Kerajaan Kotawaringin: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Alamnirvana (bicara | kontrib) |
|||
(25 revisi perantara oleh 7 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 3:
| image_flag = Bendera Kesultanan Kutaringin.svg
| image_coat =
| image_map = 1909 Atlas Sekolah Hindia-Nederland map of Kotawaringin.png
|map_caption = Peta Kotawaringin, 1909
| life_span = [[1615]]-[[1948]]
| p1 = Kesultanan Banjar
Baris 48 ⟶ 50:
Sejak diperintah Dinasti Banjarmasin, Kotawaringin secara langsung menjadi bagian dari [[Kesultanan Banjar]], sehingga sultan-sultan Kotawaringin selalu memakai gelar '''[[Pangeran]]''' jika mereka berada di Banjar. Tetapi di dalam lingkungan Kotawaringin sendiri, para '''Pangeran ([[Pangeran Ratu]])''' yang menjadi raja juga disebut dengan "[[Sultan]]" karena kedudukannya sejajar dengan [[Sultan Muda]]/Pangeran Mahkota di Kesultanan Banjar.<ref>{{Cite web |url=http://iimanda.multiply.com/journal/item/2 |title=Kerajaan Kotawaringin Yang Pertama |access-date=2008-09-14 |archive-date=2015-12-22 |archive-url=https://web.archive.org/web/20151222080308/http://iimanda.multiply.com/journal/item/2 |dead-url=yes }}</ref>
Kerajaan Kotawaringin merupakan pecahan [[kesultanan Banjar]] pada masa [[Sultan Banjar]] IV [[Mustainbillah]] yang diberikan kepada puteranya '''Pangeran Dipati Anta-Kasuma'''. Sebelumnya Kotawaringin merupakan sebuah [[kadipaten]], yang semula ditugaskan oleh Sultan Mustainbillah sebagai kepala pemerintahan di Kotawaringin adalah '''Dipati Ngganding''' (1615)?. Oleh [[Dipati Ngganding]] kemudian diserahkan kepada menantunya Pangeran [[Ratu Bagawan dari Kotawaringin|Dipati Anta-Kasuma]]. Menurut [[Hikayat Banjar]], wilayah Kotawaringin adalah semua desa-desa di sebelah barat [[Banjar]] (sungai Banjar = sungai Barito) hingga sungai Jelai.<ref name="hikayat banjar">{{ms}}[[Johannes Jacobus Ras]], [[Hikayat Banjar]] diterjemahkan oleh Siti Hawa Salleh, Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka, Lot 1037, Mukim Perindustrian PKNS - Ampang/Hulu Kelang - [[Selangor]] Darul Ehsan, [[Malaysia]] [[1990]].</ref>
== Wilayah terluas Kerajaan Kotawaringin == Wilayah Kerajaan Kotawaringin paling barat adalah [[Tanjung Sambar]] ([[Kabupaten Ketapang]]), batas utara adalah Gunung Sarang Pruya ([[kabupaten Melawi]]) dan di timur sampai sungai [[Mendawai, Katingan|Mendawai]] (Tanjung Malatayur) yaitu bagian barat Provinsi Kalimantan Tengah, sedangkan bagian timur Kalimantan Tengah yang dikenal sebagai daerah [[Tanah Biaju]] == Sejarah ==
Baris 55 ⟶ 61:
* Panembahan Kalahirang dari [[Kerajaan Sukadana]] (Tanjungpura) melakukan ekspansi perluasan wilayah kekuasaan yang terbentang dari Tanjung Datok (Sambas) sampai Tanjung Puting (Kotawaringin), tetapi kemudian menurut Hikayat Banjar, negeri Kotawaringin bahkan Sukadana sendiri menjadi taklukan Maharaja Suryanata penguasa daerah Banjar kuno (Negara Dipa).
