
Masyarakat Jawa sangat kental dengan tradisi yang tetap terjaga. Mereka menganggap tradisi nenek moyang adalah warisan yang sangat bernilai dan harus tetap dipertahankan. Menurut Budiono Heru sutoto (dalam Siti Fatimah, 2013) mengatakan bahwa [[Suku Jawa|suku bangsa Jawa]] pada zaman purba mempunyai pandangan hidup [[Animisme]], suatu kepercayaan adanya [[roh]] atau jiwa pada semua benda, tumbuh-tumbuhan, hewan, dan juga manusia sendiri.
Menurut [[Koentjaraningrat]] (1984:355) Orang Jawa masih mengadakan suatu upacara yang penting, yaitu yang diadakan pada waktu seorang bayi berumur 35 hari. Upacara ''nyelapani'' (dari kata ''selapan'' = tigapuluh lima) jatuh pada hari ''weton'' yang pertama, yaitu kombinasi dari suatu hari tertentu dalam pekan lima hari dan suatu hari tertentu dalam pekan tujuh hari, yang berulang setiap 35 hari. bagi orang Jawa ''weton'' itu kelak akan sangat penting untuk mengadakan perhitungan, antara lain untuk menentukan tanggal pernikahan dari hari-hari penting lainnya, tetapi juga dalam hal aktivitas ilmu ghaib.
Menurut orang Jawa, seseorang yang sering dibuatkan s''lametan'' ''weton'' secara rutin sesuai waktunya, biasanya hidupnya lebih terkendali, lebih berkualitas atau bermutu, lebih hati-hati, tidak liar dan ceroboh, dan jarang sekali mengalami sial. Menurut Sainem (Wawancara, 2 Desember 2015): “''Kabeh wong iku duweni wetone dhewe-dhewe lan kudu di ton’i,'' ''nak ora di ton’i wong iku bakal loro”.'' Setiap orang itu mempunyai ''weton'' sendiri-sendiri dan mereka harus memperingatinya dengan melaksanakan ''slametan weton,'' karena jika tidak orang tersebut pasti akan sakit. Biasanya ini terjadi ketika seseorang lupa melakukan ''slametan weton'' untuk dirinya sendiri. Sainem (Wawancara, 2 Desember 2015) juga mengatakan bahwa: ''“Yen wong iku loro amergo wes kelalen ora di ton’i, sekaren kembang kerah macan ono ning gone lah mendem ari-arine”.'' Apabila seseorang itu sakit akibat lupa tidak melaksanakan ''slametan'' ''weton,'' maka salah satu anggota keluarga harus ''nyekar'' dengan ''kembang kerah macan'' di tempat ''ari-ari'' orang yang sakit itu dikubur. ''Kembang kerah macan'' ini terdiri dari bunga mawar, bunga kantil, daun pandan dan bunga kenanga.
Baris 47 ⟶ 43:
Tradisi Jawa yang banyak berkembang saat ini sebenarnya merupakan tradisi turun temurun dari nenek moyang dengan segala kepercayaannya yang begitu kental. Mungkin bagi orang yang kurang terbiasa mengenal, masyarakat Jawa dianggap sebagai masyarakat yang ''kalem'' atau lemah lembut, dan dianggap terlalu mengutamakan tata krama dibandingkan dengan hal lainnya. Akan tetapi tata krama merupakan hal dasar yang harus dimiliki oleh setiap orang. Sainem (Wawancara, 2 Desember 2015) mengatakan bahwa:
''“Wong jowo kwi mesti slametan, pasang sajen wes awit biyen. Kabeh di slameti, brokohan, sepasaran, [[selapanan]], neloni, slametan wong mati. kanggo donga jaluk slamet marang sing Kuasa, uripe ben ayem lan tentrem”''
Orang Jawa melakukan tradisi ''slametan,'' pasang ''[[Sesajen|sesaji]]'' sudah dari zaman dahulu. Semuanya di ''slameti'' mulai dari ''brokohan, [[sepasaran]], selapanan,'' ''neloni, slametan'' untuk orang yang meninggal dan lain sebagainya. Semua itu untuk
Menurut Suseno (dalam Sony Sukmawan) Dalam ''Slametan'' terungkap nilai-nilai yang dirasakan paling mendalam oleh orang Jawa, yaitu nilai kebersamaan, ketetanggaan, dan kerukunan. Pencapaian nilai-nilai ini menjadi gambaran pencapaian kehidupan yang ideal bagi masyarakat Jawa.
