Negara-negara Tentara Salib: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
InternetArchiveBot (bicara | kontrib)
Add 1 book for Wikipedia:Pemastian (20240309)) #IABot (v2.0.9.5) (GreenC bot
 
(19 revisi perantara oleh 2 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
[[File:The Crusader States in 1135.svg|thumb|280px |Negara-negara Tentara Salib pada tahun 1135]]
'''Negara-negara Tentara Salib''', yang juga dikenal dengan sebutan '''Outremer''', adalah empat negara Kristen Katolik di Timur Tengah yang berdiri dari tahun 1098 sampai 1291. [[Pemerintahan|Negara-negara]] [[Feodalisme|feodal]] ini didirikan oleh para panglima bala Tentara Salib [[Gereja Latin|Katolik Latin]] pada masa [[Perang Salib Pertama|Perang Salib I]] melalui aksi [[penaklukan]] dan intrik politik. Keempat negara tersebut adalah [[County Edessa|Kabupaten Edesa]] (tahun 1098{{ndash}}1150), [[Kepangeranan Antiokhia]] (tahun 1098{{ndash}}1287), [[Comitatus Tripolitanus|Kabupaten Tripoli]] (tahun 1102{{ndash}}1289), dan [[Kerajaan Yerusalem]] (tahun 1099{{ndash}}1291). Kerajaan Yerusalem berdaulat atas kawasan yang kini menjadi wilayah negara [[Israel]] dan [[Negara Palestina|Palestina]], daerah [[Tepi Barat]], daerah [[Jalur Gaza]], dan daerah-daerah sekitarnya. Tiga negara selebihnya berada di utara, dan berdaulat atas kawasan pesisir yang kini menjadi wilayah negara [[Suriah]], kawasan tenggara wilayah [[Turki]], dan wilayah negara [[Libanon]]. Sebutan "negara-negara Tentara Salib" bisa saja menimbulkan kesalahpahaman, karena dari tahun 1130 hanya segelintir dari populasi orang Peringgi yang menjadi Tentara Salib. Istilah "Outremer", yang digunakan para penulis Abad Pertengahan maupun zaman modern sebagai sinonimnya, berasal dari istilah Prancis yang berarti ''tanah seberang''.
 
Pada tahun 1098, rombongan [[ziarah]] bersenjata ke [[Yerusalem]] berkirab melintasi Suriah. Tentara Salib yang bernama [[Baudouin I dari Yerusalem|Balduinus, putra bungsu Bupati Boulogne]], merebut tampuk pemerintahan Edesa dengan [[kudeta|mengudeta]] penguasanya yang beragama [[Gereja Ortodoks Timur|Kristen Ortodoks]] [[Gereja Ortodoks Yunani|Yunani]], dan Tentara Salib yang bernama [[Bohemond I dari Antiokhia|Boamundus, Pangeran Taranto]], menjadi Pangeran Antiokhia sesudah kota itu berhasil direbut. Pada tahun 1099, Yerusalem berhasil direbut sesudah sebulan lebih [[Pengepungan Yerusalem (1099)|dikepung]]. Konsolidasi wilayah kemudian dilakukan, antara lain dengan merebut Tripoli. Pada masa jayanya, wilayah kedaulatan negara-negara ini meliputi kawasan pesisir yang kini menjadi kawasan selatan wilayah Turki, wilayah Suriah, wilayah Libanon, serta wilayah Israel dan [[Negara Palestina|Palestina]]. Edesa [[Pengepungan Edessa|direbut]] seorang panglima perang Turki pada tahun 1144, tetapi tiga negara selebihnya terus berdaulat sampai akhirnya ditumbangkan [[Kesultanan Mamluk (Kairo)|Kesultanan Mamluk]] pada abad ke-13. Antiokhia [[Pengepungan Antiokhia (1268)|jatuh ke tangan musuh pada tahun 1268]], dan Tripoli [[Jatuhnya Tripoli (1289)|mengalami nasib yang sama pada tahun 1289]]. Sesudah [[Akka|Ako]], ibu kota Kerajaan Yerusalem, [[Pengepungan Akko (1291)|jatuh ke tangan Mamluk pada tahun 1291]], wilayah kedaulatan yang tersisa pun sirna dalam waktu singkat, dan warganya mengungsi ke [[Kerajaan Siprus]] (didirikan seusai [[Perang Salib Ketiga|Perang Salib III]]).
