Sejarah Kabupaten Lumajang: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
BeeyanBot (bicara | kontrib)
k →‎Lamajang Tigang Juru dan Arya Wiraraja: ejaan, replaced: sistim → sistem (2)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(35 revisi perantara oleh 18 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
'''Sejarah Lumajang''' kemungkinan mulai tercatat pada abad ke-12, ketika [[Kabupaten Lumajang|Lumajang]] telah dianggap sebagai tempat yang cukup penting semenjak tahun 1182 M.
 
Dalam sejarahnya, kepercayaan terhadap gunung suci yaitu [[Gunung Semeru|Mahameru]] sangat mewarnai kehidupan masyarakat di wilayah ini, karena masyarakat pemukim sangat menghormati gunung suci ini sebagai tempat para roh leluhur dan juga bermukimnya para Dewa. Di [[Kabupaten Lumajang|Lumajang]], untuk pertama kali ditemukan Prasasti yang dibuat oleh raja Kameswara dari Kediri yang melakukan "Tirta Yatra" atau perjalanan mencari air suci ke puncak gunung [[Gunung Semeru|Semeru]] yang dibuktikan dengan adanya "[[Prasasti Ranu Kumbolo]]" pada tahun 1182 Masehi.
== Nama ==
Nama Lumajang berasal dari "Lamajang" yang diketahui dari penelusuran sejarah, data prasasti, naskah-naskah kuno, bukti-bukti petilasan dan hasil kajian pada beberapa seminar dalam rangka menetapkan hari jadinya.Beberapa bukti peninggalan yang ada antara lain:
# [[Prasasti Mula Malurung]]
# Naskah Negara Kertagama
# [[Pararaton|Kitab Pararaton]]
# [[Kidung Harsawijaya|Kidung Harsa Wijaya]]
# [[Kitab Pujangga ]]
# Serat Babad Tanah Jawi
# Serat Kanda
 
Karena [[Prasasti Mula Malurung]] di nyatakan sebagai prasasti tertua dan pernah menyebut-nyebut "Negara Lamajang" maka dianggap sebagai titik tolak pertimbangan hari jadi [[Kabupaten Lumajang|Lumajang]].
 
[[Prasasti Mula Malurung]] ini ditemukan pada tahun 1975 di [[Kota Kediri|Kediri]]. Prasasti ini ditemukan berangka tahun 1977 Saka, mempunyai 12 lempengan tembaga . Pada lempengan VII halaman a baris 1—3 prasasti Mula Malurung menyebutkan "''Sira Nararyya Sminingrat, pinralista juru Lamajang pinasangaken jagat palaku, ngkaneng nagara Lamajang''" yang artinya: Dia Nararyya Sminingrat (Wisnuwardhana) ditetapkan menjadi juru di Lamajang diangkat menjadi pelindung dunia di Negara Lamajang tahun 1177 Saka pada Prasasti tersebut setelah diadakan penelitian / penghitungan kalender kuno maka ditemukan dalam tahun Jawa pada tanggal 14 Dulkaidah 1165 atau tanggal 15 Desember 1255 M.
 
Mengingat keberadaan Negara Lamajang sudah cukup meyakinkan bahwa 1255M itu Lamajang sudah merupakan sebuah negara berpenduduk, mempunyai wilayah, mempunyai raja (pemimpin) dan pemerintahan yang teratur, maka ditetapkanlah tanggal [[15 Desember]] 1255 M sebagai hari jadi Lumajang yang dituangkan dalam Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Lumajang Nomor 414 Tahun 1990 tanggal 20 Oktober 1990
 
