Suku Dayak Ngaju: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Busu Neneng (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Alamnirvana (bicara | kontrib)
(14 revisi perantara oleh 6 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 3:
|image = [[Berkas:Dayak Ngaju Warrior by W.T. Gordon 1857.jpg|jmpl|250px|Profil Dayak Ngaju 1857]]
|poptime = kurang lebih '''600.000 Jiwa'''.
|popplace = [[Kalimantan Tengah]]: '''590.000 (2010)'''.<ref>Sumber: Badan Pusat Statistik - Sensus Penduduk Tahun 2000</ref>
|langs = [[bahasa Ngaju|Ngaju]], [[bahasa Bakumpai|Bakumpai]], [[Banjar]], [[Indonesia]]
|rels = {{•}}[[Berkas:Christian cross.svg|12px]] Kristen ([[Protestan]] dan [[Katolik]]),<br>{{•}}[[Berkas:Batang Garing 1.jpeg|15px]] [[Kaharingan]],<br>{{•}}[[Berkas:Allah-green.svg|15px]] [[Islam]]
|related = [[Dayak]] ([[suku Dayak Ot Danum|Ot Danum]], [[suku Dayak Bakumpai|Bakumpai]], [[suku Dayak Maanyan|Maanyan]], [[Suku Dayak Meratus]], [[suku Dayak Lawangan|Lawangan]], [[suku Dayak Dusun|Dusun]]), [[Banjar]]
}}
 
'''Suku Dayak Ngaju (Biaju)''' adalah suku asli di [[Kalimantan Tengah]]. Suku ngaju merupakan sub etnis dayak terbesar di Kalimantan tengah yang persebarannya cukup luas dan utamanya terkonsentrasi di daerah Kota Palangka Raya, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Kapuas dan di kabupaten lainnya di seluruh wilayah kalimantan tengah dapat ditemui suku Ngaju. Suku Ngaju secara administratif merupakan suku baru yang muncul dalam sensus tahun 2000 dan merupakan 27,3% dari penduduk Kalimantan Tengah, sebelumnyanamun suku Ngaju tergabungdigabung ke dalam suku Dayak dalam sensus 19302010.<ref>[http://books.google.co.id/books?id=oLVTKSefAtIC&lpg=PA173&dq=suku%20sampit&pg=PA174#v=onepage&q=suku%20sampit&f=true {{id}} Riwanto Tirtosudarmo, Mencari Indonesia: demografi-politik pasca-Soeharto, Yayasan Obor Indonesia, 2007, ISBN 979-799-083-4, 9789797990831]</ref>
 
Berdasarkan sensus penduduk yang dilaksanakan oleh [[Badan Pusat Statistik]] RI pada tahun 2000, orang Ngaju (Dayak Ngaju) berjumlah 324.504 jiwa atau 0,16 % dari penduduk Indonesia pada saat itu. Pada sensus tahun 2000 tersebut Dayak Ngaju disensus secara terpisah dengan [[Suku Dayak Katingan]] dan [[Suku Dayak Bakumpai]].
 
== Etimologis ==
Ngaju berarti udik atau hulu.<ref><span lang="id-ID" style="font-size:11.0pt;line-height:
IN115%;msofont-bidi-languagefamily:AR-SA" lang="id">Nila Riwut. 2003 Tjilik Riwut. [[Manaser Panatau Tatu Hiang]].</span></ref> Suku Ngaju kebanyakan mendiami daerah aliran sungai Kapuas, Kahayan, Rungan Manuhing, Barito dan Katingan bahkan ada pula yang mendiami daerah Kalimantan Selatan.
115%;font-family:"Calibri","sans-serif";mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-theme-font:minor-fareast;mso-ansi-language:#0021;mso-fareast-language:
IN;mso-bidi-language:AR-SA" lang="id-ID">Nila Riwut. 2003 Tjilik Riwut. [[Manaser Panatau Tatu Hiang]].</span></ref> Suku Ngaju kebanyakan mendiami daerah aliran sungai Kapuas, Kahayan, Rungan Manuhing, Barito dan Katingan bahkan ada pula yang mendiami daerah Kalimantan Selatan.
 
