Suku Buton: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Perubahan kosmetika |
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
(38 revisi perantara oleh 19 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{noref}}
{{Infobox ethnic group
|group = Suku Buton <br> سوكو بوتون
|image = [[Berkas:Gadis Buton dalam tradisi Posuo.jpg|250px]]
|image_caption = Gadis Buton dalam tradisi Pusuo
|poptime
|popplace = 650.000 ([[Sulawesi Tenggara]])
|langs
|rels
|related = [[Suku Tolaki|Tolaki]], [[Suku Muna|Muna]], [[
}}
'''Suku Buton''' ([[Aksara Jawi|Jawi]]: سوكو بوتون ) adalah suku bangsa yang menempati wilayah [[Sulawesi Tenggara]] tepatnya di [[Kepulauan Buton]]. Suku Buton juga dapat
Seperti suku-suku di [[Sulawesi]] kebanyakan, suku [[Buton]] juga merupakan suku pelaut. Orang-orang [[Buton]] sejak lama merantau ke seluruh pelosok Nusantara dengan menggunakan perahu berukuran kecil yang hanya dapat menampung lima orang, hingga perahu besar yang dapat memuat barang sekitar 150 ton.
== Persebaran ==
Secara umum, orang [[Buton]] adalah masyarakat yang mendiami wilayah kekuasaan [[Kesultanan Buton]]. Daerah-daerah itu kini telah menjadi beberapa kabupaten dan kota di [[Sulawesi Tenggara]], diantaranya [[Kota Baubau]], [[Kabupaten Buton]], [[Kabupaten Buton Selatan]], [[Kabupaten Buton Tengah]], [[Kabupaten Buton Utara]], [[Kabupaten Wakatobi]], [[Kabupaten Bombana]], [[Kabupaten Muna]], dan [[Kabupaten
== Sejarah ==
Selain merupakan masyarakat pelaut, masyarakat [[Buton]] juga sejak zaman dulu sudah mengenal pertanian. Komoditas yang ditanam antara lain padi ladang, jagung, singkong, ubi jalar, kapas, kelapa, sirih, nanas, pisang, dan segala kebutuhan hidup mereka sehari-hari.▼
[[Berkas:Buton_Topography.png|jmpl|Peta wilayah Kesultanan Buton]]
Jika melihat dari Sejarah Suku [[Buton]] dan asal usulnya, dapat diketahui dengan mengungkapkan lebih dahulu sejarah kedatangan Sipanjonga dan kawan-kawannya, yang dikenal dalam sejarah wolio dengan nama Kesatuannya “Mia Pata Mianan” yang artinya “empat orang” lebih jelasnya dimaksudkan dengan empat pemuka yaitu Sipanjonga, Simalui, Sijawangkati, dan Siuamanajo. Dan dengan berpegang pada buku silsilah dari Raja-raja di Wolio, keempat orang tersebut konon menurut riwayat berasal dari tanah Semenanjung Johor ([[Malaysia]]), pulau Liya Melayu, di mana tibanya di Buton dapat diperkirakan berkisar akhir abad ke 13 atau setidaknya pada awal abad ke 14. Perkiraan tibanya Sipanjonga dan kawan-kawannya.▼
Orang [[Buton]] terkenal pula dengan peradabannya yang tinggi dan hingga saat ini peninggalannya masih dapat dilihat di wilayah-wilayah [[Kesultanan Buton]], diantaranya [[Benteng Keraton Buton]] yang merupakan benteng terbesar di dunia, [[Istana Malige]] yang merupakan rumah adat tradisional [[Buton]] yang berdiri kokoh setinggi empat tingkat tanpa menggunakan sebatang paku pun, mata uang [[Kesultanan Buton]] yang bernama Kampua, dan banyak lagi.▼
Dalam tahun 1275, bertolaklah satu tentara Kertanagara dari pelabuhan Tuban. Tentara itu mendarat di daerah muara sungai Jambi dan: merebut daerah itu, lalu dijadikan daerah takluk bagi kerajaan Singosari. Dalam waktu 10 tahun saja, jajahan kerajaan Jawa itu, telah dapat diluaskan sampai kedaerah hulu sungai jambi. Didirikanlah kembali
▲Jika melihat dari Sejarah Suku [[Buton]] dan asal usulnya dapat diketahui dengan mengungkapkan lebih dahulu sejarah kedatangan Sipanjonga dan kawan-kawannya, yang dikenal dalam sejarah wolio dengan nama Kesatuannya “Mia Pata Mianan” yang artinya “empat orang” lebih jelasnya dimaksudkan dengan empat pemuka yaitu Sipanjonga, Simalui, Sijawangkati dan Siuamanajo. Dan dengan berpegang pada buku silsilah dari Raja-raja di Wolio, keempat orang tersebut konon menurut riwayat berasal dari tanah Semenanjung Johor ([[Malaysia]]) pulau Liya Melayu, di mana tibanya di Buton dapat diperkirakan berkisar akhir abad ke 13 atau setidaknya pada awal abad ke 14. Perkiraan tibanya Sipanjonga dan kawan-kawannya.