Baris 149:
Historiografi modern sudah menumpukan perhatiannya kepada Kerajaan Yerusalem, kemungkinan besar karena keterkaitannya dengan tujuan Perang Salib I, maupun dengan citra kota Yerusalem sebagai pusat dan kota utama [[Dunia Kristen]] pada Abad Pertengahan. Meskipun demikian, penelitian terhadap Kerajaan Yerusalem tidak menghasilkan suatu pola acuan umum yang komprehensif bagi pengembangan permukiman-permukiman Latin lainnya.{{sfn|Asbridge|2000 |p=4}} Penyelenggaraan negara Kerajaan Yerusalem berpusat di kota Yerusalem sampai kota itu direbut Salahuddin, dan selanjutnya berpusat di kota Ako. Penyelenggaraan negara tersebut menampakkan unsur-unsur yang lazim dijumpai di dalam majelis istana Eropa Barat pada umumnya, yaitu rohaniwan kepala [[cancellaria|kepaniteraan]], [[Pegawai Kerajaan Yerusalem#Jagabaya|jagabaya]], [[Pegawai Kerajaan Yerusalem#Marsekal|marsekal]], [[Pegawai Kerajaan Yerusalem#Kepala rumah tangga istana|kepala rumah tangga istana]], [[Pegawai Kerajaan Yerusalem#Kanselir|kanselir]], [[Pegawai Kerajaan Yerusalem#Seneskal|seneskal]], dan [[Pegawai Kerajaan Yerusalem#Kepala pelayan|kepala pelayan]]. Penyelenggaraan pemerintahan daerah di dalam wilayah kedaulatan negara ditangani langsung oleh para bupati muda.{{Sfn|Murray|Nicholson|2006|p=671}} Semua barang bukti keberadaan hukum tertulis sudah musnah ketika Yerusalem jatuh ke tangan Muslim pada tahun 1187.{{sfn|Prawer|1972|p=122}} Majelis istana Pangeran Antiokhia serupa dengan majelis istana Yerusalem. Majelis istana Antiokhia menghasilkan kitab undang-undang [[orang Norman-Italia]] yang kelak diadopsi negara Armenia Kilikia, yakni undang-undang yang dikenal dengan sebutan [[Amar Putusan Antiokhia]]. Undang-undang ini terlestarikan lewat naskah-naskah terjemahannya ke dalam bahasa Armenia yang dikerjakan pada abad ke-13. Warga negara Antiokhia yang majemuk (terdiri atas orang Peringgi, Suriah, Yunani, Yahudi, dan Muslim) pada umumnya hidup berdampingan secara rukun dan damai.{{sfn|Burgtorf|2006|p=74}}<!-- The brief existence of the uniquely-landlocked Edessa means it is the least studied, but its history is traceable to Armenian and Syriac chronicles in addition to Latin sources. Like Jerusalem the political institutions appear to have reflected the northern French roots of the founders, although the membership of city councils included indigenous Christians. The population was diverse, including Armenian Orthodox, Greeks known as [[Melkite]]s, Syrian Orthodox known as Jacobites, and Muslims.{{sfn|MacEvitt|2006|pp=379-385}} In Tripoli, the fourth Frankish state, Raymond of Saint-Gilles and his successors ruled directly over several towns, granting the rest as fiefs to lords originating in Languedoc and Provence, and Gibelet was given to the Genoese in return for naval support. In the 12th{{nbsp}}century this system provided a total of 300 knights, a much smaller army than Antioch or Jerusalem. Architectural and artistic activity in Lebanese churches provide evidence that the indigenous populations prospered under Frankish rule, in part due to its remoteness from the worst impacts of Saladin’s conquests in 1187–1188. These were Arabic-speaking Melkites, [[Monophysites]], Nestorians, Syrians, and large numbers of Syriac-speaking Maronites with their own clerical hierarchies. The Greek Orthodox Church was restricted, as in Jerusalem. There were similar self-governing Muslim communities of [[Druze]] and [[Alawites]], including Isma’ili, in the frontier areas to the north. The multi-ethnic structure may well have been more pronounced in Tripoli and in the 12th{{nbsp}}century there may have been a southern French culture, although this characteristic faded over time.{{sfn|Richard|2006|pp=379-385}}
 
ThePeran kingutama ofRaja Jerusalem'sYerusalem foremostadalah rolesebagai waspanglima asangkatan leaderperang offeodal thedalam feudalpeperangan hostyang duringnyaris thetak nearberkesudahan pada dasawarsa-constantdasawarsa warfareawal inabad theke-12. earlyRaja decadesjarang ofmengaruniakan thetanah 12th{{nbsp}}century.maupun Thewewenang kingskepala daerah. rarelyTanah awardedmaupun landwewenang orkepala lordships,daerah andyang thosedianugerahkan theyraja didpun frequentlysering becamekali vacantmenjadi andtak revertedbertuan todan thekembali crownke becausetangan ofraja theakibat hightingginya mortalityangka ratekematian. Their followers' loyalty was rewarded with city incomes. Through this, the domain of the first five rulers was larger than the combined holdings of the nobility. These kings of Jerusalem had greater internal power than comparative western monarchs, but they lacked the personnel and administrative systems necessary to govern such a large realm.{{sfn|Prawer|1972|pp=104–105}}