* Menurut [[Hikayat Banjar]] yang bab terakhirnya ditulis pada tahun [[1663]], sejak masa kekuasaan [[Maharaja Suryanata]]/Raden Aria Gegombak [[Janggala]] [[Rajasa]]/Raden Suryacipta, seorang pangeran dari Majapahit yang menjadi raja Negara Dipa (Banjar kuno) yang ke-2 pada masa Hindu, orang besar (penguasa) Kota Waringin sudah menjadi taklukannya, di sini hanya disebutkan orang besar, jadi bukan disebut raja seperti sebutan penguasa negeri lainnya pada masa yang bersamaan. Kota Waringin dalam Hikayat Banjar disebutkan sebagai salah satu ''tanah yang di bawah angin'' (negeri di sebelah barat) yang telah ditaklukan.
* Sebelum berdirinya Kerajaan Kotawaringin, Raja-raja Banjar sebagai penguasa sepanjang pantai selatan dan timur [[pulau Kalimantan]] telah mengirim menteri-menteri atau ketua-ketua untuk mengutip [[upeti]] yang dipaksa kepada penduduk Kotawaringin. Nenek moyang [[suku Dayak]] yang tinggal di hulu-hulu [[sungai Arut]] telah memberi kepada [[Sultan Banjarmasin]] debu [[emas]] sebanyak yang diperlukan untuk membuat sebuah [[kursi]] emas. Selepas itu dua orang [[menteri]] dari [[Banjarmasin]] bernama '''Majan Laut''' dan '''Tongara Mandi''' telah datang dari [[Distrik Tabanio|Tabanio]] (Laut Darat/Tanah Laut) ke [[Kumai, Kotawaringin Barat|Kumai]] dan tinggal di situ. Kedua bersaudara inilah yang mula-mula membawa [[Islam]] ke wilayah Kotawaringin. Majan Laut kemudian terlibat perseteruan dengan saudaranya dan selanjutnya ia pindah dari Kumai ke [[Belitung]] dan tinggal di sana. Tongara Mandi kemudian pindah dari Kumai ke daerah kuala Kotawaringin di mana dia sebagai pendiri '''Kotawaringin Lama''' di pinggir [[sungai Lamandau]]. Dia kemudian meninggalkan tempat ini karena diganggu oleh lanun/perompak dan membuka sebuah kampung baru, lebih jauh ke hulu, di sungai Basarah, salah satu anak sungai di sebelah kiri. Dalam [[Hikayat Banjar]] tokoh yang mendapat perintah dari Marhum Panembahan [sultan Banjar IV yang berkuasa 1595-1638] untuk menjabat adipati Kotawaring bernama '''Dipati Ngganding''' dari golongan [[Andin]] dan juga sebagai [[mertua]] dari '''Pangeran Dipati Anta-Kasuma''' karena menikahi '''Andin Juluk''', puteri dari Dipati Ngganding. Sebelumnya Pangeran Dipati Anta-Kasuma juga menikahi Nyai Tapu puteri dari seorang [[Mantri Sakai|Mantri]]
* Lebih kurang [[15]] tahun kemudian, Kiai Gede putera dari Majan Laut datang dari Belitung dan tinggal dengan pamannya, Tongara Mandi. Kiai Gede membujuk pamannya untuk mengkaji keadaan negeri tersebut dan memilih suatu tempat yang lebih sesuai sebagai ibu kota. Untuk tujuan ini mereka mula-berjalan menghulu sungai Arut dan tempat tinggal mereka saat itu dekat Pandau. Kemudian mereka membuat perjalanan menghulu [[sungai Lamandau]], hingga ke anak [[sungai Bulik]]. Kemudian mereka bermimpi bahwa mereka mestilah menetapkan lokasi yang terpilih pada tempat di mana perahu mereka melanggar sebuah batang pohon pisang, kemudian mereka juga berlayar menuju hilir. Sesuai mimpi tersebut mereka menemukan suatu