Sultan Banjar: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Alamnirvana (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Alamnirvana (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
 
(2 revisi perantara oleh 2 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
Berikut ini adalah daftar figur-figur pemimpin yang memerintah di [[Kesultanan Banjar]] yang disebut Paduka Seri Sultan Banjar atau Susuhunan, Panembahan Banjarmasin.<ref name="Fuhri">{{cite book
|lang= nl
|pages= 165
|url= http://books.google.co.id/books?id=XgQVAAAAQAAJ&dq=Tahhmid%20Illah%20II&pg=PA165#v=onepage&q=Tahhmid%20Illah%20II&f=false
|title= De tijdspiegel
|publisher= Fuhri
|year=1867
}}</ref><ref name="Hoëvel1861">{{nl}} {{cite book
|pages=199
Baris 65:
<td align="center">[[Suriansyah dari Banjar|Sultan Suriansyah]]</td>
<td>[[1520]] – [[1540]]</td>
<td>* Raja Banjarmasih. [[Nama lahir]]nya '''Raden Samudra''', Raja Banjar pertama sebagai perampas kekuasaan yang memindahkan pusat pemerintahan di Kampung [[Kuin Utara, Banjarmasin Utara, Banjarmasin|Banjarmasih]] yang menggantikan pamannya raja Pangeran Tumenggung (Raden Panjang), menurutnya dia ahli waris yang sah sesuai wasiat kakeknya [[Maharaja]] [[Sukarama]] (Raden Paksa) dari [[Kerajaan Negara Daha]], padahal ia garis keturunan perempuan (menurut [[Hikayat Banjar]] versi resensi I). Setelah turun tahta Pangeran Tumenggung pindah ke daerah Alai beserta seribu penduduk. Sultan Suryanullah dibantu [[mangkubumi]] Aria Taranggana.<ref name="hikayat banjar">{{ms}} [[Johannes Jacobus Ras]], [[Hikayat Banjar]] diterjemahkan oleh Siti Hawa Salleh, Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka, Lot 1037, Mukim Perindustrian PKNS - Ampang/Hulu Kelang - [[Selangor]] Darul Ehsan, [[Malaysia]] [[1990]].</ref> Baginda memeluk [[Islam]] pada [[24 September]] [[1526]]. Makamnya di [[Komplek Makam Sultan Suriansyah]] dengan gelar anumerta ''Sunan Batu Habang''. Dalam agama lama, dia dianggap hidup ''membegawan'' di alam gaib sebagai [[sangiang]] digelari ''Perbata Batu Habang''.</td><td></td></tr>
</tr>
<tr>
<td bgcolor="#DDEEFF"><p align="center">2</td>
Baris 87 ⟶ 86:
<tr>
<td align="center">5</td>
<td align="center">[[1645Inayatullah dari Banjar|Sultan Inayatullah bin Sultan Mustain Billah]]</td>
<td>[[1636]]/
[[1642]] — [[1645]]
Baris 178 ⟶ 177:
<td bgcolor="#DDEEFF">* Baginda mendapat gelar [[Sultan Muda]] sejak tahun [[1782]], selanjutnya ia menggantikan ayahandanya sebagai Sultan Banjar. Ia dibantu adiknya Pangeran Husin bergelar [[Pangeran Mangku Bumi Nata]] sebagai mangkubumi. Setelah wafatnya [[Pangeran Mangku Bumi Nata]] maka putera kedua Sultan Adam yaitu Pangeran Noh dilantik sebagai mangkubumi (Pangeran Mangkubumi) dengan gelar [[Ratoe Anom Mangkoeboemi Kentjana]] oleh Belanda pada [[1842]], sedangkan putera sulung yaitu Pangeran Ratu dilantik sebagai Sultan Muda dengan gelar Sultan Muda Abdul Rahman. Untuk memperoleh calon Pangeran Mahkota berikutnya maka Sultan Muda dinikahkan dengan sepupunya putri dari mangkubumi.