== Lamajang Tigang Juru dan Arya Wiraraja ==
 
Dalam sejarahnya, wilayah ini sangat berhubungan dengan tokoh bernama [[Arya Wiraraja]] yang kemudian menjadi raja besar di lamajang Tigang Juru. Menurut [[Babad Pararaton]], nama kecilnya adalah Banyak Wide, yang secara etimologis yaitu, "Banyak" adalah biasanya adalah nama yang disandang kaum Brahmana, sedangkan "Wide" yang berarti "Widya" yang berarti pengetahuan. jadi nama banyak wide sendiri berarti brahmana yang punya banyak pengatahuan atau cerdik. Hal ini kemudian sesuai dengan perjalanan karirnyakariernya kemudian. Tentang kelahiran Banyak wide, Babad Pararaton menyebutkan, beberapa keterangan yang peting. "Hana ta wongira, babatanganira buyuting Nangka, aran Banyak Wide, sinungan pasenggahan Arya Wiraraja, arupa tan kandel denira, dinohaken, kinon Adipati ing Songenep, anger ing Madura wetan", yang artinya: "Ada seorang hambanya (Kertanegara) merupakan keturunan tetua di Nangka bernama Banyak Wide yang kemudian bergelar Arya Wiraraja dan dijauhkan menjadi adipati [[Kabupaten Sumenep|Sumenep]], Madura wetan". Dari keterangan ini, kita dapat menilai bahwa ia dilahirkan di desa Nangka, namun daerah mana kita belum mengetahui dengan jelas. Ada 3 versi tentang kelahiran Arya Wiraraja yang kita kenal. Pertama, versi dari penulis Sumenep bahwa ia dilahirkan di desa Karang Nangkan Kecamatan Ruberu [[Kabupaten Sumenep|Kabupaten sumenep]]. Kedua, versi tradisional Bali dimana menurut Babad Manik Angkeran, ia dilahirkan di Desa Besakih Kecamatan Rendang [[Kabupaten Karangasem]], [[Bali]]. Ketiga, menurut Mansur hidayat, seoarang penulis sejarah Luamajang bahwa ia dilahirkan di dusun Nangkaan, Desa Ranu Pakis, Kecamatan [[Klakah, Lumajang|Klakah]] [[Kabupaten Lumajang]]. Hal ini berdasarkan analisanyaanalisisnya dimana Pararaton tentang pemindahan Arya Wiraraja ke [[Kabupaten Sumenep|Sumenep]] dalam rangka "dinohken" yang berarti "dijauhkan", sehingga ia dimungkin bukan berasal dari [[Madura]]. Nah, kelahiran Arya Wiraraja dimungiinkan di wilayah Lumajang karena pemindahan kerajaan dari sumenep ke Lamajang pada tahun 1292-1294 [[Masehi]] dimungkinkan sebagai seoarang politisi ulung, ia sudah mengenal betul daerah Lamajang. Demikian pun di sekitar Dusun Nangkaan ini terdapat sebuah situs besar yang pernah di gali tim Balai Arkeologi Yogyakarta pada tahun 2007 dimana situs ini dimungkinkan adalah pemukiman dengan komplek peribadatannya. Tentang kelahirannya tokoh ini diperkirakan lahir pada tahun 1232 Masehi karena dalam babad Pararaton menyatakan ia ketika mterjadi [[Ekspedisi Pamalayu|ekpedisi Pamalayu]], ia berusia sekitar 43 tahun dan menjadi [[Adipati]] Sumenep di usia 37 tahun. Dalam perjalanan politik selanjutnya, nama Banyak wide atau arya wiraraja lebih mencuat dalam sejarah politik di [[Kerajaan Singasari|kerajaan Singhasari]]
 
[[Prasasti Kudadu]] menyebutkan bahwa ketika [[Raden Wijaya]] melarikan diri bersama 12 pengawal setianya ke Madura, Adipati Arya Wiraraja memberikan bantuan kemudian melakukan kesepakatan "pembagian tanah Jawa menjadi dua" yang sama besar yang kemudian di sebut "Perjanjian Sumenep". Setelah itu Adipati Arya wiraraja memberi bantuan besar-besar kepada Raden Wijaya termasuk mengusahakan pengampunan politik terhadap Prabu Jayakatwang di [[Kota Kediri|Kediri]] dan pembukaan "hutan Terik' menjadi sebuah desa bernama [[Majapahit]]. Dalam pembukaan desa [[Majapahit]] ini sungguh besar jasa Adipati Arya Wiraraja dan pasukan Madura. Raden wijaya sendiri datang di desa Majapahit setelah padi-padi sudah menguning.
 
