Negara-negara Tentara Salib: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
InternetArchiveBot (bicara | kontrib)
Add 1 book for Wikipedia:Pemastian (20240309)) #IABot (v2.0.9.5) (GreenC bot
 
(69 revisi perantara oleh 2 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
[[File:The Crusader States in 1135.svg|thumb|280px |Negara-negara Tentara Salib pada tahun 1135]]
'''Negara-negara Tentara Salib''', yang juga dikenal dengan sebutan '''Outremer''', adalah empat negara Kristen Katolik di Timur Tengah yang berdiri dari tahun 1098 sampai 1291. [[Pemerintahan|Negara-negara]] [[Feodalisme|feodal]] ini didirikan oleh para panglima bala Tentara Salib [[Gereja Latin|Katolik Latin]] pada masa [[Perang Salib Pertama|Perang Salib I]] melalui aksi [[penaklukan]] dan intrik politik. Keempat negara tersebut adalah [[County Edessa|Kabupaten Edesa]] (tahun 1098{{ndash}}1150), [[Kepangeranan Antiokhia]] (tahun 1098{{ndash}}1287), [[Comitatus Tripolitanus|Kabupaten Tripoli]] (tahun 1102{{ndash}}1289), dan [[Kerajaan Yerusalem]] (tahun 1099{{ndash}}1291). Kerajaan Yerusalem berdaulat atas kawasan yang kini menjadi wilayah negara [[Israel]] dan [[Negara Palestina|Palestina]], daerah [[Tepi Barat]], daerah [[Jalur Gaza]], dan daerah-daerah sekitarnya. Tiga negara selebihnya berada di utara, dan berdaulat atas kawasan pesisir yang kini menjadi wilayah negara [[Suriah]], kawasan tenggara wilayah [[Turki]], dan wilayah negara [[Libanon]]. Sebutan "negara-negara Tentara Salib" bisa saja menimbulkan kesalahpahaman, karena dari tahun 1130 hanya segelintir dari populasi orang Peringgi yang menjadi anggota pasukan Tentara Salib. Istilah "Outremer", yang digunakan para penulis Abad Pertengahan maupun zaman modern sebagai sinonimnya, berasal dari istilah Prancis yang berarti ''tanah seberang''.
 
Pada tahun 1098, rombongan [[ziarah]] bersenjata ke [[Yerusalem]] berkirab melintasi Suriah. Tentara Salib yang bernama [[Baudouin I dari Yerusalem|Balduinus, putra bungsu Bupati Boulogne]], merebut tampuk pemerintahan Edesa dengan [[kudeta|mengudeta]] penguasanya yang beragama [[Gereja Ortodoks Timur|Kristen Ortodoks]] [[Gereja Ortodoks Yunani|Yunani]], dan Tentara Salib yang bernama [[Bohemond I dari Antiokhia|BohemundusBoamundus, Pangeran Taranto]], menjadi Pangeran Antiokhia sesudah Tentarakota Salibitu berhasil merebut kota itudirebut. Pada tahun 1099, Yerusalem berhasil direbut sesudah sebulan lebih [[Pengepungan Yerusalem (1099)|dikepung]]. Konsolidasi wilayah kemudian dilakukan, antara lain dengan merebut Tripoli. Pada masa jayanya, wilayah kedaulatan negara-negara ini meliputi kawasan pesisir yang kini menjadi kawasan selatan wilayah Turki, wilayah Suriah, wilayah Libanon, serta wilayah Israel dan [[Negara Palestina|Palestina]]. Edesa [[Pengepungan Edessa|direbut]] seorang panglima perang Turki pada tahun 1144, tetapi tiga negara selebihnya terus berdaulat sampai akhirnya ditumbangkan [[Kesultanan Mamluk (Kairo)|Kesultanan Mamluk]] pada abad ke-13. Antiokhia [[Pengepungan Antiokhia (1268)|jatuh ke tangan musuh pada tahun 1268]], dan Tripoli [[Jatuhnya Tripoli (1289)|mengalami nasib yang sama pada tahun 1289]]. Sesudah [[Akka|Ako]], ibu kota Kerajaan Yerusalem, [[Pengepungan Akko (1291)|jatuh ke tangan Mamluk pada tahun 1291]], wilayah kedaulatan yang tersisa pun sirna dalam waktu singkat, dan warganya mengungsi ke [[Kerajaan Siprus]] (didirikan seusai [[Perang Salib Ketiga|Perang Salib III]]).
 
Kajian negara-negara Tentara Salib sebagai suatu bidang kajian mandiri, alih-alih sebagai cabang kajian [[Perang Salib]], muncul pada abad ke-19 di [[Prancis]] sebagai analogi kiprah kolonial Prancis di [[Levant|Levans]]. Para sejarawan abad ke-20 menolak kajian tersebut. Menurut pandangan konsensus mereka, [[Orang Franka#Warisan sejarah|orang Peringgi]], yakni orang-orang Eropa Barat, merupakan golongan minoritas yang tinggal di kota-kota, terisolasi dari masyarakat pribumi, dan memiliki tatanan kehakiman maupun keagamaan sendiri. Masyarakat pribumi adalah masyarakat Kristen dan Muslim penutur [[bahasa Arab]], [[bahasa Yunani|Yunani]], dan [[bahasa Suryani|Suryani]].
Baris 12:
Kerajaan Yerusalem berdaulat atas kawasan historis [[Palestina (wilayah)|negeri Palestina]], dan pada masa jayanya juga berdaulat atas beberapa daerah di sebelah timur [[Sungai Yordan]]. Negara-negara di utara berdaulat atas daerah-daerah yang kini menjadi bagian dari wilayah Suriah, tenggara Turki, dan Libanon, yakni daerah-daerah yang dikenal dalam catatan sejarah dengan nama [[Syam|Suriah]] (atau ''Syam'' dalam bahasa Arab) dan [[Mesopotamia Hulu]]. Wilayah Edesa membentang ke timur melewati [[Sungai Efrat]]. Pada Abad Pertengahan, negara-negara Tentara Salib juga dikenal dengan sebutan Latin ''Syria'' maupun padanan Prancisnya, ''Syrie''.{{sfn|Murray|2006|p=910}} Sejak tahun 1115, kepala negara Kerajaan Yerusalem digelari 'Raja orang Latin di Yerusalem'. Sejarawan [[Hans Eberhard Mayer]] yakin bahwa gelar tersebut menunjukkan bahwa orang Latin sajalah yang sempurna hak hukum dan hak politiknya di negara kerajaan itu, dan bahwasanya kesenjangan utama yang memecah-belah masyarakat bukanlah kesenjangan di antara ningrat dan jelata melainkan kesenjangan di antara Peringgi dan pribumi.{{sfn|Mayer|1978|pp=175–176}} Meskipun adakalanya menerima [[homagium|sembah bakti]] dari, dan bertindak selaku wali atas, kepala-kepala negara Tentara Salib lainnya, Raja Yerusalem tidak memiliki status resmi sebagai rajadiraja, dan negara-negara tersebut secara hukum tetap berada di luar Kerajaan Yerusalem.{{sfn|Murray|Nicholson|2006|p=671}}
 
Baik umat Yahudi, umat Kristen, maupun umat Islam memuliakan negeri Palestina, yang mereka sebut [[Tanah Suci]], sebagai petilasan suci istimewa. Ketiga-tiga golongan umat beragama tersebut mengaitkan negeri itu dengan riwayat hidup [[Nabi-nabi dalam agama Yahudi|nabi-nabi Perjanjian Lama]]. Di dalam Kitab Suci [[Perjanjian Baru]], negeri Palestina dihadirkan sebagai ajang kiprah [[Yesus]] dan [[para rasul|rasul-rasul]]nya. AgamaBagi Islamumat menyifatkanIslam, Yerusalem, kota utama di negeri Palestina, sebagaiadalah tempat berlangsungnya peristiwa [[Isra Mikraj]] [[Muhammad]]. Petilasan-petilasan yang dihubung-hubungkan dengan orang-orang suci berkembang menjadi tempat-[[tempat suci]] yang [[peziarah|disambangi para peziarah]] dari negeri-negeri yang jauh, biasanya dalam rangka menjalankan [[penitensi|laku tobat]]. [[Gereja Makam Kudus]] pun didirikan untuk mengenang peristiwa [[Penyaliban dan kematian Yesus|penyaliban]] dan [[Kebangkitan Yesus|kebangkitan Kristus]] di Yerusalem. [[Gereja Kelahiran]] dibangun menaungi petilasan yang dipercaya sebagai tempat Kristus dilahirkan di [[Betlehem]]. [[Kubah Shakhrah|Kubah Sakrah]] dan [[Masjidilaqsa|Mesjid Aqsa]] dibangun untuk mengenang Isra Mikraj Muhammad.{{sfn|Cobb|2016|pp=33–34}}{{sfn|Jotischky|2004|pp=34, 122}} Meskipun sebagian besar petilasan yang disucikan itu terletak di negeri Palestina, ada pula tempat-tempat suci yang dibangun di negeri tetangganya, Suriah.{{sfn|Cobb|2016|pp=34–35}} Sebagai daerah perbatasan [[Dunia Islam]], negeri Suriah merupakan [[palagan|medan laga]] utama ''[[jihad]]'', [[perang suci]] Islam, kendati semangat jihad sudah memudar menjelang akhir abad ke-11.{{sfn|Hillenbrand|1999|pp=100–103}} Di lain pihak, ideologi perang suci [[Gereja Katolik|Katolik Roma]] justru berkembang pesat, dan pada puncaknya melahirkan gagasan [[Perang Salib]] demi mendaulat wilayah bagi kepentingan agama Kristen.{{sfn|Cobb|2016|pp=34–35}}{{sfn|Tyerman|2019|pp=28–29}}
 
== Latar belakang ==
Baris 20:
Mayoritas Tentara Salib berasal dari kawasan yang pernah menjadi wilayah [[Kekaisaran Karoling|Kekaisaran Kulawangsa Karling]] sekitar tahun 800 tarikh Masehi. Negara besar itu sudah pecah menjadi dua negara penerus yang renggang persatuannya, yaitu Kerajaan Prancis, dan [[Kekaisaran Romawi Suci]] yang berdaulat atas [[Kerajaan Jerman|Jerman]] beserta [[Kerajaan Italia (Kekaisaran Romawi Suci)|Italia Utara]] dan sekitarnya. Jerman terbagi-bagi menjadi beberapa [[kadipaten suku|kadipaten]] semisal [[Lorraine Hilir|Lotharingen Hilir]] dan [[kadipaten Sachsen|Saksen]]. Para adipati Jerman pun tidak selalu patuh kepada kaisar. Prancis malah lebih renggang lagi persatuannya. Raja-raja Prancis hanya memerintah secara langsung di [[Île-de-France|daerah pusat yang kecil]], sementara daerah-daerah selebihnya diperintah oleh para bupati atau adipati. Beberapa di antara kepala-kepala daerah itu sangat kaya dan berkuasa, terutama [[Kadipaten Aquitaine|Adipati Aquitania]], [[Kadipaten Normandia|Adipati Normandia]], [[Comté Anjou|Bupati Anjou]], [[Comté Champagne|Bupati Champagne]], [[Graafschap Vlaanderen|Bupati Flandria]], dan [[Comté Toulouse|Bupati Toulouse]]. Jerman maupun Prancis dikelilingi banyak negara merdeka, masing-masing diperintah seorang raja, salah satunya adalah Inggris, negara monarki Eropa Barat dengan pemerintahan yang paling terpusat.{{sfn|Jaspert|2006|pp=2–3}}{{sfn|Tyerman|2007|pp=8–9, 15–18}}
 
Umat Kristen Barat dan umat Islam lebih sering berinteraksi lewat peperangan dan perdagangan. Sepanjang abad ke-8 dan ke-9, umat Islam [[Penaklukan Muslim Awal|giat melancarkan serangan]], dan perhubungan niaga lebih menguntungkan [[Dunia Islam]]. Eropa masih udik dan terbelakang, hanya sedikit yang dapat ditawarkannya selain bahan baku dan budak belian sebagai ganti rempah-rempah, bahan sandang, dan barang-barang mewah lainnya dari [[Timur Tengah]].{{sfn|Cobb|2016|pp=16, 19–22}}{{sfn|Tyerman|2007|pp=57, 61–62}} Perubahan iklim yang terjadi pada [[Periode Hangat Abad Pertengahan|Zaman Hangat Abad Pertengahan]] mendatangkan dampak yang berbeda di Timur Tengah dan di Eropa Barat. Perubahan tersebut mengakibatkan kemarau panjang di Dunia Timur, tetapi melipatgandakan hasil panen di Dunia Barat. Peningkatan hasil panen mendorong pertumbuhan populasi, ekspansi niaga, serta munculnya golongan elit militer dan pengusaha yang makmur.{{sfn|Tyerman|2007|pp=47, 53}}
 
Di Eropa Katolik, tata negara dan tata kemasyarakatan diselaraskan dengan pranata-pranata [[feodalisme|feodal]]. Kekayaan dalam bentuk lahan biasanya merupakan anugerah [[fief|bumi lungguh]], ganjaran atas jasa bakti yang akan diberikan si penerima anugerah atau [[vasal|kawula]] kepada si pemberi anugerah atau majikan. Kawula berutang bakti kepada majikan, dan diharapkan untuk menyumbangkan tenaga maupun pikiran dalam perjuangan majikannya.{{sfn|Jaspert|2006|pp=3, 88}} Tindak kekerasan merajalela di mana-mana, dan muncul suatu golongan pejuang yang bertunggangan kuda, yakni [[knight|golongan kesatria]]. Banyak kesatria membangun puri, dan perseteruan antarkesatria kerap menyengsarakan populasi yang tidak bersenjata. Geliat pertumbuhan golongan kesatria terjadi bersamaan dengan penundukan kaum tani merdeka menjadi [[serf|kawula tani]], tetapi keterkaitan di antara kedua proses tersebut tidaklah jelas.{{sfn|Jaspert|2006|pp=16–17}} Lantaran orang dapat menjadi majikan feodal dengan cara mendaulat lahan, kaum ningrat di Dunia Barat pun dengan sukarela melancarkan kampanye-kampanye militer ofensif, bahkan sampai ke tempat-tempat yang jauh.{{sfn|Tyerman|2007|p=54}} Ekspansi Eropa Katolik di kawasan Laut Tengah bermula pada paro akhir abad ke-11. Panglima-panglima perang Norman merampas kawasan selatan Italia dari [[Kekaisaran Romawi Timur]] dan mendepak [[Keamiran Sisilia|raja-raja Islam]] dari Sisilia. Bangsawan-bangsawan Prancis bergegas mendatangi [[Semenanjung Iberia]] untuk memerangi [[Moor|orang Moro]] di [[Al-Andalus|Andalus]], dan armada-armada Italia melancarkan aksi serbu-jarah di bandar-bandar Afrika Utara. Perubahan arah angin kekuasaan ini menguntungkan kaum saudagar Eropa, khususnya saudagar-saudagar asal [[Kadipaten Amalfi|Amalfi]], [[Republik Genova|Genova]], [[Republik Pisa|Pisa]], dan [[Republik Venesia|Venesia]], negara-[[negara kota]] di Italia. Kiprah mereka menggeser peran tengkulak-tengkulak Yahudi dan Islam di kancah perniagaan lintas Laut Tengah, dan armada-armada mereka menjadi angkatan-angkatan laut yang terkemuka di kawasan itu.{{sfn|Jaspert|2006|pp=24–25}}{{sfn|Tyerman|2007|pp=57, 62}}
 
Menjelang Perang Salib, sesudah seribu tahun lamanya para paus silih berganti memerintah tanpa jeda, [[kepausan]] merupakan lembaga tertua di Eropa. Para paus dipandang sebagai pengganti [[Santo Petrus|Rasul Petrus]], dan sangat dihormati. Di Eropa Barat, [[Reformasi Gregorian]] membatasi pengaruh umat awam dalam kehidupan beragama dan menguatkan wewenang paus atas kaum rohaniwan.{{sfn|Tyerman|2007|pp=4–6}}{{sfn|Jaspert|2006|pp=25–26}} Umat Kristen Timur tetap memandang paus tidak lebih daripada salah seorang di antara [[pentarki|kelimalima pucuk pimpinan Gereja]] yang digelari "[[batrik]]", dan menolak gagasan [[supremasi kepausan|supremasi paus]]. Penolakan terhadap supremasi paus serta [[filioque|berbagai macam ketidaksamaan di bidang teologi]] dan liturgi menimbulkan pertengkaran-pertengkaran sengit yang kian meruncing tatkala seorang [[Legatus kepausan|utusan paus]] meng[[ekskomunikasi]] [[Patriark Oikumenis Konstantinopel|Batrik Oikumene Konstantinopel]] pada tahun 1054. [[Patriark Aleksandria|Batrik Aleksandria]], [[Patriark Antiokhia|Batrik Antiokhia]], dan [[Patriark Ortodoks Yunani Yerusalem|Batrik Yerusalem]] memihak Batrik Oikumene melawan lembaga kepausan, tetapi [[Skisma Timur–Barat]] belum sampai ke tahap tak-terelakkan, dan Gereja Katolik masih [[Komuni penuh|bersatu sempurna]] dengan [[Gereja Ortodoks Yunani|Gereja Ortodoks]].{{sfn|Jotischky|2004|pp=28–29}} Reformasi Gregorian menguatkanmenguarkan pengaruh paus terhadapdalam perkaraurusan-perkaraurusan sekulerduniawi. Demi berbagai tujuan politik, para paus mengekskomunikasi lawan-lawan mereka, menempatkan seantero negeri di bawah [[interdiksi]], dan menjanjikan pahala rohani sebagai ganti kerelaan orang untuk mengangkat senjata demibagi kepentingan mereka. Pada tahun 1074, [[Paus Gregorius VII]] malah menjajaki kemungkinan untuk memimpin sendiri suatu kampanye militer melawan [[Orang-orang Turkik|orang Turki]] yang merongrong kedaulatan Romawi Timur di Anatolia.{{sfn|Jaspert|2006|pp=25–27}}
 
=== Levans ===
Baris 30:
[[File:Anatolia 1097.svg|upright=1.5|thumb|right|[[Anatolia]] pada permulaan Perang Salib I (tahun 1097)]]
 
