Desa wisata: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k →Pranala luar: Menghapus pranala non aktif permanen |
Menambahkan |
||
(10 revisi perantara oleh 7 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{rapikan}}
[[Berkas:Desa Wisata Sasak Ende.jpg|jmpl|261x261px|Desa Wisata Sasak Ende adalah salah satu desa wisata yang terletak di Sengkol [[Pujut, Lombok Tengah|Kecamatan Pujut]], Kabupaten [[Kabupaten Lombok Tengah|Lombok Tengah]], [[Indonesia]].<ref>{{Cite journal|last=Fahmi|first=Ahmad|last2=Suyasa|first2=I Made|last3=Agusman|first3=Agusman|date=2023-11-10|title=ANALISIS POTENSI DAN PENGEMBANGAN KAMPUNG SASAK ENDE SEBAGAI DAYA TARIK WISATA BUDAYA DI DESA SENGKOL KECAMATAN PUJUT KABUPATEN LOMBOK TENGAH|url=http://dx.doi.org/10.47492/jrt.v3i2.2860|journal=Journal Of Responsible Tourism|volume=3|issue=2|pages=813–824|doi=10.47492/jrt.v3i2.2860|issn=2809-7394}}</ref>]]
'''Desa wisata''' adalah [[desa]] yang dijadikan tempat wisata karena daya tarik yang dimilikinya. Desa wisata merupakan suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi dan fasilitas pendukung.
Desa wisata biasanya memenuhi semua unsur wisata yang memiliki potensi daya tarik
== Komponen Utama Desa Wisata ==
Terdapat dua
1. [[Penginapan|Akomodasi]]: sebagian dari tempat tinggal para penduduk setempat dan atau unit-unit yang berkembang atas konsep tempat tinggal penduduk.{{br}}▼
▲
Edward Inskeep mendefinisikan desa wisata ini sebagai: "''Wisata pedesaan di mana sekelompok kecil wisatawan tinggal dalam atau dekat dengan suasana tradisional, sering di desa-desa yang terpencil dan belajar tentang kehidupan pedesaan dan lingkungan setempat''." <ref>{{Cite book|last=Inskeep|first=Edward|date=1991|url=https://www.worldcat.org/oclc/22733160|title=Tourism planning : an integrated and sustainable development approach|location=New York|publisher=Van Nostrand Reinhold|isbn=0-442-00122-3|oclc=22733160}}</ref>
==
Menurut pola, proses dan tipe pengelolanya, desa
Pengembangan dari desa wisata harus direncanakan secara hati-hati agar dampak yang timbul dapat dikontrol. Berdasar dari penelitian dan studi-studi dari UNDP/WTO dan beberapa konsultan Indonesia, dicapai dua pendekatan dalam menyusun rangka kerja/konsep kerja dari pengembangan sebuah desa menjadi desa wisata.▼
=== Tipe Terstruktur ''(enclave)'' ===▼
== Pendekatan Pasar untuk Pengembangan Desa Wisata ==▼
Tipe terstruktur ditandai dengan karakter-karakter sebagai berikut:▼
# Lahan terbatas yang dilengkapi dengan infrastruktur yang spesifik untuk kawasan tersebut. Tipe ini mempunyai kelebihan dalam citra yang ditumbuhkannya sehingga mampu menembus pasar internasional.▼
# Lokasi pada umumnya terpisah dari masyarakat atau penduduk lokal, sehingga dampak negatif yang ditimbulkannya diharapkan terkontrol. Selain itu pencemaran sosial budaya yang ditimbulkan akan terdeteksi sejak dini.▼
# Lahan tidak terlalu besar dan masih dalam tingkat kemampuan perencanaan yang integratif dan terkoordinasi, sehingga diharapkan akan tampil menjadi semacam agen untuk mendapatkan dana-dana internasional sebagai unsur utama untuk “menangkap” jasa-jasa dari hotel-hotel berbintang lima.▼
Contoh dari kawasan atau perkampungan wisata jenis ini adalah kawasan [[Nusa Dua]], [[Bali]] dan beberapa [[kawasan wisata]] di [[Lombok]]. Pedesaan tersebut diakui sebagai suatu pendekatan yang tidak saja berhasil secara nasional, melainkan juga pada tingkat [[internasional]]. [[Pemerintah]] [[Indonesia]] mengharapkan beberapa tempat di Indonesia yang tepat dapat dirancang dengan [[konsep]] yang serupa.▼
===
