Kelenteng Sam Poo Kong: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Sofyanr (bicara | kontrib)
Wisnuest (bicara | kontrib)
Menambahkan referensi untuk arti kata sanbao
 
(46 revisi perantara oleh 26 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Chinese|pic=Kelenteng Sam Poo Kong.jpg|picsize=250px|piccap=Kelenteng Sam Poo Kong|c=三寶公廟|p=Sān Bǎo Gōng Miào|poj=Sam-pó-kong-biō|altname=Gua Sampoo|c2=三保洞|p2=Sān Bǎo Dòng|j2=Sam-pó-tōng}}
{{rapikan}}
[[Berkas:Sampokong_plakat.JPG|thumb|right|Sam Po Kong]]
[[Berkas:Abbas-Tionghoa.jpg|thumb|Dua orang wanita Tionghoa sedang bersembahyang di Gedung Batu]]
 
'''Kelenteng Gedung Kuno Sam Poo Kong''' ({{lang-zh|三保洞}}, Sānbǎo Dong) yang jika diterjemahkan menjadi Gua Tiga Perlindungan. Terminologi tiga perlindungan adalah doktrin umat Buddha, yang menyatakan berlindung pada Triratna (Sansekerta) atau Tiratana (Pali) yaitu Buddha, Dharma dan Sangha. Karakter “Pao” berdasarkan “Akun Zeng He” dalam Sejarah Dinasti Ming (明史) volume 304, adalah 保 “pao” yang berarti perlindungan, merupakan homonim yang disederhanakan dari "pao" 寶 dalam arti permata. Istilah tiga permata bersumber dari istilah Sansekerta Buddhistik yaitu Triratna yakni Buddha (佛), Dharma (法) and Sangha (僧). Berdasarkan hal ini, seluruh wihara atau klenteng Triratna di Asia Tenggara dianggap sebagai klenteng Cheng Ho.<ref>{{Cite book|last=Yun-Tsiao|first=Hsu|date=2005|title=Admiral Zheng He and Southeast Asia|work=Notes Relating To Admiral Cheng Ho's Expeditions|location=Singapore|publisher=ISEAS|isbn=981-230-329-4|editor-last=Suryadinata|editor-first=Leo|pages=125-127|url-status=live}}</ref>
'''Kelenteng Gedung Batu Sam Po Kong''' adalah sebuah petilasan, yaitu bekas tempat persinggahan dan pendaratan pertama seorang Laksamana Tiongkok beragama islam yang bernama Zheng He / [[Cheng Ho]]. Terletak di daerah Simongan, sebelah barat daya Kota [[Semarang]]. Tanda yang menunjukan sebagai bekas petilasan yang berciri keislamanan dengan ditemukannya tulisan berbunyi "marilah kita mengheningkan cipta dengan mendengarkan bacaan Al Qur'an".
 
Zheng He atau Cheng Ho (郑和) adalah tokoh besar yang menginspirasi pendirian tempat ibadah umat Buddha Tionghoa di Semarang ini. Zheng He lahir di Provinsi Yunnan pada 1371 dari suku Hui, salah satu suku minoritas di Tiongkok. Kebanyakan masyarakat Hui beragama Islam, dan menggunakan nama marga Ma, bentuk sinisisasi dari Muhammad. Namun Zheng He mendalami dharma ajaran Buddha dari seorang bhiksu bernama Daoyan, yang juga memimpin pembacaan Bodhisattva Sila untuk Zheng He<ref>{{Cite journal|last=Sen|first=Tansen|date=2019|title=Zheng He’s Military Interventions in South Asia, 1405–1433|url=https://brill.com/view/journals/cahs/1/2/article-p158_158.xml|journal=China and Asia|volume=1|issue=2|pages=158-191|doi=10.1163/2589465X-00102003}}</ref>. Di waktu senggang sang laksamana juga kerap mengisinya dengan menyalin sutra-sutra ajaran Buddha, salah satunya Sutra Hati yang pada 2015 lalu dilelang di Pelelangan Sotheby New York dengan harga 14 juta US dolar.<ref>{{Cite web|last=The Long|first=Museum|date=2015-07-11|title=Share: Coming Back of Zheng He—The 610th Anniversary of Zheng He’s Expeditionary Voyage and Academic Seminar of the Buddhist Sutra in the Ming Dynasty|url=http://www.thelongmuseum.org/en/list-386/1188.html|website=Long Museum|access-date=2024-03-12}}</ref>
Disebut Gedung Batu karena bentuknya merupakan sebuah Gua Batu besar yang terletak pada sebuah bukit batu, orang Indonesia keturunan cina menganggap bangunan itu adalah sebuah kelenteng - mengingat bentuknya memiliki arsitektur bangunan cina sehingga mirip sebuah kelenteng. Sekarang tempat tersebut dijadikan tempat peringatan dan tempat pemujaan atau bersembahyang serta tempat untuk berziarah. Untuk keperluan tersebut, di dalam gua batu itu diletakan sebuah altar, serta patung-patung Sam Po Tay Djien. Padahal laksamana cheng ho adalah seorang muslim, tetapi oleh mereka di anggap dewa. Hal ini dapat dimaklumi mengingat agama Kong Hu Cu atau Tau menganggap orang yang sudah meninggal dapat memberikan pertolongan kepada mereka.<ref name="Muljana">{{id}} {{cite book|url=http://books.google.co.id/books?id=j9ZOKjMxVdIC&lpg=PA78&dq=suma%20oriental&pg=PA61#v=onepage&q=suma%20oriental&f=false|title=Runtuhnya kerajaan Hindu-Jawa dan timbulnya negara-negara Islam di Nusantara|last=Muljana|first=Slamet|publisher=PT LKiS Pelangi Aksara|year=2005|isbn=9798451163|pages=61}}ISBN 978-979-8451-16-4</ref>
 
