Poerbatjaraka: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k →Latar Belakang: (QuickEdit) |
kTidak ada ringkasan suntingan Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
(21 revisi perantara oleh 7 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 7:
|main_width =
|known_for = Pakar sastra Jawa Kuno
| office = Rektor Universitas Udayana
| order = ke-1
| term_start = 1962
| term_end = 1964
| predecessor = Tidak ada, jabatan baru
| successor = [[Ida Bagus Mantra]]
|birth_date = {{Birth date|1884|1|1}}
|birth_place = [[Surakarta]], [[Kasunanan Surakarta]], [[Hindia Belanda]]
Baris 18 ⟶ 24:
|parents = {{unbulleted list|KRMT. Poerbodipoero Yoedonegoro (bapak)| RAy. Semu Prawirancono (ibu)}}
|children = {{unbulleted list|RAj. Ratna Saraswati Poerbatjaraka |RAy. Ratna Himawati Poerbatjaraka|Prof. RM. Purnadi Poerbatjaraka SH.}}
|relatives = [[Radinindra Nayaka]] (canggah)
|nationality = [[Indonesia]]
|awards = {{unbulleted list|Anggota kehormatan [[Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde]]|Kehormatan anumerta [[Bintang Mahaputera Utama]]}}
}}
'''Mpu Prof. Dr. Raden Mas Ngabehi Poerbatjaraka''' (ejaan alternatif: '''Purbacaraka''', {{lahirmati|[[Surakarta]], [[Hindia Belanda]]|01|01|1884|[[Jakarta]], [[Indonesia]]|25|07|1964}}) adalah seorang [[budayawan]], ilmuwan Jawa, [[Filologi|filolog]] [[Autodidak|otodidak]], dan terutama pakar [[sastra Jawa Kuno]]. Poerbatjaraka adalah putra seorang [[bangsawan]], Kanjeng Raden Mas Tumenggung Poerbodipoero, yang merupakan sentono dalem (keluarga raja) [[Keraton]] [[Kasunanan Surakarta]]. Poerbodipoero adalah kerabat keluarga kesayangan Sunan [[Pakubuwana X|Pakubuwono X]]. Sekaligus menjabat sebagai Bupati Anom, ia adalah seorang sastrawan dan sering kali
Poerbatjaraka menunjukkan minat pada sastra Jawa sejak usia dini
== Latar belakang ==
Poerbatjaraka merupakan putra tertua dari pasangan KRMT. Poerbodipoero Yoedonegoro dan RAy. Semu Prawirancono. Ia mempunyai kakak perempuan, RAy. Hamongrejo. Adik-adiknya merupakan RM. Kodrat Purbopangrawit, RM. Wiradat Purbodirenggo, dan RAy. Buyoturonggo.
KRMT. Poerbodipoero Yoedonegoro adalah putra dari pasangan RMT. Yoedonegoro dan RAy. Wianyagupita. RMT. Yoedonegoro sendiri merupakan anak dari pasangan KRMT. Tondanagoro, Bupati Nayoko Siti Hageng Surakarta, dan BRAy. Soeimah. Dari KRMT. Tondanagoro, ia adalah putra KPH. Poerbonagoro (putra pasangan [[Mangkunegara I|Mangkunagoro I]] dan Nyi Aj. Kertasari) dan GKR. Poerbanagoro (putri pasangan [[Pakubuwana III|Pakubuwono III]] dan permaisurinya GKR. Kencana). Dari BRAy. Soeimah, ia adalah putri KGPH. Mangkubumi I (putra Pakubuwuno III dan GKR. Kencana; saudara kandung GKR. Poerbanagoro) dan RAy. Tasikwoelan. Dengan itu, dari garis bapaknya, Poerbatjaraka merupakan keturunan Trah Mangkunagoro I dan Pakubuwono III.
Baris 33 ⟶ 40:
Dari garis ibunya, RAy. Semu Prawirancono, Poerbatjaraka adalah keturunan Trah [[Hamangkurat IV|Amangkurat IV]]. RAy. Semu Prawirancono adalah putri dari Kyai RM. Ng. Prawirancono, yang merupakan putra dari Kyai RM. Soerontani. RM. Soerontani adalah putra dari pasangan RM. Soemodiwiryo dan RAy. Soemodiwiryo Yosodipoero. RM. Soemodiwiryo adalah putra KPH. Hadiwijaya I, Bupati Tanah Kedu, putra dari Amangkurat IV. Di sisi lain, RAy. Soemodiwiryo Yosodipoero adalah putri dari RNg. Yosodipoero, [[Pujangga]] [[Kasunanan Kartasura|Keraton Kartosura]].
