Andjar Asmara: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: +{{Authority control}} |
Rahmatdenas (bicara | kontrib) |
||
(11 revisi perantara oleh 7 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 10:
|birth_place =
{{negara|Belanda}}
[[Alahan Panjang, Lembah Gumanti, Solok|Alahan Panjang]], [[
|death_date = {{Death date and age|df=yes|1961|10|20|1902|02|26}}
|death_place =
[[Cipanas, Cianjur|Cipanas]], [[Kabupaten Cianjur|Cianjur]], [[Jawa Barat]], [[Indonesia]]
|nationality = [[Indonesia]]
|known_for = [[Jurnalisme]], karya [[drama]], [[film]]
}}
'''Abisin Abbas''' ({{lahirmati|[[Alahan Panjang, Lembah Gumanti, Solok|Alahan Panjang]], [[
Andjar meninggalkan Dardanella pada
== Kehidupan awal dan teater ==
Andjar dilahirkan dengan nama Abisin Abbas{{sfn|Encyclopedia of Jakarta, Andjar Asmara}} di [[Alahan Panjang]], [[
Sekitar tahun 1925, karena tidak puas dengan hasilnya di Batavia, Andjar pergi ke [[Padang]] dan menjadi wartawan untuk
Pada akhir dekade 1920-an, setelah menghabiskan waktu dua tahun di [[Medan]] sebagai wartawan untuk ''Sinar Soematra'',{{sfn|I.N.|1981|p=214}} Andjar kembali ke Batavia. Pada tahun 1929 ia mendirikan majalah ''Doenia Film''; majalah ini merupakan versi [[bahasa Melayu]] dari majalah berbahasa Belanda ''Filmland'' dan dipenuhi dengan tulisan mengenai teater dan film domestik. {{sfn|Said|1982|pp=136–137}}{{sfn|Biran|2009|pp=43–44}} Pada saat itu, sinema di Hindia Belanda baru mulai muncul: film lokal pertama, ''[[Loetoeng Kasaroeng]]'', dibuat pada tahun 1926, dan empat film lain dibuat pada tahun 1927 dan 1928.{{sfn|Biran|2009|p=379}} Andjar banyak menulis tentang karya teater dan film lokal. Menutur kritikus film Indonesia Salim Said, Andjar menjadi penasihat untuk pemasaran film ''[[
Andjar menjadi penulis untuk kelompok sandiwara [[Dardanella]] pada bulan November 1930, bekerja di bawah pendiri kelompok itu Willy A. Piedro; ia bergabung dengan mereka karena beranggapan bahwa Dardanella mengutamakan kesenian dan bukan uang. Bersama kelompok sandiwara itu, Andjar menerbitkan berbagai naskah drama dan menulis beberapa lagi, termasuk ''Dr Samsi'' dan ''Singa Minangkabau'', khusus untuk Dardanella.{{sfn|TIM, Andjar Asmara}}{{sfn|Biran|2009|pp=6, 14, 20}} Dalam periode ini, ia juga menjadi kritikus teater dan menulis beberapa karangan mengenai sejarah teater Indonesia.{{sfn|Cohen|2006|pp=347, 402}} Pada tahun 1936, Andjar pergi ke India bersama Dardanella untuk membuat film berdasarkan naskah ''Dr Samsi'', yang menceritakan seorang doktor yang diperas setelah asistennya mengetahui bahwa doktor itu mempunyai anak haram.{{sfn|Said|1982|pp=136–138}}{{sfn|Biran|2009|p=23}} Namun, film itu tidak jadi dibuat dan Andjar meninggalkan India bersama istrinya [[Ratna Asmara|Ratna]].{{sfn|Biran|2009|p=25}}{{sfn|JCG, Dardanella}}
== Dunia film ==
[[Berkas:Ratna Asmara p298.JPG|jmpl|lurus|alt=Seorang wanita dengan rambut terikat, yang menatap kamera dan tersenyum|Istri Andjar, [[Ratna Asmara]], merupakan sutradara wanita pertama dalam sejarah Indonesia.]]