lokasi yang tepat yang kemudian menjadi lokasi di mana terletak Kotawaringin tersebut. Tetapi lokasi tersebut sudah terdapat suatu kampung Dayak yang besar yang disebut Pangkalan Batu. Penduduk kampung tersebut enggan membenarkan para pendatang ini tinggal di sana. Oleh sebab itu mereka menghalau orang Dayak dari situ dan merampas dari mereka beberapa pucuk ''cantau'' (senapang) Cina dan dua buah ''belanga'' (tempayan Cina). Orang Dayak yang kalah tersebut berpindah ke arah barat yaitu tasik Balida di [[sungai Jelai]] dan menyebut diri mereka '''Orang Darat''' atau '''Orang Ruku'''. Oleh karena dia sudah tua, Tongara Mandi kemudian menyerahkan pemerintahan kepada Kiai Gede. Perlahan-lahan Kiai Gede meluaskan kuasanya kepada suku-suku [[Dayak]] dan tetap tergantung pada [[Kesultanan Banjarmasin]] (Marhum Panembahan). Selama [[35]] tahun pemerintahan '''Kiai Gede''', saat itu pula kedatangan Pangeran Dipati Anta-Kasuma putera dari Marhum Panembahan (Sultan Banjar IV). Kedatangannya disertai '''Putri Gilang''' anaknya. Sebelumnya mereka bersemayam di [[Kahayan]], [[Mendawai, Katingan|Mendawai]] dan [[Sampit]]. Kemudian mereka berangkat ke [[Danau Sembuluh, Seruyan|Sembuluh]] dan [[Pembuang]], di tempat terakhir inilah Pangeran Dipati Anta-Kasuma sempat tertarik dan ingin bersemayam pada lokasi tersebut tetapi dilarang oleh para menterinya. Ia bersumpah bahwa semenjak saat itu tempat tersebut dinamakan [[
* Pada masa ini Pangeran Dipati Anta-Kasuma telah membuat perhubungan dengan seorang putera dari '''Ratu Bagus Sukadana'''/'''Ratu Mas Jaintan'''/'''Putri Bunku''' dan '''Dipati Sukadana'''/'''Penembahan Giri Kusuma''' dari [[Kerajaan Tanjungpura|Kerajaan Sukadana/Tanjungpura]],<ref>Hikayat Banjar hlm 347: "Sudah kemudian itu maka anak Ratu Bagus di Sukadana, namanya Raden Saradewa itu, diperisterikan lawan Putri Gilang, anak Pangeran Dipati Anta-Kasuma itu.........sudah itu maka pangandika Marhum Panambahan, semasa ini anak Dipati Sukadana itu tiada lagi kupintai upati lagi seperti tatkala zaman dahulu itu. Sekaliannya upati Sukadana itu sudah kuberikan arah cucuku Si Dayang Gilang itu, jikalau ia beranak sampai kepada anak-cucunya itu. Hanya kalau ada barang kehendakku itu, aku menyuruh"....</ref> Raja Matan Sukadana, yaitu '''Murong-Giri Mustafa''' <ref name="Pijnappel"/> (= '''Sultan Muhammad Syafiuddin''' 1623/7-1677) atau di dalam Hikayat Banjar disebut '''Raden Saradewa''' <ref name="hikayat banjar"/> yang telah meminang puteri Pangeran Dipati Anta-Kasuma yaitu Putri Gelang (= Dayang Gilang) untuk dirinya . Baginda dianugerahkan daerah Jelai yang sebelumnya telah ditaklukan oleh Kotawaringin sebagai hadiah perkawinan. Perkawinan tersebut dilaksanakan di Martapura. Dengan adanya perkawinan tersebut maka Marhum Panembahan (Sultan Banjar IV) mengatakan bahwa Dipati Sukadana tidak perlu lagi mengirim upeti setiap tahun seperti zaman dahulu kala kepadanya karena sudah diberikan kepada cucunya Putri Gelang dan jikakalau ia beranak sampai ke anak cucunya. Selepas