[[File:Principado de Galileen.jpg|thumb|upright=1.35|left|alt=Map of the feudatories of the king of Jerusalem in 1187|Daerah-daerah bumi lungguh Raja Yerusalem pada tahun 1187]]
[[File:Principado de Galileen.jpg|thumb|upright=1.35|left|alt=Map of the feudatories of the king of Jerusalem in 1187| The feudatories of the king of Jerusalem in 1187]]In the second quarter of the century, magnates like Raynald of Châtillon, Lord of [[Oultrejordain]], and [[Raymond&nbsp;III, Count of Tripoli]], PrincePangeran of GalileeGalilea, established baronial dynasties and often acted as autonomous rulers. Royal powers were done away with, and governance was undertaken within the feudatories. The remaining central control was exercised at the High Court or {{lang|fr|[[Haute Cour]]}}, which was also known in Latin as {{lang|la|Curia generalis}} and {{lang|la|[[Curia regis]]}}, or in vernacular French as {{lang|fr|[[parlement]]}}. These meetings were between king and tenants in chief. The duty of the vassal to give counsel developed into a privilege and then the monarch's legitimacy depended on the court's agreement.{{sfn|Prawer|1972|pp=112–114}} The High Court was the great barons' and the king's direct vassals. It had a quorum of the king and three [[tenants-in-chief]]. InPada tahun 1162, the {{lang|fr|[[assise sur la ligece]]}} (roughly, 'Assize on liege-homage') expanded the court's membership to all 600 or more fief-holders. Those paying direct homage to the king became members of the {{lang|fr|Haute Cour}}. By the end of the 12th{{nbsp}}century, they were joined by the leaders of the military orders and in the 13th{{nbsp}}century the Italian communes.{{sfn|Prawer|1972|pp=112–117}} The leaders of the Third Crusade ignored the monarchy. The kings of England and France agreed on the division of future conquests, as if there was no need to consider the local nobility. Prawer felt the weakness of the crown of Jerusalem was demonstrated by the rapid offering of the throne to Conrad of Montferrat in 1190 and then Henry&nbsp;II, Count of Champagne, in 1192 although this was given legal effect by Baldwin&nbsp;IV's will stipulating if Baldwin&nbsp;V died a minor, the pope, the kings of England and France, and the Holy Roman Emperor would decide the succession.{{sfn|Prawer|1972|pp=107–108}}
Prior to the 1187 defeat at Hattin, laws developed by the court were recorded as {{lang|fr|[[assises]]}} in ''Letters of the Holy Sepulchre''.{{sfn|Prawer|1972|p=122}} All written law was lost in the fall of Jerusalem. The legal system was now largely based on custom and the memory of the lost legislation. The renowned jurist [[Philip of Novara]] lamented, 'We know [the laws] rather poorly, for they are known by hearsay and usage...and we think an assize is something we have seen as an assize...in the kingdom of Jerusalem [the barons] made much better use of the laws and acted on them more surely before the land was lost.' An idyllic view of the early 12th{{nbsp}}century legal system was created. The barons reinterpreted the {{lang|fr|assise sur la ligece}}—which Almalric&nbsp;I intended to strengthen the crown—to constrain the monarch instead, particularly regarding the monarch's right to confiscate feudal fiefs without trial. The loss of the vast majority of rural fiefs led the baronage to evolve into an urban mercantile class where knowledge of the law was a valuable, well-regarded skill and a career path to higher status.{{sfn|Jotischky|2004|p=228}}
Baris 181 ⟶ 182:
 
== Demografi ==