Kira-kira 10 bulan setelah pendirian desa Majapahit ini, kemudian datanglah pasukan besar Mongol Tar Tar pimpinan Jendral Shih Pi yang mendarat di pelabuhan [[Kabupaten Tuban|Tuban]]. Adipati Arya Wiraraja kemudian menasehati raden wijaya untuk mengirim utusan dan bekerja sama dengan pasukan besar ini dan menawarkan bantuan dengan iming-iming harta rampasan perang dan putri-putri Jawa yang cantik. Setelah dicapai kesepakatan maka diseranglah Prabu Jayakatwang di Kediri yang kemudian dapat ditaklukkan dalam waktu yang kurang dari sebulan. Setelah kekalahan Kediri, Jendral Shih Pi meminta janji putri-putri Jawa tersebut dan kemudian sekali lagi dengan kecerdikan Adipati Arya Wiraraja utusan Mongol dibawah pimpinan Jendral Kau Tsing menjemput para putri tersebut di desa Majapahit tanpa membawa senjata. Hal ini dikarenakan permintaan Arya wiraraja dan Raden Wijaya untuk para penjemputri putri Jawa tersebut untuk meletakkan senjata dikarenakan permohonan para putri yang dijanjikan yang masih trauma dengan senjata dan peperangan yang sering kali terjadi. Setelah pasukan Mongol Tar Tar masuk desa majapahit tanpa senjata, tiba-tiba gerbang desa ditutup dan pasukan Ronggolawe maupun Mpu Sora bertugas membantainya. Hal ini diikuti oleh pengusiran pasukan Mongol Tar Tar baik di pelabuhan Ujung Galuh (Surabya) maupun di Kediri oleh pasukan Madura dan laskar Majapahit. Dalam catatan sejarah, kekalahan pasukan Mongol Tar Tar ini merupakan kekalahan yang paling memalukan karena pasukan besar ini harus lari tercerai berai.
 
Setahun setelah pengusiran pasukan Mongol Tar Tar, menurut [[Kidung Harsawijaya]], sesuai dengan "Perjanjian Sumenep" tepatnya pada 10 Nopember 1293 Masehi, Raden Wijaya diangkat menjadi raja Majapahit yang wilayahnya meliputi wilayah-wilaah [[kota Malang]] (bekas kerajaan Singosari), [[Kabupaten Pasuruan|Pasuruan]], dan wilayah-wilayah di bagian barat sedangkan di wilayah timur berdiri kerajaan Lamajang Tigang Juru yang dipimpin oleh Arya Wiraraja yang kemudian dalam dongeng rakyat [[Kabupaten Lumajang|Lumajang]] disebut sebagai Prabu Menak Koncar I. Kerajaan Lamajang Tigang Juru ini sendiri menguasai wilayah seperti Madura, Lamajang, Patukangan atau [[Panarukan, Situbondo|Panarukan]] dan Blambangan. Dari pembagian bekas [[Kerajaan Singasari|kerajaan Singosari]] ini kemudian kita mengenal adanya 2 budaya yang berbeda di [[Jawa Timur|Provinsi Jawa Timur]], dimana bekas kerajaan Majapahit dikenal mempunyai budaya Mataraman, sedang bekas wilayah kerajaan Lamajang Tigang Juru dikenal dengan "budaya Pendalungan (campuran Jawa dan Madura)" yang berada di kawasan Tapal Kuda sekarang ini. Prabu Menak Koncar I (Arya Wiraraja)ini berkuasa dari tahun 1293- 1316 Masehi. Sepeninggal Prabu Menak Koncar I (Arya Wiraraja), salah seorang penerusnya yaiti [[Mpu Nambi]] diserang oleh [[Majapahit]] yang menyebabkan Lamajang Tigang Juru jatuh dan gugurnya Mpu Nambi yang juga merupakan patih di Majapahit. Babad Pararaton menceritakan kejatuhan Lamajang pada tahun saka "Naganahut-wulan" (Naga mengigit bulan) dan dalam Babad Negara Kertagama disebutkan tahun "Muktigunapaksarupa" yang keduanya menujukkan angka tahun 1238 Saka atau 1316 Masehi. Jatuhnya Lamajang ini kemudian membuat kota-kota pelabuhannya seperti Sadeng dan Patukangan melakukan perlawanan yang kemudian dikenal sebagai "Pasadeng" atau perang sadeng dan ketha pada tahun 1331 masehi.
 