Pada 1414 sebagaimana tercantum dalam naskah yang ditemukan tersebut, Zheng He berikrar akan menyalin Vajracchedika Prajna Paramita Sutra (Jin Gan Jing), Guan Yin Sutra (Guanyin Jing), Amithaba Sutra (Mituo Jing), Marici Bodhisattva Sutra (Molizhitian Jing), Prajnaparamitahrdaya (Xin Jing), Surangama Sutra (Leng Yan Jing), Mahakaruna Dharani (Da Bei Zhou), Sarvadurgatiparisodhana Tantra (Zun Sheng Zhou), dan Mantra Sataksara (Bai Zi Shen Zhou). Penulisan ini dilakukan oleh Zheng He sebagaimana tradisi pada masanya, yakni sebagai wujud syukur, sebagaimana diungkapkannya di naskah temuan tersebut “Setiap mendapat perintah melanglang buana, senantiasa memperoleh karunia dari San Bao.” Arti kata San Bao adalah tiga mustika atau tiga permata yang merujuk pada Tri Ratna yaitu Buddha, Dharma, dan Sangha. Indonesia mengenal istilah ini dengan Sam Poo melalui nama Sam Poo Kong.<ref>{{Cite web|last=Basuki|first=Novi|date=2017-11-16|title=Apa Agama Cheng Ho|url=https://historia.id/agama/articles/apa-agama-cheng-ho-vXWpm/page/1|website=Historia|access-date=2024-03-12}}</ref>
Menurut cerita, Laksamana Zheng He sedang berlayar melewati laut jawa, namun saat melintasi laut jawa, banyak awak kapalnya yang jatuh sakit, kemudian ia memerintahkan untuk membuang sauh. Kemudian merapat ke pantai utara semarang untuk berlindung di sebuah Goa dan mendirikan sebuah masjid di tepi pantai yang sekarang telah berubah fungsi menjadi kelenteng. Bangunan itu sekarang telah berada di tengah kota Semarang di akibatkan pantai utara jawa selalu mengalami proses pendangkalan yang di akibatkan adanya proses sedimentasi sehingga lambat-laun daratan akan semakin bertambah luas kearah utara.
 