ArusPada abad ke-9, arus [[migrasi bangsa Turki]] mulai memasuki kawasan Timur Tengah sejak abad ke-9. Laskar-[[Ghazi|laskar Muslim penyerbu perbatasan]] menawan warga [[Nomaden|kaum kelana]] Turki di daerah-daerah perbatasan [[Asia Tengah]] dan menjuallantas merekadijual kepada para petinggi Muslim. Di tangan para petinggi Muslim, mereka dilatih menjadi tentara budak. Tentara budak disebut ''[[gulam]]'' atau ''[[mamluk]]'', dan dimerdekakan bilamana memeluk agama Islam. Mamluk dinilai tinggi karena terkenal sangat setia kepada majikan tempatnya menggantungkan nasib. Dalam konteks politik Timur Tengah, kesetiaan semacam itu membuat mereka menjadi pihak yang lebih dipercaya daripada kaum kerabat sendiri.{{efn|[[Wazir]] dan kepala pemerintahan efektif [[Kesultanan Seljuk Raya|Kemaharajaan Seljuk Raya]], [[Nizham al-Mulk|Nizamul Muluk]], menjabarkannya secara tertulis di dalam sebuah [[Siyasatnamah|kitab pedoman kepemimpinan Islami]].}} Beberapa orang keturunan mamluk pada akhirnya berjaya mengangkat derajatnya menjadi negarawan penentu suksesi kepemimpinan, bahkan ada pula yang menjadi wangsakarta.{{sfn|Findley|2005|pp=65–68}}{{sfn|Holt|1986|pp=6–7}}
Pada pertengahan abad ke-11, sebuah puak kecil dari suku [[Oghuz Turk|Turki OghuzOguz]] yang diberi nama "[[Dinasti Seljuk|Seljuk]]" menurut nama [[Seljuk (panglima perang)|leluhurnya]] yang terkenal sebagai seorang panglima perang dari [[Transoksiana|negeri di seberang Sungai Oksos]], sudah berhasil menguasai [[Khorasan Raya|Khurasan]], [[Iran]], dan Bagdad. Di Bagdad, cucu Seljuk yang bernama [[Tughril|Tugril]] dianugerahi gelar ''[[sultan]]'' (kata [[bahasa Arab|Arab]] yang berarti "kuasa") oleh [[Kekhalifahan Abbasiyah|khalifah dari Bani Abas]]. Sang khalifah tetap dimuliakan selaku penguasa yang sah, tetapi kuasa politik berada di tangan para sultan.{{sfn|Findley|2005|pp=68–69}}{{sfn|Holt|1986|pp=222, 224}} Wangsa Seljuk meraih kejayaannya dengan cara-cara kekerasan. Mereka membawa masuk gaya hidup kelana ke dalam lingkungan masyarakat Levans yang terbiasa hidup menetap, dan menghadirkan suatu pola acuan yang diikuti puak-puak kelana Turki lainnya semisal [[Danishmend|wangsa DanisymendDanismend]] dan [[Dinasti Artuqiyah|wangsa Artuk]]. Pemerintahan Kemaharajaan Seljuk RajaRaya tidak terpusat, menuturkan aneka bahasa, dan terdiri atas beragam suku-bangsa. Generasi muda wangsa Seljuk yang diangkat menjadi kepala daerah (yang dipercayakan kepada mereka sebagai [[apanase|bumi lungguh]]) diberi gelar ''[[malik]]'', kata Arab yang berarti "raja".
 
Para panglima Mamluk yang menjadi pembimbing sekaligus pengasuh bagi pangeran-pangeran belia wangsa Seljuk memegang jabatan ''[[atabeg]]'', kata [[bahasa Turki|Turki]] yang berarti "bapa panglima". Jika anak asuhnya dianugerahi daerah bumi lungguh, maka atabeglah yang menjalankan pemerintahan daerah itu selaku patih sang malik yang belum cukup umur. Adakalanya atabeg terus berkuasa sesudah anak asuhnya cukup umur atau wafat.{{sfn|Findley|2005|p=71}}{{sfn|Holt|1986|pp=66–67}} Wangsa Seljuk mengadopsi dan memperkuat sistem ''[[iqta'|iqta]]'', tata usaha penerimaan negara tradisional. Sistem ini menjamin kelancaran pembayaran upah para panglima melalui penganugerahan hak kepada mereka untuk memungut pajak bumi di wilayah kewenangan yang jelas batas-batasnya, tetapi membuat wajib pajak rentan menjadi korban keserakahan penguasa yang tidak hadir di wilayah pemerintahannya maupun perlakuan semena-mena dari para pegawainya.{{sfn|Holt|1986|pp=68–69}}{{sfn|Cobb|2016|p=27}} Meskipun roda pemerintahan negara wangsa Seljuk berjalan lancar manakala ikatan kekeluargaan dan kesetiaan perorangan bertumpang tindih dengan ambisi pribadi kepala negara, anugerah ''iqta'' berlimpah ditambah lagi dengan persaingan antar-malik, antar-atabeg, dan antar-panglima berpeluang menimbulkan perpecahan pada masa-masa genting.{{sfn|Cobb|2016|pp=82–83}}
Baris 40:
[[Syariat Islam]] memberikan status [[dzimmi|zimi]] (kaum yang dilindungi) kepada [[ahlul kitab]] (kaum berkitab) seperti umat Kristen dan umat Yahudi. Zimi adalah warga negara kelas dua, diwajibkan membayar [[pajak pemungutan suara|pajak per kapita]] khusus, yakni [[jizyah]], tetapi diizinkan mengamalkan agamanya dan mempertahankan mahkamah peradilannya masing-masing.{{sfn|Cobb|2016|pp=18, 30}}{{sfn|Asbridge|2012|p=18}} Perbedaan-perbedaan di bidang teologi, liturgi, dan kebudayaan memunculkan berbagai denominasi Kristen yang saling bersaing di Levans sebelum [[Penaklukan Suriah oleh Muslim|bangsa Arab Muslim melancarkan aksi penaklukan]] pada abad ke-7. Masyarakat pribumi yang beragama Kristen Ortodoks Yunani, yakni [[Orang Maliki|umat Kristen Maliki]], tetap bersatu dengan Gereja Kekaisaran Romawi Timur, dan sering kali dipimpin pemuka-pemuka agama asal [[Konstantinopel]], ibu kota negara Romawi Timur. Pada abad ke-5, [[Nestorianisme|umat Kristen berakidah Nasathirah]] maupun [[Gereja Ortodoks Suriah|umat Kristen Yakubi]], [[Gereja Apostolik Armenia|Armenia]], dan [[Gereja Ortodoks Koptik Aleksandria|Kubti]] yang berakidah [[monofisitisme|monofisit]] memutuskan hubungan dengan Gereja negara Romawi Timur. Organisasi gerejawi tersendiri yang khusus mewadahi [[Gereja Maronit|umat Kristen Mawarinah]] terbentuk pada zaman daulat Islam.{{sfn|MacEvitt|2008|pp=8–10}}
 
Pada akhir abad ke-10 dan awal abad ke-11, Kekaisaran Romawi Timur bangkit menerjang, merebut kembali [[Antiokhia]] pada tahun 969, sesudah tiga abad lamanya dikuasai bangsa Arab, dan menginvasi Suriah.{{sfn|Jotischky|2004|pp=42–46}}{{sfn|Asbridge|2012|p=27}} Gerombolan-[[brigandage|gerombolan penyamun]] Turki maupun gerombolan-gerombolan penyamun Romawi Timur yang disebut ''[[akritai]]'' dan sering kali juga beranggotakan orang-orang berkebangsaan Turki, melancarkan aksi-aksi penyerbuan lintas perbatasan. Pada tahun 1071, saat berusaha mengamankan garis perbatasan utara pada masa jeda perang melawan Khilafah Bani Fatimah, Sultan [[Alp Arslan]] mengalahkan [[Romanos IV Diogenes|Kaisar RomanosRomanus Diogenes]] dalam [[Pertempuran Manzikert|pertempuran di Manzikert]]. Penawanan atas diri RomanosRomanus disusul perpecahan antar golongan di Kekaisaran Romawi Timurantargolongan melemahkan kendali Romawi Timur atas daerah perbatasannya. Situasi ini dimanfaatkan sejumlah besar laskar dan penggembala kelana Turki untuk menerobos masuk ke [[Anatolia]]. Sepupu Alp Arslan yang bernama [[Sulaiman bin Qutalmisy|Sulaiman bin Kutalmis]] merebut Kilikia dan memasuki Antiokhia pada tahun 1084. Dua tahun kemudian, ia tewas terbunuh dalam konflik dengan Kemaharajaan Seljuk Raya.{{sfn|Holt|1986|pp=167–168}} Antara tahun 1092 sampai 1094, baik Sultan [[Malik-Shah I|Malik Syah]] dan Wazir [[Nizham al-Mulk|Nizamul Muluk]], maupun Khalifah [[Al-Mustansir Billah|Mustansir Billah]] dan Wazir [[Badrul Jamali]], semuanya mangkat.{{sfn|Hillenbrand|1999|p=33}}{{sfn|Cobb|2016|pp=85–86}} Adik Sultan Malik Syah yang bernama [[Tutusy I|Tutus]], Atabeg [[Aleppo|Halab]], dan Atabeg [[Edessa|Edesa]] tewas terbunuh dalam konflik suksesi, dan putra Sulaiman yang bernama [[Kilij Arslan I|Kilij Arslan]] menghidupkan kembali [[Kesultanan Rum]] yang dulu didirikan mendiang ayahnya di Anatolia. Suksesi Khilafah Bani Fatimah di Mesir menimbulkan perpecahan di kalangan pengikut mazhab [[Ismailiyah|Ismaili]], salah satu cabang Islam Syiah. Kelompok yang memisahkan diri dipimpin oleh seorang [[da'i]] Persia bernama [[Hassan-i Sabbah|Hasani Sabah]]. Mereka membentuk mazhab [[Nizari]], salah satu cabang Ismaili. Mazhab ini dikenal sebagai ''Dakwah Baru'' di Suriah dan sebagai [[Hassasin|''tarekat Asasin'']] di dalam historiografi Dunia Barat. Karena tidak memiliki kekuatan militer, tarekat Asasin mengukuhkan keberadaannya dengan aksi-aksi pembunuhan bersasaran.{{sfn|Holt|1986|pp=12, 14–15}}
 
Serbuan-serbuan Seljuk, keterpurukan Kekaisaran Romawi Timur maupun keterpurukan Khilafah Bani Fatimah sebagai akibatnya, dan perpecahan Kemaharajaan Seljuk menghidupkan kembali tatanan negara kota khas Levans lama.{{sfn|Köhler|2013|pp=8–9}} Kawasan Levans sudah sedari dulu kala merupakan kawasan dengan banyak kota, dan kelompok-kelompok masyarakat di kawasan itu ditata sedemikian rupa sehingga membentuk jejaring-jejaring permukiman yang saling bergantung, masing-masing jejaring permukiman berpusat pada satu kota besar atau satu kota kecil utama.{{sfn|Cobb|2016|pp=20–21}} Pada akhir abad ke-11, jejaring-jejaring ini tumbuh menjadi daerah-daerah swatantra di bawah kepemimpinan seorang panglima perang Turki, Arab, atau Armenia, atau di bawah kepemimpinan suatu dewan kotapraja.{{sfn|Köhler|2013|pp=8–19}} Pemerintahan [[Tirus]] dan [[Tripoli, Lebanon|Tripoli]] diambil alih para [[Qadi|kadi]] setempat, kabilah Arab [[Bani Munqid]] merebut [[Saijar]], sementara putra-putra Tutus yang bernama [[Syamsul Muluk Duqaq|Duqaq]] dan [[Fakhrul Muluk Ridwan|Ridwan]] masing-masing memerintah atas [[Damsyik]] dan Halab, penyelenggara pemerintahannya adalah atabeg mereka masing-masing, yakni [[Janahud Daulah]] dan [[Toghtekin|Togtekin]]. Abdi Ridwan yang bernama [[Sökmen bin Artuk]] memerintah Yerusalem, ayah mertua Ridwan yang bernama [[Yağısıyan]] memerintah Antiokhia, sementara seorang panglima perang bernama [[Toros dari Edesa|Toros]] merebut Edesa atas nama Kekaisaran Romawi Timur.{{sfn|Köhler|2013|pp=11–19}} Pada kurun waktu inilah perseteruan lama Suni-Syiah memicumembuat umat Islam untuk saling memerangi, ketimbangalih-alih memerangi umat Kristen.{{sfn|Asbridge|2004|pp=115-116}}
 
== Sejarah ==
Baris 51:
Kekaisaran Romawi Timur memperbesar angkatan perangnya dengan prajurit-[[tentara bayaran|prajurit upahan]] berkebangsaan Turki maupun Eropa. Kebijakan ini ditempuh demi menyiasati keterbatasan sumber daya manusia akibat hilangnya wilayah, khususnya di Jazirah Anatolia.{{sfn|Tyerman|2019|pp=46–47}} Pada tahun 1095, di dalam [[Konsili Piacenza]], [[Alexios I Komnenos|Kaisar Aleksius Komnenus]] meminta dukungan [[Paus Urbanus II]] untuk menghadapi ancaman Seljuk.{{sfn|Barber|2012|p=9}} Kemungkinan besar yang diharapkan Kaisar hanyalah angkatan perang yang tidak seberapa besar, tetapi uluran bantuan yang diterima ternyata melampaui harapan, karena Sri Paus menyerukan Perang Salib I dalam [[Konsili Clermont]]. Sri Paus mengembangkan suatu doktrin ''bellum sacrum'' (perang suci), kemudian merukunkannya dengan ajaran Gereja dengan merujuk ayat-ayat Perjanjian Lama tentang tuntunan Allah yang mengantarkan orang-orang Ibrani meraih kejayaan di medan perang.{{sfn|Asbridge|2004|p=23-24}} [[Ziarah]] bersenjata demi membebaskan umat Kristen Timur dan merebut kembali Tanah Suci yang diserukan Sri Paus menyalakan semangat juang yang belum pernah berkobar sedemikian besarnya di dalam sejarah Eropa Katolik. Dalam jangka waktu satu tahun, puluhan ribu orang, ningrat maupun jelata, bertolak menuju medan laga.{{sfn|Asbridge|2012|pp=33–47}} Motivasi yang menggerakkan tiap-tiap orang untuk turut berjuang tidaklah sama, tetapi kemungkinan besar beberapa orang bertolak meninggalkan Eropa dengan niat untuk seterusnya menetap di Levans.{{sfn|Jotischky|2004|pp=12–14}}
 
Dengan penuh kewaspadaan, Kaisar Aleksius menyambut kedatangan pasukan-pasukan feodal di bawah pimpinan bangsawan-bangsawan Eropa Barat. Dengan cara cautiously welcomed the feudal armies commanded by western nobles. Aleksius menyilaukan mata mereka dengan harta kekayaan dan memikat hati mereka dengan sanjungan, sehingga sebagian besar panglima pasukanbala Tentara Salib bersedia berprasetia kepadanya. Selaku kawula Aleksius, [[Godefroy dari Bouillon|Godefridus, Tuan Besar Bouillon]] yang menyandang jabatan nominal [[Daftar penguasa Lorraine|Adipati Lotharingen Hilir]]; [[Bohemond I dari Antiokhia|Boamundus]], Pangeran Taranto yang berdarah [[orang Norman-Italia|Norman-Italia]]; kemenakan Boamundus yang bernama [[Tancredi dari Galilea|Tankredius]], putra keluarga bangsawan Altevilla; maupun adik Godefridus yang bernama [[Baudouin I dari Yerusalem|Balduinus]] putra bungsu Bupati Boulogne, bersumpah akan menyerahkan semua daerah bekas wilayah [[Kekaisaran Romawi]] yang dapat mereka rebut kepada narapraja Romawi Timur yang mewakili Aleksius. Hanya [[Raymond IV dari Toulouse|Raimundus IV, Bupati Toulouse]], yang tidak bersedia ikut bersumpah, tetapi berjanji tidak akan memerangi Aleksius.{{sfn|Asbridge|2012|pp=43–45, 50–52}}
 
Narapraja Romawi Timur yang bernama [[Tatikios]] memandu bala Tentara Salib menempuh perjalanan berat selama tiga bulan dalam rangka [[Pengepungan Antiokhia|merebut Antiokhia]]. Pada waktu itulah orang Peringgi menjalin persekutuan dengan masyarakat Armenia setempat.{{sfn|Asbridge|2012|pp=59–60}} Dalam perjalanan menuju Antiokhia, Balduinus dan anak buahnya memisahkan diri dari rombongan, berkirab menuju daerah di sekitar Sungai Efrat, melibatkan diri dalam percaturan politik setempat, kemudian merebut benteng [[Gündoğan, Oğuzeli|Turbesel]] dan benteng [[Ravendel|Rawandan]], tempat ia disambut gembira oleh masyarakat Armenia.{{sfn|MacEvitt|2008|pp=51,58,60}} Toros, kepala daerah itu, tidak berdaya mengatur maupun mempertahankan Edesa, oleh karena itu ia berusaha mempekerjakan orang Peringgi sebagai prajurit upahan. Kemudian hari, Balduinus ia jadikan anak angkatnya di dalam bingkai suatu perjanjian bagi kuasa. Pada bulan Maret 1098, sebulan sebelum kedatangan Balduinus, timbul kerusuhan umat Kristen di Edesa. Para perusuh membunuh Toros dan mengelu-elukan Balduinus sebagai ''[[Dux|douks]]'', gelar Romawi Timur yang disandang Toros.{{sfn|MacEvitt|2008|pp=65–70}} Kedudukan baru Balduinus ini lebih bersifat pribadi ketimbang kelembagaan, karena roda pemerintahan Edesa tetap berada di tangan para pamong praja Armenia. Kabupaten Edesa yang baru dikuasai Balduinus terdiri atas daerah-daerah kantong yang terpisah dari Turbesel, Rawandan, dan [[Samosata]] yang juga dikuasainya, karena diantarai daerah-daerah kekuasaan para panglima perang Turki dan Armenia maupun aliran Sungai Efrat.{{sfn|MacEvitt|2008|pp=75–76}}
[[File:Godefroi1099.jpg|thumb|left|Godefridus mengepung Yerusalem, [[naskah beriluminasi|iluminasi]] naskah ''Roman de Godefroi de Bouillon'' dari abad ke-14]]
Saat bala Tentara Salib berkirab menuju Antiokhia, umat Islam Suriah meminta pertolongan Sultan [[Barkiyaruq]], sayangnya sultan masih sibuk berebut takhta dengan kakaknya, [[Muhammad I Tapar|Muhammad Tapar]].{{sfn|Hillenbrand|1999|p=78}} Setibanya di Antiokhia, Boamundus membujuk panglima-panglima lain untuk mengakui kepemilikannyakedaulatannya atas Antiokhia apabila ia berhasil merebut kota itu dan Kaisar Aleksius tidak kunjung datang untuk mengklaimnyamengklaim kepemilikannya. Alih-alih ikut berjuang merebut Antiokhia, Aleksius malah memutuskan untuk mundur lantaran diberitahu [[Étienne Henri II|Stefanus, Bupati Blois]] (yang mangkir meninggalkan tugasnya) bahwa bala Tentara Salib sudah pasti kalah. Pada bulan Juni 1098, Boamundus membujuk seorang panglima Armenia durhaka, kepala pasukan pengawal menara kota, untuk membiarkan bala Tentara Salib memasuki Antiokhia. Bala Tentara Salib membantai warga Muslim kota itu, bahkan keliru membantai beberapa warga Kristen.{{sfn|Asbridge|2012|pp=69, 72–73}}{{sfn|Tyerman|2019|pp=86–88}} Mula-mula para panglima bala Tentara Salib memutuskan untuk menyerahkan Antiokhia kepada Kaisar Aleksius sesuai sumpah mereka di Konstantinopel,{{sfn|France|1970|p=281}} tetapi sesudah mengetahui tindakan pengecut kaisar, Boamundus pun menyatakan diri sebagai penguasa Antiokhia. Panglima-panglima lain setuju, kecuali Raimundus, yang mendukung persekutuan dengan Romawi Timur.
 