Ketika [[Hayam Wuruk]] melakukan perjalanan keliling daerah Lamajang pada tahun 1359 Masehi tidak berani singgah di bekas ibu kota Arnon (Situs Biting). Malah perlawanan daerah timur kembali bergolak ketika adanya perpecahan Majapahit menjadi barat dan timur dengan adanya "Perang Paregreg" pada tahun 1401-1406 Masehi. Perlawanan masyarakat Lamajang kembali bergolak ketika Babad Tanah Jawi menceritakan Sultan Agung merebut benteng Renong (dalam hal ini Arnon atau Kutorenon) melalui Tumenggung Sura Tani sekitar tahun 1617 Masehi. Kemudian ketika anak-anak Untung Suropati terdesak dari Pasuruan, sekali perlawanan dialihkan dari kawasan Arnon atau Situs Biting Lumajang.
Perjalanan sejarah Lumajang kemudian masuk pada babak pemerintahan kerajaan Blambangan. Sejarah pada masa ini agak kurang jelas karena kurangnya data. Menurut Babad Sembar, setelah keruntuhan Majapahit maka Lumajang dipimpin oleh Lembu Miruda. Kemudian terjadi masa peperangan antara Untung Surapati, kerajaan Blambangan, Mataram, dan VOC.
 
Pada abad ke 17 Lumajang dikuasai oleh keluarga Untung Suropati setelah kematian pemimpin terakhir Kerajaan Blambangan, Susuhunan Tawangalun II yang beristana di Macan Putih Banyuwangi. Salah satu penguasa Lumajang pada masa ini yaitu Adipati Kartanegara memerintah Lumajang di kawasan perbentengan Kutorenon. Cucu Untung Suropati itu terkenal sangat anti VOC. Permintaan untuk menyerahkan diri kepada VOC ditolaknya mentah-mentah sehingga Lumajang ditaklukkan dan perbentengannya diratakan dengan tanah pada bulan Juni tahun 1767. Adipati Kartanegara mengungsi ke Malang, sempat dilindungi saudaranya, Adipati Arya Malayakusuma. Beliau kemudian meninggal dan dimakamkan di suatu tempat di Malang Selatan (Drs. Sri Margana, Lumajang dari Praaksara hingga Masa Awal Kemerdekaan).
Sejak tahun 1882 Lumajang masih merupakan Distrik ( setingkat Kecamatan ) yang dipimpin oleh seorang Wedono, kemudian tahun 1886 status sistem Pemerintahannya dinaikkan statusnya menjadi daerah Afdeeling ( setingkat Kabupaten ), kapala Pemerintahannya adalah seorang Patih Afdeeling, dan tahun 1929 sistem Pemerintahan di Lumajang dinaikkan lagi statusnya menjadi Kabupaten, kepala pemerintahannya adalah seorang Bupati.
Perlawanan masyarakat Lamajang kembali bergolak ketika [[Babad Tanah Jawi]] menceritakan Sultan Agung merebut benteng Renong (dalam hal ini Arnon atau [[Kutorenon, Sukodono, Lumajang|Kutorenon]]) melalui Tumenggung Sura Tani sekitar tahun 1617 Masehi. Kemudian ketika anak-anak [[Untung Suropati]] terdesak dari [[Kabupaten Pasuruan|Pasuruan]], sekali perlawanan dialihkan dari kawasan Arnon atau [[Situs Biting]] [[Kabupaten Lumajang|Lumajang]].
 
Sejak tahun 1882 Lumajang masih merupakan Distrik ( setingkat Kecamatan ) yang dipimpin oleh seorang Wedono. Lumajang berada dibawah Pasuruan dan Probolinggo. Pimpinan tertinggi Lumajang adalah Asisten Residen dengan didampingi Jaksa. Pada 31 Desember 1866, Raden Astro Koesoemo diangkat menjadi Jaksa Lumajang. (Regeerings Almanak Nederlandsch Indie 1968). kemudian tahun 1886 status sistem Pemerintahannya dinaikkan statusnya menjadi daerah Afdeeling ( setingkat Kabupaten ), kapala Pemerintahannya adalah seorang Patih Afdeeling, dan tahun 1929 sistem Pemerintahan di [[Kabupaten Lumajang|Lumajang]] dinaikkan lagi statusnya menjadi [[Kabupaten]], kepala pemerintahannya adalah seorang Bupati.
Wedono, Patih Afdeeling dan Bupati yang pernah dan sedang memimpin Lumajang antara lain:
 
