Kekerasan dalam rumah tangga: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Ariandi Lie (bicara | kontrib) k Dikembalikan ke revisi 23164593 oleh Apriadi ap (bicara)(Tw) Tag: Pembatalan |
Sekarchamdi (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan Tag: menambah alamat surel di artikel VisualEditor |
||
(6 revisi perantara oleh 3 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 14:
== Lingkup ==
Yang merupakan lingkup tindakan KDRT adalah perbuatan terhadap seseorang terutama [[perempuan]], yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara [[fisik]], [[seksual]], [[psikologis]], dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Sebagian besar korban KDRT adalah kaum perempuan (istri) dan pelakunya adalah suami, walaupun ada juga korban justru sebaliknya, atau orang-orang yang tersubordinasi di dalam rumah tangga itu. Pelaku atau korban KDRT adalah orang yang mempunyai hubungan darah, [[perkawinan]], persusuan, pengasuhan, perwalian dengan suami, dan anak bahkan pembatu rumah tangga yang tinggal dalam sebuah rumah tangga. Tidak semua tindakan KDRT dapat ditangani secara tuntas karena korban sering menutup-nutupi dengan alasan ikatan struktur budaya, agama, dan belum dipahaminya sistem hukum yang berlaku. Padahal perlindungan oleh negara dan masyarakat bertujuan untuk memberi rasa aman terhadap korban serta menindak pelakunya. Pelaku dapat dikategorikan negara dan non negara. Pelaku yang non negara bisa berposisi sebagai: [[suami]], pasangan, [[ayah]], [[ayah mertua]], [[ayah tiri]], [[paman]], [[anak laki-laki]], atau pihak keluarga laki-laki lainnya. Sementara pelaku yang berposisi sebagai aktor negara, selain berposisi secara personal, mereka juga terikat dalam tugas-tugas yang seharusnya dijalankan sebagai aktor non negara. Mereka bisa jadi memiliki posisi tertentu di tingkat negara dan menggunakan kekuasaannya untuk mengabaikan atau membiarkan kasus KDRT yang terjadi pada korban atau bahkan menghambat akses perempuan terhadap layanan, bantuan, dan keadilan. Sebagai kekerasan berbasis gender, maka korban dominannya adalah perempuan, walaupun dimungkinkan adanya perempuan yang melakukan KDRT.
== Bentuk-bentuk kekerasan ==
Baris 42:
# Bunuh diri
* Kekerasan psikis ringan, berupa tindakan pengendalian, manipulasi, eksploitasi, kesewenangan, perendahan dan penghinaan, dalam bentuk pelarangan
# Ketakutan dan perasaan terteror
# Rasa tidak berdaya, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak
Baris 66:
# Mengambil tanpa sepengetahuan dan tanpa persetujuan korban, merampas dan atau memanipulasi harta benda korban.
* Kekerasan ekonomi ringan, berupa melakukan upaya-upaya sengaja yang menjadikan korban tergantung atau tidak berdaya secara ekonomi atau tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya.
=== '''Kekerasan sosial''' ===
Kekerasan sosial berupa pembatasan interaksi sosial dengan orang lain yang sengaja dilakukan oleh pelaku pada korban sehingga terisolasi dari lingkungan di luar rumah tangga. Adapun tindakan yang umumnya dilakukan antara lain melarang korban keluar rumah, membatasi kontak korban dengan orang selain anggota keluarga terdekat, mempermalukan dan merendahkan korban saat berada di ranah publik dan negara.
=== '''Menguntit (stalking)''' ===
Menguntit adalah segala bentuk tindakan dan sikap yang dimaksudkan untuk melecehkan, mengganggu, atau meneror korban dengan intensitas yang semakin meningkat dan meluas. Aktivitas penguntitan yang umumnya dilakukan meliputi panggilan telepon secara berulang-ulang; surat atau hadiah yang tidak diinginkan melalui pos/kurir; pengawasan di ranah personal, ruang publik, dan tempat-tempat lain yang sering dikunjungi korban. <ref>{{Cite web|last=Nations|first=United|title=What Is Domestic Abuse?|url=https://www.un.org/en/coronavirus/what-is-domestic-abuse|website=United Nations|language=en|access-date=2024-03-23}}</ref>
== Penyebab KDRT ==
Baris 75 ⟶ 81:
== Upaya pemenuhan hak-hak korban KDRT ==
Upaya dalam memenuhi hak-hak Korban kekerasan dalam rumah tangga harus Diakui keberadaannya. Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) membuka jalan bagi pengungkapan kekerasan dalam rumah tangga dan melindungi hak-hak Korban. Di mana, pada awalnya kekerasan dalam rumah tangga dianggap sebagai area pribadi yang tidak bisa dimasuki siapa pun di luar lingkungan rumah. Kira-kira empat tahun sejak diratifikasi pada 2004,dalam perjalanannya undang-undang ini masih beberapa pasal tidak menguntungkan bagi perempuan Korban kekerasan.