Sekembali ke Hindia Belanda, Andjar mendirikan kelompok sandiwara Bolero bersama Bachtiar Effendi, tetapi pada tahun 1940 ia meninggalkan kelompok itu dan mulai bekerja di Penerbit Kolf di [[Surabaya]]. Bachtiar kemudian menjadi pemimpin Bollero,{{sfn|Said|1982|pp=136–138}} yang lebih banyak terpolitisasi.{{sfn|Bayly|Harper|2007|p=116}} Di Kolf, Andjar menjadi redaktur majalah ''Poestaka Timoer''.{{sfn|Encyclopedia of Jakarta, Andjar Asmara}} Karena tugasnya termasuk membuat sinopsis film, Andjar mulai lebih terlibat dengan dunia sinema. Kemudian ia diminta oleh [[The Teng Chun]] untuk menyutradarai sebuah film untuk Java Industrial Film (JIF);{{sfn|Said|1982|pp=136–137}} dengan demikian, ia menjadi salah satu dari berbagai tokoh teater yang masuk ke film setelah berhasilnya ''[[Terang Boelan]]'' garapan [[Albert Balink]] pada tahun 1937.{{sfn|Said|1982|p=27}}{{sfn|Biran|2009|p=169}}
Setelah menangani pemasaran untuk ''[[Rentjong Atjeh]]'' (1940){{sfn|Biran|2009|p=210}} Andjar membuat film pertamanya, ''[[Kartinah]]'', pada tahun 1940.{{sfn|Said|1982|pp=136–137}}{{sfn|Biran|2009|p=213}} Film cinta ini, yang dibintangi Ratna Asmara, dikritik oleh kaum intelektual, yang beranggapan bahwa film tersebut tidak mempunyai nilai pendidikan.{{sfn|Biran|2009|p=266}} Pada tahun 1941, Andjar menggarap ''[[Noesa Penida (film 1941)|Noesa Penida]]'', sebuah film tragedi yang terjadi di [[Bali]], untuk JIF;{{sfn|Biran|2009|p=217, 278}} film ini [[Noesa Penida (film 1988)|didaur ulang pada tahun 1988]].{{sfn|Filmindonesia.or.id, Filmografi}} Dalam film ini, Andjar tidak mempunyai peran kreatif yang berarti, sehingga jurnalis [[Eddie Karsito]] menyebutnya sebagai pelatih dialog. Sudut kamera dan tempat rekaman dipilih oleh [[sinematografer]], yang cenderung berperan sebagai [[Produser film|produser]] pula.{{sfn|Karsito|2008|p=23}}
Selama [[Sejarah Nusantara (1942-1945)|pendudukan Jepang]] dari tahun 1942 sampai tahun 1945, industri film Hindia Belanda hampir punah; hanya satu studio yang tetap buka, dan hampir semua film yang dihasilkan merupakan propaganda Jepang yang ditujukan untuk mendukung gagasan [[Kawasan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya|Asia Raya]].{{sfn|Biran|2009|pp=334–351}} Andjar tidak terlibat dalam film ini, biarpun tertarik dengan nilai artistik [[film Jepang]].{{sfn|Said|1982|p=35}} Meskipun ia menulis cerita pendek selama waktu ini, tiga di antaranya [[Daftar literatur yang diterbitkan Asia Raja|diterbitkan]] oleh koran pro-Jepang ''[[Asia Raja]]'' pada
Setelah [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia|kemerdekaan Indonesia]], Andjar kembali ke dunia jurnalisme. Ia berpindah ke [[Purwokerto]] dan memimpin harian ''Perdjoeangan Rakjat''.{{sfn|Encyclopedia of Jakarta, Andjar Asmara}} Setelah koran itu tutup,{{sfn|I.N.|1981|p=215}} pada akhir dekade 1940-an ia kembali ke dunia film, bekerja sama dengan Usmar Ismail pada tahun 1948 untuk menggarap ''Djauh di Mata'' untuk [[NICA]].{{sfn|Said|1982|pp=36–37}} Ini disusul dua film lagi, ''[[Anggrek Bulan (film)|Anggrek Bulan]]'' (1948) dan ''Gadis Desa'' (1949); kedua film ini didasarkan pada naskah drama yang sudah ditulis beberapa tahun sebelumnya.{{sfn|Encyclopedia of Jakarta, Andjar Asmara}} Pada tahun 1950, Andjar menerbitkan novelnya semata wayang, ''Noesa Penida'', yang mengkritik [[sistem kasta Bali]] dengan mengikuti cerita cinta dua orang dari berbeda [[kasta]].{{sfn|Mahayana|Sofyan|Dian|1995|pp=86–88}} Ia juga menulis dan menerbitkan adaptasi film Indonesia dalam bentuk serial.{{sfn|Filmindonesia.or.id, Abisin Abbas}}