Tanpa peninggalan tertulis sebagai pijakan, hitungan modern ukuran populasi negara-negara Tentara Salib hanyalah terkaan belaka.{{sfn|Ellenblum|1998|p=31}}{{sfn|Jacoby|2007|p=169}}{{sfn|Morton|2020|p=154 (note 196)}} Tawarikh-tawarikh Abad Pertengahan memuat data demografis, tetapi rata-rata menyajikan angka-angka yang dilebih-lebihkan serta tidak membedakan orang Peringgi dari umat Kristen pribumi. Hitungan-hitungan yang berkaitan dengan populasi sebuah kota didasarkan atas laporan-laporan aksi pengepungan, manakala arus pengungsi dari desa-desa di sekitarnya sudah melipatgandakan populasi kota itu.{{sfn|Ellenblum|1998|p=31}} Jumlah-jumlah perkiraan orang Peringgi di Outremer berkisar antara 120.000 sampai 300.000 jiwa.{{sfn|Morton|2020|p=154}} Jika angka-angka tersebut dapat dipercaya, maka jumlah orang Peringgi hanya mencapai 15% dari keseluruhan populasi negara-negara Tentara Salib.{{sfn|Ellenblum|1998|p=31}} Dalam konteks tersebut, Josiah Russell memperkirakan populasi kawasan yang ia sebut 'wilayah Islam' kira-kira berjumlah kurang lebih 12,5 juta jiwa pada tahun 1000 (8 juta jiwa di Anatolia; 2 juta jiwa di Suriah; 1,5 juta jiwa di Mesir; 1 juta jiwa di Afrika Utara), sementara populasi kawasan-kawasan Eropa pemasok Tentara Salib berjumlah 23,7 juta jiwa. Ia memperkirakan bahwa pada tahun 1200, angka-angka tersebut sudah meningkat menjadi 13,7 juta jiwa di wilayah Islam (7 juta jiwa di Anatolia; 2,7 juta jiwa di Suriah; 2,5 juta jiwa di Mesir; 1,5 juta jiwa di Afrika Utara), sementara populasi 'negeri-negeri asal' Tentara Salib meningkat menjadi 35,6 juta jiwa. Josiah Russell mengakui bahwa sebagian besar populasi Anatolia beragama Kristen atau berada di bawah pemerintahan Romawi Timur, dan beberapa daerah yang dianggap Islami seperti Mosul dan Bahdad memiliki populasi Kristen yang signifikan.{{sfn|Russell|1985|p=298}}
 
Imigrasi dari Eropa Katolik terus berlangsung secara berkesinambungan sampai dengan tamatnya riwayat negara-negara Tentara Salib. Meskipun sebagian besar pemukim pendatang menetap di kota-kota pesisir, peninggalan-peninggalan tertulis mengabadikan keberadaan pemukim Peringgi di lebih dari 200 desa (kira-kira 15% dari keseluruhan permukiman pedesaan) di Kerajaan Yerusalem.{{sfn|Jacoby|2007|pp=167–168}}{{sfn|Jotischky|2004|p=150}} Beberapa permukiman orang Peringgi di kawasan pedesaan adalah desa berencana yang sengaja didirikan untuk menarik pendatang dari Eropa Barat. Beberapa di antaranya didiami bersama-sama umat Kristen pribumi. Populasi pribumi menetap di ''[[Casalis|casalia]]'', atau permukiman-permukiman pedesaan, yang menampung kira-kira tiga sampai lima puluh keluarga.{{sfn|Boas|1999|pp=62–68}} Sejak akhir abad ke-12, arus pengungsi dari daerah-daerah yang direbut pihak Muslim melonjakkan populasi Kristen di kota-kota pesisir, tetapi juga terdeteksi adanya arus emigrasi ke Siprus maupun ke daerah-daerah dikekuasaan Yunaniorang yangPeringgi dikuasaidi orang PeringgiYunani. Ekspansi populasi perkotaan paling jelas terlihat di Ako, tempat sebuah [[upakota]] baru dikembangkan menyusul Perang Salib III. Emigrasi dari Outremer mengalami peningkatan semenjak dasawarsa 1240-an seiring kian suramnya masa depan negara-negara Tentara Salib.{{sfn|Jacoby|2007|pp=167–169}} Pada masa itulah luapan pengungsi Peringgi dan Kristen pribumi ke Siprus terdokumentasikan dengan baik. Orang-orang Peringgi yang tidak ikut mengungsi dapat bertahan menyintasi penaklukan Mamluk sebagai budak atau pembelot. Lebih dari satu dasawarsa sesudah Ako jatuh ke tangan Mamluk, seorang fraterpadri Fransiskan menjumpai orang-orang Peringgi yang menjadi tawanan perang dan yang masuk Islam di kota itu.{{sfn|Jotischky|2004|p=261}}
 
== Masyarakat ==
Penelitian modern menunjukkan bahwa umat Islam dan masyarakat Kristen pribumi kurang terintegrasi daripada yang diduga sebelumnya. Umat Kristen tinggal di sekitar Yerusalem dan di sepanjang jalur yang membujur dari [[Yerikho]] dan Sungai Yordan sampai ke [[Hebron]] di selatan.{{sfn|Jotischky|2004|p=131}} Perbandingan bukti arkeologis gereja-gereja Romawi Timur yang dibangun sebelum aksi penaklukan Muslim dan catatan sensus Usmani dari abad ke-16 menunjukkan bahwa beberapa komunitas Kristen Ortodoks Yunani menghilang sebelum Perang Salib, tetapi sebagian besar masih bertahan selama Perang Salib bahkan sampai berabad-abad sesudahnya. Umat Kristen Mawarinah terkonsentrasi di Tripoli. Umat Kristen Yakubi terkonsentrasi di Antiokhia dan Edesa. Umat Kristen Armenia terkonsentrasi di utara, tetapi komunitas-komunitas Kristen Armenia dapat ditemukan di semua kota utama. Mayoritas penduduk kawasan tengah adalah umat Islam Suni, tetapi ada pula komunitas-komunitas Islam Syiah di [[Galilea]]. Umat Islam Durzi tinggal di daerah pegunungan Tripoli. Umat Yahudi tinggal di kota-kota pesisir dan beberapa desa di Galilea.