Ketidaksepahaman di jajaran panglima ini mengakibatkan pergerakan bala Tentara Salib tertahan di kawasan utara Suriah. Lantaran kerap melakukan hubungan diplomatik dengan penguasa-penguasa Muslim, bala Tentara Salib akhirnya menyadari kekacaubalauan kancah politik Muslim. Raimundus menjalankan ekspedisi kecil-kecilan. Ia memimpin pasukannya memutari Saijar dan mengepung [[Arqa]] untuk memaksa penguasanya membayar upeti.{{sfn|France|1970|p=298}} Saat Raimundus berada jauh dari Antiokhia, Boamundus mengusir sisa pasukan Raimundus dari kota itu, dan mengukuhkan kedudukannya sebagai pemimpin atas wilayah yang kemudian hari menjadi negara Kepangeranan Antiokhia.
 
Lantaran didesak orang-orang Peringgi yang lebih miskin, Godefridus dan [[Robert II dari Flandria|Robertus II, Bupati Flandria]], terpaksa melibatkan diri dalam usaha perebutan kota Arqa yang berakhir dengan kegagalan. Kaisar Aleksius mintameminta supaya bala Tentara Salib menundamenangguhkan kirabkirabnya ke Yerusalem, supaya Romawi Timur berkesempatan turut membantu. Dukungan Raimundus terhadap strategi kaisar ini memperuncing ketidakakuran di jajaran panglima, dan merusak reputasinya di mata para prajurit.{{sfn|Tyerman|2007|pp=150–152}}{{sfn|Asbridge|2012|pp=85–88}}
 
Bala Tentara Salib [[Kirab dari Antiokhia ke Yerusalem pada Perang Salib I|berkirab menyusuri pantai Laut Tengah]] menuju Yerusalem. Pada tanggal 15 Juli 1099, bala Tentara Salib berhasil merebut Yerusalem sesudah lebih dari sebulan lamanya [[Pengepungan Yerusalem (1099)|mengepung kota itu]]. Ribuan warga Muslim dan Yahudi tewas terbunuh, dan yang selamat dijual sebagai budak belian. Usulan-usulan untuk menjadikan Yerusalem sebagai sebuah [[teokrasi|negara agama]] ditolak. Raimundus menolak pemakaian gelar raja, dengan alasan hanya Kristus yang pantas bertajuk mahkota di Yerusalem. Mungkin saja lewat penolakan tersebut, Raimundus berusaha membuat Godefridus yang lebih populer itu untuk mengurungkan niatnya menjadi kepala negara Yerusalem, tetapi Godefridus memakai gelar ''[[Gelar Godefroy dari Bouillon|Advocatus Sancti Sepulchri]]'' (Pembela Makam Kudus) ketika dipermaklumkan sebagai penguasa Peringgi yang pertama atas Yerusalem.{{sfn|Jotischky|2004|pp=59–60, 62}} Di Eropa Barat, [[advocatus]] adalah sebutan bagi tokoh awam yang bertanggung jawab melindungi dan mengelola harta Gereja.{{sfn|Holt|1986|p=23}}
 
Pembentukan tiga negara Tentara Salib ini tidak menimbulkan perubahan yang berarti di kancah politik Levans. Panglima-panglima Peringgi menggantikan panglima-panglima perang setempat sebagai penguasa kota, tetapi tidak ditindaklanjuti dengan kolonisasi besar-besaran. Para penakluk baru itu pun tidak mengubah tatanan permukiman dan kepemilikan tradisional di pedesaan.{{sfn|Köhler|2013|p=7}} Para pemimpin Muslim dibantai atau dipaksa menyingkir ke pembuangan. Warga pribumi, yang sudah terbiasa hidup di bawah pemerintahan laskar-laskar yuda yang tertata baik, tidak menunjukkan banyak perlawanan terhadap penguasa-penguasa mereka yang baru.{{sfn|Tyerman|2019|pp=113–115}} [[Hukum kanon]] Gereja Barat mengakui keabsahan perjanjian-perjanjian damai maupun gencatan senjata yang disepakati umat Kristen dengan umat Islam. Para kesatria Peringgi memandang panglima-panglima Turki sebagai rekan sederajat yang menjunjung nilai-nilai hidup yang tidak asing bagi mereka, dan ketidakasingan ini mempermulus perundingan mereka dengan para pemimpin Muslim. Penaklukan sebuah kota kerap dibarengi pembuatan kesepakatan dengan penguasa-penguasa Muslim jiran mereka yang sudah terbiasa dipaksa membayar upeti keamanan.{{sfn|Köhler|2013|pp=33–34, 55}} Negara-negara Tentara Salib menduduki tempat istimewa di dalam kesadaran Kristen Barat. Banyak bangsawan Katolik siap sedia berjuang bagi Tanah Suci, meskipun selama beberapa dasawarsa menyusul kekalahan besar [[Perang Salib 1101|Perang Salib tahun 1101]] di Anatolia, rombongan-rombongan peziarah bersenjata yang bertolak menuju Outremer tidak lagi sebesar rombongan-rombongan sebelumnya.{{sfn|Tyerman|2019|pp=147–149}}
Baris 73:
Pada bulan Agustus 1099, Godefridus mengalahkan angkatan perang Mesir yang dipimpin [[Al-Afdhal Syahansyah|Malikul Afdal Syahansyah]], [[Wazir (Kekhalifahan Fathimiyah)|wazir Khilafah Bani Fatimah]], di [[Pertempuran Ascalon|Askelon]]. Ketika [[Dagobert dari Pisa|Daimbertus, Uskup Agung Pisa]], tiba di Levans selaku utusan paus, membawa 120 kapal dari Pisa, Godefridus mendapatkan dukungan angkatan laut yang sangat ia butuhkan. Sebagai balas jasa, Godefridus mendukung Daimbertus menjadi [[Patriarkat Latin Yerusalem|Batrik Yerusalem]], menyerahkan sebagian kawasan kota Yerusalem kepadanya, dan menganugerahkan lingkungan khusus kepada orang-orang Pisa di bandar [[Jaffa|Yafo]]. Daimbertus menghidupkan kembali gagasan untuk membentuk sebuah negara agama, dan berhasil meyakinkan Godefridus maupun Boamundus untuk berprasetia kepadanya.
 
Ketika Godefridus tutup usia pada tahun 1100, anak buahnya menduduki [[Menara Daud]] demi mengamankan hak waris adiknya, Balduinus. Daimbertus dan [[Tancredi dari Galilea|Tankredius]] meminta bantuan Boamundus untuk menghadapi orang-orang Lotharingen, tetapi Boamundus ditawan wangsa DanisymendDanismend di bawah pimpinan [[Gazi Gümüshtigin|Gazi Gümüstigin]] saat berusaha mengamankan daerah perbatasan utara wilayah Kepangeranan Antiokhia. Sebelum berangkat ke Yerusalem, Balduinus menyerahkan pemerintahan Edesa kepada saudara misannya, [[Baudouin II dari Yerusalem|Balduinus bangsawan Bourcq]]. Kedatangannya Balduinus ke Yerusalem mengugurkan cita-cita Daimbertus, yang akhirnya memahkotai Balduinus sebagai raja Latin pertama atas Yerusalem pada hari Natal tahun 1100. Dengan melaksanakan upacara penobatan tersebut, sang batrik melepaskan klaimnya untuk memerintah Tanah Suci.{{sfn|Barber|2012|pp=56–64}}{{sfn|Asbridge|2012|pp=116–120}}
 
Tankredius terus menentang Balduinus sampai rombongan caraka Kepangeranan Antiokhia datang menawarinya jabatan pemangku pada bulan Maret 1101. Ia menyerahkan [[Kepangeranan Galilea]] kepada raja, dengan syarat dijamin haknya untuk mengklaim kembali daerah itu sebagai bumi lungguh apabila ia kembali dari Antiokhia dalam jangka waktu lima belas bulan. Tankredius memerintah Antiokhia selama dua tahun berikutnya. Ia menaklukkan Kilikia yang dikuasai Romawi Timur dan beberapa daerah di Suriah.{{sfn|Barber|2012|pp=65, 78–81}} Khilafah Bani Fatimah menyerbu Yerusalem pada tahun [[Pertempuran Ramla (1101)|1101]], [[Pertempuran Ramla (1102)|1102]], dan pada tahun [[Pertempuran Ramla (1105)|1105]] bersama-sama Togtekin. Raja Balduinus mematahkan serbuan-serbuan tersebut dengan kekuatan armada Genova, Venesia, dan Norwegia, serta menundukkan semua kota di pesisir Palestina kecuali Tirus dan [[Ashkelon|Askelon]].{{sfn|Asbridge|2012|pp=118–136}}
Baris 79:
Raimundus adalah perintis negara Tentara Salib yang keempat, yakni negara Kabupaten Tripoli. Ia merebut [[Tartus]] dan [[Jubail, Lebanon|Jubail]], serta [[Pengepungan Tripoli|mengepung Tripoli]]. Saudara misannya, [[Guillem Jordà|Wilelmus Yordan]], melanjutkan pengepungan Tripoli sesudah Raimundus tutup usia pada tahun 1105. Tripoli berhasil direbut pada tahun 1109, ketika putra Raimundus yang bernama [[Bertrand dari Toulouse|Bertrandus]] tiba. Raja Balduinus membantu selaku perantara dalam pembuatan kesepakatan yang membagi wilayah negara baru itu kepada Wilelmus dan Bertrandus. Sesudah Wilelmus Yordan tutup usia, seluruh wilayah Kabupaten Tripoli kembali menyatu. Bertrandus berprasetia kepada Raja Balduinus, meskipun Wilelmus Yordan dulunya berprasetia kepada Tankredius.{{sfn|Jotischky|2004|p=71}}
 
Ketika Boamundus dibebaskan dengan uang tebusan pada tahun 1103, Tankredius ia ganjari anugerah tanah dan berbagai macam hadiah. Balduinus bangsawan Bourcq dan saudara misan sekaligus bawahannya, [[Joscelin I, Bupati Edessa|Yoselinus bangsawan Courtenay]], tertawan saat menyerang Emir Halab, Fakhrul Muluk Ridwan, di [[Harran|Haran]] bersama Boamundus. Tankredius mengambil alih pemerintahan Edesa selaku pemangku. Romawi Timur memanfaatkan kesempatan itu untuk merebut kembali Kilikia. Pelabuhan dapat dikuasai, tetapi benteng [[Laodikia di Suriah|Laodikia]] gagal mereka tundukkan.
 
Boamundus kembali ke Italia untuk mencari sekutu dan mengumpulkan perbekalan. Tankredius mengambil alih pemerintahan Antiokhia, dan saudara misannya, [[Richard dari Salerno|Rikhardus bangsawan Salerno]] mengambil langkah serupa di Edessa. Pada tahun 1107, Boamundur berlayar mengarungi [[Laut Adriatik]] dan mengepung [[Durrës|Dirakhion]] di [[Semenanjung Balkan]], tetapi berakhir dengan kegagalan. [[Traktat Devol|Perjanjian Devol]] mewajibkan Boamundus untuk mengembalikan Laodikia dan Kilikia kepada Kaisar Aleksius, menjadi kawula kaisar, dan memulihkan jabatan [[Patriark Antiokhia|Batrik Antiokhia]] Yunani. Boamundus tak pernah pulang lagi ke Antiokhia. Ia mangkat, meninggalkan seorang putra belia yang juga bernama [[Bohemond II dari Antiokhia|Boamundus]]. Tankredius terus memerintah Antiokhia selaku pemangku tanpa mengindahkan Perjanjian Devol. Putra Rikhardus yang bernama [[Roger dari Salerno|Rugerus]] menjadi pemangku yang baru sesudah Tankredius tutup usia pada tahun 1112.{{sfn|Barber|2012|pp=81–84, 103}}{{sfn|Tyerman|2007|pp=192–194}}
 
Jatuhnya Tripoli ke tangan bala Tentara Salib mendorong Sultan Muhammad Tapar untuk mengangkat Atabeg Mosul, [[Mawdud]], menjadi panglima perang jihad melawan orang Peringgi. Antara tahun 1110 sampai 1113, Mawdud melancarkan empat kali kampanye militer di Mesopotamia dan Suriah, tetapi persaingan antar-panglima pasukan yang berbeda suku-bangsa membuatnya terpaksa menghentikan penyerbuan dalam tiap kampanye.{{sfn|Köhler|2013|pp=96–98}}{{sfn|Cobb|2016|pp=118–120}} Karena Edesa adalah saingan utama Mosul, Mawdud dua kali menyerbu kota itu.{{sfn|Köhler|2013|p=97}} Pasukan jihad menimbulkan kekacauan, dan bagian timur wilayah Kabupaten Edesa untuk seterusnya tidak dapat direbut kembali.{{sfn|Jotischky|2004|p=74}} Para penguasa Muslim Suriah memandang campur tangan sultan sebagai ancaman terhadap keswatantraan mereka, dan oleh karena itu bekerja sama dengan orang Peringgi. Setelah Mawdud tewas dibunuh, agaknya oleh seorang anggota aliran Nizari, Sultan Muhammad Tapar dua kali melancarkan kampanye militer ke Suriah, tetapi kedua-duanya berakhir dengan kegagalan.{{sfn|Holt|1986|pp=27–28}}
 
Karena Halab masih rentan diserbu orang Peringgi, para pemimpin kota itu berusaha mencari pihak luar yang mampu memberikan perlindungan. Mereka menjalin persekutuan dengan pangeran-pangeran petualang dari wangsa Artuk, yakni [[Ilgazi]] dan [[Belek Gazi|Balak]], yang memang cukup kuat untuk mengalahkan orang Peringgi antara tahun 1119 sampai 1124, tetapi jarang dapat mematahkan gempuran anti-invasi yang dilancarkan orang Peringgi.{{sfn|Hillenbrand|1999|pp=109–110}}{{sfn|Cobb|2016|p=126}}
 
Pada tahun 1118, Balduinus bangsawan Bourcq naik takhta menggantikan Raja Balduinus I sebagai kepala negara Kerajaan Yerusalem, dan mengangkat Yoselinus menjadi Bupati Edesa menggantikan dirinya. sesudah Rugerus gugur dalam [[Pertempuran Ager Sanguinis|Pertempuran ''Ager Sanguinis'']] (Pertempuran Tanah Darah), Raja Balduinus II mengambil alih pemerintahan Antiokhia selaku pemangku karena Boamundus II sedang berada di luar Antiokhia. Masyarakat menganggap malapetaka beruntun yang menimpa Outremer, yakni kekalahan melawan musuh dan wabah hama belalang, sebagai azab atas dosa-dosa orang Peringgi. Demi memperbaiki akhlak, para petinggi negara dan pemuka agama di Yerusalem bersidang [[Konsili Nablus|bersidang di Nablus]] dan menghasilkan maklumat menentang percabulan, semburit, bigami, dan persetubuhan pemeluk agama Katolik dengan pemeluk agama Islam.{{sfn|Barber|2012|pp=129–131}}
 
Usulan sekelompok kesatria saleh untuk membentuk [[Monastisisme|tarekat rahib]] khusus bagi pejuang-pejuang yang warak agaknya pertama kali dibahas dalam Konsili Nablus. Para petinggi Gereja serta merta menyambut baik gagasan rahib bersenjata, sehingga dalam rentang satu dasawarsa terbentuklah dua [[Ordo militer|tarekat tentara]], yakni [[Kesatria Kenisah|tarekat Kesatria Haikal]] dan [[Kesatria Hospitalaria|tarekat Kesatria Panti Husada]].{{sfn|Barber|2012|pp=134–135}}{{sfn|Tyerman|2007|pp=253–254}} Karena Khilafah Bani Fatimah bukan lagi ancaman utama bagi Yerusalem, tetapi Antiokhia dan Edesa masih rentan diinvasi, urusan pertahanan negara-negara Tentara Salib di utara menyita sebagian besar waktu Raja Balduinus II. Ketidakhadirannya di istana, dampak ketidakhadirannya terhadap penyelenggaraan pemerintahan, dan keputusannya mengangkat kaum kerabat beserta kawula mereka untuk memegang jabatan-jabatan penting menimbulkan penentangan dari sebagian pihak di Yerusalem. Tertawannya Raja Balduinus II selama enam belas bulan mendorong beberapa orang bangsawan untuk menggulingkan pemerintahan yang sah. Salah seorang calon kuat yang mereka gadang-gadangkan menjadi raja pengganti adalah [[Charles I dari Flandria|Karolus Budiman]], [[Graafschap Vlaanderen|Bupati Flandria]]. Meskipun demikian, Karolus menampik tawaran mereka untuk menduduki takhta Kerajaan Yerusalem.{{sfn|Jotischky|2004|p=74}}{{sfn|Barber|2012|pp=143–144}}
 
