Negara Sumatera Selatan: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
k Mengembalikan suntingan oleh Tsalavana (bicara) ke revisi terakhir oleh OrophinBot Tag: Pengembalian Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
||
(7 revisi perantara oleh 6 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{refimprove}}{{Infobox Former Subdivision
|native_name =
|conventional_long_name =
|common_name = NSS
Baris 25:
|p1 = Republik Indonesia
|flag_p1 = Flag of Indonesia.svg
|s1 =
|flag_s1 = Flag of Indonesia.svg
}}
[[File:Abdul Malik.jpg|jmpl|Abdul Malik, Wali Negara Sumatera Selatan]]
'''Negara
Pada masa itu, setelah [[Belanda]] kembali ke [[Indonesia]] berkembang dua pemikiran bentuk kenegaraan yaitu bentuk [[negara kesatuan]] dan bentuk [[negara federasi]]. Republik Indonesia menginginkan bentuk negara kesatuan sedangkan Belanda menghendaki bentuk negara federasi. Perselisihan antara kedua negara itu mulai menemukan persamaan persepsi sejak [[persetujuan Linggarjati]] di paraf pada tanggal [[15 November]] [[1946]]. Sejak saat itu penyelesaian konflik antara Indonesia-Belanda selalu mengacu pada kerangka pembentukan negara serikat. Semenjak Belanda menginjakan kakinya untuk kedua kali di Indonesia, Belanda beranggapan bahwa bentuk bentuk negara yang paling cocok bagi Indonesia adalah adalah negara federal. Hal ini disebabkan karena perbedaan-perbedaan yang amat besar antara daerah satu dan lainnya di kepulauan Indonesia. Pandangan pemerintah Belanda ini bisa saja benar adanya karena negara federal memang cocok dengan masyarakat yang amat beragam dan bersifat majemuk dalam banyak hal seperti [[sosial]], [[kultural]], [[geografis]], dan kekayaan [[sumber daya alam]].
Baris 34 ⟶ 35:
Sistem federal memberikan kesempatan kepada daerah-daerah yang berbeda-beda itu untuk mengatur diri sendiri tanpa harus tunduk kepada pemerintah pusat yang cenderung mengatur secara [[nasional]] dengan mengabaikan ciri-ciri khas yang ada di berbagai daerah. Akan tetapi, sejarah telah menunjukan bahwa negara federal telah digunakan oleh penguasa pemerintah kolonial Belanda untuk memecahbelah rakyat Indonesia. Karena Belanda tidak mampu membubarkan Republik Indonesia dan mengalahkan kekuatan militernya maka Belanda membentuk sejumlah negara bagian yang akan bergabung menjadi negara federal untuk mengalahkan Indonesia (Rauf, 1998: 2).
Pada tanggal [[25 November]] [[1945]] dan kemudian dipakai sebagai dasar di dalam pembicaraan selama [[Konferensi Malino]] pada bulan [[Juli]] [[1946]]. Dalam konferensi ini wakil – wakil [[Kalimantan]] dan [[Indonesia Timur]] berkesimpulan bahwa dalam tertib ketatanegaraan Indonesia, federalis harus menjadi dasar suatu kesatuan tata negara yang meliputi seluruh Indonesia jadi bentuknya [[Negara Indonesia Serikat]]. Keterkaitan negara federal dengan keinginan Belanda untuk mempertahankan kekuasaanya di Indonesia diperkuat oleh kenyataan bahwa batas negara-negara bagian yang dibentuk Belanda di [[Sumatra]] dan [[Jawa]] adalah garis gencatan senjata yang dibuat oleh Belanda dan Republik Indonesia. Hal ini menunjukan bahwa negara bagian tersebut adalah rekayasa Belanda. Politik Belanda dalam menciptakan negara federal di
Dalam peraturan tata Negara
Meskipun NSS berdiri dan mendapat sambutan terutama dari kalangan federalis, namun sesungguhnya dukungan rakyat terhadap negara federal ini sangat lemah. Hal ini tampak jelas hampir semua negara federal di Indonesia tidak berkembang, setelah [[Republik Indonesia Serikat]] (RIS) terbentuk tanggal [[27 Desember]] [[1949]]. Bentuk negara federal hasil persetujuan konferensi Meja Bundar itu pada dasarnya bukan bentuk yang berakar kepada kehendak penduduk. Negara
== Peran Palembang Sebagai Ibu Kota Negara
Pada bulan-bulan terkahir tahun [[1945]], keamanan di [[Palembang]] menjadi sulit karena terjadi banyak peristiwa. Di wilayah lain umunya pemerintahan daerah dapat bekerja terus dengan beberapa perubahan seperti penggantian tenaga Jepang oleh tenaga [[Indonesia]]. Letak geografis Palembang, sejak masa sebelum revolusi amat menarik. Letaknya yang relatif dekat dengan [[Batavia]], menyebabkan Palembang lebih terintegarsi ke dalam lingkaran pengaruh pusat atau Batavia. Kehidupan perdagangan di kota ini didukung dengan tersediahnya hasil alam sperti karet, kopi dan barang komoditas lainnya. Peranan kota Palembang lebih penting lagi dengan adanya [[pelabuhan]] [[samudra]] [[Boom Baru]] yang dapat menampung kapal-kapal yang masuk dan keluar.
Baris 54 ⟶ 55:
{{RIS}}
[[Kategori:
[[Kategori:Sejarah Indonesia]]
[[Kategori:
|