''“Sampun nggih derek-derek kula Sedaya, ingkang sepuh miwah ingkang enem, ingkang ageng miwah ingkang alit, ingkang samar miwah ingkang gaib: Baiklah saudara-saudaraku semua, tua maupun yang muda, besar maupun yang kecil, yang tersamar maupun yang [[Mistisisme|gaib]].''
''Menurut Yudi Setiyadi (2014) Weton memperkirakan kepribadian, sifat dan nasib seseorang. Meski tidak bersifat mutlak, weton digunakan sebagai pengingat bagi orang Jawa untuk berhati-hati dalam menjalani hidup. Filosofi hidup eling lan waspada (ingat dan selalu waspada) menjadi unsur penting dalam pemahaman tentang weton dalam kehidupan sehari-hari orang Jawa.''
== Menyiapkan Bahan dalam Upacara Wetonan ==
Memasak nasi untuk dibuat ''[[tumpeng]],'' banyaknya beras yang dimasak dikira-kira saja mencukupi untuk minimal 1 keluarga. Menurut Sumarni (Wawancara, 2 Desember 2015):
Setelah nasi matang lalu dicetak menggunakan ''[[Pengukusan|kukusan]]'' agar berbentuk kerucut seperti ''[[tumpeng]]'', tapi sebelumnya dilapisi dulu dengan [[daun pisang]] agar nasi tidak menempel pada ''kukusan'' dan mengeluarkannya dari cetakanpun mudah.
Bahan lainnya yang dibutuhkan adalah sayuran. Sayuran yang dibutuhkan pada umumnya terdiri dari [[kacang panjang]], [[kangkung]], [[kubis]], [[Kecambah|kecambah/tauge]] yang panjang, [[bayam]], dll. Sayuran ini akan di buat ''keleman'' atau ''kulupan'' yang dimasak dengan cara direbus sampai matang hanya dengan air saja tetapi jangan sampai terlalu matang. Agar tidak terlalu matang atau teksturnya menjadi terlalu lembek, maka setelah diangkat langsung disiram dengan air dingin biasa, sehingga sayuran masih tampak hijau segar tetapi sudah matang. Kemudian membuat sambal ''[[Kelapa|kambil]]'' atau kelapa sebagai pasangannya.
Selanjutnya adalah membuat ''[[Botok|bothok]]'' dan ''[[pelas]]. [[Botok|Bothok]]'' ini dibuat dari [[tempe]] yang di potong-potong membentuk balok kecil-kecil lalu dicampur dengan daun ''[[Bawang merah|brambang]]'' yang telah di iris-iris terlebih dahulu. Tidak lupa juga ditambahkan garam yang telah dihaluskan sebelumnya. Setelah selesai semuanya dibungkus dengan daun pisang lalu di masak. Untuk ''[[pelas]]'' dibuat dari kedelai yang ditumbuk halus, ditambahi garam lalu di bungkus seperti ''bothok'' dan di masak. Bahan terakhir adalah ''[[Dodol|Jenang]],'' menurut Sumarni (Wawancara, 2 Desember 2015):
''Jenang'' yang dimaksud adalah dua buah nasi putih yang dibuat membentuk sebuah gundukan dan di taruh dalam sebuah piring
Orang Jawa biasa menyebutnya sebagai ''jenang merah'' dan ''jenang putih.'' Setelah selesai ''[[tumpeng]]'' diletakkan dalam sebuah wadah, bisa berupa ''[[tampah]]'' atau ''leseran'' kemudian dikelilingi oleh sayuran dan ''bothok pelas.''