itu Dipati Ngganding diperintahkan diam di Kotawaringin. Putri Gelang wafat setelah 40 hari melahirkan puteranya. Raden Saradewa pulang ke Sukadana, sedangkan bayi yang dilahirkan Putri Gelang kemudian tinggal dengan Pangeran Dipati Anta-Kasuma di [[Martapura]] kemudian dinamai '''Raden Buyut Kasuma Matan'''/'''Pangeran Putra''' (= ayah Sultan Muhammad Zainuddin I?) oleh Marhum Panembahan, yang merupakan salah satu dari tiga cicitnya yang diberi nama ''buyut'', karena ketika itulah Marhum Panembahan pertama kali memiliki tiga orang [[cicit]], yang dalam [[bahasa Banjar]] disebut ''buyut''. Raden Buyut Kasuma Matan saudara sepersusuan dengan Raden Buyut Kasuma Banjar putera Raden Kasuma Taruna (= Pangeran Dipati Kasuma Mandura).<ref name="hikayat banjar"/>
* Sultan Banjar V, Inayatullah (= Pangeran Dipati Tuha 1/Ratu Agung), abangnya Pangeran Dipati Anta-Kasuma menganugerahkan gelar '''Ratu Kota Waringin''' kepada Pangeran Dipati Anta-Kasuma, kemudian menyerahkan desa-desa di sebelah barat Banjar (= sungai Barito) hingga ke Jelai ([[sungai Jelai]]). Ratu Kota-Waringin kemudian kembali ke Kotawaringin sambil membawa serta Raden Buyut Kasuma Matan.<ref name="hikayat banjar"/> Ratu Kota Waringin sebenarnya tidak bersemayam di ''dalem'' (istana) tetapi di atas sebuah rakit besar (= ''lanting'') yang ditambatkan di sana. Ratu Kota-Waringin memperoleh seorang puteri lagi yang dinamai Puteri Lanting, dengan seorang wanita yang dikawininya di sini.<ref name="Pijnappel"/> Baginda berangkat ke sungai Jelai dan membuka sebuah kampung di pertemuan sungai Bilah dengan sungai Jelai. Daerah ini dinamakan [[Sukamara]] karena ada suka dan ada mara (= maju).<ref name="hikayat banjar"/>
* [[Raja Kotawaringin]] (Pangeran Antakasuma), [[Raja Sukadana]], Pangeran Marta Sahary ([[Pangeran Martasari]], asisten kiri dari mangkubumi, leluhur [[Sultan Sumbawa]]) dan Raja Itam, Raja Mempawah menjadi anggota '''Dewan Mahkota''' di Kesultanan Banjar pada masa pemerintahan Inayatullah (= Ratu Agung). Dewan Mahkota adalah dewan yang juga mengurusi perdagangan dan ekonomi di wilayah ini dalam berhubungan dengan pihak Belanda (VOC) maupun Inggris. Pada tahun [[1638]] terjadi pembunuhan terhadap orang-orang VOC dan [[orang Jepang]] di loji di [[Martapura]]. Atas kejadian tersebut VOC membuat surat ancaman yang ditujukan terhadap Kesultanan Banjarmasin, Kerajaan Kotawaringin dan Kerajaan Sukadana. Kedua kerajaan merupakan sekutu Banjarmasin dan ada hubungan kekeluargaan. Permusuhan berakhir dengan adanya Perjanjian [[16 Mei]] [[1661]] pada masa [[Sultan Rakyatullah]].
* Kemudian selama di Kotawaringin, Pangeran Dipati Anta-Kasuma memperoleh seorang putera dengan seorang wanita yang dinikahinya di sana, putera yang dilahirkan di Kotawaringin ini dinamakan '''Ratu Amas'''. Oleh sebab sudah tua dia menyerahkan tahta kerajaan Kotawaringin kepada puteranya dan berangkat pulang ke Banjarmasin karena dia berduka atas mangkatnya kakandanya Sultan Inayatullah/Ratu Agung/Pangeran Dipati Tuha I.
