Cincalok: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
BP61Marco (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: BP2014
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
(23 revisi perantara oleh 9 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
[[FileBerkas:Cincalok, shallots, chilli.jpg|thumbjmpl|250px|Sambal dengan menggunakan cincalok, bawang merah, dan cabai]]
{{inuseBP|BP61Marco|15 Mei 2014|31 Maret 2014}}
'''Cincalok''' adalah [[makanan]] khas [[Kalimantan Barat]] dan juga berkembang di [[Kepulauan Riau]] berupa udang berukuran kecil yang proses fermentasinya terjadi dengan bantuan mikrobmikroba.<ref name="Achmad"/> Salah satu mikrobmikroba yang berperan penting adalah kelompok bakteri [[asam laktat]].<ref name="Achmad">Achmad DI, Nofiani R, Ardiningsih P. 2013. ''KARAKTERISASI BAKTERI ASAM LAKTAT Lactobacillus sp. RED1
[[File:Cincalok, shallots, chilli.jpg|thumb|250px|Sambal dengan menggunakan cincalok, bawang merah, dan cabai]]
DARI CINCALOK FORMULASI''. Pontianak : FMIPA Universitas Tanjungpura.</ref> Makanan ini juga ditemui di daerah [[Malaka]] dan termasuk bahan untuk [[masakan]] [[peranakan]]. Bahan makanan ini digunakan untuk membuat [[sambal]].<ref name="Hutton">Hutton W. 2007. ''The Food of Love: Four Centuries of East-West Cuisine''. Singapore : Marshall Cavendish Cuisine.</ref> Di Kepulauan Bangka-Belitung, cincalok disebut pula dengan istilah '''kecalok'''.<ref>[https://bangka.tribunnews.com/2019/08/14/kecalok-makanan-khas-bangka-dari-fermentasi-udang-rebon-yang-enak-tapi-sempat-bikin-warga-keracunan Kecalok Makanan Khas Bangka dari Fermentasi Udang Rebon yang Enak Tapi Sempat Bikin Warga Keracunan], ''Tribunnews Bangka''. Akses: 07-10-2021.</ref>
'''Cincalok''' adalah [[makanan]] khas [[Kalimantan Barat]] berupa udang berukuran kecil yang proses fermentasinya terjadi dengan bantuan mikrob.<ref name="Achmad"/> Salah satu mikrob yang berperan penting adalah kelompok bakteri [[asam laktat]].<ref name="Achmad">Achmad DI, Nofiani R, Ardiningsih P. 2013. ''KARAKTERISASI BAKTERI ASAM LAKTAT Lactobacillus sp. RED1
DARI CINCALOK FORMULASI''. Pontianak : FMIPA Universitas Tanjungpura.</ref> Makanan ini juga ditemui di daerah [[Malaka]] dan termasuk bahan untuk [[masakan]] [[peranakan]]. Bahan makanan ini digunakan untuk membuat [[sambal]].<ref name="Hutton">Hutton W. 2007. ''The Food of Love: Four Centuries of East-West Cuisine''. Singapore : Marshall Cavendish Cuisine.</ref>
 