<ref>{{id}} Mohamad Idwar Saleh, Sri Sutjiatiningsih; ''[[Pangeran Antasari]]'', Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional, 1993</ref> Setelah wafatnya [[Ratoe Anom Mangkoeboemi Kentjana]] maka pemerintah kolonial Belanda melantik putera dari selir Sultan Muda Abdul Rahman yang bernama Pangeran Tamjidillah (ke-2) untuk mengisi jabatan mangkubumi (pada saat Sultan Muda Abdul Rahman masih hidup). Ketika Sultan Muda Abdul Rahman mangkat (sebelum sempat menjabat sebagai Sultan Banjar) maka Belanda melantik [[Tamjidullah II]] sebagai [[Sultan Muda]] sejak [[8 Agustus]] [[1852]] sambil merangkap jabatan mangkubumi yang sudah dijabat sebelumnya. Hal ini melanggar adat keraton biasanya mangkubumi dan Sultan Muda dijabat oleh orang yang berbeda, karena sepatutnya Sultan Muda dijabat oleh putera sulung dari permaisuri. Sultan Adam menolak pengangkatan Tamjidullah II sebagai Sultan Muda, karena ia menginginkan Pangeran Hidayatullah II untuk jabatan tersebut. Namun setelah wafatnya Sultan Adam, malahan Pangeran Tamjidullah II tetap dilantik pemerintah kolonial Belanda sebagai Sultan Banjar untuk menggantikan sultan Adam, dan sehari kemudian Tamjidullah II menandatangani surat pengasingan pamannya sendiri [[Pangeran Prabu Anom]] untuk diasingkan ke Bandung pada [[23 Februari]] [[1858]].
 
Tahun 1853 Sultan Adam sebenarnya sudah mengutus surat ke Batavia agar pengangkatan Tamjidullah II sebagai Sultan Muda (calon Sultan) dibatalkan. Sebagai tandingan Sultan Muda Tamjidullah, tahun 1855 Sultan Adam melantik puteranya Pangeran Prabu Anom (adik almarhum Sultan Muda Abdul Rahman) sebagai [[Raja Muda]]. Kemudian Sultan Adam sempat membuat surat wasiat yang menunjuk cucunya [[Hidayatullah II]] sebagai Sultan Banjar penggantinya dan Pangeran Prabu Anom sebagai Mangkubumi, surat wasiat inilah yang menjadi dasar perlawanan segenap bangsawan dan rakyat Banjar terhadap kolonial Hindia Belanda<ref>[{{Cite web|title={{id}} Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, Indonesia. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Sejarah nasional Indonesia: Nusantara pada abad ke-18 dan ke-19, PT Balai Pustaka, 1992, ISBN 979-407-410-1, 9789794074107|url=http://books.google.co.id/books?id=N5jc0h1BktwC&lpg=PA276&dq=balangan&pg=PA275#v=onepage&q=balangan&f=true|archive-url=https://web.archive.org/web/20140104225128/http://books.google.co.id/books?id=N5jc0h1BktwC&lpg=PA276&dq=balangan&pg=PA275#v=onepage&q=balangan&f=true|archive-date=2014-01-04|dead-url=yes|access-date=2010-08-31}} {{id}} Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, Indonesia. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Sejarah nasional Indonesia: Nusantara pada abad ke-18 dan ke-19, PT Balai Pustaka, 1992, ISBN 979-407-410-1, 9789794074107]</ref> </td><td></td></tr>
</tr>
<tr>
<td align="center">19</td>
<td align="center">[[Tamjidillah II|Sultan Tamjidullah II bin Pangeran Sultan Muda Abdur Rahman]]</td>
<td>[[1857]] — [[1859]]</td>