Tipe ini ditandai dengan karakter-karakter yaitu tumbuh menyatunya kawasan dengan struktur kehidupan, baik ruang maupun pola dengan masyarakat lokal. Distribusi pendapatan yang didapat dari wisatawan dapat langsung dinikmati oleh penduduk lokal, akan tetapi dampak negatifnya cepat menjalar menjadi satu ke dalam penduduk lokal, sehingga sulit dikendalikan.▼
Model pengembangan didekati dengan cara bahwa desa mendapat manfaat tanpa interaksi langsung dengan wisatawan. Bentuk kegiatan yang terjadi semisal: penulisan buku-buku tentang desa yang berkembang, kehidupan desa, seni dan budaya lokal, arsitektur tradisional, latar belakang sejarah, pembuatan kartu pos dan sebagainya.▼
Contoh dari tipe perkampungan wisata jenis ini adalah kawasan Prawirotaman, [[Yogyakarta]]. ▼
Bentuk-bentuk one day trip yang dilakukan oleh wisatawan, kegiatan-kegiatan meliputi makan dan berkegiatan bersama penduduk dan kemudian wisatawan dapat kembali ke tempat akomodasinya. Prinsip model tipe ini adalah bahwa wisatawan hanya singgah dan tidak tinggal bersama dengan penduduk.▼
Wisatawan dimungkinkan untuk tinggal/bermalam dalam akomodasi yang dimiliki oleh desa tersebut. Dampak yang terjadi dapat dikontrol dengan berbagai pertimbangan yaitu daya dukung dan potensi masyarakat setempat. Alternatif lain dari model ini adalah penggabungan dari model pertama dan kedua.▼
=== Kriteria Desa Wisata ===▼
Pada pendekatan ini diperlukan beberapa kriteria yaitu:▼
# Atraksi wisata; yaitu semua yang mencakup alam, [[budaya]] dan hasil ciptaan [[manusia]]. Atraksi yang dipilih adalah yang paling menarik dan atraktif di desa.▼
# Jarak Tempuh; adalah jarak tempuh dari kawasan wisata terutama tempat tinggal wisatawan dan juga jarak tempuh dari [[ibu kota]] [[provinsi]] dan jarak dari ibu kota [[kabupaten]].▼
# Besaran [[Desa]]; menyangkut masalah-masalah jumlah rumah, jumlah penduduk, karakteristik dan luas [[wilayah]] desa. Kriteria ini berkaitan dengan daya dukung kepariwisataan pada suatu desa.▼
# Sistem [[Kepercayaa]]n dan [[kemasyarakatan]]; merupakan aspek penting mengingat adanya aturan-aturan yang khusus pada komunitas sebuah desa. Perlu dipertimbangkan adalah [[agama]] yang menjadi mayoritas dan sistem kemasyarakatan yang ada.▼
# Ketersediaan [[infrastruktur]]; meliputi fasilitas dan pelayanan transportasi, fasilitas listrik, air bersih, drainase, telepon dan sebagainya.▼
Masing-masing kriteria digunakan untuk melihat karakteristik utama suatu desa untuk kemudian menentukan apakah suatu desa akan menjadi desa dengan tipe berhenti sejenak, tipe ''one day trip'' atau tipe tinggal inap.▼
Pendekatan ini merupakan solusi yang umum dalam mengembangkan sebuah desa melalui sektor pariwisata dengan menggunakan standar-standar khusus dalam mengontrol perkembangan dan menerapkan aktivitas konservasi.▼
# Mengonservasi sejumlah rumah yang memiliki nilai budaya dan arsitektur yang tinggi dan mengubah fungsi rumah tinggal menjadi sebuah museum desa untuk menghasilkan biaya untuk perawatan dari rumah tersebut. Contoh pendekatan dari tipe pengembangan model ini adalah Desa Wisata di Koanara, Flores. Desa wisata yang terletak di daerah wisata [[Gunung Kelimutu]] ini mempunyai aset wisata budaya berupa rumah-rumah tinggal yang memiliki arsitektur yang khas. Dalam rangka mengkonservasi dan mempertahankan rumah-rumah tersebut, penduduk desa menempuh cara memuseumkan rumah tinggal penduduk yang masih ditinggali. Untuk mewadahi kegiatan wisata di daerah tersebut dibangun juga sarana wisata untuk wisatawan yang akan mendaki Gunung Kelimutu dengan fasilitas berstandar resor minimum dan kegiatan budaya lain.