Raja Balduinus II dikaruniai empat orang anak perempuan. Pada tahun 1126, Pangeran Boamundus II akhirnya cukup umur untuk memerintah sendiri, dan mengawini [[Alix dari Antiokhia|Putri Alisia]], anak kedua Raja Balduinus II, di Antiokhia.{{sfn|Barber|2012|pp=145, 152}} Halab dilanda huru hara, tetapi Boamundus II tidak dapat mengatasinya karena sedang berkonflik dengan Yoselinus. [[Zengi|Imaduddin Zanki]], Atabeg Mosul yang baru, merebut Halab pada tahun 1128. Penyatuan dua pusat besar Muslim itu menimbulkan ancaman khusus bagi Edesa,{{sfn|Tyerman|2019|p=187}}{{sfn|Barber|2012|p=152}} tetapi juga menimbulkan rasa was-was di hati penguasaEmir Damsyik yang baru, [[Tajul Muluk Buri]].{{sfn|Cobb|2016|p=130}} [[Melisende dari Yerusalem|Putri Melisenda]], anak sulung Raja Balduinus II, adalah ahli waris sang raja. Melisenda dijodohkan dengan [[Foulques, Raja Yerusalem|Fulko, Bupati Anjou]], bangsawan yang luas koneksinya di Eropa Barat, dengan harapan koneksi Fulko kelak berguna bagi Kerajaan Yerusalem. Sesudah Fulko tiba di Yerusalem, raja membentuk angkatan perang yang besar untuk menyerbu Damsyik. Angkatan perang ini mencakup kepala-kepala negara Tentara Salib lainnya, dan pasukan [[Comté Anjou|Anjou]] bawaan Fulko yang lumayan besar. Rencana menyerbu Damsyik dibatalkan ketika pasukan yang bertugas mencari bahan makanan diporak-porandakan musuh, dan cuaca buruk membuat jalanan muskil dilalui. Boamundus II gugur saat menyerbu Kilikia pada tahun 1130, meninggalkan Alisia dan bayi perempuan mereka, [[Constance dari Antiokhia|Konstansia]]. Raja Balduinus II tidak menyambut baik peralihan kepemimpinan kepada Alisia, dan mengambil alih pemerintahan Antiokhia selaku wali Konstansia sampai dengan kemangkatannya pada tahun 1131.{{sfn|Barber|2012|pp=144–149}}{{sfn|Jotischky|2004|pp=79–80}}
 
=== Kebangunan Muslim (tahun 1131 sampai 1174) ===
Sebelum menghembuskan nafas terakhir, Raja Balduinus II menetapkan Fulko, Melisenda, dan putra belia mereka yang bernama [[Baudouin III dari Yerusalem|Balduinus]] bersama-sama menjadi ahli warisnya. Fulko ingin membatalkan ketetapan tersebut, tetapi kecenderungannya untuk menganakemaskan rekan-rekan sedaerah asal menimbulkan penentangan hebat terhadap dirinya di Kerajaan Yerusalem. Pada tahun 1134, Fulko memadamkan pemberontakan [[Hugues II dari Jaffa|Hugo II, Bupati Yafo]], salah seorang kerabat Melisenda, tetapi masihtetap harustidak menerimaberdaya melanggar ketetapan mendiang raja.<!-- Ia Hejuga alsomenghalang-halangi thwartedupaya frequentberulang attemptsadik byiparnya, hisPutri sister-in-lawAlisia, Aliceuntuk tomenjadi assumepemangku thetakhta regency in AntiochAntiokhia, antara lain persekutuan dengan memerangi [[Pons dari Tripoli|Ponsius Bupati Tripoli]] dan [[Joscelin II, Count ofdari Edessa|Yoselinus II dariBupati EdessaEdesa]].{{sfn|Barber|2012|pp=149, 151–155}} TakingKelemahan advantageAntiokhia of Antioch's weakened position,dimanfaatkan [[Leo I, Prince ofPangeran Armenia|Leo]], aseorang bangsawan [[CilicianKerajaan Armenia Kilikia|Armenia Kilikia]]n ruler, seizeduntuk themerebut Ciliciandataran plainKilikia.{{sfn|Lilie|2004|pp=105–106}}<!-- In 1133, the Antiochene nobility asked Fulk to propose a husband for Constance, and he selected [[Raymond of Poitiers]], a younger son of [[William&nbsp;IX of Aquitaine]]. Raymond finally arrived in Antioch three years later and married Constance.{{sfn|Barber|2012|pp=153, 168}} He reconquered parts of Cilicia from the Armenians.{{sfn|Lilie|2004|pp=106–107}} In 1137, Pons was killed battling the Damascenes, and Zengi invaded Tripoli. Fulk intervened, but Zengi's troops captured Pons' successor [[Raymond II, Count of Tripoli|Raymond{{nbsp}}II]], and besieged Fulk in the border castle of [[Montferrand (crusader castle)|Montferrand]]. Fulk surrendered the castle and paid Zengi 50,000{{nbsp}}dinars for his and Raymond's freedom.{{sfn|Barber|2012|pp=165–170}} Emperor Alexios' son and successor, [[John&nbsp;II Komnenos]], reasserted Byzantine claims to Cilicia and Antioch. His military campaign compelled Raymond of Poitiers to give homage and agree that he would surrender Antioch by way of compensation if the Byzantines ever captured Aleppo, [[Homs]], and Shaizar for him. {{sfn|Lilie|2004|pp=120–122}} The following year the Byzantines and Franks jointly besieged Aleppo and Shaizar but could not take the towns. Zengi soon seized Homs from the Damascenes, but a koalisi Damsyik–Yerusalem prevented his southward expansion.{{sfn|Cobb|2016|pp=133–134}}
 
[[File:Acra1148B.jpg|thumb|left|alt=Miniature depicting Louis VIII and Conrad III meeting Melisende and Fulk |Kings Louis&nbsp;VIII and Conrad&nbsp;III meet Queen Melisende and King Baldwin&nbsp;III at Acre from a 13th-century codex]]
Joscelin made an alliance with the Artuqid [[Kara Arslan]], who was Zengi's principal Muslim rival in Upper Mesopotamia. While Joscelin was staying west of the Euphrates at Turbessel, Zengi invaded the Frankish lands east of the river in late 1144. Before the end of the year, he captured the region, including the city of Edessa.{{sfn|Cobb|2016|pp=134–135}}{{sfn|Holt|1986|p=42}} Losing Edessa strategically threatened Antioch and limited opportunities for a Jerusalemite expansion in the south. In September 1146, Zengi was assassinated, possibly on orders from Damascus. His empire was divided between his two sons, with the younger [[Nur ad-Din (died 1174)|Nur ad-Din]] succeeding him in Aleppo. A power vacuum in Edessa allowed Joscelin to return to the city, but he was unable to take the citadel. When Nur ad-Din arrived, the Franks were trapped, Joscelin fled and the subsequent sack left the city deserted.{{sfn|Barber|2012|pp=180, 182}}
 
The fall of Edessa shocked Western opinion, prompting the largest military response since the First Crusade. The [[Second Crusade|new crusade]] consisted of two great armies led overland by [[Louis&nbsp;VII of France]] and [[Conrad&nbsp;III of Germany]], arriving in [[Acre, Israel|Acre]] in 1148. The arduous march had greatly reduced the two rulers' forces. At a leadership conference, including the widowed Melisende and her son Baldwin{{nbsp}}III, they agreed to [[Siege of Damascus (1148)|attack Damascus]] rather than attempt to recover distant Edessa. The attack on Damascus ended in a humiliating defeat and retreat.{{sfn|Barber|2012|pp=184–190}} Scapegoating followed the unexpected failure, with many westerners blaming the Franks. Fewer crusaders came from Europe to fight for the Holy Land in the next decades.{{sfn|Tyerman|2007|pp=336–337}} Raymond of Poitiers joined forces with the Nizari and Joscelin with the Rum Seljuks against Aleppo. Nur ad-Din invaded Antioch and Raymond was [[Battle of Inab|defeated and killed]] at [[Inab]] in 1149.{{sfn|Köhler|2013|pp=161–162}} The next year Joscelin was captured and tortured and later died. [[Beatrice of Saone]], his wife, sold the remains of the County of Edessa to the Byzantines with Baldwin's consent. Already 21 and eager to rule alone, Baldwin forced Melisende's retirement in 1152. In Antioch, Constance resisted pressure to remarry until 1153 when she chose the French nobleman [[Raynald of Châtillon]] as her second husband.{{sfn|Barber|2012|pp=195–199, 206}}
Baris 110 ⟶ 111:
Upholding the balance of power in Syria was apparently Raymond's main concern during his regency. When Saladin besieged Aleppo in 1174, Raymond led a relief army to the city; next year, when a united Zengid army invaded Saladin's realm, he signed a truce with Saladin.{{sfn|Köhler|2013|pp=217–220}} Gümüshtekin released Raynald of Châtillon and Baldwin's maternal uncle, [[Joscelin&nbsp;III of Courtenay]], for a large ransom. They hastened to Jerusalem, and Raynald seized [[Oultrejourdain]] by marrying [[Stephanie of Milly]]. As Baldwin, a leper, was not expected to father children, his sister's marriage was to be arranged before his inevitable premature death from the disease. His regent, Raymond, chose [[William of Montferrat, Count of Jaffa and Ascalon|William of Montferrat]] for Sybilla's husband. William was the cousin of both [[Holy Roman Emperor]] [[Frederick Barbarossa]] and Louis{{nbsp}}VII of France. In 1176, Baldwin reached the age of 15 and majority, ending Raymond's regency. He revisited plans for an invasion of Egypt and renewed his father's pact with the Byzantines. Manuel dispatched a fleet of 70 galleys plus support ships to Outremer. As William had died, and Baldwin's health was deteriorating, the Franks offered the regency and the Egyptian invasion's command to Baldwin's crusader cousin [[Philip&nbsp;I, Count of Flanders]]. He wanted to be free to return to Flanders and rejected both offers.{{sfn|Barber|2012|pp=266–269}}{{sfn|Jotischky|2004|pp=103–104}} The plan for the invasion was abandoned, and the Byzantine fleet sailed for Constantinople.{{sfn|Lilie|2004|pp=215–216}}
 
Baldwin negotiated a marriage between [[Hugh&nbsp;III, Duke of Burgundy]], and Sibylla, but the succession crisis in France prevented him from sailing. Tension between Baldwin's maternal and paternal relatives grew. When Raymond and BohemondBoamundus, both related to him on his father's side, came to Jerusalem unexpectedly before Easter in 1180, Baldwin panicked, fearing they had arrived to depose him and elevate Sibylla to the throne under their control. To thwart their coup, he sanctioned her marriage to [[Guy of Lusignan]], a young aristocrat from [[Poitou]]. Guy's brother [[Aimery of Cyprus|Aimery]] held the office of [[constable of Jerusalem]], and [[House of Lusignan|their family]] had close links to the [[House of Plantagenet]]. Baldwin's mother and her clique marginalised Raymond, BohemondBoamundus and the influential [[House of Ibelin|Ibelin family]].{{sfn|Jotischky|2004|pp=104–106}}{{sfn|Barber|2012|pp=274–276}} To prepare for a military campaign against the Seljuks of Rum, Saladin concluded a two-year truce with Baldwin and, after launching a short but devastating campaign along the coast of Tripoli, with Raymond. For the first time in the history of Frankish–Muslim relations, the Franks could not set conditions for the peace.{{sfn|Köhler|2013|pp=229–230}}{{sfn|Barber|2012|p=276}} Between 1180 and 1183, Saladin asserted his suzerainty over the Artuqids, concluded a peace treaty with the Rum Seljuks, seized Aleppo from the Zengids and re-established the Egyptian navy. Meanwhile, after the truce expired in 1182, Saladin demonstrated the strategic advantage he had by holding both Cairo and Damascus. While he faced Baldwin in Oultrejordain, his troops from Syria pillaged Galilee.{{sfn|Holt|1986|p=42}}{{sfn|Barber|2012|pp=277–278}} The Franks adopted a defensive tactic and strengthened their fortresses. In February 1183, a Jerusalemite assembly levied an extraordinary tax for defence funding. Raynald was the sole Frankish ruler to pursue an offensive policy. He attacked an Egyptian caravan and built a fleet for a naval raid into the [[Red Sea]].{{sfn|Barber|2012|pp=276–279, 283–284}}
 
Byzantine influence declined after Manuel died in 1180. BohemondBoamundus repulsed his Byzantine wife [[Theodora Komnene, Princess of Antioch|Theodora]] and married Sybil, an Antiochene noblewoman with a bad reputation. Patriarch Aimery excommunicated him and the Antiochene nobles who opposed the marriage fled to the Cilician Armenian prince, [[Ruben III, Prince of Armenia|Ruben{{nbsp}}III]].{{sfn|Lilie|2004|pp=223–224}}{{sfn|Burgtorf|2016|pp=197–198}} Saladin granted a truce to BohemondBoamundus and made preparations for an invasion of Jerusalem where Guy took command of the defence.{{sfn|Barber|2012|pp=278–281, 291}} When Saladin invaded Galilee, the Franks responded with what [[William of Tyre]] described in his contemporaneous [[chronicle]] as their largest army in living memory but avoided fighting a battle. After days of fierce skirmishing, Saladin withdrew towards Damascus. Baldwin dismissed Guy from his position as {{lang|fr|bailli}}, apparently because Guy had proved unable to overcome factionalism in the army. In November 1183, Baldwin made Guy's five-year-old stepson, [[Baldwin V of Jerusalem|also called Baldwin]], co-ruler, and had him crowned king while attempting to annul the marriage of Guy and Sibylla. Guy and Sibylla fled to Ascalon, and his supporters vainly intervened on their behalf at a general council. An embassy to Europe was met with offers of money but not of military support. Already dying, Baldwin{{nbsp}}IV appointed Raymond {{lang|fr|bailli}} for 10{{nbsp}}years, but charged Joscelin with the ailing Baldwin{{nbsp}}V's guardianship. As there was no consensus on what should happen if the boy king died, it would be for the pope, the Holy Roman Emperor, the kings of France and England to decide whether his mother Sibylla or her half-sister [[Isabella I of Jerusalem|Isabella]] had stronger claim to the throne. BohemondBoamundus was staying at Acre around this time, allegedly because Baldwin{{nbsp}}IV wanted to secure BohemondBoamundus's support for his decisions on the succession.{{sfn|Barber|2012|pp=280–290}}{{sfn|Jotischky|2004|pp=106–107}} Back in Antioch, BohemondBoamundus kidnapped Ruben of Cilicia and forced him into becoming his vassal.{{sfn|Burgtorf|2016|p=198}}
[[File:Saladin Guy.jpg|thumb| right| alt=13th century drawing of mounted warriors fighting| Saladin and Guy fight from a 13th-century manuscript of [[Matthew Paris]]'s chronicle]]
Saladin signed a four-year truce with Jerusalem and attacked Mosul. He could not capture the city but extracted an oath of fealty from Mosul's Zengid ruler, [[Izz al-Din Mas'ud]], in March 1186. A few months later, Baldwin{{nbsp}}V died, and a power struggle began in Jerusalem. Raymond summoned the barons to [[Nablus]] to a general council. In his absence, Sybilla's supporters, led by Joscelin and Raynald, took full control of Jerusalem, Acre and Beirut. Patriarch [[Heraclius of Jerusalem]] crowned her queen and appointed Guy her co-ruler. The barons assembling at Nablus offered the crown to Isabella's husband [[Humphrey&nbsp;IV of Toron]], but he submitted to Sybilla to avoid a civil war. After his desertion, all the barons but [[Baldwin of Ibelin]] and Raymond swore fealty to the royal couple. Baldwin went into exile, and Raymond forged an alliance with Saladin. Raynald seized another caravan, which violated the truce and prompted Saladin to assemble his forces for the jihād. Raymond allowed Muslim troops to pass through Galilee to raid around Acre. His shock at the Frankish defeat in the resulting [[Battle of Cresson]] brought him to reconciliation with Guy.{{sfn|Barber|2012|pp=290–299}}{{sfn|Tyerman|2007|pp=364–367}}
 
Guy now gathered a large force, committing all of his kingdom's available resources. The leadership divided on tactics. Raynald urged an offensive, while Raymond proposed defensive caution, although Saladin was besieging his castle at Tiberias. Guy decided to deal with the siege. The march towards Tiberias was arduous, and Saladin's troops overwhelmed the exhausted Frankish army [[Battle of Hattin|at the Horns of Hattin]] on 4{{nbsp}}July 1187. Hattin was a massive defeat for the Franks. Nearly all the major Frankish leaders were taken prisoner, but only Raynald and the armed monks of the military orders were executed. Raymond was among the few Frankish leaders who escaped captivity. He fell seriously ill after reaching Tripoli. Within months after Hattin, Saladin conquered almost the entire kingdom. The city of [[Siege of Jerusalem (1187)|Jerusalem surrendered]] on 2{{nbsp}}October 1187. There were no massacres following the conquest, but tens of thousands of Franks were enslaved. Those who could negotiate a free passage or were ransomed swarmed to Tyre, Tripoli, or Antioch. [[Conrad of Montferrat]] commanded the [[Siege of Tyre (1187)|defences of Tyre]]. He was William's brother and arrived only days after Hattin. The childless Raymond died, and BohemondBoamundus's younger son, also called [[Bohemond IV of Antioch|BohemondBoamundus]], assumed power in Tripoli.{{sfn|Barber|2012|pp=299–315}} After news of the Franks' devastating defeat at Hattin reached Italy, [[Pope Gregory&nbsp;VIII]] called for a [[Third Crusade|new crusade]]. Passionate sermons raised religious fervour, and it is likely that more people took the crusader oath than during recruitment for the previous crusades.{{sfn|Tyerman|2019|pp=191–197}}
 
Bad weather and growing discontent among his troops forced Saladin to abandon the siege of Tyre and allow his men to return to Iraq, Syria, and Egypt early in 1188. In May, Saladin turned his attention to Tripoli and Antioch. The arrival of [[William&nbsp;II of Sicily]]'s fleet saved Tripoli. Saladin released Guy on the condition that he go overseas and never bear arms against him.{{sfn|Barber|2012|pp=307–317}} Historian Thomas Asbridge proposes that Saladin likely anticipated that a power struggle between Guy and Conrad was inevitable and it could weaken the Franks. Indeed, Guy failed to depart for Europe.{{sfn|Asbridge|2012|p=398}} In October, BohemondBoamundus asked Saladin for a seven-month truce, offering to surrender the city of Antioch if help did not arrive. Saladin's biographer [[Ali ibn al-Athir]] wrote, after the Frankish castles were starved into submission, that "the Muslims acquired everything from as far as [[Aqaba|Ayla]] to the furthest districts of Beirut with only the interruption of Tyre and also all the dependencies of Antioch, apart from [[Al-Qusayr, Syria|al-Qusayr]]".{{sfn|Barber|2012|pp=322–323}}
 