{{sfn|Jotischky|2004|pp=131–132}}{{sfn|Prawer|1972|pp=49,51}} Konversi ke agama Islam belum banyak diteliti, tetapi bukti-bukti yang ada mendorong Ellenblum untuk menyimpulkan bahwa umat Kristen masih menjadi warga mayoritas di sekitar Nablus dan [[Yerusalem]].{{sfn|Ellenblum|1998|pp=20–22}}
Rata-rata warga pribumi bermatapencaharian sebagai [[petani gurem]]. Piagam-piagam dari awal abad ke-12 memperlihatkan bukti penghibahan tenaga ''[[villanus]]'' ([[serf|kawula tani]] merdeka) setempat kepada bangsawan-bangsawan dan lembaga-lembaga keagamaan. MungkinPiagam-piagam ini adalahmungkin diterbitkan sebagai salah satu cara untuk menandai pendapatan yang diterima dari para ''villanus'' tersebut atau pendapatan dari tanah yang tidak jelas batas-batasnya. Kawula tani pribumi disebut ''villanus'' atau ''surianus'' jika beragama Kristen, dan disebut ''sarracenus'' jika beragama Islam. Istilah ''servus'' hanya dipakai sebagai sebutan bagi sekian banyak budak rumah tangga perkotaan yang dimiliki orang Peringgi. Penggunaan istilah ''villanus'' diduga mencerminkan status lebih terhormat yang dimiliki warga desa atau kawula tani di Timur Dekat. Warga pribumi dianggap memiliki lahan garapan tetap, alih-alih dianggap bukan orang merdeka. Status ''villanus'' berbeda dari status kawula tani di Eropa Barat, karena mereka boleh kawin dengan orang dari luar daerah kekuasaan majikannya, tidak diwajibkan bekerja bakti, serta dapat menguasai tanah dan mewariskan harta. Meskipun demikian, lantaran orang Peringgi butuh produktivitas tetap terjaga, warga desa pun dibuat terikat dengan tanah garapannya. Piagam-piagam menunjukkan bahwa tuan-tuan tanah sepakat untuk memulangkan ''vilanus'' tuan tanah lain yang mereka dapati di tanah mereka. Petani diwajibkan menyerahkan seperempat sampai setengah dari hasil panennya kepada majikan. Peziarah Muslim [[Ibnu Jubair]] melaporkan adanya pungutan pajak per kapita sebesar satu [[dinar]] lima [[qirat]] (satu qirat sama dengan seperdua belas dirham) tiap orang dan pajak hasil bumi dari pohon-pohon. Piagam-piagam abad ke-13 menunjukkan bahwa pajak-pajak tersebut dinaikkan sesudah runtuhnya Kerajaan Yerusalem perdana untuk menambal kehilangan pendapatan orang Peringgi. Sejarawan Christopher MacEvitt mengemukakannya sebagai alasan bahwa istilah <em>petani berikatan kerja</em> adalah istilah yang lebih tepat digunakan ketimbang istilah ''kawula tani'' untuk menyifatkan warga pedesaan di dalam wilayah kekuasaan orang Latin di Dunia Timur.{{sfn|MacEvitt|2008|pp=142–147, 149}}
Ketidaksamaan bahasa terus menjadi unsur pembeda utama yang memisahkan tuan-tuan Peringgi dari masyarakat pribumi. Orang Peringgi lazimnya bertutur dalam [[bahasa Prancis Lama]] dan bersurat dalam [[bahasa Latin]]. Meskipun ada orang Peringgi yang mempelajari bahasa Arab, [[bahasa Yunani|Yunani]], [[bahasa Armenia|Armenia]], [[bahasa Suryani|Suryani]], dan [[bahasa Ibrani|Ibrani]], belajar bahasa asing bukanlah kegiatan yang lumrah pada masa itu.{{sfn|Asbridge|2012|p=177}} Masyarakat terstratifikasi secara politik dan hukum. Komunitas-komunitas berbasis etnis merupakan komunitas-komunitas swatantra, dan perhubungan lintas komunitas diatur oleh orang Peringgi.{{sfn|Tyerman|2019|p=127}} Telah dilakukan penelitian yang berfokus pada peran para ''[[rais]]'', istilah Arab yang berarti pemimpin, penghulu, atau wali kota. Riley-Smith membedakan para ''rais'' menjadi glongangolongan orang merdeka perkotaan dan golongan buruh tani pedesaan. Para ''rais'' mengelola harta kekayaan orang Peringgi, mengepalai komunitas-komunitas pribumi, dan sering kali adalah tuan-tuan tanah setempat yang terpandang. Jika komunitas-komunitasnya tersegregasi, seperti yang ditunjukkan oleh bukti tertulis dan diidentifikasi oleh Riley-Smith dan Prawer, konflik antarkomunitas dihindari dan interaksi antara tuan tanah dan kawula tani dibatasi. McEvitt mengidentifikasi kemungkinan adanya ketegangan antar kelompokantarkelompok yang saling bersaing. Menurut catatan para ahli hukum abad ke-13, ''rais'' mengetuai ''Cour des Syriens'' (mahkamah orang Suriah) di kota-kota, dan bukti lain menunjukkan bahwa adakalanya para ''rais'' memimpin pasukan tempur.