<td>*Sejak 1851 ia dilantik Belanda sebagai mangkubumi (sewaktu Sultan Muda Abdurrahaman masih hidup) untuk menggantikan [[Ratoe Anom Mangkoeboemi Kentjana]] (adik Sultan Muda Abdurrahaman) yang meninggal dunia, tidak hanya itu kemudian pada tahun 1852 ia dilantik Belanda menjadi Sultan Muda (merangkap mangkubumi) menggantikan ayahnya Sultan Muda Abdurrahman yang mangkat pada 5 Maret 1852, walaupun pelantikannya sebagai Sultan Muda ini tidak disetujui kakeknya Sultan Adam. Pada [[3 November]] [[1857]] Tamjidullah II diangkat Belanda menjadi Sultan Banjar, padahal ia anak selir meskipun ia sebagai anak tertua dan kemudian Belanda mengangkat Hidayatullah II sebagai mangkubumi. Jalur suksesi menurut tradisi kesultanan Banjar, untuk promosi jabatan putera-putera dari seorang Sultan yang bertahta, maka putera permaisuri yang sulung dilantik sebagai Sultan Muda dan seorang putera yang lainnya akan dilantik sebagai mangkubumi (jabatan bergengsi kedua setelah Sultan). Pelantikan Tamjidullah II ini sengaja dibuat salah oleh Belanda. Tamjidullah II memiliki tanah lungguh di Kota Banjarmasin karena itu sebagian rakyat dan ulama Banjarmasin mendukungnya. Banjarmasin menurut tradisi berada di bawah otoritas putera tertua Sultan. Pengangkatan Tamjidullah II ditentang segenap bangsawan karena menurut wasiat semestinya Hidayatullah II sebagai Sultan karena ia anak permaisuri. Pada [[25 Juni]] [[1859]], Hindia Belanda memakzulkan Tamjidullah II sebagai Sultan Banjar kemudian mengirimnya ke [[Bogor]]. Sultan Seman, mertua Tamjidullah II ditangkap dan dihukum gantung dengan empat orang pengikutnya dengan tuduhan melakukan pemberontakan. Sebagai pengganti jabatan Sultan Banjar yang kosong, Belanda melantik komisi pemerintahan kerajaan yang terdiri atas Pangeran Surya Mataram dan Pangeran Muhammad Tambak Anyar. Sementara Sultan Muda menghindari penangkapan Belanda melarikan diri ke pulau Sumatera.</td><td></td></tr>
</tr>
<tr>
<td align="center" bgcolor="#DDEEFF">20</td>
<td align="center" bgcolor="#DDEEFF">[[Hidayatullah dari Banjar|Sultan Hidayatullah II bin Pangeran Sultan Muda Abdurrahman]]</td>
<td bgcolor="#DDEEFF">[[1859]] — [[1862]]</td>
<td bgcolor="#DDEEFF">* Nama lahirnya adalah '''Gusti Andarun''', kemudian sebagai mangkubumi ia memakai gelar Pangeran Hidayatullah. Ia dikenal sebagai '''Sultan tanpa mahkota'''. Sesuai wasiat Sultan Adam ia sebagai Sultan Banjar penggantinya. Pada 9 Oktober 1856 ia dilantik Belanda sebagai mangkubumi tetapi diam-diam ia menjadi oposisi Tamjidullah II, misalnya dengan mengangkat Kiai Adipati Anom Dinding Raja (Jalil) sebagai tandingan [[adipati]] [[Banua Lima]] Kiai Adipati Danu Raja yang berada di pihak Belanda/Sultan Tamjidullah II. Pangeran Hidayatullah II memiliki tanah lungguh meliputi Alai, Paramasan, Amandit, Karang Intan, Margasari dan Basung. Perjuangan Sultan Hidayatullah II dibantu oleh tangan kanannya [[Demang Lehman]] yang memegang pusaka kerajaan Keris Singkir dan Tombak Kalibelah.