== Masa
[[Berkas:Pakubuwono X in uniform.jpg|jmpl|Sunan [[Pakubuwana X|Pakubuwono X]], raja [[Kasunanan Surakarta]] pada masa Poerbatjaraka. Ia menantang keras atas keputusan Poerbatjaraka untuk meninggali lingkungan keraton.]]
Poerbatjaraka lahir dengan nama lahir (''asma timur'') Raden Mas Lesya, pada 1 Januari 1884 di Surakarta, Hindia Belanda. Sebagai putra bangsawan dari pasangan KRMT. Poerbodipoero Yoedonegoro, Bupati Anom Kasunanan Surakarta, dan RAy. Semu Prawirancono, Lesya memperoleh sejumlah hak-hak istimewa. Bukan hanya karena itu, hubungan antara ayahnya, Bupati Anom, dengan Sunan Pakubuwono X baik sekali, karena sejak bayi, Pakubuwono X diasuh oleh Poerbodipoero. Pendidikan
Salah satu hak istimewanya
Walaupun
Perkenalan pertamanya dengan sastra Jawa Kuno terjadi ketika ia menemukan buku karangan ahli [[Indologi]] termasyhur, Prof. Dr. [[Johan Hendrik Caspar Kern|Hendrik Kern]]. Buku ini sebenarnya hadiah Residen Belanda kepada Pakubuwono X, tetapi, karena ia kurang mengerti isi buku ini dan tidak fasih dalam bahasa Belanda, sehingga memberikannya kepada Poerbodipoero, yang dimaksudkan agar dapat menjelaskan isi buku tersebut. Sejak saat itu, Lesya menjadi sangat tertarik pada sastra Jawa Kuno.
Pada tahun
Lesya yang gemar dengan sastra Jawa mendekati para punggawa keraton yang gemar akan sastra Jawa, yang kala itu sering suka mengadakan pertemuan-pertemuan untuk berdiskusi, di mana mereka membicarakan sastra Jawa, terutama beberapa bagian syair dan karya sastra lainnya yang sulit. Lesya yang masih muda suka mengikuti pertemuan ini. Karena ia merasa sudah banyak berpengetahuan kala itu berkat buku-buku Belanda, pernah suatu ketika ia menantang seorang abdi dalem senior. Hal ini ternyata berbuntut panjang dan Lesya merasa tidak betah lagi dalam suasana ini, dan akhirnya tersingkir dari lingkar sastra itu karena dianggap sombong atas kritiknya dengan usianya yang masih muda.
Karena Lesya merasa lebih cocok dengan pendekatan ilmiah yang dibacanya dari buku-buku Belanda, maka ia menulis surat kepada [[Residen]] [[Surakarta]] waktu itu, Residen Helpke. Pada awalnya Pakubuwono X tidak mengizinkannya pindah ke [[Batavia]]. Menurutnya,
== Masa di Batavia ==
[[Berkas:KITLV 3953 - Kassian Céphas - Dr. GAJ Hazeu cropped - c 1902.tif|jmpl|lurus|Saat di Universitas Leiden, Poerbatjaraka menjadi asisten dari Dr. [[G. A. J. Hazeu]] (''gambar'').]]
Di Batavia, Lesya dipekerjakan di [[Dinas Purbakala]], [[Museum Gajah]]. Di museum, ia bertemu dengan Dr. Hendrik Kern, seorang ahli sejarah dan sastra Jawa terkemuka dari Belanda (sebenernya Kern lahir di Purworejo). Pada
Dr. Hendrik Kern, yang memperhatikan potensi Lesya, memutuskan untuk mengirimnya ke Belanda. Sesuai tradisi bangsawan Jawa, disaat kenaikan pangkat secara berkala, mereka diberi gelar yang lebih tinggi dan dapat menentukan nama baru. Lesya Atmopradonggo diberikan nama dewasa oleh Pakubuwuono X: ''Poerbatjaraka''. Nama ini terdiri dari kata ''purba'' (utama) dan ''caraka'' (
== Di Belanda ==
[[Berkas:Pimpinan Koloniaal Onderwijscongres ketiga.png|jmpl|Pimpinan ''Koloniaal Onderwijcongres'' ketiga di Leiden. Baris terdepan di tengah ''Poerbatjaraka''; baris kedua dan ketiga dari kiri: ''N.J.Krom'' dan ''G.A.J.Hazeu''; baris belakang, kedua dari kiri, ''J.M.M van Asch van Wijk'', ketiga dari kiri ''Moh. Zain''.]]