Suatu kumpulan karya, yang di dapat orang di daerah
[[Berkas:Sisi_luar_tembok_Benteng_Keraton_Buton.jpg|jmpl|ki|300px|Benteng Keraton Buton]]
▲Dalam waktu 10 tahun saja, jajahan kerajaan Jawa itu telah dapat diluaskan sampai kedaerah hulu sungai jambi. Didirikanlah kembali kerjaan Melayu lama didaerah itu, tetapi sebagai negara bagian pada kerajaan Singosari. Raja Melayu dijadikan Raja takluk kepada Baginda Kertanagara. Kerajaan Melayu menjadi penting kedudukannya, sehingga dalam abad ke 14 seluruh Sumatera kerapkali disebut juga melayu.
Kekuasaan [[Sriwijaya]] telah runtuh pada segenap pihak. Dibagian Utara Semenanjung [[Malaka]]. Sebagian dari daerah [[Sriwijaya]] telah direbut kerajaan Siam yang baru saja berdiri. Di [[Aceh]] pun telah mulai pula timbul kerajaan baru, umpamanya kerajaan [[Perlak]] dan [[Kesultanan Samudera Pasai|Kesultanan Samudra Pasai]]. Kerajaan baru itu telah menjadi kerajaan [[islam]] (yang pertama di [[Indonesia]]). Perhubungannya dengan [[Sriwijaya]] hampir tidak ada lagi. Kerajaan [[Pahang]] pun yang terletak di Semenanjung Malaka, rupanya telah menjadi daerah takluk juga pada kerajaan Singosari
▲Suatu kumpulan karya, yang di dapat orang di daerah jambi, atas perintah Kertanagara diangkut ke melayu dalam tahun 1286. Maksud kertanagara telah jelas, yaitu mendirikan satu kerajaan Jawa di Sumatera tengah, yang akan menjadi pusat kebudayaan Jawa dipulau itu.
Sipanjonga dan teman-temannya, serta pengikut-pengikutnya, sebagai seorang raja di negerinya, yang termasuk di dalam
▲Kekuasaan [[Sriwijaya]] telah runtuh pada segenap pihak. Dibagian Utara Semenanjung [[Malaka]]. Sebagian dari daerah [[Sriwijaya]] telah direbut kerajaan Siam yang baru saja berdiri. Di [[Aceh]] pun telah mulai pula timbul kerajaan baru, umpamanya kerajaan [[Perlak]] dan [[Kesultanan Samudra Pasai]]. Kerajaan baru itu telah menjadi kerajaan [[islam]] (yang pertama di [[Indonesia]]). Perhubungannya dengan [[Sriwijaya]] hampir tidak ada lagi. Kerajaan [[Pahang]] pun yang terletak di Semenanjung Malaka, rupanya telah menjadi daerah takluk juga pada kerajaan Singosari, yang telah sejak lama mengakui kekuasaan tertinggi dari [[Sriwijaya]], rupanya terlepas pula dalam zaman itu dan telah menjadi bagian kerjaan Singosari.