Bangunan yang sekarang menjadi tempat ibadah ini diyakini sebagai bekas tempat persinggahan dan pendaratan pertama Laksamana Zheng He/[[Cheng Ho]], yang juga dikenal dengan nama Sam Poo . Tidak semua anak buah kapal beragama Islam. Kompleks Sam Poo Kong berada di daerah Simongan, sebelah barat daya Kota [[Semarang]]. Tanda yang menunjukan sebagai bekas petilasan yang berciri keislaman dengan ditemukannya tulisan berbunyi "Marilah kita mengheningkan cipta dengan mendengarkan bacaan Al Qur'an".<ref>{{Cite web|url=https://www.researchgate.net/publication/316925749_ULUM_AL-QURAN_SEJARAH_DAN_PERKEMBANGANNYA|title=(PDF) ULUM AL-QURAN, SEJARAH DAN PERKEMBANGANNYA|website=ResearchGate|language=en|access-date=2019-02-22}}</ref><ref>{{Cite book|title=Sejarah Al-Qur'an|url=https://books.google.co.id/books?id=C0G8nQAACAAJ&dq=Sejarah+Al+Quran&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwjn1Lm9-c7gAhVBOY8KHbWIBhcQ6AEIMjAC|publisher=Pustaka Aman Press|date=1983|language=en|first=Aboebakar|last=Atjeh (Hadji)}}</ref><ref>{{Cite book|title=Sejarah Al-Qur'an|last=Atjeh|first=Aboebakar|publisher=Pustaka Aman Press|year=1983|isbn=|location=|pages=|url=https://books.google.co.id/books?id=C0G8nQAACAAJ&dq=Sejarah+Al+Quran&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwjn1Lm9-c7gAhVBOY8KHbWIBhcQ6AEIMjAC}}</ref> Petilasan berciri kejawen memang terdapat di komplek Sampokong, namun hal tersebut adalah tambahan belakangan sebagai bentuk akulturasi yang terjadi.
Konon, setelah Zheng He meninggalkan tempat tersebut karena ia harus melanjutkan pelayarannya, banyak awak kapalnya yang tinggal di desa Simongan dan kawin dengan penduduk setempat. Mereka bersawah dan berladang di tempat itu. Zheng He memberikan pelajaran bercocok-tanam serta menyebarkan ajaran-ajaran Islam, di Klenteng ini juga terdapat Makam Seorang Juru Mudi dari Kapal Laksamana Cheng Ho.
 
Kelenteng ini disebut Gedung Batu karena bentuknya merupakan gua batu besar yang berada di sebuah bukit batu. Untuk mengenang Cheng Ho, masyarakat Indonesia keturunan Tionghoa beragama Buddha membangun sebuah kelenteng. Sekarang tempat ini dijadikan tempat peringatan dan pemujaan atau bersembahyang serta tempat untuk berziarah. Untuk keperluan tersebut, di dalam gua batu itu diletakkan sebuah altar serta patung-patung Sam Po Tay Djien. Meskipun di Indonesia banyak yang menganggap Laksamana Cheng Ho adalah seorang Muslim, meskipun tidak ditemukan bukti pendukung atas keyakinan tersebut, akan tetapi umat Buddha Tionghoa menempatkannya sebagai dewa. Proses pendewaan atau deifikasi terhadap tokoh-tokoh besar memang merupakan praktik umum dalam tradisi spiritual Tiongkok, yang terbawa dalam bentuk akulturasinya dengan agama Buddha ke wilayah Nusantara.
==Sejarah==
Menurut cerita, Laksamana Zheng[[Cheng HeHo]] sedang berlayar melewati laut[[Laut jawaJawa]], namun saat melintasi lautLaut jawaJawa, banyak awak kapalnya yang jatuh sakit, kemudian ia memerintahkan untuk membuang sauh. Kemudian, kapalnya merapat ke pantaiPantai utaraUtara semarangSemarang untuk berlindung di sebuah Goagua dan mendirikan sebuah masjid di tepi pantai yang sekarang telah berubah fungsi menjadi kelenteng. Bangunan itutersebut sekarang telah beradaterletak di tengah kota [[Kota Semarang|Semarang]] dikarena akibatkanPantai pantaiUtara utaraJawa jawayang selalu mengalami proses pendangkalan. yangHal diini akibatkanmenyebabkan adanya proses sedimentasi sehingga lambat- laun, daratan akanPulau semakinJawa makin bertambah luas kearahke arah utara.
 
Konon, setelah Zheng[[Cheng HeHo]] meninggalkan tempat tersebut karena ia harus melanjutkan pelayarannya, banyak awak kapalnya yang tinggal di desa Simongan dan kawinmenikah dengan penduduk setempat. Mereka bersawah dan berladang di tempat itu. Zheng[[Cheng HeHo]] memberikan pelajaran bercocok-tanam serta menyebarkan ajaran-ajaran [[Islam]]. Bahkan, di Klentengkelenteng ini juga terdapat Makammakam Seorangseorang Jurujuru Mudimudi dari Kapal Laksamana Cheng Ho.
 