{{sfn|MacEvitt|2008|pp=149}} Mahkamah-mahkamah komunitas pribumi mengadili sengketa-sengketa perdata dan pidana ringan. Mahkamah orang Peringgi, yakni ''cour des bourgeois'' atau mahkamah borjuis, yakni sebutan bagi tokoh masyarakat Peringgi yang bukan bangsawan, mengadili pelanggaran-pelanggaran dan perkara-perkara lebih serius yang melibatkan orang Peringgi.{{sfn|Prawer|1972|p=81}} Tingkat asimilasi sulit diidentifikasi, lantaran terbatasnya bukti material. Bukti-bukti arkeologi menunjukkan adanya sikap menutup diri terhadap budaya yang berbeda, dan bukti-bukti tertulis mengindikasikan adanya keterpecahan yang mendalam lantaran perbedaan agama. Beberapa sejarawan berasumsi bahwa kebhinekaan negara-negara Tentara Salib menggerus pemilah-milahan masyarakat berdasarkan ras.{{sfn|Tyerman|2019|pp=126–136}} Pemilahan status dan taraf ekonomi yang terutama adalah pemilahan masyarakat menjadi penduduk perkotaan dan penduduk pedesaan. Bumiputra Kristen berkesempatan menaikkan status dan menimbun kekayaan melalui usaha dagang dan industri di kota-kota, tetapi bumiputra Muslim yang tinggal di daerah perkotaan selain budak hanya segelitir jumlahnya.{{sfn|Jotischky|2004|pp=128–130}}
Raja dan ratu Peringgi mencerminkan kebhinekaan yang ada di kawasan itu. Ratu Melisenda adalah tokoh peranakan Armenia yang bersuamikan Fulko, bangsawan asal Anjou. Putra mereka, Amalrikus, mengawini seorang perempuan Peringgi kelahiran Levans sebelum memperistri seorang perempuan Yunani asal Romawi Timur. Pujangga Wilelmus sampai terperangah melihat tingginya pemanfaatan jasa tabib-tabib Yahudi, Suriah, dan Muslim oleh kaum ningrat Levans. Antiokhia menjadi semacam pusat pertukaran budaya melalui warga Kristen yang menuturkan bahasa Yunani dan bahasa Arab. Bangsa pribumi memberikan penghormatan kepada kaum ningrat Peringgi seturut adat istiadat mereka, dan sebaliknya orang Peringgi mengadopsi adat-kebiasaan bangsa pribumi di bidang sandang, pangan, papan, dan ketentaraan. Meskipun demikian, masyarakat Peringgi bukanlah sebuah kualikancah peleburan budaya. Hubungan antarkomunitas bersifat dangkal, jati diri menjadi unsur pemisah, dan komunitas-komunitas lain dianggap sebagai pihak asing.{{sfn|Tyerman|2019|pp=127, 131, 136–141}}
 
== Ekonomi ==
[[File:crusader coins of the Kingdom of Jerusalem.jpg|thumb|Uang logam keluaran Kerajaan Yerusalem koleksi [[British Museum|Museum Inggris]]. Kiri: [[Denier Prancis|Dinar]] Eropa bergambar [[Gereja Makam Kudus|Makam Kudus]] (tahun 1162{{ndash}}1175). Tengah: [[Bezant]] emas bertulisan Arab [[kufi]] (tahun 1140{{ndash}}1180). Kanan: Bezant emas bergambar salib (dasawarsa 1250-an)]]
Negara-negara Tentara Salib merupakan pusat-pusat ekonomi yang menghambat usaha dagang Muslim, baik usaha dagang lewat laut dengan Dunia Barat maupun usaha dagang lewat darat dengan [[Mesopotamia]], Suriah, dan ekonomi perkotaan Sungai Nil. Perdagangan dilanjutkan dengan kota-kota pesisir yang menjadi pintu keluar barang-barang dari daerah-daerah Muslim di pedalaman, dan jumlah barang-barang pecah belah buatan Timur yang diekspor ke Eropa jauh lebih besar daripada yang sudah-sudah. Usaha dagang Romawi Timur-Muslim mungkin sudah bertumbuh pada abad ke-12 dan ke-13, tetapi agaknya Perang Salib mempercepatmeningkatkan laju pertumbuhannya. Populasi dan ekonomi Eropa Barat sedang mengalami lonjakan, yang melahirkan suatu golongan masyarakat berkembang yang menginginkan barang-barang kerajinan dan barang-barang impor dari Timur. Armada-armada Eropa bertambah besar dengan kapal-kapal yang lebih baik, ilmukepandaian navigasi mengalami kemajuan, dan para peziarah yang membayar tarifongkos angkut penumpang membantu meringankan biaya pelayaran. Usaha tani yang kebanyakan ditekuni masyarakat pribumi mengalami perkembangan sebelum Kerajaan Yerusalem perdana ditumbangkan pada tahun 1187, tetapi ditelantarkan sesudahnya. Orang Peringgi, Muslim, Yahudi, dan Kristen pribumi berjual beli hasta karya di [[bazar|''suq'']], pasar khas Dunia Timur yang terdapat di kota-kota.{{sfn|Prawer|1972|p=382}}