Orang Dayak Ngaju yang kita kenal sekarang, dalam literatur-literatur pada masa-masa awal disebut dengan Biaju. Terminologi Biaju dipakai untuk menyebut nama sekelompok masyarakat, sungai, wilayah dan pola hidup (Ras 1968: 336). Menurut [[Hikayat Banjar]], [[Sungai Kahayan]] dan Kapuas sekarang ini disebut dengan nama sungai Biaju yaitu Batang Biaju Basar, dan Batang Biaju Kecil. Orang yang mendiaminya disebut Orang [[Biaju Besar]] dan Orang [[Biaju Kecil]]. Sedangkan sungai Murong (Kapuas-Murong) sekarang ini disebut dengan nama Batang Petak (lihat Ras 1968: 314). Pulau Petak yang merupakan tempat tinggal orang Ngaju disebut Biaju (Ras 1968: 408, 449).<ref name="Biaju, Ngaju dan Dayak Ngaju">[http://markomahin.blogspot.com/2013/03/biaju-ngaju-dan-dayak-ngaju-orang-dayak.html Biaju, Ngaju dan Dayak Ngaju], Marko Mahin</ref>
Baris 59 ⟶ 57:
# '''[[Tantan Liang Mangan Puruk Kaminting]]''' (Bukit Kaminting), [[Kalimantan Tengah]] oleh '''Ranying''' (Tuhan YME) terciptalah seorang yang maha sakti, bernama '''Kerangkang Amban Penyang''' atau '''Maharaja Sangiang'''.
# '''[[Datah Takasiang]]''', perhuluan [[sungai Rakaui]] ([[Sungai Malahui]], [[Kalimantan Barat]], oleh '''Ranying''' (Tuhan YME) terciptalah 4 orang manusia, satu laki-laki dan tiga perempuan, yang laki-laki bernama '''Litih''' atau '''Tiung Layang Raca Memegang Jalan Tarusan Bulan Raca Jagan Pukung Pahewan''', yang seketika itu juga menjelma menjadi '''Jata''' dan tinggal di dalam tanah di negeri yang bernama '''Tumbang Danum Dohong'''. Ketiga puteri tadi bernama '''Kamulung Tenek Bulau''', '''Kameloh Buwooy Bulau''', '''Nyai Lentar Katinei Bulau'''.
# '''[[Puruk Kambang, Tanah Siang Selatan, Murung Raya|Puruk Kambang]]''' [[Tanah Siang, Murung Raya|Tanah Siang]] (perhuluan [[Sungai Barito]], [[Kalimantan Tengah]] oleh '''Ranying''' (Tuhan YME) terciptalah seorang puteri bernama '''Sikan''' atau '''Nyai Sikan''' di Tantan Puruk Kambang Tanah Siang Hulu Barito.
 