* Mendengar kemangkatan Inayatullah/Ratu Agung, [[Sultan Banjar]] (1638-1645), '''Ratu Kota Waringin''' pulang ke Banjarmasin untuk melantik [[keponakan]]nya Pangeran Kasuma Alam sebagai [[Sultan Banjar]] dengan gelar Sultan Saidullah/Ratu Anom (1645-1660). Saat itu ia juga melantik keponakannya Raden Kasuma Lalana sebagai [[Dipati]] dengan gelar Pangeran Dipati Anom II (kelak [[Sultan Agung dari Banjar|Sultan Agung]]). Ratu Anom kemudian menganugerahkan Ratu Kota Waringin gelar baru '''Ratu Bagawan''' artinya ''raja maha pandita''. Selama di [[Martapura]], '''Ratu Bagawan''' sempat menduduki jabatan [[mangkubumi]] dalam pemerintahan Ratu Anom selama lima tahun ([[1650-1655]]), menggantikan abangnya '''[[Panembahan di Darat]]''' yang meninggal dunia. Ia kemudian mengundurkan diri dan menyerahkan jabatan mangkubumi kepada adiknya lain ibu, Pangeran Dipati Tapasena (Sultan Rakyatullah). Tidak lama kemudian ia meninggal dunia <ref name="hikayat banjar"/> tahun [[1657]] dan dimakamkan di [[Komplek Makam Sultan Suriansyah]], Banjarmasin.
* Pada abad ke-18, '''Ratu Bagawan Muda''' putera dari Pangeran Panghulu telah membangun sebuah dalem/keraton dengan mengikuti gaya [[Jawa]]. Mangkubumi raja ini, '''Pangeran Prabu''', mengepalai beberapa serangan yang berjaya ke negeri '''Matan''' dan '''Lawai''' atau '''Pinoh'''. Pangeran Prabu telah menaklukan sebagian besar wilayah itu hingga jatuh dalam kekuasaan pemerintahan Kotawaringin, tetapi kemudian negeri-negeri itu dapat lepas dari taklukannya. Oleh karena itu Kotawaringin selalu menganggap sebagian besar negeri [[Kabupaten Melawi|Pinoh]] sebagai jajahannya dan juga menuntut daerah Jelai. Dia juga mengambil sebahagian peperangan yang dilancarkan oleh Pangeran Amir dengan memihak kepada '''Sunan Batu''' (= Sultan [[Tahmidullah II]]). Dia telah membantu Sultan Banjar, Sunan Batu dalam peperangan melawan [[Sultan Sambas]]. Putera dari '''Ratu Bagawan Muda''' yaitu '''Ratu Anom Kasuma Yuda''' adalah raja Kotawaringin pertama yang membuat hubungan langsung dengan pemerintah [[Hindia Belanda]]. Dia meminta bantuan Hindia Belanda dalam peperangan melawan [[Kerajaan Matan|Matan]] dan untuk tujuan ini baginda telah menerima meriam, senapan dan peluru dari [[Batavia]]. Ketika Sultan Banjar menyerahkan Kotawaringin dan kawasan-kawasan yang lain kepada Hindia Belanda, maka Ratu Anom Kasumayuda juga menyerahkan tahta kerajaan Kotawaringin kepada Pangeran [[Padoeka Ratoe Iman Oeddin |Imanudin]] yang bergelar [[Pangeran Ratu]].<ref name="Pijnappel"/>
* Sebelum Proklamasi Kemerdekaan RI, [[17 Agustus]] [[1945]], [[Kobar]] merupakan satu wilayah [[Kesultanan Kotawaringin]].<ref name="kobar">{{Cite web |url=http://www.indomedia.com/bpost/102004/3/borneo/borneo5.htm |title=''Awalnya Sebuah Kerajaan''. Banjarmasin Post, 4 Oktober 2004 |access-date=2007-06-17 |archive-date=2007-09-27 |archive-url=https://web.archive.org/web/20070927004249/http://www.indomedia.com/bpost/102004/3/borneo/borneo5.htm |dead-url=yes }}</ref>
* Ibu kota Kesultanan Kotawaringin semula berada di [[Kotawaringin Lama, Kotawaringin Barat|Kotawaringin Lama]] (hulu Sungai Lamandau). Pada [[1814]] ibu kota kesultanan dipindahkan ke [[Pangkalan Bun]], pada masa pemerintahan [[Sultan Imanudin]] dan didirikanlah sebuah istana di Pangkalan Bun sebagai pusat pemerintahan.<ref name="kobar"/>
Baris 71 ⟶ 77:
# Kabupaten Lamandau
# Kabupaten Sukamara
Pusaka kerajaan Kotawaringin:
Baris 112 ⟶ 117:
|author=
|year=1860
|publisher=M. Nijhoff}}</ref><ref name="
| lang= nl
| first= J.