== Bakteri ==
Bakteri yang berperan dalam proses fermentasi cincalok adalah kelompok [[bakteri asam laktat]].<ref name="Achmad"/> Kelompok bakteri ini memiliki kemampuan untuk menghasilkan senyawa dengan aroma dan rasa khas, meningkatkan nilai cerna makanan, dan menghasilkan senyawa [[antimikrob]] yang dapat menghambat atau membunuh [[mikroorganisme]] seperti [[asam laktat]], [[hidrogen peroksida]], [[karbondioksida]], dan [[bakteriosin]].<ref name="Achmad"/> Bakteri yang berhasil diisolasi adalah ''[[Lactobacillus]]'' sp. dan ''[[Streptococcus]]'' sp.<ref name="Achmad"/> Penelitian lain melaporkan bahwa ditemukan juga bakteri dari [[genus]] ''[[Staphylococcus]]'' dengan bakteri langka yaitu ''[[Staphylococcus piscifermentans]]''.<ref name="Hajar & Hamid">Hajar S, Hamid THTA. 2013. Isolation of lactic acid bacteria strain Staphylococcus piscifermentans from Malaysian traditional fermented shrimp cincaluk. ''Int Food Res J'' 20(1): 125-129 .</ref> Bakteri yang dominan ditemukan pada Cincaluk dari Thailand adalah Lactobacillus sp. dan Lactococcus sp..<ref name="Achmad"/> Berdasarkan sekuens 16s, ditemukan bakteri Staphylococcus piscifermentans dengan strain langka yang sebelumnya hanya ditemukan pada isolat dari ikan.<ref name="Achmad"/> Bakteri penghasil γ-butyric acid (GABA) yaitu ''Leuconostoc NC5'' juga ditemukan pada cincaluk.<ref name="Achmad"/> Semua bakteri ini akan memberi nilai tambah yang positif bagi pengawetan dan nilai gizi dari cincaluk yang biasa digunakan sebagai saus pada hidangan di negara-negara [[Asia Tenggara]].<ref name="Achmad"/> Hidangan ini bermanfaat sebagai pengawet alami dan kultur starter makanan fermentasi.<ref name="Achmad"/>
 
==Rujukan Produksi ==
Udang yang digunakan adalah udang dari genus ''[[Acetes]]''.<ref name="Alabastro">Alabastro EF, Acevedo TP, Chavez LL. 1985. ''Proceedings: Food Conference '85, February 18-23, 1985, Philippine International Convention Center''. Manila: Filipina.</ref> Proses awal produksi secara [[tradisional]] adalah pencucian udang dengan [[air laut]], lalu udang yang telah dicuci akan dicampur dengan nasi dan garam.<ref name="Hui & Evranus"/> Campuran disimpan pada wadah [[tembikar]] dan ditutup dengan kain atau penutup tembikar.<ref name="Hui & Evranus"/> Selanjutnya campuran didiamkan selama 20 hingga 30 hari agar terfermentasi sempurna.<ref name="Hui & Evranus"/> Beberapa produsen menambahkan [[asam benzoat]] dan pewarna merah pada akhir fermentasi, namun ada juga yang menambahkan saus tomat.<ref name="Hui & Evranus">Hui YH, Evranus EO. 2012. ''Handbook of Animal-Based Fermented Food and Beverage Technology, Second Edition''. Boca Raton: Taylor & Francis.</ref>
 
== Metode Penelitian ==
Penelitian ini bertujuan untuk menemukan berbagai spesies bakteri dari cincalok. Cairan dari sampel sebanyak 25 mL dicampur dengan bufer air pepton sebanyak 225 mL.<ref name="Achmad"/> Beberapa pengenceran dibuat dengan 0,1% air pepton.<ref name="Achmad"/> Sampel disebar pada agar MRS (De Man, Rogosa dan Sharpe) dan diinkubasi secara anaerob selama 48 jam pada suhu 37 oC.<ref name="Achmad"/> Koloni sel tunggal diambil dengan tusuk gigi steril dan diuji lebih lanjut.<ref name="Achmad"/> Uji morfologi, fisiologi, dan karakteristik [[biokimia]] dari isolat ditentukan dengan prosedur standar yaitu uji pewarnaan Gram, uji produksi [[katalase]] dan uji produksi gas dilakukan.<ref name="Achmad"/> Pada uji penggunaan laktosa, koloni yang dipilih diulas pada NA (Nutrient Agar) dengan penambahan laktosa dan 0.005 g/L dari ungu bromokresol sebagai indikator pH.<ref name="Achmad"/> Cawan petri diinkubasi pada suhu 30 oC selama 24 jam.<ref name="Achmad"/> Isolat yang menggunakan laktosa dan memproduksi asam akan terlihat dari perubahan warna pada media yang berwarna ungu menjadi warna kuning.<ref name="Achmad"/> Uji aktivitas katalase dilakukan dengan penambahan setetes larutan hidrogen peroksida dengan konsentrasi 30 % ke ulasan kultur.<ref name="Achmad"/> Reaksi positif didapatkan dengan gelembung udara yang muncul dari koloni yang menandakan produksi gas oksigen.<ref name="Achmad"/> Isolat bakteri asam laktat ditumbuhkan pada medium ''MRS broth'' dan diinkubasi secara anaerob selama 48 jam pada suhu 30 oC.<ref name="Achmad"/> Sel yang terdapat pada larutan kaldu dipipet ke filter kertas cakram, lalu dikeringkan selama 10 menit.<ref name="Achmad"/> Kertas cakram diletakkan pada permukaan agar yang sebelumnya telah diulas sebanyak 500 μL bakteri indikator.<ref name="Achmad"/> Uji anti bakteri dilakukan dengan 4 bakteri indikator yaitu ''[[E. coli ATCC 35215]]'', ''[[Staphylococcus aureus]]'', ''[[Bacillus subtilis]]'', dan ''[[Salmonella typhimurium]]''.<ref name="Achmad"/> Uji ini dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali.<ref name="Achmad"/> Lalu cakram diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 oC dan zona inhibisi yang mengelilingi cakram diamati.<ref name="Achmad"/>
 
