Padamu Jua: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Wagino Bot (bicara | kontrib)
k →‎Kutipan: minor cosmetic change
Fitur saranan suntingan: 2 pranala ditambahkan.
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Tugas pengguna baru Disarankan: tambahkan pranala
 
(6 revisi perantara oleh 5 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 24:
|followed_by = "Barangkali"
}}
"'''Padamoe Djoea'''" adalah [[puisi]] 28 baris karya [[Amir Hamzah]] yang disertakan dalam koleksinya tahun 1927, ''[[Nyanyi Sunyi]]''. Ini adalah karya Hamzah yang paling banyak dipuji. Pembacaannya lebih difokuskan pada tema-tema keagamaan, terutama dari sudut pandang Islam dan ada pula pengaruh-pengaruh Kristen.
 
== Isi Puisi ==
PADAMU JUA
 
Habis kikis
 
Segala cintaku hilang terbang
 
Pulang kembali aku padamu
 
Seperti dahulu
 
Kaulah kendi kemerlap
 
Pelita jendela di malam gelap
 
Melambai pulang perlahan
Sabar, setia, selalu
 
Satu kasihku
 
Aku manusia
 
Rindu rasa
 
Rindu rupa
 
Dimana engkau
 
Rupa tiada
 
Su
ara sayup
 
Hanya kata merangkai hati
 
Engkau cemburu
 
Engkau ganas
 
Mangsa aku dalam cakarmu
 
Bertukar tangkap dengan lepas
 
Nanar aku, gila sasar
 
Sayang berulang padamu jua
 
Engkau pelik menarik ingin
 
Serupa darah dibalik tirai
 
Kasihku sunyi
 
Menunggu seorang diri
 
Lalu waktu—bukan giliranku
 
Mat
i hari—bukan kawanku
 
~ Amir Hamzah
 
== Penulisan ==
Baris 32 ⟶ 94:
Puisi 28 baris ini terdiri dari 84 kata. Puisi ini didominasi huruf vokal ''a'' dan ''u'' yang sering diulang dalam bentuk [[diftong]] ''au'' atau [[hiatus (linguistik)|hiatus]] ''ua''. Kombinasi semacam itu muncul di 35 persen kata dan 64 persen baris puisi ini. [[Konsonan]] sering diulang dan menekankan keterkaitan antarkata dalam satu baris.{{sfn|Foulcher|1991|p=109}}
 
== Analisis ==
[[Kritik sastra|Kritikus sastra]] Indonesia [[Zuber Usman]] menulis bahwa puisi ini menceritakan pertemuan antara Amir Hamzah dan Tuhan dan digambarkan sebagai pertemuan antara sepasang kekasih atau antara pelayan dan Tuhannya.{{sfn|Usman|1959|pp=232–233}} Ia berpendapat bahwa dua baris pertama mewakili perasaan Hamzah setelah ia diberitahu akan dinikahkan, bagaimana semua harapannya untuk masa depannya pupus akibat pengumuman tersebut. Kuplet selanjutnya menunjukkan kembalinya Tuhan dan Islam, agama yang dianut Hamzah sejak kecil. Usman menafsirkan empat baris selanjutnya sebagai kemunculan cahaya Tuhan, jawaban bagi kekosongan yang dihadapi Hamzah.{{sfn|Usman|1959|p=234}} Hamzah mengalihkan fokusnya dari cinta fisik dan kekecewaannya ke kegiatan duniawi, tetapi langsung merasa kecewa seolah Tuhan sedang mempermainkannya, seolah akibat cemburu Tuhan tidak mengizinkannya mendapatkan cinta sejati. Pada akhirnya ia tidak mampu meninggalkan Tuhan dan kembali, memasrahkan dirinya kepada Tuhan yang berada di "antara terang dan samar-samar".{{sfn|Usman|1959|pp=235–237}} Sayangnya, ia mesti menunggu sendiri sampai Tuhan kembali.{{sfn|Usman|1959|p=237}} Kritikus sastra Indonesia dari Australia Keith Foulcher memberi penafsiran yang sama,{{sfn|Foulcher|1991|p=109}} sedangkan Jassin membaca puisi ini sebagai pernyataan bahwa Hamzah ingin sekali bertemu Tuhan.{{sfn|Jassin|1962|pp=33–34}}
 
Pendokumentasi [[HB Jassin]] menulis bahwa kritikus seperti [[Bakri Siregar]] melihat adanya pengaruh [[Tuhan dalam Kristen|Tuhan Kristen]] sebagaimana yang digambarkan dalam [[Alkitab]]. Ia menunjukkan beberapa aspek puisi yang tampaknya mendukung pandangan tersebut, termasuk penggambaran Tuhan yang antropomorfik (tidak dibolehkan dalam Islam ortodoks) dan ide Tuhan yang cemburu. Ia menulis bahwa konsep Tuhan cemburu tidak ditemukan dalam Islam, tetapi ada di Alkitab, tepatnya {{Bibleverse||Exodus|20:5|KJV}} dan {{Bibleverse||Exodus|34:14|KJV}}.{{sfn|Jassin|1962|pp=33–34}} Jassin menyebutnya sebagai [[lisensi artistik]],{{sfn|Jassin|1962|pp=33–34}} sementara Foulcher menyebutnya Tuhan yang dinamis dan tidak stabil.{{sfn|Foulcher|1991|p=107}}
 
== Publikasi dan tanggapan ==
"Padamu Jua", bersama seisi ''Nyanyi Sunyi'', pertama kali diterbitkan di ''[[Poedjangga Baroe]]'' edisi November 1937, majalah sastra yang ikut didirikan Hamzah.{{sfn|Jassin|1962|p=212}} Puisi ini kelak diterbitkan kembali sebagai puisi berjudul pertama di buku terpisah. Koleksi ini dicetak untuk ketiga kalinya pada tahun 1949.{{sfn|Hamzah|1949|p=1}} Terjemahan bahasa Inggrisnya oleh [[Sutan Takdir Alisjahbana]] dan [[Burton Raffel]] diterbitkan tahun 1967.{{sfn|Raffel|1968|pp=26–27}} "Padamu Jua" dicantumkan di buku-buku sekolah bahasa Indonesia di tingkat SMA.
 
"Padamu Jua" adalah karya Hamzah yang paling banyak dipuji.{{sfn|Foulcher|1991|p=107}} Pakar sastra Indonesia dari Belanda [[A. Teeuw]] menyebut "Padamu Jua" sebagai puisi Amir Hamzah yang paling berharga karena memiliki "perumusan yang paling langsung, paling bertenaga, paling tepat, dan paling sesuai dengan zaman, tentang hubungan antara Tuhan dengan manusia."{{sfn|Teeuw|1980|p=143}}
 
== Referensi ==
=== Catatan kaki ===
{{reflist|30em}}
Baris 72 ⟶ 134:
|ref = harv
}}
* {{Cite book
|last=Jassin
|first=H.B.
Baris 114 ⟶ 176:
|ref = harv
}}
* {{cite book
|last =Usman
|first =Zuber
Baris 129 ⟶ 191:
{{refend}}
 
{{Authority control}}
[[Category:Puisi Indonesia]]
 
[[Category:Puisi tahun 1930]]
[[CategoryKategori:Puisi filosofisIndonesia]]
[[CategoryKategori:AmirPuisi Hamzahtahun 1930]]
[[Kategori:Puisi filosofis]]
[[Kategori:Amir Hamzah]]