[[Berkas:COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Groepsportret_met_de_gezant_van_Buton_Sulawesi_TMnr_10020643.jpg|jmpl|300px|Sekelompok orang Buton pada tahun 1900]]
▲Sipanjonga dan teman-temannya serta pengikut-pengikutnya, sebagai seorang raja di negerinya, yang termasuk di dalam kerjaan Sriwijaya, mengetahui kedudukan Sriwijaya sudah demikian lemahnya, Ia mengambil kesempatan untuk meninggalkan kerajannya mencari daerah lain untuk tempat tinggalnya dan Untuk dapat menetap sebagai seorang raja yang berkuasa dan tibalah mereka di Pulau Buton.
Kelompok pertama Sipanjonga dengan Sijawangkati sebagai kepala rombongan mengadakan pendaratan yang pertama di Kalaupa, suatu daerah pantai dari raja tobo-Tobo, sedangkan Simalui dan Sitamanajo mendarat di Walalogusi (kira-kira kampung Boneatiro atau di sekitar kampung tersebut Kecamatan Kapontori sekarang). Pada waktu pendaratan pertama itu, Sipanjonga mengibarkan bendera kerajaannya pada suatu tempat tidak jauh dari Kalampa, pertanda kebesarannya. Bendera Sipanjonga inilah yang menjadi bendera kerajaan buton yang disebut “tombi pagi” yang berwarna warni, “longa-longa” bahasa wolionya.▼
Di kemudian tempat di mana pengibaran bendera tersebut, dikenal dengan nama “sula” yang sampai sekarang masih dikenal, terdapat di dalam desa Katobengke Kecamatan Wolio, tidak jauh lapangan udara Betoambari. Kemudian maka keempat pemuka tersebut di atas yang membuat dan meninggalkan sejarah dan kebudayaan wolio, sedangkan kerajaan yang pada zamannya pernah menjadi kerajaan yang berarti, dan merekalah pula yang mengawali pembentukan kampung-kampung, yang kemudian sesuai dengan perkembangannya menjadi kerajaan dan inilah yang dimaksudkan dengan kerajaan Buton, yang sebagai Rajanya yang pertama Ratu I Wa Kaa Kaa.▼
▲Kelompok pertama Sipanjonga dengan Sijawangkati sebagai kepala rombongan mengadakan pendaratan yang pertama di Kalaupa, suatu daerah pantai dari raja tobo-Tobo, sedangkan Simalui dan Sitamanajo mendarat di Walalogusi (kira-kira kampung Boneatiro atau di sekitar kampung tersebut Kecamatan Kapontori sekarang). Pada waktu pendaratan pertama itu Sipanjonga mengibarkan bendera kerajaannya pada suatu tempat tidak jauh dari Kalampa, pertanda kebesarannya. Bendera Sipanjonga inilah yang menjadi bendera kerajaan buton yang disebut “tombi pagi” yang berwarna warni, “longa-longa” bahasa wolionya.
[[Berkas:Masjid_Agung_Keraton_Buton.jpg|jmpl|ki|300px|Masjid Agung Keraton Buton]]
Di tempat pendaratannya tersebut Sipanjonga dan kawan-kawannya membangun tempat kediamannya yang lambat laun menjadi sebuah kampung yang besar, yang tidak lama setelah pendaratannya itu Rombongan Simalui dan Sitamanajo bersatu kembali dengan Sipanjonga di Kalampa. Oleh karena letak tempat tinggal dari Sipanjonga dekat pantai bukanlah suatu hal yang tidak mungkin terjadinya gangguan-gangguan keamanan, terutama sekali dari bajak laut yang berasal dari Tobelo Maluku – masyuurnya gangguan keamanan dari apa yang dikenal dengan tobelo, demikian di takuti sehingga menjadi akta menakuti anak-anak dari kalangan orang tua dengan “jaga otobelo yitu” artinya “awas tobelo itu”.▼
▲Kemudian maka keempat pemuka tersebut di atas yang membuat dan meninggalkan sejarah dan kebudayaan wolio, sedangkan kerajaan yang pada zamannya pernah menjadi kerajaan yang berarti, dan merekalah pula yang mengawali pembentukan kampung-kampung, yang kemudian sesuai dengan perkembangannya menjadi kerajaan dan inilah yang dimaksudkan dengan kerajaan Buton, yang sebagai Rajanya yang pertama Ratu I Wa Kaa Kaa.