▼
# Mengonservasi keseluruhan desa dan menyediakan lahan baru untuk menampung perkembangan penduduk desa tersebut dan sekaligus mengembangkan lahan tersebut sebagai area pariwisata dengan fasilitas-fasilitas wisata. Contoh pendekatan pengembangan desa wisata jenis ini adalah Desa Wisata Sade, di Lombok.▼
# Mengembangkan bentuk-bentuk akomodasi di dalam wilayah desa tersebut yang dioperasikan oleh penduduk desa tersebut sebagai industri skala kecil. Contoh dari bentuk pengembangan ini adalah Desa wisata Wolotopo di [[Flores]]. Aset wisata di daerah ini sangat beragam antara lain: kerajinan tenun ikat, tarian adat, rumah-rumah tradisional, dan pemandangan ke arah laut. Wisata di daerah ini dikembangkan dengan membangun sebuah perkampungan skala kecil di dalam lingkungan Desa Wolotopo yang menghadap ke laut dengan atraksi-atraksi budaya yang unik. Fasilitas-fasilitas wisata ini dikelola sendiri oleh penduduk desa setempat. Fasilitas wisata berupa akomodasi bagi wisatawan, restaurant, kolam renang, peragaan tenun ikat, plaza, kebun dan dermaga perahu boat.▼
# Pengembangan fasilitas-fasilitas wisata dalam skala kecil beserta pelayanan di dalam atau dekat dengan desa.▼
# Fasilitas-fasilitas dan pelayanan tersebut dimiliki dan dikerjakan oleh penduduk desa, salah satu bisa bekerja sama atau individu yang memiliki.▼
# Pengembangan desa wisata didasarkan pada salah satu “sifat” budaya tradisional yang lekat pada suatu desa atau “sifat” atraksi yang dekat dengan alam dengan pengembangan desa sebagai pusat pelayanan bagi wisatawan yang mengunjungi kedua atraksi tersebut.▼
== Jenis Wisatawan Pengunjung Desa Wisata ==▼
Karena bentuk wisata pedesaan yang khas maka diperlukan suatu segmen pasar tersendiri. Terdapat beberapa tipe wisatawan yang akan mengunjungi desa wisata ini yaitu:
=== Wisatawan Domestik ===
Baris 60 ⟶ 36:
# Wisatawan domestik yang secara khusus mengadakan perjalanan wisata ke daerah tertentu, dengan motivasi mengunjungi daerah pedesaaan penghasil kerajinan secara pribadi.
=== Wisatawan
# Wisatawan yang suka berpetualang dan berminat khusus pada kehidupan dan kebudayaan di pedesaan. Umumnya wisatawan ini tidak ingin bertemu dengan wisatawan lainnya dan berusaha mengunjungi kampung
# Wisatawan yang pergi dalam grup (di dalam suatu biro perjalanan wisata). Pada umumnya mereka tidak tinggal lama di dalam kampung dan hanya tertarik pada hasil kerajinan setempat.
# Wisatawan yang tertarik untuk mengunjungi dan hidup di dalam kampung dengan motivasi merasakan kehidupan di luar komunitas yang biasa dihadapinya.
# Wisatawan yang tertarik berkunjung di desa wisata untuk menikmati panorama alam dengan
==
Terdapat tiga prinsip dasar dalam mengembangkan desa wisata, yakni:
▲# Pengembangan fasilitas-fasilitas wisata dalam skala kecil beserta pelayanan di dalam atau dekat dengan desa.
▲# Fasilitas-fasilitas dan pelayanan tersebut dimiliki dan dikerjakan oleh penduduk desa, salah satu bisa bekerja sama atau individu yang memiliki.
▲# Pengembangan desa wisata didasarkan pada salah satu “sifat” budaya tradisional yang lekat pada suatu desa atau “sifat” atraksi yang dekat dengan alam dengan pengembangan desa sebagai pusat pelayanan bagi wisatawan yang mengunjungi kedua atraksi tersebut.
▲ Menurut pola, proses dan tipe pengelolanya desa atau kampung wisata di Indonesia sendiri, terbagi dalam dua bentuk yaitu tipe terstruktur dan tipe terbuka.
▲ Pengembangan
▲=== Tipe Terstruktur ''(enclave)'' ===
▲Tipe terstruktur ditandai dengan karakter-karakter sebagai berikut:
▲# Lahan terbatas yang dilengkapi dengan infrastruktur yang spesifik untuk kawasan tersebut. Tipe ini mempunyai kelebihan dalam citra yang ditumbuhkannya sehingga mampu menembus pasar internasional.