Apa tujuan dibentuk UU PKDRT?[https://komnasperempuan.go.id/instrumen-modul-referensi-pemantauan-detail/menemukenali-kekerasan-dalam-rumah-tangga-kdrt]
Tujuan dari adanya UU PKDRT, sebagaimana disebut dalam Pasal 4, meliputi:
1) mencegah terjadinya segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga;
2) melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga;
3) menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga;
4) memelihara keutuhan rumah tangga yang harmonis dan sejahtera.
Siapa saja yang menjadi lingkup dan dilindungi dalam UU PKDRT?
Pasal 2 UU PKDRT menegaskan bahwa ruang lingkup dari undang-undang ini tidak hanya terhadap perempuan, tapi pihak-pihak sebagaimana di bawah ini:
# Suami, istri, dan anak;
# Orang-orang yang memiliki hubungan keluarga baik karena darah, perkawinan persusuan, pengasuhan, dan yang menetap dalam rumah tangga;
# Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap di dalam rumah tangga tersebut.
Selain itu, walaupun undang-undang ini dimaksudkan memberikan efek jera bagi pelaku KDRT, ancaman hukuman yang tidak mencantumkan hukuman minimal dan hanya hukuman maksimal sehingga berupa ancaman hukuman alternatif kurungan atau [[denda]] terasa terlalu ringan bila dibandingkan dengan dampak yang diterima korban, bahkan lebih menguntungkan bila menggunakan ketentuan hukum sebagaimana yang diatur dalam KUHP. Apalagi jika korban mengalami cacat fisik, psikis, atau bahkan korban meninggal. Sebagai
== '''Menyelamatkan diri dari KDRT''' ==
Korban dapat mencari perlindungan dan menyelamatkan diri dari KDRT dengan melaporkan secara langsung kasus KDRT baik di tempat tinggal korban maupun di lokasi kejadian perkara. Korban dapat pula menguasaan laporan tersebut kepada keluarga, orang terdekat dan/atau pendamping.
Berikut ini nomer/kontak darurat yang dapat dihubungi untuk mencari perlindungan dari KDRT yaitu:
* Kementrian perlindungan Perempuan dan Anak Call Center: SAPA 129 atau nomor WhatsApp 08111-129-129
* Kepolisian RI melalui saluran nomor 110 atau langsung mengunjungi kantor Polsek, Polres, atau Polda setempat
* kantor Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TPA) di tingkat provinsi atau kabupaten/kota. Data lengkapnya dapat disimak melalui tautan berikut ini https://www.kemenpppa.go.id/page/view/konten/MTQ0
* Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat (LAPOR) melalui lapor.go.id
* Komisi Nasional (Komnas) Perempuan melalui nomer telepon: 021-3903963 atau surel: pengaduan@komnasperempuan.go.id
* Kementrian Sosial RI melalui nomer telepon 021-1500711
* Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melalui laman https://www.kpai.go.id/formulir-pengaduan
* Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) yang memiliki kantor cabang hampir di seluruh wilayah Indonesia melalui laman https://lbhapik.or.id/pengaduan/
▲Selain itu, walaupun undang-undang ini dimaksudkan memberikan efek jera bagi pelaku KDRT, ancaman hukuman yang tidak mencantumkan hukuman minimal dan hanya hukuman maksimal sehingga berupa ancaman hukuman alternatif kurungan atau [[denda]] terasa terlalu ringan bila dibandingkan dengan dampak yang diterima korban, bahkan lebih menguntungkan bila menggunakan ketentuan hukum sebagaimana yang diatur dalam KUHP. Apalagi jika korban mengalami cacat fisik, psikis, atau bahkan korban meninggal. Sebagai UU yang memfokuskan pada proses penanganan hukum pidana dan penghukuman dari korban, untuk itu, perlu upaya strategis di luar diri korban guna mendukung dan memberikan perlindungan bagi korban dalam rangka mengungkapkan kasus KDRT yang menimpa.
== Referensi ==
|