Selain membangun Kelenteng Sam Poo Kong, Laksamana [[Cheng Ho]] juga membangun kembali Masjid Jingjue. Masjid Jingjue didirikan pada 1388 Masehi oleh Yuanzhang [https://wiki-indonesia.club/wiki/Kaisar_Hongwu] yang merupakan kaisar pertama [[Dinasti Ming]]. Namun, Masjid Jingjue sempat hancur terbakar pada 1430 Masehi. Akhirnya, masjid ini dibangun kembali di bawah perintah Laksamana Cheng Ho pada 1492 masehi.[https://travel.detik.com/travel-news/d-4223994/pesona-masjid-tertua-peninggalan-dinasti-ming-di-nanjing]
 
== Bangunan ==
Kelenteng Sam Poo Kong memiliki beberapa kompleks bangunan, diantaranya yaitu Bangunan Kelenteng Utama atau Sam Poo Kong, Kelenteng Kyai Juru Mudi, Kelenteng Dewa Bumi, Kelenteng Kyai Jangkar, Kelenteng Kyai Nyai Tumpeng dan Kyai Tjundrik Bumi, serta Gua Pemujaan Sam Poo Kong. Pada dinding luar bangunan kelenteng utama, terdapat lapisan relief yang menceritakan kisah ekspedisi Laksamana Zheng He di abad ke-15 selama 30 tahun. Relief tersebut diukir oleh seniman bali sedangkan batu yang digunakan untuk membuat relief berasal dari Tiongkok. Terdapat pula dua patung kecil yang melambangkan kedatangan Laksamana Zheng He ke Semarang. Patung pertama mewakili kedatangan pertama Laksamana Zheng He pada tahun 1406 dan terbuat dari kayu cendana. Patung kedua mewakili kedatangan pada tahun 1416 dan terbuat dari porselen.<ref name=":0">{{Cite web|title=Buildings – SAM POO KONG|url=https://sampookong.co.id/en/buildings/|language=en-US|access-date=2020-08-24}}</ref>
 
Kelenteng Kyai Juru Mudi merupakan tempat pemujaan bagi Kyai Juru Mudi Dampo Awang atau Wang Jing hong, kapten dari kapal yang dibawa oleh Laksmana Zheng He. Ketika mendarat di pulau Jawa, Wang Ji Hong tiba-tiba jatuh sakit sehingga ia membutuhkan perawatan dan waktu beristirahat. Wang pun memutuskan untuk tinggal di Simongan dan mulai membangun rumah serta bertani.<ref name=":0" /> Kelenteng Kyai Juru Mudi adalah letak pemugaran kawasan makam asli Wang Jing hong.<ref name=":1">{{Cite journal|last=Marcella|first=Benedicta Sophie|date=April 2014|title=Bentuk dan Makna Atap Kelenteng Sam Poo Kong Semarang|url=|journal=Jurnal Arsitektur KOMPOSISI|volume=10|issue=5|pages=349-359|doi=}}</ref>
 
Kelenteng Dewa Bumi merupakan tempat untuk memberi hormat kepada Dewa Bumi atau Hok Tik Tjing Sin.<ref name=":1" /> Di depan kelenteng Dewa Bumi dapat terlihat penjaganya, yaitu Houw Ciang Kun yang berwujud harimau hitam.<ref name=":0" />
 
== Galeri ==
<gallery>
sampokong_tampaklama1Berkas:Patung Sam Poo Kong.jpg|{{center|WajahSalah satu lamapatung Kelentengdi Sam PoPoo Kong}}
Sampokong_gedungbaru_2005Berkas:Gedung Batu Temple Semarang.JPGjpg|{{center|Gedung baru Kelenteng Sam PoPoo Kong<br>Saat perayaan 600 tahun Muhibahdilihat [[Chengdari Ho]]depan}}
Sampokong_gedungbaru_depanBerkas:Sam Poo Kong Temple 2011.jpgJPG|{{center|Gedung baru Kelenteng Sam PoPoo Kong<br>(tampak depan)dilihat dari sisi kiri}}
Berkas:Sam Poo Kong Pagoda.jpg|Salah satu sudut Kuil Sam Poo Kong
</gallery>
 
Baris 22 ⟶ 36:
 
== Pranala luar ==
{{commonscat|Sam Po Kong Temple}}
* {{id}} [http://seputarsemarang.com/klenteng-sam-po-kong-1356/ Kelenteng Sam Poo Kong]; SeputarSemarang.com; Diakses 7 Februari 2013
* (Indonesia) [http://www.visitsemarang.com/artikel/klenteng-sam-po-kong Sejarah Kelenteng Sam Poo Kong Semarang]
* (Indonesia) [http://joglosemarang.blogspot.com/2014/11/klenteng-sam-po-kong-semarang.html Klenteng Sam Po Kong Semarang] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20141225012925/http://joglosemarang.blogspot.com/2014/11/klenteng-sam-po-kong-semarang.html |date=2014-12-25 }}; Referensi Singkat
{{stub}}
 
[[Kategori:KlentengKelenteng di Indonesia|Sam Po Kong]]
[[Kategori:Bangunan dan struktur di Kota Semarang]]
[[Kategori:Semarang Barat, Semarang]]