Wedono, Patih Afdeeling dan Bupati yang pernah dan sedang memimpin Lumajang antara lain:
'''I'''. '''Jaman Pemerintahan Wedono'''
 
'''I'''. '''Jaman Pemerintahan WedonoPatih Afdeeling'''
1. Raden Mas Singowigoeno, Wedono Distrik Loemadjang ( 1882 - 1886 )
 
1. Patih Raden Endro Koesoemo ( 1867 - 1886 ) (Regeerings Almanak Nederlandsch Indie 1870)
'''II.''' '''Jaman Pemerintahan Patih Afdeeling'''
 
2. Patih Raden PanjiPandji Atmo Kusumo,Koesoemo Patih(1886 Afdeeling- Loemadjang1890 ) (Regeerings 1886Almanak -Nederlandsch 1890Indie 1887)
 
3. Patih Raden Mas Singowiguno ( 1890 - 1920 ) (Regeerings Almanak Nederlandsch Indie 1898)
3. Raden Mas Singowigoeno, Patih Zelfstandig Afdeeling Loemadjang ( 1890 -1920 )
 
4. Patih Mas Ngabehi Ardjosoepoetro ( 1920 - 1923 ) (Regeerings Almanak Nederlandsch Indie 1922)
4. RT Kertodirejo, Patih Afdeeling Loemadjang ( 1921- 1928 )
 
5. Patih Raden Kartoadiredjo ( 1923 - 1928 ) (Regeerings Almanak Nederlandsch Indie 1933).
'''III'''. '''Jaman Pemerintahan Bupati, tahun 1929 adalah perlalihan dari Daerah Afdeeling ke Kabupaten.'''
 
'''II.''' . '''Jaman Pemerintahan PatihBupati, tahun 1929 adalah perlalihan dari Daerah Afdeeling ke Kabupaten.'''
5. RT Kertodirejo ( 1928- 1941 )
 
65. R.A.A Abu BakarKartoadiredjo (1941 1928- 19481941 )
 
6. R.T. Abu Bakar (1941 - 1948 )
 
7. R. Sastrodikoro (1948 - 1959 )
Baris 58 ⟶ 62:
9. RN.G. Subowo (1966 - 1973 )
 
10. Suwandi[[Soewandi Roestam]] (1973 - 1983 )
 
11. Karsid (1983 - 1988 )
Baris 64 ⟶ 68:
12. H.M. Samsi Ridwan ( 1988 - 1993)
 
13. Kolonel Inf. (Purn.) [[Tarmin HariyadiHariadi]] ( 1993 - 1998 )
 
14. Drs. Achmad Fauzi ( 1998 - 2008 )
 
15. Dr. H. [[Sjahrazad Masdar]], MA ( 2008 - 2013 )
 
16. [[As'at Malik]] (2013 - 2018)
 
17. [[Thoriqul Haq]] (2018 - 2023)
 
Satu catatan, ternyata nama besar Arya Wiraraja dan [[Maha Patih Nambi]] tidak pernah di munculkan di [[Kabupaten Lumajang|Kabaupaten Lumajang]]. Sampai sekarang, belum ada nama Arya Wiraraja dan Maha Patih Nambi sebagai nama jalan dan nama gedung di kota ini.
 
Sedangkan Nama Besar [[Arya Wiraraja]] Digunakan Sebagai Nama Balai Kota / Pendopo Kabupaten Lumajang. [[Pendopo Arya Wirajraja]], Nama Taman kota (Taman Bumi Arya Wiraraja) Dikawasan KWT ([[Kawasan Wonorejo Terpadu]]).
Satu catatan, ternyata nama besar Arya Wiraraja dan Maha Patih Nambi tidak pernah di munculkan di Kabaupaten Lumajang. Sampai sekarang, belum ada nama Arya Wiraraja dan Maha Patih Nambi sebagai nama jalan dan nama gedung di kota ini
 
== Situs Biting (Bekas ibu kota Arya Wiraraja) ==
 
Kabupaten Lumajang dikenal mempunyai banyak peninggalan bersejarah yang luar biasa banyak, dimana hampir semua wilayah Kecamatan mempunyai situs-situs yang bersejarah misalnya di Situs Biting, Situs Pra Sejarah di Kandangan (Kecamatan Senduro), Situs Watu Lumpang di Dusun Watu Lumpang, Kecamatan Gucialit, Candi Agung di Kecamatan Randu Agung, Situs Tegal Randu di Kecamatan Klakah, Situs Candi Gedong Putri di desa Klopo Sawit Kecamatan Candi Puro. Situs-situs ini sampai sekarang masih berserakan dan meminta perhartian lebih intens karena ancaman alaman dan ulah tangan manusia.
 