Skenario untuk ''Dr Samsi'' akhirnya dijadikan film pada tahun 1952 dengan sutradara Ratna Asmara; ia telah menjadi sutradara wanita Indonesia pertama dengan film ''Sedap Malam'', yang ditulis Andjar, pada tahun 1950. Film ''Dr Samsi'' ini dibintangi Ratna dan Raden Ismail.{{sfn|Filmindonesia.or.id, Dr Samsi}}{{sfn|Swestin|2009|p=104}} Pada tahun 1955 Andjar memimpin [[Festival Film Indonesia]] pertama; keputusan dewan juri sempat menjadi heboh karena dua film, ''[[Lewat Djam Malam]]'' garapan Usmar Ismail dan ''[[Tarmina]]'' garapan [[Lilik Sudjio]], dijadikan [[Penghargaan FFI untuk Film Bioskop Terbaik|Film Terbaik]]. Para kritikus beranggapan bahwa ''Lewat Djam Malam'' jauh lebih baik, dan menyindir bahwa [[Djamaluddin Malik]], yang menjadi produser ''Tarmina'', telah memengaruhi keputusan juri.{{efn|{{harvtxt|Said|1982|p=44}} menulis bahwa Djamaluddin pernah melakukan hal yang sama pada tahun 1954, dalam suatu acara pemilihan aktris favorit, sehingga artis Persari yang dipilih.}}{{sfn|Said|1982|p=43}} Pada tahun 1958 ia menjadi ketua redaksi majalah film ''Varia'', dengan bantuan Raden Ariffien. Andjar menduduki jabatan itu hingga ia meninggal pada tanggal 20 Oktober 1961{{sfn|Encyclopedia of Jakarta, Andjar Asmara}}{{sfn|Pringgodigdo|Shadily|1973|pp=96–97}} di [[Cipanas, Cianjur|Cipanas]], [[Jawa Barat]], dalam perjalanan ke [[Bandung]].{{sfn|Filmindonesia.or.id, Abisin Abbas}} dan dimakamkan di [[Jakarta]].{{sfn|Pringgodigdo|Shadily|1973|pp=96–97}}
== Peninggalan ==
Karya tonil Andjar cenderung berdasarkan pengalaman sehari-hari, bukan dari cerita pahlawan dan perang kuno yang biasa pada zaman itu.{{sfn|Filmindonesia.or.id, Dr Samsi}} Mengenai karya drama Andjar, kritikus sastra Indonesia [[Bakri Siregar]] menulis bahwa karya Andjar, serta yang ditulis [[Njoo Cheong Seng]], memperbarui genre itu sehingga pada umumnya karaya drama di Indonesia menjadi lebih realis. Namun, ia beranggapan bahwa konflik dalam karya-karya ini masih kurang.{{sfn|Siregar|1964|p=68}} Andjar beranggapan bahwa pertunjukkan Padangsche Opera mempengaruhi kelompok sandiwara lain di seluruh
Matthew Isaac Cohen, seorang ahli seni pentas Indonesia, menyatakan bahwa Andjar merupakan "kritikus teater Indonesia yang terkemuka pada masa kolonial",{{efn|Asli: "''Indonesia's foremost theater critic during the colonial period''"}} dan menyatakan bahwa Andjar banyak menulis tentang sejarah teater di Nusantara. Namun, Cohen berpendapat bahwa Andjar juga berusaha untuk meninggikan tonil sehingga dijauhi dari stambul yang ada dulu.{{sfn|Cohen|2006|pp=347–348, 394}} Bahkan setelah masuk ke industri film, Andjar merasa bahwa sandiwara itu lebih penting daripada sinema untuk kemajuan bangsa.{{sfn|Biran|2009|p=25}} Namun, wartawan Indonesia Soebagio I.N. menulis bahwa Andjar tetap lebih dikenal untuk kerjanya dalam bidang film.{{sfn|I.N.|1981|p=212}}
Baris 161:
|url=http://digirep.rhul.ac.uk/file/df8cdd75-d82b-c43b-6c8b-be52abbbc6a4/1/CohenClouds.pdf
|title=Look at the Clouds: Migration and West Sumatran 'Popular' Theatre
|trans_title=Menatap Awan: Migrasi dan Teater 'Populer'
|language=Inggris
|journal=New Theatre Quarterly
Baris 365:
* {{IMDb name|4339453|Andjar Asmara}}
{{DEFAULTSORT:Asmara, Andjar}}▼
{{Authority control}}
▲{{DEFAULTSORT:Asmara, Andjar}}
[[Kategori:Sutradara Indonesia]]
[[Kategori:Sutradara film Hindia Belanda]]▼
[[Kategori:Seniman Minangkabau]]
[[Kategori:Tokoh perfilman Minangkabau]]
[[Kategori:Tokoh Minangkabau]]
[[Kategori:Tokoh dari Solok]]
▲[[Kategori:Sutradara film Hindia Belanda]]
|