Buah zaitun, buah anggur, gandum, dan jelai adalah hasil-hasil pertanian utama sebelum Salahudin melancarkan aksi penaklukan. Pembuatan kaca dan produksi sabun merupakan usaha-usaha industri besar di kota-kota.{{sfn|Boas|1999|p=76}} Orang-orang Italia, [[Provence]], dan [[orang Catalunya|Katala]] memonopoli bidang usaha angkutan laut, ekspor-impor barang, transportasi, dan perbankan. Hasil pungutan pajak dagang, pajak pasar, pajak peziarah, dan pajak industri, ditambah hasil pengusahaan tanah merupakan sumber penghasilan kaum ningrat dan Gereja orang Peringgi.{{sfn|Prawer|1972|pp=352–354}} Monopoli tuan tanah atau hak ''[[Ban (Abad Pertengahan)|ban]]'' mewajibkan penggarap lahan untuk menggunakan kilang, pemanggang roti, dan fasilitas-fasilitas lain milik tuan tanah. Keberadaan batu kilangan di sebagian besar hunian keluarga merupakan bukti usaha kawula tani untuk mengelak dari monopoli tuan tanah dalam beberapa bidang.{{sfn|Boas|1999|p=61}} Pusat-pusat produksi adalah Antiokhia, Tripoli, Tirus, dan Beirut. Bahan sandang, teristimewa sutra, kaca, aneka kain celupan, zaitun, minuman anggur, minyak wijen, dan gula merupakan komoditas ekspor.{{sfn|Prawer|1972|pp=392–393}}
Baris 212 ⟶ 213:
 
== Agama ==
Tidak ada bukti tertulis yang menunjukkan bahwa orang Peringgi atau umat Kristen pribumi menyadari perbedaan agamawi di antara mereka sampai abad ke-13, manakala para ahli hukum mulai menggunakan frasa-frasa seperti ''orang-orang yang tidak mengikuti aturankaidah Roma''. {{sfn|MacEvitt|2008|p=138}} Tentara Salib memangku jabatan-jabatan gerejawi Ortodoks Yunani yang lowong. Sebagai contoh, ketika [[Simeon II dari Yerusalem|Batrik Simeon II]] wafat, seorang rohaniwan Peringgi bernama [[Arnulf dari Chocques|Arnulfus]] menjadi Batrik Yerusalem menggantikannya. Pengangkatan uskup-uskup Latin tidak menimbulkan dampak yang berarti terhadap [[Antiokhia Yunani|umat Kristen Ortodoks penutur bahasa Arab]]. Uskup-uskup mereka sebelumnya pun adalah orang-orang asing, yakni orang-orang Romawi Timur berkebangsaan Yunani. Orang-orang Yunani dijadikan uskup-[[uskup koajutor|uskup bantu]] untuk melayani umat pribumi yang tidak memiliki rohaniwan, dan melakukannya dalam bahasa Latin. Umat Kristen Ortodoks pun kerap saling berbagi rumah ibadat. Di Antiokhia, orang-orang Yunani kadang-kadang diangkat menggantikan batrik-batrik Latin. Toleransi terus berjalan, kendati ada pula tindakan campur tangan dari pihak pro-Paus yang dilakukan [[Jacques de Vitry|Yakobus]], [[Keuskupan Acre (Katolik Latin)|Uskup Ako]]. Umat Kristen Armenia, Kubti, Yakubi, dan Mawarinah memiliki kebebasan yang lebih besar dalam urusan pengangkatan uskup, karena mereka dianggap bukan bagian dari [[Gereja Katolik]].{{sfn|Jotischky|2004|pp=134–143}} Orang Peringgi memberlakukan undang-undang diskriminatif terhadap umat Yahudi dan umat Islam yang menghalangi terjadinya asimilasi. Secara keseluruhan, kedudukan hukum umat Yahudi dan umat Islam adalah semacam hasil adaptasi Kristen Latin dari sistem zimi.<ref>Nikolas Jaspert, ''Die Kreuzzüge'', 91.</ref> Mereka dilarang bertempat tinggal di Yerusalem, ada undang-undang pembatasan belanja yang melarang mereka untuk mengenakan pakaian Peringgi, dan ancaman hukuman ''de iure'' terhadap tindakan persetubuhan antara pemeluk agama Islam dengan pemeluk agama Kristen adalah mutilasi. Umat Yahudi dan umat Islam berpegang teguh kepada tatanan hukum agamanya masing-masing. Mereka didiskriminasi di dalam hukum sipil maupun hukum yang mengatur hubungan antarumat beragama, dan diwajibkan membayar pajak per kapita (''capitātiō'').<ref name ="dth">Daniella Talmon Heller, "Muslims in Outremer", ''The Crusades to the Holy Land: The Essential Reference Guide'', 178.</ref> Umat Islam diketepikan dari kehidupan kota, tetapi umat Islam pedesaan di wilayah kedaulatan Tentara Salib tampaknya sama sejahteranya dengan, bahkan mungkin lebih sejahtera daripada, saudara-saudara seiman mereka di negeri-negeri Muslim, bahkan orang-orang Badawi menyandang status istimewa.