Dr. Hendrik Kern mengirimnya ke [[Leiden]], Belanda untuk langsung belajar
Ia berangkat ke Belanda pada bulan Agustus 1921. Poerbatjaraka sama sekali tidak
Poerbatjaraka merupakan anggota yang aktif dan unik di dalam organisasi [[Perhimpoenan Indonesia]]. Ia juga menjadi anggota yang terhomat dalam organisasi sarjana ''Oostersch Genootschap'' (Masyarakat Timur),
Bersama rekannya, asisten dosen Mohammad Zain, Poerbatjaraka juga termasuk dalam pengurus Kongres Pengajaran Kolonial ketiga yang berlangsung pada bulan April 1924 di Den Haag. Kongres tersebut memusatkan perhatian pada pengajaran tinggi di Hindia Belanda. Poerbatjaraka menjadi salah satu prasaran masalah-masalah yang didiskusikan. Dalam kongres ketiga ini, tokoh-tokoh Belanda juga ikut serta, dengan [[Adipati Hendrik dari Mecklenburg-Schwerin|Pangeran Hendrik]], suami [[Wilhelmina dari Belanda|Ratu Wilhelmina]], menjadi pelindung dan pembuka kongres.
== Masa
[[Berkas:RM Purnadi Purbocaroko dan BRAy Ratna Himawati Purbocaroko.jpg|jmpl|Kedua anak Poerbatjaraka: RM. Purnadi Poerbatjaraka dan RAy. Ratna Himawati]]
Sekembalinya ke Batavia pada tahun 1927, ia diberi pekerjaan di Museum Gajah sebagai kurator naskah manuskrip dan diberi tugas untuk mengkatalogisasi semua naskah Jawa. Sebenarnya, ia ingin mengajar pada [[Algemeene Middelbare School|AMS]] Surakarta tetapi tidak diberi kesempatan, dan walaupun saat ketika fakultas sastra dibuka, kesempatan tersebut tetap tertutup baginya. Menurut Poerbatjaraka, pihak Belanda memang sengaja menyimpannya di museum, agar ia tidak dapat mengembangkan kemampuannya dengan mengajar.
Tetapi Poerbatjaraka tetap menantang batasan-batasan yang dikenakan padanya. Ia tekun menyelidiki buku-buku dan prasasti kuno dan hasil karyanya terus terbit berupa tulisn dalam majalah ilmiah atau berupa buku-buku. Tidak kurang dari 50 (lima
Poerbatjaraka juga merupakan salah satu anggota Kongres Bahasa Indonesia I di Surakarta, pada 25—27 Juni 1938. Pada tahun
Di Surakarta, Poerbatjaraka mengajarkan [[Prof. Dr. R.M. Soetjipto Wirjosoeparto|Prof. Dr. RM. Soetjipto Wirjosoeparto]] dan [[Koentjaraningrat|Prof. D.R. RM. Koentjaraningrat]]. Sambil bekerja di Museum Surakarta, mereka menerima pelajaran dari Poerbatjaraka mengenai Jawa Kuno dan Sansekerta. Kemudian Prof. Soetjipto pindah mendalami ilmu sejarah, sedangkan Prof. Koenjaraningrat mengambil jurusan antropologi.