=== Pemulihan dan perang saudara (tahun 1189 sampai 1243) ===
Baris 126 ⟶ 127:
After an [[Attrition warfare|attritional]] siege, the Muslim garrison surrendered Acre, and Philip and most of the French army returned to Europe. Richard led the crusade [[Battle of Arsuf|to victory]] at [[Arsuf]], capturing Jaffa, Ascalon and [[Darum]]. Internal dissension forced Richard to abandon Guy and accept Conrad's kingship. Guy was compensated with possession of Cyprus. In April 1192, Conrad was assassinated in Tyre. Within a week, the widowed Isabella was married to [[Henry II, Count of Champagne|Henry, Count of Champagne]].{{sfn|Barber|2012|pp=330–338}} Saladin did not risk a defeat in a pitched battle, and Richard feared the exhausting march across arid lands towards Jerusalem. As he fell ill and needed to return home to attend to his affairs, a three-year truce was agreed in September 1192. The Franks kept land between Tyre and Jaffa, but dismantled Ascalon; Christian pilgrimages to Jerusalem were allowed. Frankish confidence in the truce was not high. In April 1193, [[Geoffroy de Donjon]], head of the Kesatria Panti Husada, wrote in a letter, 'We know for certain that since the loss of the land the inheritance of Christ cannot easily be regained. The land held by the Christians during the truces remains virtually uninhabited.'{{sfn|Barber|2012|pp=353–354}}{{sfn|Cobb|2016|pp=203–204}} The Franks' strategic position was not necessarily detrimental: they kept the coastal towns and their frontiers shortened. Their enclaves represented a minor threat to the Ayyubids' empire in comparison with the Artuqids, Zengids, Seljuks of Rum, Cilician Armenians or [[Georgians]] in the north. After Saladin died in March 1193, none of his sons could assume authority over his [[Ayyubid dynasty|Ayyubid]] relatives, and the dynastic feud lasted for almost a decade.{{sfn|Cobb|2016|pp=203–204}}{{sfn|Holt|1986|pp=60–62}} The Ayyubids agreed near-constant truces with the Franks and offered territorial concessions to keep the peace.{{sfn|Köhler|2013|pp=269–270}}
[[File:Anatolia1200.png|thumb|left|alt=Map of Lesser Armenia and its surroundings in 1200| Map of Lesser Armenia in 1200]]
[[File:Anatolia1200.png|thumb|left|alt=MapBoamundus of Lesser Armenia and its surroundings in 1200| Map of Lesser Armenia in 1200]]Bohemond{{nbsp}}III of Antioch did not include his recalcitrant Cilician Armenian vassal [[Leo I, King of Armenia|Leo]] in his truce with Saladin in 1192. Leo was Ruben{{nbsp}}III's brother. When Ruben died, Leo replaced his daughter and heir, [[Alice of Armenia|Alice]]. In 1191, Saladin abandoned a three-year occupation of the northern Syrian castle of [[Bagras]], and Leo seized it, ignoring claims of the Templars and BohemondBoamundus. In 1194, BohemondBoamundus accepted Leo's invitation to discuss Bagras' return, but Leo imprisoned him, demanding Antioch for his release. The Greek population and the Italian community rejected the Armenians, and formed a [[Medieval commune|commune]] under BohemondBoamundus's eldest son, [[Raymond IV, Count of Tripoli|Raymond]]. BohemondBoamundus was released when he abandoned his claims on Cilicia, forfeiting Bagras and marrying Raymond to Alice. Any male heir of this marriage was expected to be the heir to both Antioch and Armenia. When Raymond died in 1197, BohemondBoamundus sent Alice and Raymond's posthumous son [[Raymond-Roupen]] to Cilicia. Raymond's younger brother BohemondBoamundus{{nbsp}}IV came to Antioch, and the commune recognised him as their father's heir.{{sfn|Burgtorf|2016|pp=200–201}} In September 1197, Henry of Champagne died after falling out a palace window in the kingdom's new capital Acre. The widowed Isabella married Aimery of Lusignan who had succeeded Guy in Cyprus.{{sfn|Asbridge|2012|p=538}} Saladin's ambitious brother [[Al-Adil&nbsp;I]], reunited Egypt and Damascus under his rule by 1200. He expanded the truces with the Franks and enhanced commercial contacts with Venice and Pisa.{{sfn|Holt|1986|pp=60–62}} Bohemond&nbsp;Boamundus III died in 1201. The [[commune of Antioch]] renewed its allegiance to BohemondBoamundus{{nbsp}}IV, although several nobles felt compelled to support Raymond-Roupen and joined him in Cilicia. Leo of Cilicia launched a series of military campaigns to assert Raymond-Roupen's claim to Antioch. BohemondBoamundus made alliances with Saladin's son, [[Az-Zahir Ghazi]] of Aleppo, and with [[Suleiman II of Rûm|Suleiman{{nbsp}}II]], the Sultan of Rum. As neither BohemondBoamundus nor Leo could muster enough troops to defend their Tripolitan or Cilician hinterland against enemy invasions or rebellious aristocrats and to garrison Antioch simultaneously, the [[War of the Antiochene Succession]] lasted for more than a decade.{{sfn|Burgtorf|2016|pp=201–202}}
 
The Franks knew they could not regain the Holy Land without conquering Egypt. The leaders of the [[Fourth Crusade]] planned an invasion of Egypt but [[Sack of Constantinople|sacked Constantinople]] instead.{{sfn|Cobb|2016|pp=204–206}} Aimery and Isabella died in 1205. Isabella's daughter by Conrad, [[Maria of Montferrat]], succeeded, and Isabella's half-brother, [[John of Ibelin, the Old Lord of Beirut|John of Ibelin]], became regent. The regency ended with Maria's marriage in 1210 to [[John of Brienne]], a French aristocrat and experienced soldier. After her death two years later, John ruled as regent for their infant daughter, [[Isabella II of Jerusalem|Isabella{{nbsp}}II]].{{sfn|Asbridge|2012|pp=538–539}} He participated in a military campaign against Cilicia, but it did not damage Leo's power. Leo and Raymond-Roupen had exhausted Antioch with destructive raids and occupied the city in 1216. Raymond-Roupen was installed as prince and Leo restored Bagras to the Templars. Raymond-Roupen could not pay for the aristocrats' loyalty in his impoverished principality and BohemondBoamundus regained Antioch with local support in 1219.{{sfn|Burgtorf|2016|pp=201–203}} The personal union between Antioch and Tripoli proved lasting, but in fact both crusader states disintegrated into small city-states.{{sfn|Tyerman|2019|p=267}} Raymond-Roupen fled to Cilicia, seeking Leo's support, and when Leo died in May, attempted to gain the throne against Leo's infant daughter [[Isabella, Queen of Armenia|Isabella]].{{sfn|Burgtorf|2016|pp=201–203}}
 
John of Brienne was leader of a [[Fifth Crusade|gathering crusade]] but [[Frederick II, Holy Roman Emperor|Frederick{{nbsp}}II]], the ruler of Germany and Sicily, was expected to assume control on his arrival; the papal legate, [[Pelagio Galvani|Cardinal Pelagius]], controlled the finances from the west. The crusaders invaded Egypt and [[Siege of Damietta (1218–1219)|captured Damietta]] in November 1219. The new sultan of Egypt [[Al-Kamil]] repeatedly offered the return of Jerusalem and the Holy Land in exchange for the crusaders' withdrawal. His ability to implement his truce proposals was questionable for his brother [[Al-Mu'azzam Isa]] ruled the Holy Land. The crusaders knew that their hold on the territory would not be secure as long as the castles in Oultrejourdain remained in Muslim hands. Prophecies about their inevitable victory spread in their camp, and Al-Adil's offer was rejected. After twenty-one months of stalemate, the crusaders marched on Cairo before being trapped between the [[Nile floods]] and the Egyptian army. The crusaders surrendered Damietta in return for safe conduct, ending the crusade. {{sfn|Tyerman|2019|pp=263–267}} While staying in Damietta, Cardinal Pelagius sent reinforcements to Raymond-Roupen in Cilicia, but [[Constantine of Baberon]], who was regent for the Cilician queen, acted quickly. He captured Raymond-Roupen, who died in prison. The queen was married to BohemondBoamundus's son, [[Philip of Antioch|Philip]] to cement an alliance between Cilicia and Antioch. A feud between the two nations broke out again after neglected Armenian aristocrats murdered Philip in late 1224. An alliance between the Armenians and his former Ayyubid allies in Aleppo foiled BohemondBoamundus's attempts at revenge.{{sfn|Burgtorf|2016|pp=203, 207–208}}
[[File:BritLibRoyal14CVIIFol123FredIIAndIsabellaWed.jpg|thumb|alt=13th-century manuscript depicting the marriage of Frederick and Isabella |right|A 13th-century manuscript of the marriage of Frederick and Isabella]]
Baris 140 ⟶ 142:
 
[[File:Krak des Chevaliers 01.jpg|thumb|alt=Modern photograph of Krak des Chevaliers castle| [[Krak des Chevaliers]]]]
Feuds between rival candidates to the regency and commercial conflicts between Venice and Genoa resulted in a new civil war in 1256 known as the [[War of Saint Sabas]]. The pro-Venetian [[Bohemond VI of Antioch|Bohemond&nbsp;Boamundus VI]]'s conflict with his Genoese vassals the [[Embriaco family|Embriaci]] brought the war to Tripoli and Antioch.{{sfn|Tyerman |2007|pp=727–728}} In 1258, the {{lang|tk|[[Ilkhan (title)|Ilkhan]]}} [[Hulagu Khan|Hulagu]], younger brother of the Great Khan [[Möngke Khan|Möngke]], [[Siege of Baghdad (1258)|sacked Baghdad]] and ended the Abbasid Caliphate. Two years later, [[Hethum I, King of Armenia|Hethum&nbsp;I of Cilicia]] and Bohemond&nbsp;Boamundus VI joined forces with the Mongols in the [[Siege of Aleppo (1260)|sack of Aleppo]], when BohemondBoamundus set fire to [[Great Mosque of Aleppo|its mosque]], and in the conquest of northern Syria. The Mongols emancipated the Christians from their {{lang|ar|dhimmi}} status, and the local Christian population cooperated with the conquerors. Jerusalem remained neutral when the Mamluks of Egypt moved to confront the Mongols after Hulagu, and much of his force moved east on the death of Möngke to address the Mongol succession. The Mamluks defeated the greatly reduced Mongol army [[Battle of Ain Jalut|at Ain Jalut]]. On their return, the Mamluk sultan [[Qutuz]] was assassinated and replaced by the general [[Baibars]]. Baibars revived Saladin's empire by uniting Egypt and Syria and held Hulagu in check through an alliance with the Mongols of the [[Golden Horde]].{{sfn|Holt|1986|pp=87–94}}{{sfn|Cobb|2016|pp=222–226}} He reformed governance in Egypt, giving power to the elite {{lang|ar|mamluks}}. The Franks did not have the military capability to resist this new threat. A Mongol garrison was stationed at Antioch, and individual Frankish barons concluded separate truces with Baibars. Determined to conquer the crusader states, he captured [[Caesarea Maritima|Caesarea]] and Arsuf in 1265 and [[Safed]] in 1266, and [[Siege of Antioch (1268)|sacked Antioch]] in 1268. Jaffa surrendered and Baibers weakened the military orders by capturing the castles of [[Krak des Chevaliers]] and [[Montfort Castle|Montfort]] before returning his attention to the Mongols of the [[Ilkhanate]] for the rest of his life. Massacres of the Franks and native Christians regularly followed a Mamluk conquest.{{sfn|Jotischky|2004|pp=239–240}}{{sfn|Tyerman |2007|pp=728, 806–807}}
In 1268, the new Sicilian king [[Charles&nbsp;I of Anjou]] executed [[Conradin]], the titular king of Jerusalem, in Naples after his victory [[Battle of Tagliacozzo|at Tagliacozzo]].{{sfn|Tyerman|2019|p=353}} Isabella&nbsp;I's great grandson [[Hugh&nbsp;III of Cyprus]] and her granddaughter [[Maria of Antioch (pretender)|Maria of Antioch]] disputed the succession. The barons preferred Hugh, but in 1277 Maria sold her claim to Charles. He sent [[Roger of San Severino]] to act as {{lang|fr|bailli}}. With the support of the Templars, he blocked Hugh's access to Acre, forcing him to retreat to Cyprus, again leaving the kingdom without a resident monarch.{{sfn|Jotischky|2004|pp=240–241}} The Mongols of the Ilkhanate sent embassies to Europe proposing anti-Mamluk alliances, but the major western rulers were reluctant to launch a new crusade for the Holy Land. The [[War of the Sicilian Vespers]] weakened Charles's position in the west. After his death in 1285, [[Henry&nbsp;II of Cyprus]] was acknowledged as Jerusalem's nominal king, but the rump kingdom was in fact a mosaic of autonomous lordships, some under Mamluk suzerainty.{{sfn|Tyerman |2007|pp=816–818}} In 1285, the death of the warlike {{lang|tk|Ilkhan}} [[Abaqa Khan|Abaqa]], combined with the Pisan and Venetian wars with the Genoese, finally gave the Mamluk sultan, [[Al-Mansur Qalawun]], the opportunity to expel the Franks. In 1289 he [[Fall of Tripoli (1289)|destroyed]] Genoese-held Tripoli, enslaving or killing its residents. In 1290, Italian crusaders broke his truce with Jerusalem by killing Muslim traders in Acre. Qalawun's death did not hinder the successful Mamluk [[Siege of Acre (1291)|siege of the city]] in 1291. Those who could fled to Cyprus, while those who could not were slaughtered or sold into slavery. Without hope of support from the West, Tyre, Beirut, and Sidon all surrendered without a fight. The Mamluk policy was to destroy all physical evidence of the Franks; the destruction of the ports and fortified towns ruptured the history of a [[littoral zone|coastal]] city civilisation rooted in antiquity.{{sfn|Jotischky|2004|pp=241–243}} -->
 
== Penyelenggaraan dan lembaga negara ==
==Government and institutions==
ModernHistoriografi historiographymodern hassudah focusedmenumpukan onperhatiannya thekepada kingdomKerajaan ofYerusalem, Jerusalem.kemungkinan Possiblybesar thiskarena isketerkaitannya relateddengan totujuan itPerang beingSalib the objective of the First CrusadeI, asmaupun welldengan ascitra thekota perceptionYerusalem ofsebagai thepusat citydan beingkota the centre and chief city of medievalutama [[ChristendomDunia Kristen]]. However,pada researchAbad intoPertengahan. theMeskipun kingdomdemikian, doespenelitian notterhadap provideKerajaan aYerusalem comprehensivetidak commonmenghasilkan templatesuatu forpola theacuan developmentumum ofyang thekomprehensif otherbagi pengembangan permukiman-permukiman Latin settlementslainnya.{{sfn|Asbridge|2000 |p=4}} Jerusalem'sPenyelenggaraan royalnegara administrationKerajaan wasYerusalem basedberpusat indi thekota cityYerusalem untilsampai itkota wasitu lostdirebut Salahuddin, anddan thenselanjutnya inberpusat Acredi kota Ako. ItPenyelenggaraan featurednegara thetersebut typicalmenampakkan householdunsur-unsur officersyang oflazim mostdijumpai Westerndi rulers:dalam amajelis cleric-ledistana [[ChanceryEropa (medievalBarat office)pada umumnya, yaitu rohaniwan kepala [[cancellaria|chancerykepaniteraan]], [[Officers of the KingdomPegawai ofKerajaan JerusalemYerusalem#ConstablesJagabaya|constablejagabaya]], [[OfficersPegawai ofKerajaan the Kingdom of JerusalemYerusalem#MarshalsMarsekal|marshalmarsekal]], [[OfficersPegawai ofKerajaan theYerusalem#Kepala Kingdomrumah oftangga Jerusalem#Chamberlainsistana|chamberlainkepala rumah tangga istana]], [[Officers of the KingdomPegawai ofKerajaan JerusalemYerusalem#ChancellorsKanselir|chancellorkanselir]], [[OfficersPegawai ofKerajaan the Kingdom of JerusalemYerusalem#SeneschalsSeneskal|seneschalseneskal]], anddan [[OfficersPegawai ofKerajaan the Kingdom of JerusalemYerusalem#ButlersKepala pelayan|butlerkepala pelayan]]. RoyalPenyelenggaraan territorypemerintahan wasdaerah directlydi administereddalam bywilayah Viscounts.kedaulatan negara ditangani langsung oleh para bupati muda.{{Sfn|Murray|Nicholson|2006|p=671}} AllSemua tangiblebarang evidencebukti ofkeberadaan thehukum writtentertulis lawsudah wasmusnah lostketika inYerusalem 1187jatuh whenke thetangan FranksMuslim lostpada thetahun city of Jerusalem to the Muslims1187.{{sfn|Prawer|1972|p=122}} TheMajelis courtsistana ofPangeran theAntiokhia princesserupa ofdengan Antiochmajelis wereistana similarYerusalem. andMajelis createdistana theAntiokhia menghasilkan kitab undang-undang [[Italo-orang Norman-Italia]] lawsyang thatkelak werediadopsi alsonegara laterArmenia adoptedKilikia, byyakni Cilicianundang-undang Armenia,yang knowndikenal asdengan thesebutan [[AssizesAmar ofPutusan AntiochAntiokhia]]. TheseUndang-undang haveini survivedterlestarikan inlewat 13thnaskah-centurynaskah Armenianterjemahannya translationske dalam bahasa Armenia yang dikerjakan pada abad ke-13. RelationshipsWarga amongnegara Antioch'sAntiokhia variousyang Frankish,majemuk (terdiri atas orang SyrianPeringgi, GreekSuriah, JewishYunani, ArmenianYahudi, anddan Muslim) pada umumnya hidup berdampingan inhabitantssecara wererukun generallydan gooddamai.{{sfn|Burgtorf|2006|p=74}}<!-- The brief existence of the uniquely-landlocked Edessa means it is the least studied, but its history is traceable to Armenian and Syriac chronicles in addition to Latin sources. Like Jerusalem the political institutions appear to have reflected the northern French roots of the founders, although the membership of city councils included indigenous Christians. The population was diverse, including Armenian Orthodox, Greeks known as [[Melkite]]s, Syrian Orthodox known as Jacobites, and Muslims.{{sfn|MacEvitt|2006|pp=379-385}} In Tripoli, the fourth Frankish state, Raymond of Saint-Gilles and his successors ruled directly over several towns, granting the rest as fiefs to lords originating in Languedoc and Provence, and Gibelet was given to the Genoese in return for naval support. In the 12th{{nbsp}}century this system provided a total of 300 knights, a much smaller army than Antioch or Jerusalem. Architectural and artistic activity in Lebanese churches provide evidence that the indigenous populations prospered under Frankish rule, in part due to its remoteness from the worst impacts of Saladin’s conquests in 1187–1188. These were Arabic-speaking Melkites, [[Monophysites]], Nestorians, Syrians, and large numbers of Syriac-speaking Maronites with their own clerical hierarchies. The Greek Orthodox Church was restricted, as in Jerusalem. There were similar self-governing Muslim communities of [[Druze]] and [[Alawites]], including Isma’ili, in the frontier areas to the north. The multi-ethnic structure may well have been more pronounced in Tripoli and in the 12th{{nbsp}}century there may have been a southern French culture, although this characteristic faded over time.{{sfn|Richard|2006|pp=379-385}}
 