<ref name ="dth"/> Sejumlah mesjid diubah menjadi gereja ritus Latin, khususnya mesjid-mesjid besar, tetapi sebagian besar mesjid tetap menjadi milik umat Islam. Di tempat-tempat tertentu, umat Islam kadang-kadang diperbolehkan untuk beribadat di sebagian dari lingkungan rumah ibadat bekas mesjid,<ref name ="dth"/> seperti yang dialami sendiri oleh [[Usamah bin Munqid]] pada awal dasawarsa 1140-an.<ref>Jamie Byrom, Michael Riley, ''Enquiring History - The Crusades: Conflict and Controversy, 1095-1291''.</ref> Umat Islam tidak dipaksa masuk Kristen, karena mereka diharapkan tetap beragama Islam sehingga tetap berstatus kawula tani.{{sfn|Jotischky|2004|pp=127–129}} Disamping itu, Tentara Salib sendiri tampaknya tidak berminat untuk mengganti keyakinan umat Yahudi, umat Islam, maupun umat Kristen Miafisit dengan agama Kristen Latin. Para pemeluk agama yang berbeda-beda pun diperbolehkan untuk berbaur di dalam kegiatan pengamalan kepercayaan rakyat yang bersifat lintas agama, misalnya di [[Gua Makhpela|Gua Para Pitarah]] yang sekarang ini sudah dibagi menjadi lingkungan peribadatan Islam dan lingkungan peribadatan Yahudi.<ref>Maribel Dietz, Wandering Monks, Virgins, and Pilgrims, 218.</ref>
 
== Warisan sejarah ==
Baris 237 ⟶ 238:
== Kepustakaan ==
{{refbegin|30em}}
* {{cite book|last=Asbridge|first=Thomas|author-link=Thomas Asbridge|title=The Creation of the Principality of Antioch: 1098-1130|url=https://archive.org/details/creationofprinci00thom|year=2000 |publisher=The Boydell Press|isbn=978-0-85115-661-3}}
* {{cite book|last=Asbridge|first=Thomas|author-link=Thomas Asbridge|title=The Crusades: The War for the Holy Land|url=https://archive.org/details/crusades0000thom|year=2012 |publisher=[[Simon & Schuster]]|isbn=978-1-84983-688-3}}
* {{cite book|last=Asbridge|first=Thomas|author-link=Thomas Asbridge|title=The First Crusade: A New History|year=2004|publisher=[[Simon & Schuster]]|isbn=978-0-7432-2083-5|url=https://archive.org/details/firstcrusadenewh00asbr/page/n5/mode/2up|url-access=registration}}
* {{cite book|last=Barber|first=Malcolm|author-link=Malcolm Barber|year=2012|title=The Crusader States|url=https://www.jstor.org/stable/j.ctt32bvs5|publisher=[[Yale University Press]]|jstor=j.ctt32bvs5 |isbn=978-0-300-11312-9}}
Baris 255 ⟶ 256:
* {{cite book|last=Housley|first=Norman|author-link=Norman Housley|title=Contesting the Crusades|url=https://archive.org/details/contestingcrusad0000hous|publisher=[[Blackwell Publishing]]|year=2006|isbn=978-1-4051-1189-8}}
* {{cite book|last=Jacoby|first=David|editor-last=Cavaciocchi|editor-first=Simonetta|year=2007|title=Europe's Economic Relations with the Islamic World, 13th-18th centuries|publisher=[[Le Monnier (publishing house)|Le Monnier]]|pages=159–191|chapter=The Economic Function of the Crusader States of the Levant: A New Approach|isbn=978-8-80-072239-1}}
* {{cite book|last=Jaspert|first=Nikolas|translator=Phyllis G. Jestice|title=The Crusades|url=https://archive.org/details/crusades0000jasp|orig-year=2003|year=2006|publisher=[[Routledge]]|isbn=978-0-415-35968-9}}
* {{cite book|last=Jotischky|first=Andrew|title=Crusading and the Crusader States|publisher=[[Taylor & Francis]]|year=2004|isbn=978-0-582-41851-6|url=https://books.google.com/books?id=rTUlDwAAQBAJ}}
* {{cite book|last=Köhler|first=Michael A.|translator=Peter M. Holt|title=Alliances and Treaties between Frankish and Muslim Rulers in the Middle East: Cross-Cultural Diplomacy in the Period of the Crusades|year=2013|publisher=[[Brill Publishers]]|isbn=978-90-04-24857-1}}
* {{cite book|last=Lilie|first=Ralph-Johannes|author-link=Ralph-Johannes Lilie|orig-year=1993|year=2004|title=Byzantium and the Crusader States 1096-1204|url=https://archive.org/details/byzantiumcrusade0000lili|publisher=[[Oxford University Press]]|isbn=978-0-19-820407-7}}
* {{cite book|last=MacEvitt|first=Christopher|chapter=Edessa, County of|pages=379–385|editor-last=Murray|editor-first=Alan V.|volume=II:D-J|title=The Crusades: An Encyclopedia|year=2006|publisher=ABC-CLIO|isbn=978-1-57607-862-4|url=https://archive.org/details/crusadesencyclop0002unse/page/n5/mode/2up|url-access=registration}}
* {{cite book|last=MacEvitt|first=Christopher|title=The Crusades and the Christian World of the East: Rough Tolerance|publisher=[[University of Pennsylvania Press]]|year=2008|isbn=978-0-8122-2083-4|url=https://books.google.com/books?id=Dh6RNqI0uikC}}