Soewardi Idris: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
19Adelheid (bicara | kontrib) ←Membuat halaman berisi '{{inuse|28 Mei 2010}} '''Soewardi Idris''' ialah seorang pengarang sastra Indonesia moderen. Nama Soewardi Idris sangat erat hubungannya dengan peristiwa PRRI karena ia h...' |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
(25 revisi perantara oleh 16 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{
{{Infobox person
'''Soewardi Idris''' ialah seorang pengarang sastra Indonesia moderen. Nama Soewardi Idris sangat erat hubungannya dengan peristiwa PRRI karena ia hanya menulis satu novel dan novelnya itu bercerita tentang masalah PRRI. Melalui wawancara di Pusat Bahasa tanggal 1 Februari 1999, Soewardi menyatakan bahwa dialah satu-satunya pengarang yang menceritakan masalah PRRI. Dalam berkarya, Soewardi Idris kadang-kadang menggunakan nama samaran seperti R Baginda SI, Essy, dan Swara Iswari. Nama samaran itu ia gunakan ketika menulis bukan dalam bidangnya tujuannya agar pembaca tidak merasa dimonopoli karena saat usia muda itu, semangat menulis Soewardi sangat tinggi.▼
|name = Soewardi Idris
|image = Suwardi Idris, Pekan Buku Indonesia 1954, p193.jpg
|alt =
|caption =
|birth_name =
|birth_date = {{Birth date|1930|11|10}}
|birth_place = Selayo, [[Kabupaten Solok|Solok]], [[Sumatera Barat]], [[Hindia Belanda]]
|death_date = {{Death date and age|2004|7|13|1930|11|10}}
|death_place = [[Jakarta]]
|nationality = [[Indonesia]]
|other_names =
|known_for =
|occupation = [[Sastrawan]]
}}
'''Soewardi Idris''' ({{lahirmati|Selayo, [[Kabupaten Solok|Solok]], [[Sumatera Barat]]|10|11|1930|[[Jakarta]]|13|7|2004}}) adalah seorang [[sastrawan]] Indonesia modern.
▲
Soewardi Idris lahir di Selayo, Solok, Sumatra Barat pada tanggal 10 November 1930. Ia lahir dari keluarga petani. Ayahnya bernama Idris dengan gelar Datuk Rajo Nan Sati, sedangkan ibunya bernama Raisah. Datuk Bandaro Panjang adalah gelar adat yang dimiliki Soewardi Idris. Ia memang seorang yang memegang teguh adat Minangkabau. Perhatiannya terhadap adat Minangkabau dituangkannya dalam artikel di harian Singgalang 8 Oktober 1999 dengan judul Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau.▼
== Kehidupan ==
▲
Soewardi Idris adalah anak kelima dari tujuh bersaudara. Dari ketujuh bersaudara itu, hanya Soewardilah yang bergelut dengan dunia tulis-menulis. Ia benar-benar merintis kariernya sendiri. Sukses Soewardi Idris dalam hal tulis-menulis itu semata-mata hasil kerja kerasnya.
Soewardi Idris menikah
Istri keempatnya berasal dari Sukabumi - Jawa Barat dan memiliki 3 orang anak. Yang tertua Leon Harita bekerja sebagai Head Technic Department di Sakti Television Network wilayah Surabaya dan Madiun.
== Latar Belakang Kesusasteraan ==▼
Bakat mengarang Soewardi Idris muncul semasa ia [[mahasiswa]]. Sebenarnya bakat mengarang Soewardi Idris bukan turunan dari siapapun melainkan ia merintis
Soewardi Idris pernah menjadi pemimpin redaksi majalah satra "Seriosa" (1954) di Yogya, Wakil Pimpinan Redaksi Harian Nyata di Padang (1956, redaktur majalah Vista sewaktu pertama kali terbit tahun 60-an, redaktur Mingguan Chas, pemimpin redaksi majalah Monitor, 1973, dll.