▲# Lokasi pada umumnya terpisah dari masyarakat atau penduduk lokal, sehingga dampak negatif yang ditimbulkannya diharapkan terkontrol. Selain itu pencemaran sosial budaya yang ditimbulkan akan terdeteksi sejak dini.
▲# Lahan tidak terlalu besar dan masih dalam tingkat kemampuan perencanaan yang integratif dan terkoordinasi, sehingga diharapkan akan tampil menjadi semacam agen untuk mendapatkan dana-dana internasional sebagai unsur utama untuk “menangkap” jasa-jasa dari hotel-hotel berbintang lima.
▲Contoh dari kawasan atau perkampungan wisata jenis ini adalah kawasan [[Nusa Dua]], [[Bali]] dan beberapa [[kawasan wisata]] di [[Lombok]]. Pedesaan tersebut diakui sebagai suatu pendekatan yang tidak saja berhasil secara nasional, melainkan juga pada tingkat [[internasional]]. [[Pemerintah]] [[Indonesia]] mengharapkan beberapa tempat di Indonesia yang tepat dapat dirancang dengan [[konsep]] yang serupa.
===
▲ Tipe ini ditandai dengan karakter-karakter yaitu tumbuh menyatunya kawasan dengan struktur kehidupan, baik ruang maupun pola dengan masyarakat lokal. Distribusi pendapatan yang didapat dari wisatawan dapat langsung dinikmati oleh penduduk lokal, akan tetapi dampak negatifnya cepat menjalar menjadi satu ke dalam penduduk lokal, sehingga sulit dikendalikan.
▲Contoh dari tipe perkampungan wisata jenis ini adalah kawasan Prawirotaman, [[Yogyakarta]].
==== Kriteria Desa Wisata
▲Pada pendekatan ini diperlukan beberapa kriteria yaitu:
Di masa [[Pandemi COVID-19 di Indonesia|pandemi Covid19]], [[Pariwisata di Indonesia|pariwisata]] adalah salah satu sektor [[ekonomi]] yang paling terpukul. Pemerintah terus mempersiapkan adaptasi kebiasaan baru di destinasi pariwisata khususnya [[desa wisata]] sebagai salah satu opsi pemulihan ekonomi lokal pasca pandemi Covid-19. Pemerintah pun terus membangun [[Destinasi Super Prioritas]] (DSP) yang telah dicanangkan dengan mengundang [[investasi]].▼
▲# '''Atraksi wisata'''; yaitu semua yang mencakup alam, [[budaya]] dan hasil ciptaan [[manusia]]. Atraksi yang dipilih adalah yang paling menarik dan atraktif di desa.
▲# '''Jarak Tempuh'''; adalah jarak tempuh dari kawasan wisata terutama tempat tinggal wisatawan dan juga jarak tempuh dari [[ibu kota]] [[provinsi]] dan jarak dari ibu kota [[kabupaten]].
▲# '''Besaran
▲# '''Sistem
▲# '''Ketersediaan
▲Masing-masing kriteria digunakan untuk melihat karakteristik utama suatu desa untuk kemudian menentukan apakah suatu desa akan menjadi desa dengan tipe berhenti sejenak, tipe ''one day trip'' atau tipe tinggal inap.
==== Tiga bentuk interaksi ====
Secara nasional, transformasi ekonomi desa dilaksanakan melalui pengembangan [[desa wisata]], [[desa digital]], produk unggulan desa, pengembangan kawasan perdesaan, dan peningkatan peran [[Badan usaha milik desa|Badan Usaha Milik Desa]] (BUMDes)<ref>{{Cite web|title=Menyiapkan Desa Wisata di Masa Pandemi {{!}} Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan|url=https://www.kemenkopmk.go.id/menyiapkan-desa-wisata-di-masa-pandemi|website=www.kemenkopmk.go.id|access-date=2021-07-27}}</ref><ref>{{Cite web|date=2021-07-13|title=Membangkitkan Desa Wisata di Tengah Pandemi Covid|url=https://republika.co.id/share/qw6fzd440|website=Republika Online|language=id|access-date=2021-07-27}}</ref><ref>{{Cite web|last=Media|first=Kompas Cyber|date=2021-03-08|title=Kemendes PDTT: Hampir Seribuan Desa Wisata Ikut Pelatihan Virtual Tour Halaman all|url=https://travel.kompas.com/read/2021/03/08/183100227/kemendes-pdtt--hampir-seribuan-desa-wisata-ikut-pelatihan-virtual-tour|website=KOMPAS.com|language=id|access-date=2021-07-27}}</ref>▼
▲# '''Interaksi tidak langsung'''. Model pengembangan didekati dengan cara bahwa desa mendapat manfaat tanpa interaksi langsung dengan wisatawan. Bentuk kegiatan yang terjadi semisal: penulisan buku-buku tentang desa yang berkembang, kehidupan desa, seni dan budaya lokal, arsitektur tradisional, latar belakang sejarah, pembuatan kartu pos dan sebagainya.