Poerbatjaraka, yang ayahnya dulu merupakan sentono dalem (kerabat keluarga) kesayangan Pakubuwono X, menasehati penerusnya, [[Pakubuwana XI|Pakubuwono XI]], akrab waktu kecil dipanggil Raden Mas Antasena, yang ia sering dampingi ke sekolah ELS. Kedua anak Poerbatjaraka tumbuh besar bersama anak-anak Pakubuwuno XI. Kecantikan putri Poerbatjaraka, RAy. Ratna Himawati, yang luar biasa membuat para aristokrat keraton terpesona, dan menjulukinya sebagai ''Mawar Keraton Solo.'' Keluarga Poerbatjaraka hadir dalam penobatan [[Pakubuwana XII|Pakubuwuno XII]] pada 11 Juni 1945, penerus Pakubuwono XI yang gemar dipanggil ''Bobbie'' oleh RAy. Ratna Himawati dan kerabat dekat lainnya. Sampai tahun 1950, Poerbatjaraka dan keluarganya tinggal di kediaman keluarga
== Masa Republik Indonesia dan
[[Berkas:Ugm-Gedung Poerbatjaraka.jpg|jmpl|Gedung 'Poerbatjaraka' di Fakultas Sastra, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.|216x216px]]
Poerbatjaraka dan keluarganya pindah ke Jakarta pada tahun 1950, dan tinggal di kediaman baru di daerah [[Menteng, Jakarta Pusat|Menteng]], Jakarta. Ia menjadi anggota Panitia Lambang Negara yang dibentuk [[Soekarno|Presiden Soekarno]] pada 10 Januari 1950. Anggota lainnya yakni [[Syarif Hamid II dari Pontianak|Sultan Hamid II]] (ketua panitia), [[Ki Hadjar Dewantara|Ki Hajar Dewantara]], [[Mohammad Yamin]], [[Mohammad Natsir]] (ketua partai
Pada masa ini, ia juga menjadi profesor di [[Universitas Indonesia]], Jakarta, [[Universitas Gajah Mada|Universitas Gadjah Mada]], [[Yogyakarta]] dan [[Universitas Udayana]], [[Denpasar]], [[Bali]]. Bahkan di Denpasar, ia lah yang mendirikan [[Fakultas
Di masa pensiunnya, ia terus menulis tentang sejarah dan sastra Jawa untuk jurnal di Indonesia dan Belanda. Pada tahun 1952, ia menerbitkan koleksi studinya dalam sebuah buku berjudul ''Kapustakaan Djawi''. Pada tahun 1957, [[Pemerintah India]] mengundang Poerbatjaraka ke [[India]] untuk menghadiri [[Waisak|peringatan Buddha Jayanti]]. Peristiwa tersebut merupakan salah satu lembaran bahagia dalam kehidupan Poerbatjaraka, karena kepuasannya yang terletak pada kemampuannya untuk menerjemahkan buku-buku indah penuh pelajaran mulia seperti ''[[Ramayana]], [[Kakawin Arjunawiwāha|Arjunawiwaha]], Suluk Wijil, dan Dewa Ruci''.
Poerbatjaraka diangkat menjadi anggota kehormatan Institut Studi Asia Tenggara dan Karibia Kerajaan Belanda pada tahun 1963. Pada tahun 1964, Jurnal Kajian Budaya Indonesia menerbitkan dua puluh enam artikel untuk menghormatinya yang berulang tahun ke-80
Pada 17 Agustus 1969, atas pengabdiannya kepada budaya Indonesia, terutama dalam bidang sastra, sejarah, arkeologi, dan filologi, Poerbatjaraka diberikan kehormatan anumerta [[Bintang Mahaputera Utama|Bintang Maha Putera Utama]] oleh [[Soeharto|Presiden Soeharto]], lima tahun setelah ia meninggal dunia.
== Kehidupan
Poerbatjaraka lahir dalam keluarga Keraton Surakarta sebagai putra tertua dari Kanjeng Raden Mas Tumenggung Purbadipura, yang dekat dengan Sunan Pakubuwono IX dan membesarkan putra mahkotanya, Pakubuwono X. Nama Poerbatjaraka, yang berarti "Duta
Seorang bangsawan Jawa yang terpandang, ia bangga dengan kebangsawannya, dan dikenang dengan baik karena selalu mengikuti adat keraton dan mengenakan pakaian Jawa sampai akhir hayat. Sepanjang hidupnya, Poerbatjaraka tidak pernah ragu untuk berbagi ilmu dan kebijaksanaan, ia selalu bersedia membantu kerabatnya. Anggota keluarga Poerbatjaraka merupakan keturunan dari Sunan Pakubuwana X dari Keraton Surakarta, Sultan Hamengkubuwana VI dari Keraton Yogyakarta dan KGPAA. == Lihat pula ==
Baris 114 ⟶ 123:
{{Authority control}}
[[Kategori:Sastra Jawa]]
[[Kategori:Sastrawan Indonesia]]
|