ThePeran kingutama ofRaja Jerusalem'sYerusalem foremostadalah rolesebagai waspanglima asangkatan leaderperang offeodal thedalam feudalpeperangan hostyang duringnyaris thetak nearberkesudahan pada dasawarsa-constantdasawarsa warfareawal inabad theke-12. earlyRaja decadesjarang ofmengaruniakan thetanah 12th{{nbsp}}century.maupun Thewewenang kingskepala daerah. rarelyTanah awardedmaupun landwewenang orkepala lordships,daerah andyang thosedianugerahkan theyraja didpun frequentlysering becamekali vacantmenjadi andtak revertedbertuan todan thekembali crownke becausetangan ofraja theakibat hightingginya mortalityangka ratekematian. Their followers' loyalty was rewarded with city incomes. Through this, the domain of the first five rulers was larger than the combined holdings of the nobility. These kings of Jerusalem had greater internal power than comparative western monarchs, but they lacked the personnel and administrative systems necessary to govern such a large realm.{{sfn|Prawer|1972|pp=104–105}}
[[File:Principado de Galileen.jpg|thumb|upright=1.35|left|alt=Map of the feudatories of the king of Jerusalem in 1187|Daerah-daerah bumi lungguh Raja Yerusalem pada tahun 1187]]
[[File:Principado de Galileen.jpg|thumb|upright=1.35|left|alt=Map of the feudatories of the king of Jerusalem in 1187| The feudatories of the king of Jerusalem in 1187]]In the second quarter of the century, magnates like Raynald of Châtillon, Lord of [[Oultrejordain]], and [[Raymond&nbsp;III, Count of Tripoli]], PrincePangeran of GalileeGalilea, established baronial dynasties and often acted as autonomous rulers. Royal powers were done away with, and governance was undertaken within the feudatories. The remaining central control was exercised at the High Court or {{lang|fr|[[Haute Cour]]}}, which was also known in Latin as {{lang|la|Curia generalis}} and {{lang|la|[[Curia regis]]}}, or in vernacular French as {{lang|fr|[[parlement]]}}. These meetings were between king and tenants in chief. The duty of the vassal to give counsel developed into a privilege and then the monarch's legitimacy depended on the court's agreement.{{sfn|Prawer|1972|pp=112–114}} The High Court was the great barons' and the king's direct vassals. It had a quorum of the king and three [[tenants-in-chief]]. InPada tahun 1162, the {{lang|fr|[[assise sur la ligece]]}} (roughly, 'Assize on liege-homage') expanded the court's membership to all 600 or more fief-holders. Those paying direct homage to the king became members of the {{lang|fr|Haute Cour}}. By the end of the 12th{{nbsp}}century, they were joined by the leaders of the military orders and in the 13th{{nbsp}}century the Italian communes.{{sfn|Prawer|1972|pp=112–117}} The leaders of the Third Crusade ignored the monarchy. The kings of England and France agreed on the division of future conquests, as if there was no need to consider the local nobility. Prawer felt the weakness of the crown of Jerusalem was demonstrated by the rapid offering of the throne to Conrad of Montferrat in 1190 and then Henry&nbsp;II, Count of Champagne, in 1192 although this was given legal effect by Baldwin&nbsp;IV's will stipulating if Baldwin&nbsp;V died a minor, the pope, the kings of England and France, and the Holy Roman Emperor would decide the succession.{{sfn|Prawer|1972|pp=107–108}}
Prior to the 1187 defeat at Hattin, laws developed by the court were recorded as {{lang|fr|[[assises]]}} in ''Letters of the Holy Sepulchre''.{{sfn|Prawer|1972|p=122}} All written law was lost in the fall of Jerusalem. The legal system was now largely based on custom and the memory of the lost legislation. The renowned jurist [[Philip of Novara]] lamented, 'We know [the laws] rather poorly, for they are known by hearsay and usage...and we think an assize is something we have seen as an assize...in the kingdom of Jerusalem [the barons] made much better use of the laws and acted on them more surely before the land was lost.' An idyllic view of the early 12th{{nbsp}}century legal system was created. The barons reinterpreted the {{lang|fr|assise sur la ligece}}—which Almalric&nbsp;I intended to strengthen the crown—to constrain the monarch instead, particularly regarding the monarch's right to confiscate feudal fiefs without trial. The loss of the vast majority of rural fiefs led the baronage to evolve into an urban mercantile class where knowledge of the law was a valuable, well-regarded skill and a career path to higher status.{{sfn|Jotischky|2004|p=228}}
Baris 158 ⟶ 161:
 
== Militer ==
=== UkuranKekuatan kekuatantempur dan perekrutan ===
Semua perkiraan jumlah kekuatan angkatan perang Peringgi maupun angkatan perang Muslim tidak dapat dipastikan kebenarannya. Peninggalan-peninggalan tertulis yang ada mengindikasikan bahwa kemungkinan besar orang Peringgi di Outremer membentuk angkatan perang terbesar di Dunia Kristen Katolik. Seawal-awalnya pada tahun 1111, keempat negara Tentara Salib mengerahkan 16.000 prajurit untuk melancarkandalam kampanye militer gabungan melawan Syaizar. Edesa dan Tripoli membentuk angkatan perang yang terdiri atas 1.000 sampai 3.000 prajurit, Antiokhia dan Yerusalem mengerahkan 4.000 sampai 6.000 prajurit. Sebagai pembandingperbandingan, [[William theSang ConquerorPenakluk|WilelmuWilelmus Penakluk]] mengepalai 5.000 sampai 7.000 prajurit dalam [[Pertempuran Hastings]], sementara 12.000 Tentara Salib bertempur melawan [[Moor|orang Moro]] dalam [[Pertempuran Las Navas de Tolosa]] di Iberia.{{sfn|Morton|2020|pp=9–11, 32, 41, 47–48, 153–159}} Di antara lawan-lawan terawal orang Peringgi, Khilafahkhilafah Bani Fatimah memiliki 10.000 sampai 12.000 prajurit, para penguasaEmir Halab memiliki 7.000 sampai 8.000 prajurit, dan para Atabeg Damsyik memimpin 2.000 sampai 5.000 prajurit. Wangsa Artuk mampu mengupah sampai 30.000 orang Turki, tetapi para pejuang kelana ini tidak cocok dikerahkan dalam aksi-aksi pengepungan yang berlangsung lama. Sesudah mempersatukan Mesir, Suriah, dan sebagian besar wilayah Irak, Salahuddin membentuk angkatan perang berkekuatan kurang lebih 20.000 prajurit. Demi menghadapi Salahuddin, orang Peringgi buru-buru menambah jumlah prajuritnya hingga mencapai 18.000 orang, tapitetapi harus dibarengi langkah-langkah pengetatan anggaran.{{sfn|Morton|2020|pp=55, 57, 64, 69, 90–91, 160–161}} Pada abad ke-13, kendali atas kegiatan perdagangan yang menguntungkan di Ako memungkinkan pemerintah Peringgi untuk mempertahankan jumlah kekuatan angkatan perang yang cukup besar.{{sfn|Tyerman|2007|pp=717, 970 (keterangan nomor 10)}} Dalam [[Pertempuran La Forbie]], 16.000 pejuang Peringgi gugur di medan laga, tetapi pertempuran ini adalah kali terakhir segenap angkatan perang Yerusalem berlaga dalam pertempuran terbuka.{{sfn|Jotischky|2004|p=246}} Dalam peristiwa pengepungan Ako tahun 1291, kurang lebih 15.000 prajurit Peringgi dikerahkan untuk membendung serangan 60.000 pejuang Mamluk.{{sfn|Tyerman|2007|p=820}}
 
Kekuatan militer negara-negara Tentara Salib lebih banyak bergantung kepada empat golongan utama prajurit, yaitu bangsawan bawahan, prajurit upahan, perantau dari Eropa Barat, dan prajurit tarekat tentara.{{sfn|Morton|2020|pp=143–144}} Para bangsawan bawahan diharapkan untuk menunaikan kewajiban militernya secara langsung selaku kesatria berkuda bobot-berat atau bintara bersenjata ringan. Bangsawati-bangsawati lajang yang memilikipemangku bumi lungguh harus mempekerjakan prajurit upahan, sama dengan cara penunaian kewajiban militer yang berlaku bagi seorang bangsawan bawahan yang belum cukup umur. Yang cacat dan yang berumur di atas enam puluh tahun diwajibkan menyerahkan kuda dan persenjataannya kepada majikannyamajikan. Bangsawan bawahan yang berkewajiban mengerahkan lebih dari satu tenaga prajurit harus mengerahkan para bawahannya atau mempekerjakan para prajurit upahan.{{sfn|Edbury|1977|pp=331–337}} Angkatan perang seorang majikan feodal bisa saja cukup besar. Sebagai contoh, dalam kampanye militer gabungan Antiokhia-Edesa melawan Mawdud pada tahun 1111, ada 60 prajurit berkuda dan 100 prajurit pejalan kaki mendampingi Rikardus bangsawan Salerno, yang ketikasaat itu bergelarmenjabat selaku [[Tuan Besar Maras]].{{sfn|Morton|2020|pp=11, 40}} Banyaknya keluhan soal kesulitan para penguasa Peringgi membayar upah prajurit menunjukkan betapa pentingnya tenaga prajurit upahan dalam urusan peperangan di Levans. PrajuritPara prajurit upahan secara teratur dipekerjakan untuk kepentingan kampanye-kampanye militer, untukdijadikan pasukan mengawalpengawal benteng-benteng, dan khusus di Antiokhia dijadikan abdi dalem bersenjata.{{sfn|Morton|2020|pp=144–151}} Negara-negara Tentara Salib sukar sekali bertahan andaikata tidak ada dukungan tetap dari Eropa Barat. Para peziarah bersenjata yang tiba dalam situasi genting dapat saja menjadi juru selamat, contohnya para peziarah yang mendarat tepat sesudah Raja Balduinus I terkecundangmengalami kekalahan di Ramlah pada tahun 1102. Para pendatang dari Eropa Barat enggan tunduk kepada wewenangpara penguasa Peringgi.{{sfn|Morton|2020|pp=255–257}}
 
=== Tarekat tentara ===
{{Main|Ordo militer|l1=Tarekat tentara}}
[[Image:Baldwin II ceeding the Temple of Salomon to Hugues de Payens and Gaudefroy de Saint-Homer.jpg|thumb|[[Baudouin II dari Yerusalem|Raja Balduinus II]] mengaruniakan Mesjid Aqsa kepada [[Hugues de Payens]], [[Miniatur (naskah beriluminasi)|miniatur]] dari abad ke-13]]
Tarekat-tarekat tentara muncul sebagai bentuk baru dari [[organisasi keagamaan]] dalamuntuk menanggapi tantangan ketidakstabilan di perbatasan wilayah Kristen. Tarekat tentara yang pertama, yakni Tarekat Kesatria Haikal, adalah hasil pengembangan sebuah serikat persaudaraan kesatria yang erat kaitannya dengan Gereja Makam Kudus. Sekitar tahun 1119, para kesatria tersebut mengikrarkan kaul kemurnian, kemiskinan, dan ketaatan seperti yang dilakukan para ahli zuhud Kristen, dan mendarmabaktikan jiwa dan raganyaraga bagi perlindungan para peziarah Kristen yang menyambangi Yerusalem. Perjodohan ganjil semangat zuhud dan keperwiraan ini tidak disambut hangat oleh khalayak ramai, tetapi berhasil menarik simpati seorang tokoh yang disegani di Dunia Kristen, yakni [[Bernardus dari Clairvaux|Bernardus]], [[abbas|kepala biara]] tarekat [[Sistersien]] Klaravalis. Tata tertib zuhud Tarekat Kesatria Haikal akhirnya disahkan dalam [[Konsili Troyes]] tahun 1129. Namanya diembel-embeli kata ''haikal'' lantaran tarekat ini mula-mula bermarkas di Mesjid Aqsa, yakni bangunangedung yang disebut ''[[Bait Salomo|Haikal SalomoSulaiman]]'' oleh orang Peringgi.{{sfn|Tyerman|2019|pp=153–154}}{{sfn|Jaspert|2006|pp=144, 146–147}} Komitmen Kesatria Haikal untuk membela saudara-saudari seimannya terbukti merupakan suatu gagasan yang menarik, sehingga merangsang pembentukan tarekat-tarekat tentara baru, yang di Outremer senantiasa dilakukan lewat jalan militerisasi organisasi-organisasi amal-kasih. Tarekat Kesatria Panti Husada adalah contoh tarekat tentara yang paling awal dibentuk mengikuti jejak Tarekat Kesatria Haikal. TarekatMulanya tarekat ini mula-mula adalah serikat persaudaraan juru rawat di sebuah balai kesehatan yang didirikan para saudagar asal Amalfi di Yerusalem, dan mulai menjalankan fungsi-fungsi ketentaraan pada dasawarsa 1130-an. Kemudian hari ada tiga lagi tarekat tentara yang terbentuk di Levans, yaitu [[Tarekat Santo Lazarus]] yang dibentuk pada dasawarsa 1130-an untuk mewadahi para juru rawat panti kusta, [[Ordo Teutonik|Tarekat Kesatria Teuton]] yang dibentuk bangsa Jerman pada tahun 1198, dan [[Kesatria Santo Tomas|Tarekat Santo Tomas di Ako]] yang dibentuk bangsa Inggris pada tahun 1228.{{sfn|Jaspert|2006|pp=144, 146}}{{sfn|Tyerman|2019|pp=154–156}}
 
Karena kerap menerima derma dari seluruh Eropa dan Levans, Tarekat Kesatria Panti Husada, Tarekat Kesatria TemplarsHaikal, dan sampai taraf tertentu juga Tarekat Kesatria Teuton menjadi lembaga-lembaga denganpemilik harta kekayaan yang lumayan besar. Harta benda milik tarekat yang tersebar di mana-mana dikelola melalui suatu jaringan luas markas cabang. Setiap markas cabang diwajibkan mentransfer sebagian (pada umumnya sepertiga) pendapatannya ke markas besar di Yerusalem. Lantaran kegiatan transfer emas dan uang secara teratur membutuhkan pengembangan sistem logistik dan sistem keuangan yang rumit, ketiga tarekat tersebut beroperasi sebagai bentuk-bentuk perdana dari lembaga kredit dan balai dagang yang supranasional. Jejaring yang luas memperlancar kegiatan transfer uang, karena dana yang disimpan di sebuah markas cabang dapat dicairkan di markas cabang yang lain, dan pinjaman yang diterima di suatu negara dapat dilunasi di negara lain.{{sfn|Jaspert|2006|pp=151–153, 160–161}} Tarekat Kesatria Panti Husada tidak pernah melalaikan karya amal mereka. Balai pengobatan mereka di Yerusalem melayani ratusan pasien pria maupun wanita dari berbagai agama. Mereka juga menyantuni para peziarah, wanita hamil, anak-anak terlantar, dan fakir miskin.{{sfn|Tyerman|2019|p=155}} Meskipun demikandemikian, memerangi orang kafir tetap menjadi kewajiban utama tarekat-tarekat tentara. Sebagai pasukan-pasukan [[tentara permanen]] perdana, tarekat-tarekat ini menjadi salah satu unsur penting dari kekuatan pertahanan negara-negara Tentara Salib. Para bruder-kesatria beserta para pelayan bersenjata mereka merupakan prajurit-prajurit profesional yang mengikrarkan kaul-kaul zuhud. Mereka mengenakan pakaian seragam tarekat yang selalu dihiasi tanda salib dan menunjukkan pangkat pemakainya.{{sfn|Jaspert|2006|pp=155–156, 158–160}} Lantaran jarang memiliki cukup dana untuk mengongkosi usaha pertahanan di perbatasan wilayah, para penguasa dan kaum bangsawanningrat tak sungkan-sungkan menyerahkan benteng-benteng perbatasan mereka kepada tarekat-tarekat tentara. Contoh-contoh paling awal dari benteng perbatasan yang diserahkan kepada tarekat tentara antara lain adalah [[Bayt Jibrin|Bet Gibelin]] di Yerusalem, dan Krak des Chevaliers di Tripoli. Kedua benteng tersebut dikuasai Tarekat Kesatria Panti Husada.{{sfn|Jotischky|2004|pp=87–89}}
 
=== Senjata dan taktik ===
Baris 176 ⟶ 179:
 