== Prosesi ==
Tahapan pertama dari proses pelaksanaan ''Slametan Weton'' ini adalah orang yang paling tua di dalam keluarga biasanya kakek atau nenek akan membacakan niat atau
Tahap kedua adalah makan secara bersama-sama dengan anggota keluarga, menurut Sainem (Wawancara, 2 Desember 2015): ''“wong sing di ton’i kudu mangan jenang pethak supaya diparingi akas kewarasan saking Gusti sing kuasa”''
Baris 78 ⟶ 74:
== Makanan Wajib ==
Setiap [[tradisi]] ''slametan'' khususnya bagi masyarakat Jawa akan menggunakan makanan-makanan maupun [[Sesajen|sesaji]] yang dibuat sebagai salah satu unsur dalam melakukan ''slametan''. Begitu pula dengan ''slametan weton'' terdapat dua jenis makanan yang harus ada yaitu:
=== Tumpeng ===
Bagi orang Jawa ''[[tumpeng]]'' merupakan suatu hal yang ''sakral''. Hampir semua ''slametan'' pada masyarakat Jawa menggunakan ''tumpeng.'' Menurut Sainem (Wawancara, 2 Desember 2015):
''“tumpeng kwi dadi puser’e, keleman karo bothok pelase ditata muteri tumpeng kanggo njaluk pitulungane sing kuasa sing gae urip”''
Nasi ''tumpeng'' putih yang melambangkan sebagai pusat dari semua energi dan di sekeliling ''tumpeng'' ini terdapat sayuran dan ''[[Botok|bothok]] [[pelas]]'' yang memenuhi atau melingkari ''[[tumpeng]]''. Sayuran ini melambangkan harapan untuk mendapat ''pitulungan'' (pertolongan) Tuhan, selain itu agar do’a yang dipanjatkan tidak terputus, seperti do’a panjang rejeki, panjang umur, dan panjang akal atau pintar.
=== Jenang ===
Baris 92 ⟶ 88:
''“jenange iku ono loro, siji diarani jenang pethak utowo lanang, lan sijine jenang abrit utowo wedok”''
''[[Dodol|Jenang]]'' terdiri dari dua, pertama ''jenang pethak'' atau putih yang melambangkan seorang laki-laki, sementara ''jenang abrit'' atau merah yang melambangkan seorang perempuan. Hal ini juga mengingatkan akan proses kelahiran kita yaitu menyatunya bapak dan ibu yang dilambangkan dalam bentuk ''jenang'' putih (bapak) dan merah (ibu).
Begitu pula menurut
''“jenang abang, yaiku beras kajenang digulani jawa, (gula klapa).''
Baris 100 ⟶ 96:
''Jenang putih, yaiku beras kajenang disanteni”''
''Jenang'' merah adalah beras yang dibuat bubur lalu diberi [[Gula aren|gula merah]] atau [[Gula aren|gula Jawa]] sedangkan ''jenang'' putih adalah beras yang dibuat bubur dan diberi [[Sari kelapa|santan]].
'''11. Apa yang dimaksud dengan ''Jenang'' ?'''
''Jenang'' yang dimaksud adalah dua buah [[Nasi|nasi putih]] yang dibuat membentuk sebuah gundukan dan di taruh dalam sebuah piring
'''12. Apa makna dari ''Jenang'' merah dan putih ?'''
Pertama ''jenang pethak'' atau putih yang melambangkan seorang laki-laki, sementara ''jenang abrit'' atau merah yang melambangkan seorang perempuan.
== Referensi ==
{{Reflist}}
[[Kategori:Budaya Jawa]]
[[Kategori:Perayaan]]
[[Kategori:Weton]]
[[Kategori:Tradisi Jawa]]
|