▲# '''Interaksi setengah langsung'''. Bentuk-bentuk ''one day trip'' yang dilakukan oleh wisatawan, kegiatan-kegiatan meliputi makan dan berkegiatan bersama penduduk dan kemudian wisatawan dapat kembali ke tempat akomodasinya. Prinsip model tipe ini adalah bahwa wisatawan hanya singgah dan tidak tinggal bersama dengan penduduk.
▲# '''Interaksi Langsung'''. Wisatawan dimungkinkan untuk tinggal/bermalam dalam akomodasi yang dimiliki oleh desa tersebut. Dampak yang terjadi dapat dikontrol dengan berbagai pertimbangan yaitu daya dukung dan potensi masyarakat setempat. Alternatif lain dari model ini adalah penggabungan dari model pertama dan kedua.
▲Pendekatan ini merupakan solusi yang umum dalam mengembangkan sebuah desa melalui sektor pariwisata dengan menggunakan standar-standar khusus dalam mengontrol perkembangan dan menerapkan aktivitas konservasi.
▲# Mengonservasi sejumlah rumah yang memiliki nilai budaya dan arsitektur yang tinggi dan mengubah fungsi rumah tinggal menjadi sebuah museum desa untuk menghasilkan biaya untuk perawatan dari rumah tersebut. Contoh pendekatan dari tipe pengembangan model ini adalah Desa Wisata di Koanara, Flores. Desa wisata yang terletak di daerah wisata [[Gunung Kelimutu]] ini mempunyai aset wisata budaya berupa rumah-rumah tinggal yang memiliki arsitektur yang khas. Dalam rangka mengkonservasi dan mempertahankan rumah-rumah tersebut, penduduk desa menempuh cara memuseumkan rumah tinggal penduduk yang masih ditinggali. Untuk mewadahi kegiatan wisata di daerah tersebut dibangun juga sarana wisata untuk wisatawan yang akan mendaki Gunung Kelimutu dengan fasilitas berstandar resor minimum dan kegiatan budaya lain.
▲# Mengonservasi keseluruhan desa dan menyediakan lahan baru untuk menampung perkembangan penduduk desa tersebut dan sekaligus mengembangkan lahan tersebut sebagai area pariwisata dengan fasilitas-fasilitas wisata. Contoh pendekatan pengembangan desa wisata jenis ini adalah Desa Wisata Sade, di Lombok.
▲# Mengembangkan bentuk-bentuk akomodasi di dalam wilayah desa tersebut yang dioperasikan oleh penduduk desa tersebut sebagai industri skala kecil. Contoh dari bentuk pengembangan ini adalah Desa wisata Wolotopo di [[Flores]]. Aset wisata di daerah ini sangat beragam antara lain: kerajinan tenun ikat, tarian adat, rumah-rumah tradisional, dan pemandangan ke arah laut. Wisata di daerah ini dikembangkan dengan membangun sebuah perkampungan skala kecil di dalam lingkungan Desa Wolotopo yang menghadap ke laut dengan atraksi-atraksi budaya yang unik. Fasilitas-fasilitas wisata ini dikelola sendiri oleh penduduk desa setempat. Fasilitas wisata berupa akomodasi bagi wisatawan, restaurant, kolam renang, peragaan tenun ikat, plaza, kebun dan dermaga perahu boat.
== Desa Wisata di masa Pandemi ==
▲Di masa [[Pandemi COVID-19 di Indonesia|pandemi Covid19]], [[Pariwisata di Indonesia|pariwisata]] adalah salah satu sektor [[ekonomi]] yang paling terpukul. Pemerintah terus mempersiapkan adaptasi kebiasaan baru di destinasi pariwisata khususnya
▲Secara nasional, transformasi ekonomi desa dilaksanakan melalui pengembangan
== Referensi ==
|