=== Kelemahan dan kemunduran ===
Karena orang Peringgi tidak mampu mengatasimenanggulangi musibahkerugian seefektif musuh-musuhnya, kekalahan di dalam perang yang besar dapat saja membahayakan keberadaan sebuah negara Tentara Salib. Contohnya antara lain adalah menyempitnya wilayah kedaulatan Antiokhia menyusul kekalahan koalisi Antiokhia–Edesa dalam [[Pertempuran Harran|Pertempuran Haran]] pada tahun 1104 dan konsekuensi-konsekuensi teritorial dari kemenangan Salahudin di Hatin.{{sfn|Morton|2020|p=191}} Sejak dasawarsa 1150-an, para pengamat seperti petawarikh [[Mikhael orang Suriah|Mikhael Assuryani]] dan [[Ibnu Atsir|Ali bin Atsir]] menyimpulkan bahwa kecakapan militer Peringgi sudah menurun. Pada kenyataannya, orang Peringgi masih mampu melancarkan kampanye-kampanye militer jarak jauh ke Mesir maupun membendung gempuran-gempuran musuh tanpa bekal memadai selama berhari-hari. Oleh karena itu, seperti usulan sejarawan Nicholas Morton, kekalahan-kekalahan orang Peringgi agaknya lebih disebabkan oleh keluwesan musuh-musuhnya. Pihak Muslim sudah belajar mengatasi keterbatasan-keterbatasannya dan memanfaatkan kelemahan-kelemahan pihak Peringgi.{{sfn|Morton|2020|pp=242–244}} Para pemimpin Muslim menggencarkan propaganda jihād guna meredakan ketegangan antar-etnis, sementara pertikaian-pertikaian orang Peringgi dengan para panglima Eropa menghambat terwujudnya kerjasama efektif di antara mereka. Para panglima Muslim mengadopsi taktik-taktik baru untuk melawan kesatria-kesatria berbaju zirah lengkap, misalnya membelah pasukan secara mendadak saat melancarkan serbuan pasukan berkuda. Pihak Peringgi sebaliknya tidak mampu menyaingi kegesitan musuh-musuhnya. Dalam pelaksanaan pengepungan, pihak Peringgi bersikeras menggunakan menara-[[menara kepung]], padahal pengerjaan sebuah menara kepung bisa menghabiskan waktu empat sampai enam minggu, dan dalam rentang waktu itu bala bantuan mungkin saja sudah mencapai kota atau benteng yang dikepung. Pihak Muslim sebaliknya memilih menggunakan operasi-operasi penggalian, misalnya menggali gorong-gorong di bawah tembok benteng atau membakar tembok.{{sfn|Morton|2020|pp=233–237, 244–262}}
 
== Demografi ==
Tanpa peninggalan tertulis sebagai pijakan, hitungan modern ukuran populasi negara-negara Tentara Salib hanyalah terkaan belaka.{{sfn|Ellenblum|1998|p=31}}{{sfn|Jacoby|2007|p=169}}{{sfn|Morton|2020|p=154 (note 196)}} Tawarikh-tawarikh Abad Pertengahan memuat data demografis, tetapi rata-rata menyajikan angka-angka yang dilebih-lebihkan serta tidak membedakan orang Peringgi dari umat Kristen pribumi. Hitungan-hitungan yang berkaitan dengan populasi sebuah kota didasarkan atas laporan-laporan aksi pengepungan, manakala arus pengungsi dari desa-desa di sekitarnya sudah melipatgandakan populasi kota itu.{{sfn|Ellenblum|1998|p=31}} Jumlah-jumlah perkiraan orang Peringgi di Outremer berkisar antara 120.000 sampai 300.000 jiwa.{{sfn|Morton|2020|p=154}} Jika angka-angka tersebut dapat dipercaya, maka jumlah orang Peringgi hanya mencapai 15% dari keseluruhan populasi negara-negara Tentara Salib.{{sfn|Ellenblum|1998|p=31}} Dalam konteks tertentutersebut, Josiah Russell memperkirakan populasi kawasan yang ia sebut 'wilayah Islam' kira-kira berjumlah kurang lebih 12,5 juta jiwa pada tahun 1000 (8 juta jiwa di Anatolia; 2 juta jiwa di Suriah; 1,5 juta jiwa di Mesir; 1 juta jiwa di Afrika Utara), sementara populasi kawasan-kawasan Eropa pemasok Tentara Salib berjumlah 23,7 juta jiwa. Ia memperkirakan bahwa pada tahun 1200, angka-angka tersebut sudah meningkat menjadi 13,7 juta jiwa di wilayah Islam (7 juta jiwa di Anatolia; 2,7 juta jiwa di Suriah; 2,5 juta jiwa di Mesir; 1,5 juta jiwa di Afrika Utara), sementara populasi 'negeri-negeri asal' Tentara Salib meningkat menjadi 35,6 juta jiwa. Josiah Russell mengakui bahwa sebagian besar populasi Anatolia beragama Kristen atau berada di bawah pemerintahan Romawi Timur, dan beberapa daerah yang dianggap Islami seperti Mosul dan Bahdad memiliki populasi Kristen yang signifikan.{{sfn|Russell|1985|p=298}}
 
Imigrasi dari Eropa Katolik terus berlangsung secara berkesinambungan sampai dengan tamatnya riwayat negara-negara Tentara Salib. Meskipun sebagian besar pemukim pendatang menetap di kota-kota pesisir, peninggalan-peninggalan tertulis mengabadikan keberadaan pemukim Peringgi di lebih dari 200 desa (kira-kira 15% dari keseluruhan permukiman pedesaan) di Kerajaan Yerusalem.{{sfn|Jacoby|2007|pp=167–168}}{{sfn|Jotischky|2004|p=150}} Beberapa permukiman orang Peringgi di kawasan pedesaan adalah desa berencana yang sengaja didirikan untuk menarik pendatang dari Eropa Barat. Beberapa di antaranya didiami bersama-sama umat Kristen pribumi. Populasi pribumi menetap di ''[[Casalis|casalia]]'', atau permukiman-permukiman pedesaan, yang menampung kira-kira tiga sampai lima puluh keluarga.{{sfn|Boas|1999|pp=62–68}} Sejak akhir abad ke-12, arus pengungsi dari daerah-daerah yang direbut pihak Muslim melonjakkan populasi Kristen di kota-kota pesisir, tetapi juga terdeteksi adanya arus emigrasi ke Siprus maupun ke daerah-daerah dikekuasaan Yunaniorang yangPeringgi dikuasaidi orang PeringgiYunani. Ekspansi populasi perkotaan paling jelas terlihat di Ako, tempat sebuah [[upakota]] baru dikembangkan menyusul Perang Salib III. Emigrasi dari Outremer mengalami peningkatan semenjak dasawarsa 1240-an seiring kian suramnya masa depan negara-negara Tentara Salib.{{sfn|Jacoby|2007|pp=167–169}} Pada masa itulah luapan pengungsi Peringgi dan Kristen pribumi ke Siprus terdokumentasikan dengan baik. Orang-orang Peringgi yang tidak ikut mengungsi dapat bertahan menyintasi penaklukan Mamluk sebagai budak atau pembelot. Lebih dari satu dasawarsa sesudah Ako jatuh ke tangan Mamluk, seorang fraterpadri Fransiskan menjumpai orang-orang Peringgi yang menjadi tawanan perang dan yang masuk Islam di kota itu.{{sfn|Jotischky|2004|p=261}}
 
== Masyarakat ==
Penelitian modern menunjukkan bahwa umat Islam dan masyarakat Kristen pribumi kurang terintegrasi daripada yang diduga sebelumnya. Umat Kristen tinggal di sekitar Yerusalem dan di sepanjang jalur yang membujur dari [[Yerikho]] dan Sungai Yordan sampai ke [[Hebron]] di selatan.{{sfn|Jotischky|2004|p=131}} Perbandingan bukti arkeologis gereja-gereja Romawi Timur yang dibangun sebelum aksi penaklukan Muslim dan catatan sensus Usmani dari abad ke-16 menunjukkan bahwa beberapa komunitas Kristen Ortodoks Yunani menghilang sebelum Perang Salib, tetapi sebagian besar masih bertahan selama Perang Salib bahkan sampai berabad-abad sesudahnya. Umat Kristen Mawarinah terkonsentrasi di Tripoli. Umat Kristen Yakubi terkonsentrasi di Antiokhia dan Edesa. Umat Kristen Armenia terkonsentrasi di utara, tetapi komunitas-komunitas Kristen Armenia dapat ditemukan di semua kota utama. Mayoritas penduduk kawasan tengah adalah umat Islam Suni, tetapi ada pula komunitas-komunitas Islam Syiah di [[Galilea]]. Umat Islam Durzi tinggal di daerah pegunungan Tripoli. Umat Yahudi tinggal di kota-kota pesisir dan beberapa desa di Galilea.{{sfn|Jotischky|2004|pp=131–132}}{{sfn|Prawer|1972|pp=49,51}} Konversi ke agama Islam belum banyak diteliti, tetapi bukti-bukti yang ada mendorong Ellenblum untuk menyimpulkan bahwa umat Kristen masih menjadi warga mayoritas di sekitar Nablus dan [[Yerusalem]].{{sfn|Ellenblum|1998|pp=20–22}}
Rata-rata warga pribumi bermatapencaharian sebagai [[petani gurem]]. Piagam-piagam dari awal abad ke-12 memperlihatkan bukti penghibahan tenaga ''[[villanus]]'' ([[serf|kawula tani]] merdeka) setempat kepada bangsawan-bangsawan dan lembaga-lembaga keagamaan. MungkinPiagam-piagam ini adalahmungkin diterbitkan sebagai salah satu cara untuk menandai pendapatan yang diterima dari para ''villanus'' tersebut atau pendapatan dari tanah yang tidak jelas batas-batasnya. Kawula tani pribumi disebut ''villanus'' atau ''surianus'' jika beragama Kristen, dan disebut ''sarracenus'' jika beragama Islam. Istilah ''servus'' hanya dipakai sebagai sebutan bagi sekian banyak budak rumah tangga perkotaan yang dimiliki orang Peringgi. Penggunaan istilah ''villanus'' diduga mencerminkan status lebih terhormat yang dimiliki warga desa atau kawula tani di Timur Dekat. Warga pribumi dianggap memiliki lahan garapan tetap, alih-alih dianggap bukan orang merdeka. Status ''villanus'' berbeda dari status kawula tani di Eropa Barat, karena mereka boleh kawin dengan orang dari luar daerah kekuasaan majikannya, tidak diwajibkan bekerja bakti, serta dapat menguasai tanah dan mewariskan harta. Meskipun demikian, lantaran orang Peringgi butuh produktivitas tetap terjaga, warga desa pun dibuat terikat dengan tanah garapannya. Piagam-piagam menunjukkan bahwa tuan-tuan tanah sepakat untuk memulangkan ''vilanus'' tuan tanah lain yang mereka dapati di tanah mereka. Petani diwajibkan menyerahkan seperempat sampai setengah dari hasil panennya kepada majikan. Peziarah Muslim [[Ibnu Jubair]] melaporkan adanya pungutan pajak per kapita sebesar satu [[dinar]] lima [[qirat]] (satu qirat sama dengan seperdua belas dirham) tiap orang dan pajak hasil bumi dari pohon-pohon. Piagam-piagam abad ke-13 menunjukkan bahwa pajak-pajak tersebut dinaikkan sesudah runtuhnya Kerajaan Yerusalem perdana untuk menambal kehilangan pendapatan orang Peringgi. Sejarawan Christopher MacEvitt mengemukakannya sebagai alasan bahwa istilah <em>petani berikatan kerja</em> adalah istilah yang lebih tepat digunakan ketimbang istilah ''kawula tani'' untuk menyifatkan warga pedesaan di dalam wilayah kekuasaan orang Latin di Dunia Timur.{{sfn|MacEvitt|2008|pp=142–147, 149}}
Ketidaksamaan bahasa terus menjadi unsur pembeda utama yang memisahkan tuan-tuan Peringgi dari masyarakat pribumi. Orang Peringgi lazimnya bertutur dalam [[bahasa Prancis Lama]] dan bersurat dalam [[bahasa Latin]]. Meskipun ada orang Peringgi yang mempelajari bahasa Arab, [[bahasa Yunani|Yunani]], [[bahasa Armenia|Armenia]], [[bahasa Suryani|Suryani]], dan [[bahasa Ibrani|Ibrani]], belajar bahasa asing bukanlah kegiatan yang lumrah pada masa itu.{{sfn|Asbridge|2012|p=177}} Masyarakat terstratifikasi secara politik dan hukum. Komunitas-komunitas berbasis etnis merupakan komunitas-komunitas swatantra, dan perhubungan lintas komunitas diatur oleh orang Peringgi.{{sfn|Tyerman|2019|p=127}} Telah dilakukan penelitian yang berfokus pada peran para ''[[rais]]'', istilah Arab yang berarti pemimpin, penghulu, atau wali kota. Riley-Smith membedakan para ''rais'' menjadi glongangolongan orang merdeka perkotaan dan golongan buruh tani pedesaan. Para ''rais'' mengelola harta kekayaan orang Peringgi, mengepalai komunitas-komunitas pribumi, dan sering kali adalah tuan-tuan tanah setempat yang terpandang. Jika komunitas-komunitasnya tersegregasi, seperti yang ditunjukkan oleh bukti tertulis dan diidentifikasi oleh Riley-Smith dan Prawer, konflik antarkomunitas dihindari dan interaksi antara tuan tanah dan kawula tani dibatasi. McEvitt mengidentifikasi kemungkinan adanya ketegangan antar kelompokantarkelompok yang saling bersaing. Menurut catatan para ahli hukum abad ke-13, ''rais'' mengetuai ''Cour des Syriens'' (mahkamah orang Suriah) di kota-kota, dan bukti lain menunjukkan bahwa adakalanya para ''rais'' memimpin pasukan tempur.{{sfn|MacEvitt|2008|pp=149}} Mahkamah-mahkamah komunitas pribumi mengadili sengketa-sengketa perdata dan pidana ringan. Mahkamah orang Peringgi, yakni ''cour des bourgeois'' atau mahkamah borjuis, yakni sebutan bagi tokoh masyarakat Peringgi yang bukan bangsawan, mengadili pelanggaran-pelanggaran dan perkara-perkara lebih serius yang melibatkan orang Peringgi.{{sfn|Prawer|1972|p=81}} Tingkat asimilasi sulit diidentifikasi, lantaran terbatasnya bukti material. Bukti-bukti arkeologi menunjukkan adanya sikap menutup diri terhadap budaya yang berbeda, dan bukti-bukti tertulis mengindikasikan adanya keterpecahan yang mendalam lantaran perbedaan agama. Beberapa sejarawan berasumsi bahwa kebhinekaan negara-negara Tentara Salib menggerus pemilah-milahan masyarakat berdasarkan ras.{{sfn|Tyerman|2019|pp=126–136}} Pemilahan status dan taraf ekonomi yang terutama adalah pemilahan masyarakat menjadi penduduk perkotaan dan penduduk pedesaan. Bumiputra Kristen berkesempatan menaikkan status dan menimbun kekayaan melalui usaha dagang dan industri di kota-kota, tetapi bumiputra Muslim yang tinggal di daerah perkotaan selain budak hanya segelitir jumlahnya.{{sfn|Jotischky|2004|pp=128–130}}
Raja dan ratu Peringgi mencerminkan kebhinekaan yang ada di kawasan itu. Ratu Melisenda adalah tokoh peranakan Armenia yang bersuamikan Fulko, bangsawan asal Anjou. Putra mereka, Amalrikus, mengawini seorang perempuan Peringgi kelahiran Levans sebelum memperistri seorang perempuan Yunani asal Romawi Timur. Pujangga Wilelmus sampai terperangah melihat tingginya pemanfaatan jasa tabib-tabib Yahudi, Suriah, dan Muslim oleh kaum bangsawanningrat Levans. Antiokhia menjadi semacam pusat pertukaran budaya melalui warga Kristen yang menuturkan bahasa Yunani dan bahasa Arab. Bangsa pribumi memberikan penghormatan kepada kaum bangsawanningrat Peringgi seturut adat istiadat mereka, dan sebaliknya orang Peringgi mengadopsi adat-kebiasaan bangsa pribumi di bidang sandang, pangan, papan, dan ketentaraan. Meskipun demikian, masyarakat Peringgi bukanlah sebuah kualikancah peleburan budaya. Hubungan antarkomunitas bersifat dangkal, jati diri menjadi unsur pemisah, dan komunitas-komunitas lain dianggap sebagai pihak asing.{{sfn|Tyerman|2019|pp=127, 131, 136–141}}
 