Untuk mengindarkan diri dari gangguan keamanan Sipanjonga dan rakyatnya meninggalkan Kalampa menuju arah gunung yang tidak jauh dari tempatnya itu kira-kira 5 km dari tepi pantai di tempat yang baru inilah Sipanjonga dan rakyatnya bermukim. Karena di tempat yang baru itu masih penuh dengan hutan belukar maka untuk membangun tempat kediaman mereka ditebasnya belukar-belukar itu, yang pekerjaan menebas itu dalam bahasa wolionya dikatakan “Welia”. Inilah asal nama “Wolio” dan tempat inilah pula yang menjadi tempat pusat kebudayaan Wolio ibu kota kerajaan.▼
▲Oleh karena letak tempat tinggal dari Sipanjonga dekat pantai bukanlah suatu hal yang tidak mungkin terjadinya gangguan-gangguan keamanan, terutama sekali dari bajak laut yang berasal dari Tobelo Maluku – masyuurnya gangguan keamanan dari apa yang dikenal dengan tobelo, demikian di takuti sehingga menjadi akta menakuti anak-anak dari kalangan orang tua dengan “jaga otobelo yitu” artinya “awas tobelo itu”.
▲Karena di tempat yang baru itu masih penuh dengan hutan belukar maka untuk membangun tempat kediaman mereka ditebasnya belukar-belukar itu, yang pekerjaan menebas itu dalam bahasa wolionya dikatakan “Welia”. Inilah asal nama “Wolio” dan tempat inilah pula yang menjadi tempat pusat kebudayaan Wolio ibu kota kerajaan.
Diriwayatkan lebih jauh bahwa pada waktu Sipanjonga dan teman-teman menebas hutan belukar di tempat itu didapati banyak pohon enau. Terlebih di atas sebuah bukit bernama “Lelemangura” Rahantulu – Di tempat ini diketemukan putri Raja Wa Kaa Kaa. Lelemangura bahasa Wolio terdiri dari anak kata “lele” dan “mangura”. Lele berarti tetap dan mangura mudah. Ini mengandung makna kiasan terhadap putri Wa Kaa Kaa yang karena ditemukan dan dianggap sebagai bayi dalam arti “diberi baru menerima, disuap lalu menganga dan hanya menangis dan tertawa yang dikenalnya”. Tujuan hakekatnya supaya tetap diingat bahwa Raja adalah “anak” dari Betoambari Bontona Peropa dan Sangariarana Bontona Baluwu Siolimbona pada keseluruhannya
Baris 58 ⟶ 52:
Dapat dijelaskan disini bahwa Dungkusangia dimaksudkan menurut keterangan leluhur adalah berasal dari Cina yang selanjutnya dalam buku silsilah bangsawan Buton dikatakan asal “fari” asal “peri”. Menurut Pak La Hude (Sejarawan) dikatakan orangnya amat putih, sama halnya dengan putihnya isi kelapa yang dimakan fari (binatang semacam serangga).
== Mata pencaharian ==
▲Selain merupakan masyarakat pelaut, masyarakat [[Buton]] juga sejak zaman dulu sudah mengenal pertanian. Komoditas yang ditanam antara lain padi ladang, jagung, singkong, ubi jalar, kapas, kelapa, sirih, nanas, pisang, dan segala kebutuhan hidup mereka sehari-hari.
== Kebudayaan ==
▲Orang [[Buton]] terkenal pula dengan peradabannya yang tinggi dan hingga saat ini peninggalannya masih dapat dilihat di wilayah-wilayah [[Kesultanan Buton]], diantaranya [[Benteng Keraton Buton]] yang merupakan benteng terbesar di dunia, [[Istana Malige]] yang merupakan rumah adat tradisional [[Buton]] yang berdiri kokoh setinggi empat tingkat tanpa menggunakan sebatang paku pun, mata uang [[Kesultanan Buton]] yang bernama Kampua, dan banyak lagi.
== Lihat pula ==
* [[Suku Wolio]]
* [[Suku Ciacia]]
* [[Suku Muna]]
* [[Suku Tolaki]]
{{Suku bangsa di Indonesia}}
[[Kategori:Suku bangsa di Indonesia|Buton]]
[[Kategori:Suku bangsa di Sulawesi Tenggara]]
|