Analisis 16s dilakukan untuk mengetahui spesies bakteri yang berada pada cincalok.<ref name="Achmad"/> Dalam amplifikasi 16s digunakan primer forward pA dan primer reverse pE.<ref name="Achmad"/> Produk hasil amplifikasi dipurifikasi dengan ''spin column''.<ref name="Achmad"/> Amplifikasi dilakukan dengan denaturasi awal pada suhu 94 oC selama 4 menit dan dengan 29 siklus denaturasi pada suhu 94 oC selama 2 menit.<ref name="Achmad"/> Penempelan primer pada suhu 55 oC selama 1 menit, dan pemanjangan (elongasi) pada suhu 72 oC.<ref name="Achmad"/> Fragmen hasil amplifikasi dikloning dengan menggunakan ''[[blunt end]]'' dari produk PCR ke vektor kloning pJET1.2 dan ditransformasikan ke E. coli dengan sel kompeten.<ref name="Achmad"/> Kemudian DNA dari isolat dianalisis dengan menggunakan elektroforesis gel agarosa dengan kadar 1.0 % (b/v) dalam 1x bufer TAE (Tris-Cl Asetat EDTA) pada tegangan 90 V selama 65 menit.<ref name="Achmad"/> Lalu gel divisualisasikan dengan sistem dokumentasi gel.<ref name="Achmad"/> Untuk transforman yang berhasil, plasmid hasil rekombinasi diekstraksi kembali.<ref name="Achmad"/> Kemudian [[plasmid]] yang telah diekstraksi diverifikasi lebih lanjut dengan PCR menggunakan primer vektor yang dituju.<ref name="Achmad"/> Produk [[PCR]] hasil purifikasi juga langsung disekuensing dengan primer 16s rRNA. Sekuensing gen dianalisis dengan program [[BLAST]] di bank data [[NCBI]] [[GeneBank]].<ref name="Achmad"/>
 
== Aplikasi ==
Bakteri yang terdapat pada cincalok dapat digunakan sebagai ''starter'' dari produk fermentasi lain, serta dapat digunakan untuk pemrosesan dan pengawetan makanan.<ref name="Hajar & Hamid"/>
 
== Regulasi ==
Peraturan dari ''[[The Malaysian Food Act and Regulation]]'' adalah kadar minimal protein dan garam masing-masing sebanyak 10 % dan kadar abu maksimal adalah 15%<ref name="Hui & Evranus"/>
= Lihat pula =
* [[Indonesia]]
* [[Masakan]]
* [[Makanan]]
* [[Fermentasi]]
== Referensi ==
<references/>
[[Kategori:Hidangan Kalimantan Barat]]
[[Kategori:Hidangan Kepulauan Riau]]
[[Kategori:Hidangan Kepulauan Bangka Belitung]]
[[Kategori:Fermentasi (makanan)]]