Soewardi Idris memiliki banyak koleksi buku. Ia memiliki 2000 eksemplar novel dan buku-buku lainnya. Ia berhadap anak-anaknya memberi perhatian lebih terhadap koleksinya itu. Dalam peta sastra Indonesia Soewardi Idris tergolong dalam kelompok pengarang periode [[1953-1961]] oleh [[Ajip Rosidi]]. Meskipun demikian, sebenarnya Soewardi Idris tidak pernah berhenti berkarya. Karyanya masih muncul dalam berbagai [[media massa]].<ref name="b">{{en}}Kratz EU. 1988. Bibliography of Indonesia Literature in Journals. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.</ref>▼
▲==Latar Belakang Kesusasteraan==
▲Bakat mengarang Soewardi Idris muncul semasa ia mahasiswa. Sebenarnya bakat mengarang Soewardi Idris bukan turunan dari siapapun melainkan ia merintis karirnya sendiri. Meskipun demikian, Rustam Anwar telah berjasa menyuntikkan semangat agar Soewardi Idris mau menulis apa saja, walaupun sedikit yang penting masuk buku HB Jassin. Dari suntikan semangat itu, lahirlah novel yang berjudul Dari Puncak Bukit Talang. Novel itu satu-satunya novel karya Soewardi Idris yang dibahas panjang lebar oleh HB Jassin. Di sisi lain, memang sangat mengagumi HB Jassin karena menurutnya Jassin benar-benar mengabdikan hidupnya untuk sastra. Di samping itu, Soewardi Idris pun mengaku sangat mengagumi karya-karya Kahlil Gibran sehingga dalam berkarya, ia merasakan sangat terpengaruh dengan pesona karya tokoh yang dikaguminya itu bahkan ia pun mengoleksi karya-karya Gibran. Pola hidup Soewardi banyak dipengaruhi oleh konsep pemikiran Gibran seperti cara berpakaian, bekerja, dan merawat anak.<ref name="c">Jassin HB. 1967. Soewardi Idris Pengarang Realis dalam ''Kesusasteraan Indonesia Modern dalam Kritik dan Esei''. Jakarta: Gunung Agung.</ref>
== Karya-karya ==
▲Soewardi Idris memiliki banyak koleksi buku. Ia memiliki 2000 eksemplar novel dan buku-buku lainnya. Ia berhadap anak-anaknya memberi perhatian lebih terhadap koleksinya itu. Dalam peta sastra Indonesia Soewardi Idris tergolong dalam kelompok pengarang periode 1953-1961 oleh Ajip Rosidi. Meskipun demikian, sebenarnya Soewardi Idris tidak pernah berhenti berkarya. Karyanya masih muncul dalam berbagai media massa.<ref name="b">{{en}}Kratz EU. 1988. Bibliography of Indonesia Literature in Journals. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.</ref>
Tulisan Soewardi Idris muncul di berbagai [[majalah]] dan [[surat kabar]] sejak tahun [[1953]] hingga saat ini. Majalah yang memuat karya Soewardi Idris itu antara lain adalah Gadjah Mada, Fantasia, Mimbar Indonesia, Kisah, Majalah Nasional, Duta Suasana, Brawijaya, ''Star Weekly'', Waktu, Varia, dan Tanah Air. Hingga tahun 1999 tercatat ia telah menulis sebanyak 37 [[cerpen]], satu buah novel, satu buah [[puisi]], satu buah cerita anak, dan 35 [[pantun]] serta
==
▲Tulisan Soewardi Idris muncul di berbagai majalah dan surat kabar sejak tahun 1953 hingga saat ini. Majalah yang memuat karya Soewardi Idris itu antara lain adalah Gadjah Mada, Fantasia, Mimbar Indonesia, Kisah, Majalah Nasional, Duta Suasana, Brawijaya, ''Star Weekly'', Waktu, Varia, dan Tanah Air. Hingga tahun 1999 tercatat ia telah menulis sebanyak 37 cerpen, satu buah novel, satu buah puisi, satu buah cerita anak, dan 35 pantun serta 9 karya di luar sastra.<ref name="a">Atisah. 1999. Soewardi Idris dan Karyanya. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.</ref>
{{reflist}}{{URUTANBAKU:Idris, Soewardi}}
[[Kategori:Tokoh Indonesia]]
[[Kategori:Sastrawan Indonesia]]
[[Kategori:Tokoh Minangkabau]]
[[Kategori:Tokoh dari Solok]]
|