== Ekonomi ==
[[File:crusader coins of the Kingdom of Jerusalem.jpg|thumb|Uang logam keluaran Kerajaan Yerusalem koleksi [[British Museum|Museum Inggris]]. Kiri: [[Denier Prancis|Dinar]] Eropa bergambar [[Gereja Makam Kudus|Makam Kudus]] (tahun 1162{{ndash}}1175). Tengah: [[Bezant]] emas bertulisan Arab [[kufi]] (tahun 1140{{ndash}}1180). Kanan: Bezant emas bergambar salib (dasawarsa 1250-an)]]
Negara-negara Tentara Salib merupakan pusat-pusat ekonomi yang menghambat usaha dagang Muslim, baik usaha dagang lewat laut dengan duniaDunia Barat maupun usaha dagang lewat darat dengan [[Mesopotamia]], Suriah, dan ekonomi perkotaan Sungai Nil. Perdagangan dilanjutkan dengan kota-kota pesisir yang menjadi pintu keluar barang-barang dari daerah-daerah Muslim di pedalaman, dan jumlah barang-barang pecah belah buatan Timur yang diekspor ke Eropa jauh lebih besar daripada yang sudah-sudah. Usaha dagang Romawi Timur-Muslim mungkin sudah bertumbuh pada abad ke-12 dan ke-13, tetapi agaknya Perang Salib mempercepatmeningkatkan laju pertumbuhannya. Populasi dan ekonomi Eropa Barat sedang mengalami lonjakan, yang melahirkan suatu golongan masyarakat berkembang yang menginginkan barang-barang kerajinan dan barang-barang impor dari Timur. Armada-armada Eropa bertambah besar dengan kapal-kapal yang lebih baik, ilmukepandaian navigasi mengalami kemajuan, dan para peziarah yang membayar tarifongkos angkut penumpang membantu meringankan biaya pelayaran. Usaha tani yang kebanyakan ditekuni masyarakat pribumi mengalami perkembangan sebelum Kerajaan Yerusalem perdana ditumbangkan pada tahun 1187, tetapi ditelantarkan sesudahnya. Orang Peringgi, Muslim, Yahudi, dan Kristen pribumi berjual beli hasta karya di [[bazar|''suq'']], pasar khas Dunia Timur yang terdapat di kota-kota.{{sfn|Prawer|1972|p=382}}
Buah zaitun, buah anggur, gandum, dan jelai adalah hasil-hasil pertanian utama sebelum Salahudin melancarkan aksi penaklukan. Pembuatan kaca dan produksi sabun merupakan usaha-usaha industri besar di kota-kota.{{sfn|Boas|1999|p=76}} Orang-orang Italia, [[Provence]], dan [[orang Catalunya|Katala]] memonopoli bidang usaha angkutan laut, ekspor-impor barang, transportasi, dan perbankan. Hasil pungutan pajak dagang, pajak pasar, pajak peziarah, dan pajak industri, ditambah hasil pengusahaan tanah merupakan sumber penghasilan kaum ningrat dan Gereja orang Peringgi.{{sfn|Prawer|1972|pp=352–354}} Monopoli tuan tanah atau hak ''[[Ban (Abad Pertengahan)|ban]]'' mewajibkan penggarap lahan untuk menggunakan kilang, pemanggang roti, dan fasilitas-fasilitas lain milik tuan tanah. Keberadaan batu kilangan di sebagian besar hunian keluarga merupakan bukti usaha kawula tani untuk mengelak dari monopoli tuan tanah dalam beberapa bidang.{{sfn|Boas|1999|p=61}} Pusat-pusat produksi adalah Antiokhia, Tripoli, Tirus, dan Beirut. Bahan sandang, teristimewa sutra, kaca, aneka kain celupan, zaitun, minuman anggur, minyak wijen, dan gula merupakan komoditas ekspor.{{sfn|Prawer|1972|pp=392–393}}
Orang Peringgi membuka pasaran pakaian dan barang jadi.{{sfn|Prawer|1972|pp=396–397}} Mereka mengadopsi sistem ekonomi pribumi yang lebih termonetisasi dengan menggunakan alat tukar bauran uang perak kawasan utara Italia dan uang perak kawasan selatan Prancis. Uang tembaga Peringgi dicetak dengan gaya Arab dan Romawi Timur, demikian pula [[dirham]] perak dan dinar emas. Selepas tahun 1124, orang Peringgi meniru dinar Mesir dan menciptakan [[bezant]] emas Yerusalem. Sesudah Kerajaan Yerusalem perdana ditumbangkan pada tahun 1187, perdagangan menggeser pertanian di bidang ekonomi, dan uang logam Eropa Barat lumrah digunakan di mana-mana. Sekalipun Tirus, Sidon, dan Beirut mengeluarkan uang perak pecahan kecil dan uang tembaga, tidak banyak bukti yang menunjukkan adanya usaha sistematis untuk menciptakan mata uang bersama.{{sfn|Tyerman|2019|pp=120–121}}
Tiga [[republik maritim]] di Jazirah Italia, yakni Pisa, Venesia, dan Genova, adalah negara-negara pejuang Perang Salib yang gigih. Negara-negara ini kaya berkat usaha dagangnya sehingga mampu menyediakan landasan finansial dan sumber daya angkatan laut bagi orang Peringgi.{{sfn|Holt|1986|p=25}} Sebagai imbalannya, ketiga kota itu maupun kota-kota lainnya, semisal Amalfi, [[Kepangeranan Catalunya|Barcelona]], dan [[Provence|Marseille]], mendapatkan hak untuk berdagang maupun akses ke pasar-pasar Timur. Seiring bergulirnya waktu, saudagar-saudagar Eropa membentuk kampung-kampung rantau menurut negara asal masing-masing, lengkap dengan harta kekayaan dan yurisdiksinya sendiri.{{sfn|Jotischky|2004|pp=152, 165}} [[komunitas internasional|Kampung-kampung perantau]] Italia, [[Provence]], dan [[orang Catalunya|Katala]], yang kebanyakan berlokasi di bandar Ako, Tirus, Tripoli, dan Sidon, memiliki budaya khasnya masing-masing, dan mengampu kekuasaan politik swatantra yang terpisah dari pemerintah Peringgi. Kampung-kampung rantau tersebut memelihara ikatan erat dengan kota-kota asalnya, yang memberi mereka monopoli atas usaha dagang, perbankan, dan angkutan laut luar negeri. Peluang-peluang untuk mendapatkan hak istimewa dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Sebagai contoh, pada tahun 1124, orang-orang Venesia diberi sepertiga bagian dari kota Tirus berikut daerah bawahannya tanpa kewajiban membayar pajak sebagai balas jasa keikutsertaan Venesia dalam [[Pengepungan Tirus (1124)|perjuangan merebut kota itu]]. Bandar-bandar tersebut tidak mampu menggeser kedudukan Aleksandria dan Konstantinopel sebagai pusat-pusat niaga utama, dan malah bersaing dengan kepala-kepala negara maupun satu sama lain demi mempertahankan keuntungan ekonomi. Jumlah kampung-kampung rantau tidak pernah melebihi angka ratusan. Kekuasaannya bersumber dari dukungan kota asal masing-masing. Memasuki pertengahan abad ke-13, para kepala kampung rantau tidak lagi mengindahkan wewenang pemerintah Peringgi, dan membagi wilayah Ako menjadi beberapa negara republik mini berpagar benteng.{{sfn|Prawer|1972|pp=85–93}}{{sfn|Jotischky|2004|pp=151–152}}
Baris 205 ⟶ 208:
{{Further|Seni rupa Tentara Salib}}
[[File:Crac des chevaliers syria.jpeg|thumb|[[Krak des Chevaliers]], puri Kesatria Panti Husada dari abad ke-12 di Suriah]]
Menurut Prawer, tidak ada budayawan Barat terkemuka yang menetap di negara-negara Tentara Salib, tetapi bahwasanya orang-orang lain tergugah untuk berkunjung ke Timur berkat pengungkapan citraan di dalam karya-karya seni puisi Eropa Barat.{{sfn| Prawer|1972| p=468}} Para sejarawan meyakini bahwa arsitektur militer yang menunjukkan suatu sintesis tradisi Eropa, tradisi Romawi Timur, dan tradisi Muslim adalah capaian artistik asli Tentara Salib yang mengesankan. Puri merupakan lambang keberdaulatan golongan minoritas Peringgi atas golongan mayoritas bumiputra yang digunakan sebagai pusat tata usaha pemerintahan.{{sfn|Prawer|1972|pp=280–281}} Historiografi modern menolak konsensus abad ke-19 yang mengatakan bahwa orang-orang Barat mendapatkan dasar-dasar ilmu arsitektur militernya dari Timur Dekat. Pertumbuhan teknologi pertahanan sudah berlangsung di Eropa sebelum Perang Salib. Perkenalan dengan bangunan pertahanan Arab yang aslinya dibangun Romawi Timur memengaruhi perkembangan di Timur, tetapi tidak banyak bukti yang menunjukkan perbedaan budaya rancangan dan desakan situasi. Puri-puri Tentara Salib ditambahi unsur-unsur Timur semisal waduk besar, sedangkan unsur-unsur Barat semisal parit justru ditiadakan.{{sfn|Prawer|1972|pp=295–296}} Rancangan gereja berlanggam [[Arsitektur Romanesque Prancis|Romanik Prancis]] tampak pada bangunan baru Gereja Makam Kudus dari abad ke-12. Orang Peringgi mempertahankan unsur-unsur Romawi Timur dari bangunan lamanya, tetapi menambahkan bilik-bilik kapel dan pelengkung-pelengkung khas Prancis Utara, Aquitania, dan [[Provence]]. Jajaran [[Kapital (arsitektur)|pilar]] muka bangunan di sisi selatan dibuat bercorak Suriah klasik, tetapi hanya sedikit bukti yang menunjukkan adanya pengaruh pribumi dalam seni pahat.{{sfn|Jotischky|2004|p=146}}
Budaya visual menampakkan sifat masyarakat negara-negara Tentara Salib. Hiasan pada tempat-tempat suci, lukisan, maupun produksi naskah memperlihatkan pengaruh para seniman bumiputra. Para perupa Peringgi meminjam kiat-kiat seniman Romawi Timur dan pribumi di bidang pembuatan ikon. Lukisan-lukisan monumental maupun lukisan-lukisan pada panel, mosaik-mosaik maupun iluminasi naskah-naskah mengadopsi gaya pribumi, dan melahirkan suatu sintesis budaya yang terlihat di Gereja Kelahiran. Seni mosaik penghias dinding tidak dikenal di Barat, tetapi tersebar luas di negara-negara Tentara Salib. Meskipun tidak diketahui apakah dikerjakan oleh tukang-tukang pribumi atau oleh tukang-tukang Peringgi yang mempelajarinya dari tukang-tukang pribumi, karya seni mosaik di negara-negara Tentara Salib memperlihatkan evolusi suatu gaya artistik yang asli dan khas.{{sfn|Jotischky|2004|pp=145–146}} Sanggar-sanggar kerja yang mewadahi pengrajin-pengrajin Italia, Prancis, Inggris, maupun pengrajin-pengrajin pribumi menghasilkan naskah-naskah berilustrasi yang memperlihatkan suatu perkawinan silang antargagasan dan antarteknik. Salah satu contohnya adalah [[Mazmur Melisenda]]. Gaya hasil kawin silang ini mungkin saja mencerminkan dan mungkin pula mempengaruhi selera pemesannya terhadap karya-karya seni rupa dengan imbas pengaruh Romawi Timur yang kian distilisasi. [[Ikon]]-ikon sebelumnya tidak dikenal orang Peringgi. Pembuatan karya-karya seni lukis semacam ini terus berlanjut, kadang-kadang dalam gaya Peringgi, menampilkan orang-orang kudus Gereja Barat, dan pada akhirnya melahirkan seni lukis panel Italia.{{sfn|Jotischky|2004|pp=147–149}} Merunut alur jejak rancangan ilustrasi dan puri sampai kepada sumber-sumbernya bukanlah perkara yang mudah untuk dilakukan. Lebih mudah melacak sumber-sumber karya tulis, yakni karya-karya tulis yang diterjemahkan di Antiokhia, yang terkenal tetapi tidak sepenting karya-karya tulis Muslim Spanyol dan karya-karya tulis yang dihasilkan kebudayaan hibrida di Sisilia.{{sfn|Asbridge|2012|pp=667–668}}
 
== Agama ==
Tidak ada bukti tertulis yang menunjukkan bahwa orang Peringgi atau umat Kristen pribumi menyadari perbedaan agamawi di antara mereka sampai abad ke-13, manakala para ahli hukum mulai menggunakan frasa-frasa seperti ''orang-orang yang tidak mengikuti aturankaidah Roma''. {{sfn|MacEvitt|2008|p=138}} Tentara Salib memangku jabatan-jabatan gerejawi Ortodoks Yunani yang lowong. Sebagai contoh, ketika [[Simeon II dari Yerusalem|Batrik Simeon II]] wafat, seorang rohaniwan Peringgi bernama [[Arnulf dari Chocques|Arnulfus]] menjadi Batrik Yerusalem menggantikannya. Pengangkatan uskup-uskup Latin tidak menimbulkan dampak yang berarti terhadap [[Antiokhia Yunani|umat Kristen Ortodoks penutur bahasa Arab]]. Uskup-uskup mereka sebelumnya pun adalah orang-orang asing, yakni orang-orang Romawi Timur berkebangsaan Yunani. Orang-orang Yunani dijadikan uskup-[[uskup koajutor|uskup bantu]] untuk melayani umat pribumi yang tidak memiliki rohaniwan, dan melakukannya dalam bahasa Latin. Umat Kristen Ortodoks pun kerap saling berbagi rumah ibadat. Di Antiokhia, orang-orang Yunani kadang-kadang diangkat menggantikan batrik-batrik Latin. Toleransi terus berjalan, kendati ada pula tindakan campur tangan dari pihak pro-Paus yang dilakukan [[Jacques de Vitry|Yakobus]], [[Keuskupan Acre (Katolik Latin)|Uskup Ako]]. Umat Kristen Armenia, Kubti, Yakubi, dan Mawarinah memiliki kebebasan yang lebih besar dalam urusan pengangkatan uskup, karena mereka dianggap bukan bagian dari [[Gereja Katolik]].{{sfn|Jotischky|2004|pp=134–143}} Orang Peringgi memberlakukan undang-undang diskriminatif terhadap umat Yahudi dan umat Islam yang menghalangi terjadinya asimilasi. Secara keseluruhan, kedudukan hukum umat Yahudi dan umat Islam adalah semacam hasil adaptasi Kristen Latin dari sistem zimi.<ref>Nikolas Jaspert, ''Die Kreuzzüge'', 91.</ref> Mereka dilarang bertempat tinggal di Yerusalem, ada undang-undang pembatasan belanja yang melarang mereka untuk mengenakan pakaian Peringgi, dan ancaman hukuman ''de iure'' terhadap tindakan persetubuhan antara pemeluk agama Islam dengan pemeluk agama Kristen adalah mutilasi. Umat Yahudi dan umat Islam berpegang teguh kepada tatanan hukum agamanya masing-masing. Mereka didiskriminasi di dalam hukum sipil maupun hukum yang mengatur hubungan antarumat beragama, dan diwajibkan membayar pajak per kapita (''capitātiō'').<ref name ="dth">Daniella Talmon Heller, "Muslims in Outremer", ''The Crusades to the Holy Land: The Essential Reference Guide'', 178.</ref> Umat Islam diketepikan dari kehidupan kota, tetapi umat Islam pedesaan di wilayah kedaulatan Tentara Salib tampaknya sama sejahteranya dengan, bahkan mungkin lebih sejahtera daripada, saudara-saudara seiman mereka di negeri-negeri Muslim, bahkan orang-orang Badawi menyandang status istimewa.<ref name ="dth"/> Sejumlah mesjid diubah menjadi gereja ritus Latin, khususnya mesjid-mesjid besar, tetapi sebagian besar mesjid tetap menjadi milik umat Islam. Di tempat-tempat tertentu, umat Islam kadang-kadang diperbolehkan untuk beribadat di sebagian dari lingkungan rumah ibadat bekas mesjid,<ref name ="dth"/> seperti yang dialami sendiri oleh [[Usamah bin Munqid]] pada awal dasawarsa 1140-an.<ref>Jamie Byrom, Michael Riley, ''Enquiring History - The Crusades: Conflict and Controversy, 1095-1291''.</ref> Umat Islam tidak dipaksa masuk Kristen, karena mereka diharapkan tetap beragama Islam sehingga tetap berstatus kawula tani.{{sfn|Jotischky|2004|pp=127–129}} Disamping itu, Tentara Salib sendiri tampaknya tidak berminat untuk mengganti keyakinan umat Yahudi, umat Islam, maupun umat Kristen Miafisit dengan agama Kristen Latin. Para pemeluk agama yang berbeda-beda pun diperbolehkan untuk berbaur di dalam kegiatan pengamalan kepercayaan rakyat yang bersifat lintas agama, misalnya di [[Gua Makhpela|Gua Para Pitarah]] yang sekarang ini sudah dibagi menjadi lingkungan peribadatan Islam dan lingkungan peribadatan Yahudi.<ref>Maribel Dietz, Wandering Monks, Virgins, and Pilgrims, 218.</ref>
 
== Warisan sejarah ==
Baris 235 ⟶ 238:
== Kepustakaan ==
{{refbegin|30em}}
* {{cite book|last=Asbridge|first=Thomas|author-link=Thomas Asbridge|title=The Creation of the Principality of Antioch: 1098-1130|url=https://archive.org/details/creationofprinci00thom|year=2000 |publisher=The Boydell Press|isbn=978-0-85115-661-3}}
* {{cite book|last=Asbridge|first=Thomas|author-link=Thomas Asbridge|title=The Crusades: The War for the Holy Land|url=https://archive.org/details/crusades0000thom|year=2012 |publisher=[[Simon & Schuster]]|isbn=978-1-84983-688-3}}
* {{cite book|last=Asbridge|first=Thomas|author-link=Thomas Asbridge|title=The First Crusade: A New History|year=2004|publisher=[[Simon & Schuster]]|isbn=978-0-7432-2083-5|url=https://archive.org/details/firstcrusadenewh00asbr/page/n5/mode/2up|url-access=registration}}
* {{cite book|last=Barber|first=Malcolm|author-link=Malcolm Barber|year=2012|title=The Crusader States|url=https://www.jstor.org/stable/j.ctt32bvs5|publisher=[[Yale University Press]]|jstor=j.ctt32bvs5 |isbn=978-0-300-11312-9}}
Baris 253 ⟶ 256:
* {{cite book|last=Housley|first=Norman|author-link=Norman Housley|title=Contesting the Crusades|url=https://archive.org/details/contestingcrusad0000hous|publisher=[[Blackwell Publishing]]|year=2006|isbn=978-1-4051-1189-8}}
* {{cite book|last=Jacoby|first=David|editor-last=Cavaciocchi|editor-first=Simonetta|year=2007|title=Europe's Economic Relations with the Islamic World, 13th-18th centuries|publisher=[[Le Monnier (publishing house)|Le Monnier]]|pages=159–191|chapter=The Economic Function of the Crusader States of the Levant: A New Approach|isbn=978-8-80-072239-1}}
* {{cite book|last=Jaspert|first=Nikolas|translator=Phyllis G. Jestice|title=The Crusades|url=https://archive.org/details/crusades0000jasp|orig-year=2003|year=2006|publisher=[[Routledge]]|isbn=978-0-415-35968-9}}
* {{cite book|last=Jotischky|first=Andrew|title=Crusading and the Crusader States|publisher=[[Taylor & Francis]]|year=2004|isbn=978-0-582-41851-6|url=https://books.google.com/books?id=rTUlDwAAQBAJ}}
* {{cite book|last=Köhler|first=Michael A.|translator=Peter M. Holt|title=Alliances and Treaties between Frankish and Muslim Rulers in the Middle East: Cross-Cultural Diplomacy in the Period of the Crusades|year=2013|publisher=[[Brill Publishers]]|isbn=978-90-04-24857-1}}
* {{cite book|last=Lilie|first=Ralph-Johannes|author-link=Ralph-Johannes Lilie|orig-year=1993|year=2004|title=Byzantium and the Crusader States 1096-1204|url=https://archive.org/details/byzantiumcrusade0000lili|publisher=[[Oxford University Press]]|isbn=978-0-19-820407-7}}
* {{cite book|last=MacEvitt|first=Christopher|chapter=Edessa, County of|pages=379–385|editor-last=Murray|editor-first=Alan V.|volume=II:D-J|title=The Crusades: An Encyclopedia|year=2006|publisher=ABC-CLIO|isbn=978-1-57607-862-4|url=https://archive.org/details/crusadesencyclop0002unse/page/n5/mode/2up|url-access=registration}}
* {{cite book|last=MacEvitt|first=Christopher|title=The Crusades and the Christian World of the East: Rough Tolerance|publisher=[[University of Pennsylvania Press]]|year=2008|isbn=978-0-8122-2083-4|url=https://books.google.com/books?id=Dh6RNqI0uikC}}