| last= Pijnappel
| authorlink= J. Pijnappel
| url= https://books.google.co.id/books?id=xD2ALLe4QJUC&pg=PA282&dq=Pang-Ratoe-Emanoedin&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwjS8sKD0-fqAhUXX30KHYQdCXsQ6AEwAXoECAEQAg#v=onepage&q=Pang-Ratoe-Emanoedin&f=false
| title= Beschrijving van het westelijke gedeelte van de zuid- en oosterafdeeling van Borneo: (De afdeeling Sampit en de zuidkust)
| location=
| publisher=
| year= 1854
}}</ref><ref name="Beschrijving">{{cite book
| lang= nl
| pages= 278
Baris 133 ⟶ 148:
* ([[1637]]-[[1650]]) [[Pangeran Dipati Anta-Kasuma]] (menantu Dipati Ngganding) - mangkubumi Kiai Gede<ref>[http://humakajang.wordpress.com/kota-ku/sejarah-kobar/ Silsilah Raja Kotawaringin]</ref>
* ([[1650]]-[[1700]]) [[Pangeran Mas Adipati]] (anak) - mangkubumi Dipati Gading
* ([[1700]]-[[1720]]) [[Panembahan Kota Waringin]] (keponakan/anak Putri Lanting) - mangkubumi Dipati Gading.<ref name="Pijnappel1854"/>
* ([[1720]]-[[1750]]) [[Pangeran Prabu]]/Panembahan Derut (anak) - mangkubumi Pangeran Dira
* ([[1750]]-[[1770]]) [[Pangeran Adipati Muda]] (anak) - mangkubumi Pangeran Cakra
Baris 177 ⟶ 192:
| year= 1858
| volume= 31
}}</ref><ref>{{nl}} {{cite book|pages=49|url=http://books.google.co.id/books?id=A0pJAAAAMAAJ&dq=pangeran%20agoeng&pg=PA49#v=onepage&q=pangeran%20agoeng&f=false|title=Tijdschrift voor Indische taal-, land-, en volkenkunde|volume=11|authors=Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, Lembaga Kebudajaan Indonesia|publisher=Lange & Co.|year=1862}}</ref>
* ([[22 Oktober]] [[1855]]-[[1865]]) [[Pangeran Ratoe Anoem Herman Sjah]] (anak)<ref name="Almanak 33">{{cite book
| lang= nl
Baris 329 ⟶ 344:
'''Pangeran Ratu Kotawaringin VI: Pangeran Panghulu''' x Putri Ratu Mangkurat binti Pangeran Purbaya bin Pangeran......bin Sultan Tamjidillah 1
:::↓
'''Pangeran Ratu Kotawaringin VII: Ratu Bagawan Muda/Sultan Balladuddin''' x Putri Amaliah
:::↓
'''Pangeran Ratu Kotawaringin VIII: Pangeran Ratu
:::↓
'''Pangeran Ratu Kotawaringin IX: Pangeran [[Ratu Imanuddin]]''' berisitrikan 3 orang yaitu
Baris 351 ⟶ 366:
# '''''Ratu Nyai Djaminar (Ratu Ratnawilis Binti Dambung Raksa Mancanegara '''''(Istri Ketiga; dari Kahayan) berputerakan:
## '''Pangeran Ratu Sukma Negara'''
## Ratu Amas
'''Pangeran Ratu Kotawaringin X: Pangeran Ratu Achmad Hermansyah''' bin Pangeran [[Ratu Imanuddin]], berputerakan 7 orang:
# Pangeran Gentjana
## Pangeran Tjitra ( Citra )
Baris 399 ⟶ 415:
# Pangeran Ratu Mangku
# Pangeran Nata
# Pangeran Bungsu Kesuma
# '''Pangeran Ratu Anum Kesuma Yuda ''' ''( Gusti Muhammad Sanusi atau Gusti Anum Kesuma Yuda)'' '''- Raja Kotawaringin Ke XI '''
## Ratu Intan (Ratu Prabu)
## Ratu Kuning
### '''Pangeran Hermansyah'''
Baris 407 ⟶ 423:
'''Pangeran Ratu Kotawaringin XII: Pangeran Ratu Sukma Negara''' x Ratu Sori Pakunegara Binti Pangeran Dipati Anta Kesuma (Gusti Maleh)<ref name="cerita kalteng"/><ref>http://blotanjungputing.blogspot.co.id/2016/05/silsilah-kami-keturunan-sultan-xii.html</ref>
# Pangeran Kalana Perabu Wijaya (Gusti Muhammad Saleh) Perdipati/Mangkubumi x Nyai Norisah Binti Kiyai Mas Imam
## Gusti Samil
## Utin Dewi
## Pangeran Aria Ningrat
## Pangeran Djaja Ningrat
## Utin Aban
## Gusti Karamah
## Pangeran Surya Anas x Putri Margasari (Ratu Surya)
### Putri Asjifah Indera Majelis x Said Abubakar ( Kumain )
Baris 413 ⟶ 435:
### Gusti Mansyur Alam ( tidak beristeri )
### Gusti Mashuri x Halimah Bakri
### Gusti Mastandarmansyah (Gusti Doemay) x Raden Roro Karyatun binti Rd. Soebroto
### Gusti Masuril Huda (Gusti Mashuda) x Gusti Normasari binti Gusti
### Putri Maminang (tidak bersuami)
# Pangeran Panghulu (Gusti Muhammad Zein)?
## Utin Sari Banun
# '''Pangeran Ratu Kasuma Alam/Pangeran Bagawan Kesuma Alam''' x Gusti Hasanah binti Pangeran [[Soeria Winata]] Bupati Martapura 1860▼
## Utin Aprah
## Ratu Sori ( Putri Kotawaringin ) x Pangeran Indra bin Muhammad▼
## Gusti Bardat
## Utin Masnul
▲# '''Pangeran
▲## Ratu Sori (Ratu Kraton ?, Putri Kotawaringin ) x Pangeran Indra bin Muhammad
## Pangeran Iman Adam ( tidak punya isteri )
## Putri Banjar Mas ( Ratu Sunding Anum ) x Gusti Abdul Samad Martapura
## Putri Karangan Intan ( Ratu Aria Nigrat) x Pangeran
## Putri Kencana ( Ratu Jayaningrat ) x Pangeran Djayaningrat Kotawaringin
## Putri Margasari ( Ratu Surya ) x Pangeran Surya Anas
Baris 473 ⟶ 499:
[[Kategori:Kerajaan Kotawaringin| ]]
[[Kategori:Kerajaan di Kalimantan]]
[[Kategori:Kerajaan di Kalimantan Tengah|Kotawaringin]]
[[Kategori:Kerajaan di Nusantara|Kotawaringin]]
[[Kategori:Kotawaringin]]
[[Kategori:Sejarah Kotawaringin]]
[[Kategori:Kabupaten Kotawaringin Barat]]
[[Kategori:Kabupaten Kotawaringin Timur]]
|