== Kepercayaan & Kebudayaan<ref><span class="reference-text"><span style="font-size:11.0pt;line-height: 115%;font-family:"Calibri","sans-serif";mso-fareast-font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-theme-font:minor-fareast;mso-ansi-language:#0021;mso-fareast-language: IN;mso-bidi-language:AR-SA" lang="id-ID">Nila Riwut. 2003 Tjilik Riwut. Manaser Panatau Tatu </span></span>Hiang.</ref> ==
'''[[Kaharingan]]''' adalah [[agama]] asli [[suku Dayak]] di Pulau [[Kalimantan]]. Agama Kaharingan sudah ada sebelum agama lainnya masuk ke Kalimantan. Agama [[Kaharingan]] mempunyai simbol tersendiri yakni [[Batang Garing]] yang berarti pohon kehidupan. Simbol Batang Garing ini sudah tidak asing bagi masyarakat Dayak karena sering dijumpai pada banyak bangunan di [[Kalimantan Tengah]].<ref name="Politik dan postkolonialitas di Indonesia">{{en}} {{cite book|last=Susanto|first=A. Budi|year=2003|title=''[http://books.google.co.id/books?id=hl-5ZE620VIC&lpg=PA264&dq=kayu%20tangi&pg=PA262#v=onepage&q=kayu%20tangi&f=false Politik dan postkolonialitas di Indonesia]''|publisher=Kanisius|isbn=9789792108507|coauthors=}}ISBN 979-21-0850-5</ref><ref>[http://books.google.co.id/books?id=kFqf1tqosvAC&lpg=PR37&dq=kaharingan&pg=PR37#v=onepage&q=kaharingan&f=true {{id}} Fr. Wahono Nitiprawiro, Moh. Sholeh Isre, Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKIS), Teologi pembebasan: sejarah, metode, praksis, dan isinya, PT LKiS Pelangi Aksara, 2000 ISBN 979-8966-85-6, 9789798966859]</ref> Kaharingan artinya tumbuh atau hidup, juga dikenal dengan istilah ''danum kaharingan'' (air kehidupan),<ref>[http://books.google.co.id/books?id=rTiifZ-SlaEC&lpg=PA139&dq=kaharingan&pg=PA139#v=onepage&q=kaharingan&f=true {{id}} Fridolin Ukur, Tuaiannya sungguh banyak: sejarah Gereja Kalimantan Evanggelis sejak tahun 1835, BPK Gunung Mulia, 2000 ISBN 979-9290-58-9, 9789799290588]</ref> yang artinya agama Kaharingan ini akan terus ada bagai air yang mengalir, tumbuh secara turun temurun dan dihayati oleh masyarakat Dayak di Kalimantan. Tuhan Yang Maha Esa dalam agama Kaharingan disebut ''Ranying Hatalla''. Suku Dayak Ngaju pernah mempunyai peradaban Kaharingan pada zaman dulu, yaitu pada zaman [[Kerajaan Tanjung Pematang Sawang]] dengan ratunya [[Nyai Undang]]. Banyak monumen atau tempat di Kalimantan Tengah di masa sekarang yang terinspirasi dari sejarah Kerajaan bercorak agama Kaharingan ini, seperti nama "''Tambun Bungai''" yang diabadikan sebagai julukan provinsi Kalimantan Tengah dan sebagai nama perguruan tinggi, lalu "''Sanaman Mantikei''" juga diabadikan sebagai nama lapangan, stadion dan nama kecamatan, serta masih ada nama tokoh lainnya di Kerajaan Tanjung Pematang Sawang yang dijadikan nama tugu di Kalimantan Tengah.
 
Agama Kaharingan diperkenalkan kepada publik oleh [[Tjilik Riwut]] pada tahun 1944, saat ia menjabat Residen [[Sampit]] yang berkedudukan di [[Banjarmasin]]. Tahun 1945, pendudukan [[Jepang]] mengajukan [[Kaharingan]] sebagai salah satu agama resmi negara Indonesia, namun ditolak oleh pemerintah [[Indonesia]] dengan alasan umat [[Kaharingan]] belum tersebar di setiap pulau/daerah berdasarkan sensus penduduk di Indonesia. Pemerintah [[Indonesia]] menganggap Kaharingan hanya bersumber dari tradisi [[Suku Dayak]] saja, sehingga Kaharingan tidak dianggap sebagai agama pada saat itu. Seiring bergantinya jaman, penganut Kaharingan mengalami banyak hambatan saat ingin menempuh pendidikan yang layak, susah menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN), maupun sulit terlibat dalam Politik akibat terkendala oleh syarat yang mengharuskan masyarakat untuk menganut Agama yang resmi diakui oleh Negara [[Indonesia]]. Oleh sebab itu para penganut Kaharingan berintegrasi dengan Hindu, menjadi [[Hindu]] [[Kaharingan]] pada masa orde baru, tepatnya pada 20 April 1980. Pemilihan integrasi ke Hindu ini bukan hanya karena kesamaan ritualnya, namun juga karena Hindu merupakan salah satu agama tertua di Kalimantan. Integrasi ke dalam Agama Hindu dengan bukti stempel darah dari tokoh adat dan budaya Dayak dalam surat integrasi ke Agama Hindu.
 
Umat Kaharingan di [[Kalimantan Tengah]] mempunyai tempat ibadah yang dinamakan ''[[Balai Basarah]]'' atau ''Balai Kaharingan''. Kitab suci agama mereka adalah ''[[Panaturan]]'' dan buku-buku agama lain, seperti ''[[Kandayu]]'', ''Talatah Basarah'' (Kumpulan Doa), ''Tawar'' (petunjuk tatacara meminta pertolongan Tuhan dengan upacara menabur beras), dan sebagainya.
Baris 78 ⟶ 76:
Sejak dahulu hingga sekarang orang Dayak terkenal dengan hukum adat mereka, khususnya berkaitan dengan bagaimana cara mereka hidup berdampingan dengan alam (hutan). Hukum adat merupakan aturan yang telah digariskan oleh Ranying Hatalla Langit dan diwariskan oleh leluhur mereka untuk ditaati. Orang Dayak Ngaju meyakini jika tidak melaksanakan hukum adat, maka leluhur mereka akan marah dengan mengirimkan berbagai bencana alam, seperti banjir dan kesulitan mencari makan.
 