<ref>[http://books.google.co.id/books?id=fPJAAAAAcAAJ&dq=kris%20singkir&pg=PA80#v=onepage&q=kris%20singkir&f=true {{nl}} Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, Notulen van de Directievergaderingen van het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, Jilid 3, 1866]</ref> Ketika berada di [[Banua Lima]] pada bulan September 1859, ia dilantik di Amuntai oleh rakyat Banua Lima sebagai Sultan Banjar, dan Pangeran Wira Kasuma sebagai mangkubumi. Pelantikan ini untuk memenuhi angan-angan rakyat Banua Lima walaupun bersifat marjinal karena pada dasarnya seluruh wilayah berada dalam kekuasaan Belanda. Penobatanya ini pada umumnya disetujui pula oleh rakyat yang berada di Banua Lima maupun di luar Banua Lima. Pada tanggal [[11 Juni]] [[1860]], [[Residen]] [[I.N. Nieuwen Huyzen]] mengumumkan penghapusan Kesultanan Banjar yang digantikan komisi kerajaan yang terdiri atas Pangeran Suria Mataram (anak Sultan Adam), Pangeran Mohammad Tambak Anyar (anak [[Ratoe Anom Mangkoeboemi Kentjana]]), Pangeran Hamim (anak Sultan Sulaiman), [[Pangeran Achmid]] (anak Sultan Sulaiman), Pangeran Dullah, Pangeran Adi Kusuma, [[Pangeran Djaija Samitra]], Kia Patih Guna Wijaya, Kia Wira Yuda, Kiai Rana Manggala dan Kiai Mangun Rasmi.. Sultan Hidayatullah II pada [[2 Maret]] [[1862]] dibawa dari Martapura dan diasingkan ke [[Cianjur]]</td><td>[[Berkas:Hidayatullah II - Banjar.jpg|jmpl]]</td></tr>
</tr>
<tr>
<td align="center" >21</td>
<td align="center" >[[Pangeran Antasari|Pangeran Antasari bin Pangeran Mashud bin Sultan Amir]]</td>
<td>[[1862]]</td>
<td>* Raja [[Distrik Bakumpai|Bakumpai]] dan Tanah Dusun. Pada [[14 Maret]] [[1862]], yaitu setelah 11 hari Pangeran Hidayatullah II diasingkan ke Cianjur, rakyat [[Tanah Dusun]], Siang dan Murung memproklamasikan pengangkatan Pangeran Antasari sebagai pimpinan tertinggi dalam kerajaan Banjar dengan gelar Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin. Khalifah ini dibantu [[Tumenggung Surapati]] sebagai panglima perang. Pusat perjuangan di Menawing, pedalaman [[sungai Barito]], [[Murung Raya]], Kalteng. Dinobatkan sebagai [[Pahlawan Nasional]], wafat [[11 Oktober]] [[1862]] di kampung [[Sampirang I, Teweh Timur, Barito Utara|Sampirang]], [[Bayan Begak]], karena penyakit cacar. Dimakamkan kembali [[11 November]] [[1958]] di [[Komplek Makam Pangeran Antasari]], Banjarmasin.</td><td>[[Berkas:Pangeran Antasari Museum Lambung Mangkurat.JPG|jmpl]]</td></tr>
</tr>
<tr>
<td align="center" bgcolor="#DDEEFF">22</td>
<td align="center" bgcolor="#DDEEFF">[[Muhammad Seman|Sultan Muhammad Seman bin Pangeran Antasari]]</td>
<td bgcolor="#DDEEFF">[[1862]] — [[1905]]</td>