Situs Biting adalah sebuah situs arkeologis yang terletak di desa Kutorenon, kecamatan Sukodono, Lumajang, provinsi Jawa Timur. Situs ini diperkirakan merupakan peninggalan dari kerajaan Lamajang dan tersebar di atas kawasan seluas sekitar 135 hektaree. Bangunan yang paling mengesankan adalah bekas tembok benteng dengan dengan panjang 10 kilometer, lebar 6 meter dan tinggi 10 meter. Kawasan Situs Biting adalah sebuah kawasan ibu kota kerajaan Lamajang Tigang Juru yang dipimpin Prabu Arya Wiraraja yang dikelilingi oleh benteng pertahanan dengan tebal 6 meter, tinggi 10 meter dan panjang 10 km. Hasil penelitian Balai Arkeologi Yogyakarta tahun 1982-1991, Kawasan Situs Biting memiliki luas 135 hektare yang mencakup 6 blok/area merupakan blok keraton seluas 76,5 ha, blok Jeding 5 ha, blok Biting 10,5 ha, blok Randu 14,2 ha, blok Salak 16 ha, dan blok Duren 12,8 ha. Dalam Babad Negara Kertagama, kawasan ini disebut Arnon dan dalam perkembangan pada abad ke-17 disebut Renong dan dewasa ini masuk dalam desa Kutorenon yang dalam cerita rakyat identik dengan "Ketonon" atau terbakar. Nama Biting sendiri merujuk pada kosa katakosakata Madura bernama "Benteng" karena daerah ini memang dikelilingi oleh benteng yang kokoh Pada tahun 1995 di Kawasan Situs Biting mulai dibangun Perumnas Biting yang tentu saja banyak merusak peninggalan Sejarah (Situs) yang ada. Namun anehnya pihak-pihak terkait yaitu Balai Pelstarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jawa Timur yang merupakan lembaga penyelamat seolah diam melihat perusakan ini sehingga lebih kurang 15 Hektar kawasan ini rusak oleh pembangunan ini. Advokasi Pelestarian oleh Masyarakat Peduli Peninggalan Majapahit Timur (MPPM Timur) Pada tahun 2010 berdasarkan lahir sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat bernama Masyarakat Peduli Peninggalan Majapahit Timur (MPPM Timur) melakukan advokasi pelestarian Situs Biting. Setelah itu juga Komunitas Mahasiswa Peduli Lumajang (KMPL) bergerak dalam advokasi ini dan kemudian juga elemen masyarakat lokal Biting juga mulai sadar akan peninggalan sejarah yang ada di wilayahnya. Advokasi yang dilakukan oleh para pelestari Situs Biting telah melahirkan berbagai event seperti Napak Tilas yang telah digelar selama 2 kali berturut-turut, lomba lukis benteng maupun seminar Nasional. Untuk acara Napak Tilas kemudian menjadi agenda resmi Pariwisata Jawa Timur dari Kabupaten Lumajang yang akan diadakan setiap bulan juni. Pelestarian Situs Biting di Lumajang Jawa Timur merupakan contoh bagi para pecinta dan pelestari sejarah dimana LSM, mahasiswa maupun masyarakat telah bahu-membahu melakukan sosialisasi maupun advokasi terhadap peninggalan sejarah.
 
== Pustaka Sejarah ==
* Mansur Hidayat, Sejarah Lumajang: Melacak Ketokohan Arya Wiraraja dan Lamajang Tigang Juru. Denpasar: Cakra Press, 2012.
* Mansur Hidayat, Arya Wiraraja dan Lamajang Tigang Juru: Menafsir Ulang Sejarah Majapahit Timur. Denpasar: Pustaka Larasan, 2013.