Burung [[Enggang Gading]] (''tanjaku'') adalah burung yang sangat disakralkan dalam kepercayaan orang Dayak Ngaju. Burung ini dianggap sebagai burung indah dan dari gerak geriknya tercipta sebuah tarian, yang diyakini sebagai tarian leluhur mereka pada saat awal penciptaan. Maka dari itu hingga sekarang tarian burung Enggang masih ditampilkan dalam upacara adat Dayak Ngaju, sebagai penghormatan terhadap leluhur mereka.
 
Pengetahuan dan keyakinan mereka terhadap Pohon Batang Garing (pohon kehidupan) sebagai petunjuk memahami kehidupan. Pohon Batang Garing adalah pohon simbolis yang diciptakan berbarengan dengan diciptakannya leluhur Dayak Ngaju. Pohon ini dianggap menjadi pohon petunjuk untuk mengatur kehidupan yang harus diajarkan pada orang Dayak Ngaju kelak.
 
== Susunan Dan Tingkatan Masyarakat<ref>{{id}} [http://humabetang.web.id/dayak/sejarah/2013/susunan-dan-tingkatan-masyarakat-dayak-pada-masa-lampau Susunan dan Tingkatan Masyarakat Dayak Ngaju pada masa lampau] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20140202123108/http://humabetang.web.id/dayak/sejarah/2013/susunan-dan-tingkatan-masyarakat-dayak-pada-masa-lampau |date=2014-02-02 }}</ref><ref><span class="reference-text"><span lang="id-ID" style="font-size:11.0pt;line-height: 115%;font-family:"Calibri","sans-serif";mso-fareast-font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-theme-font:minor-fareast;mso-ansi-language:#0021;mso-fareast-language: IN;mso-bidi-language:AR-SA" lang="id">Nila Riwut. 2003 Tjilik Riwut. [[Manaser Panatau Tatu Hiang]] </span></span></ref> ==
Pada masa lampau masyarakat Dayak Ngaju memiliki susunan dan tingkatan strata sosial dalam masyarakatnya yaitu:
* [[Kepala Kampung]], yang dimasa kolonial tugasnya hanya melaksanakan perintah pegawai kolonial, dengan tugas utama menarik pajak dan mendayung perahu bagi para pegawai kolonial, apabila mengunjungi kampung lain, mengakibatkan terjadinya perbedaan kelas dalam masyarakat. Ada kaum bangsawan dan ada orang-orang pantan.
Baris 106 ⟶ 104:
== Tokoh Dayak Ngaju ==
* [[Mustain Billah dari Banjar|Raja Maruhum]], Raja Banjar Islam ke-4.
* [[Nyai Undang]], Ratu Kuta Baguh, [[Kerajaan Tanjung Pematang Sawang]]
* [[Nyai Nunyang]], Ibu dari Nyai Undang
* [[Tamanggung Sempung]], Ayah dari Nyai Undang (sebelumnya adalah Raja [[Kerajaan Tanjung Pematang Sawang]])
* [[Syaer Sua]], penyanyi-seniman [[Karungut]]
* [[Raden Labih]], Kepala suku Dayak Ngaju Sei Apui
* [[Toemenggoeng Nicodemus Djaija Negara]], Tokoh Dayak Ngaju, Kepala Distrik Pulau Petak
Baris 112 ⟶ 113:
* [[Damang Anggen]], Tokoh Dayak Ngaju, Kepala Distrik Mendawai Katingan
* [[Toemenggoeng Soera Djaja]], Kepala suku Dayak Ngaju dari Kampung Rawi, Pejuang Kalteng
* [[Ngabe Anom Soekah]], Pambakal (kepala kampung) Pahandut, cikal bakal Kota Palangka Raya
* Damang Pijar, Kepala suku Dayak, Mantir Adat Kahayan Hulu.
* [[Panglima Batur]], Panglima Dayak Bakumpai, Pejuang Perang Barito