<td bgcolor="#DDEEFF">* Raja [[Pagustian]]/Kastapura.<ref>{{id}} {{cite book|last=Susanto|first=A. Budi|year=2007|url=http://books.google.co.id/books?id=QyXg_GDYCdMC&lpg=PA217&dq=Tamanggung%20Jaya%20Dauk&pg=PA217#v=onepage&q&f=false|title=Masihkah Indonesia|publisher=Kanisius|isbn=9792116575|pages=216|access-date=2012-11-08|archive-url=https://web.archive.org/web/20140318105836/http://books.google.co.id/books?id=QyXg_GDYCdMC&lpg=PA217&dq=Tamanggung%20Jaya%20Dauk&pg=PA217#v=onepage&q&f=false|archive-date=2014-03-18|dead-url=yes}}ISBN 9789792116571</ref> Sebagai kepala Pemerintahan [[Pagustian]] meneruskan perjuangan ayahnya, Pangeran [[Antasari]] melawan kolonial Belanda dengan dibantu kakaknya Panembahan Muda/Gusti Muhammad Said sebagai mangkubumi dan [[Panglima Batur]] sebagai panglima perang. Ia melantik menantunya [[Pangeran Perbatasari]] bin Panembahan Muhammad Said sebagai [[Mangkubumi]] menggantikan almarhum ayahandanya. Pangeran Perbatasari tertangkap di daerah Pahu, [[Kutai Barat]] dan dibuang ke [[Kampung Jawa Tondano]]. Sultan Muhammad Seman sempat mengirim [[Panglima Bukhari]] ke [[Kandangan]] untuk mengadakan perlawanan terhadap Belanda. Muhammad Seman gugur pada [[24 Januari]] [[1905]] ditembak Belanda yang mengakhiri [[Perang Banjar]] dan banyak para pahlawan pejuang yang tertangkap, Pangeran Aminullah (menantu Pangeran Prabu Anom) dibuang ke Surabaya, Ratu Zaleha diasingkan ke Bogor, keturunan Tumenggung Surapati yang tertangkap diasingkan ke Bengkulu, dan sebagai penerus Sultan Muhammad Seman adalah Gusti Berakit. Negeri Banjar menjadi sepenuhnya di bawah pemerintahan Residen Belanda dilanjutkan [[Gubernur Haga]], [[Pimpinan Pemerintahan Civil]], [[Pangeran Musa Ardi Kesuma]] (Ridzie Zaman Jepang), [[Pangeran Muhammad Noor]] (Gubernur Kalimantan I), sekarang menjadi [[Provinsi Kalimantan Selatan]].</td><td></td></tr>
</tr>
<tr>
<td align="center" >23</td>
<td align="center" >[[Khairul Saleh|Sultan Haji Khairul Saleh Al-Mu'tashim Billah bin Gusti Jumri bin Gusti Umar bin Pangeran Haji Abubakar bin Pangeran Singosari bin Sultan Sulaiman al-Mu'tamidullah]]</td>
<td>[[2010]]</td>
<td>*Sultan Haji Khairul Saleh Al-Mu'tashim Billah zuriat dari Pangeran Singosari bin Sultan Sulaiman. Pada masa kemelut Perang Banjar, hanya Pangeran Singosari (saudara Sultan Adam) dan Pangeran Surya Mataram (anak Sultan Adam) yang masih dipercaya oleh rakyat Banjar sebagai tempat mengadukan segala permasalahan pada masa itu. Pangeran Singosari merupakan "perwakilan" Kesultanan Banjar di Banua Lima. Setelah lama mengalami kevakuman, para zuriat Kesultanan Banjar bertekad "Maangkat Batang Tarandam" untuk menghidupkan kembali Kesultanan Banjar. Maka melalui musyawarah Tinggi Adat, para zuriat yang tergabung dalam [http://kesultananbanjar.com Lembaga Adat dan Kekerabatan Kesultanan Banjar] (LAKKB), pada [http://www.banjarmasinpost.co.id/read/artikel/2010/7/25/51319/khairul-jadi-raja-muda-banjar 24 Juli 2010] resmi menganugerahkan gelar Pangeran dan menobatkan Gusti Khairul Saleh (Bupati Kabupaten Banjar 2005-2015) sebagai [http://www.radarbanjarmasin.co.id/index.php/berita/detail/59/3454 Raja Muda Banjar] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20130405080002/http://www.radarbanjarmasin.co.id/index.php/berita/detail/59/3454 |date=2013-04-05 }} dan seterusnya diangkat menjadi Sultan Banjar.</td><td>[[Berkas:Sultan H. Khairul Saleh Al-Mu'tashim Billah.jpg|jmpl]]</td></tr>
</tr>
<tr> </tr>
</table>