Gerakan 30 September: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
→‎Pasca Tragedi: Perbaikan Kata
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
(570 revisi antara oleh lebih dari 100 100 pengguna tak ditampilkan)
Baris 1:
{{lindungidarianon2|small=yes}}{{Refimprove}}
''Untuk artikel mengenai film tentang peristiwa Gerakan 30 September, lihat [[Pengkhianatan G 30 S/PKI]]''
{{Infobox military conflict
| conflict = Gerakan 30 September
| partof =
| image =
| image_size = 250px
| caption = Proses pengangkatan 7 jenazah korban G30S dari sebuah sumur lama di kawasan [[Lubang Buaya]] pada tanggal 3 Oktober 1965
| date = {{start date and age|1965|10|1|df=yes}}
| place = [[Lubang Buaya, Cipayung, Jakarta Timur|Lubang Buaya]], [[Cipayung, Jakarta Timur|Cipayung]], [[Kota Administrasi Jakarta Timur|Jakarta Timur]]
| territory =
| result = Upaya kudeta gagal
* Pecahnya pembersihan anti-komunis di Indonesia ([[Pembantaian di Indonesia 1965–1966]]).
* [[Soeharto]] mulai naik ke tampuk kekuasaan
* [[Partai Komunis Indonesia|PKI]] dan "[[Komunisme]]/[[Marxisme–Leninisme]]" secara bersamaan dilarang dalam sidang [[Majelis Permusyawaratan Rakyat]] (MPRS) tahun 1966
| combatant1 = Gerakan 30 September (faksi yang memproklamirkan diri sebagai [[Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat]])<br>Unit-unit dari [[Tjakrabirawa]] Pasukan Pengawal Presiden<br>"Berbagai Milisi Kiri" di [[Lubang Buaya]]
| combatant2 = {{Tree list}}
* {{flagicon|Indonesia}} [[Pemerintah Indonesia]]
** {{flagicon image|Flag of the Indonesian Army.svg}} [[Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat]]
{{Tree list/end}}
| commander1 = Letnan Kolonel [[Untung Syamsuri]]<br>Brigadir Jenderal [[Soepardjo]]
| commander2 = [[Soekarno]]<br>[[Soeharto]]<br>[[Abdul Haris Nasution|A.H. Nasution]]{{WIA}}<br>[[Sarwo Edhie Wibowo]]
| units1 =
| units2 =
| strength1 =
| strength2 =
| casualties1 = 1. [[Ahmad Yani|Letnan Jenderal TNI Ahmad Yani]] (43 tahun) <br/> 2. [[R. Soeprapto (pahlawan revolusi)|Mayor Jenderal TNI Raden Soeprapto]] (45 tahun) <br/> 3. [[Mas Tirtodarmo Haryono|Mayor Jenderal TNI Mas Tirtodarmo Haryono]] (41 tahun) <br/> 4. [[Siswondo Parman|Mayor Jenderal TNI Siswondo Parman]] (47 tahun) <br/> 5. [[D.I. Pandjaitan|Brigadir Jenderal TNI Donald Isaac Panjaitan]] (40 tahun) <br/> 6. [[Sutoyo Siswomiharjo|Brigadir Jenderal TNI Sutoyo Siswomiharjo]] (43 tahun) <br/> 7. [[Pierre Tendean|Letnan Satu Pierre Andreas Tendean]] (26 tahun) <br/> dan korban-korban lainnya.
| casualties2 =
| casualties3 =
| notes =
}}
'''Gerakan 30 September (G30S)''' adalah sebuah peristiwa berlatar belakang kudeta yang terjadi selama satu malam pada tanggal 30 September hingga 1 Oktober 1965 yang mengakibatkan gugurnya enam jenderal serta satu orang perwira pertama [[Tentara Nasional Indonesia|militer Indonesia]] dan jenazahnya dimasukkan ke dalam suatu lubang sumur lama di area [[Lubang Buaya]][[Kota Administrasi Jakarta Timur|, Jakarta Timur]].<ref>{{Harvnb|Crouch|1978|p=101|Ref=none}}</ref> Penyebutan peristiwa ini memiliki ragam jenis, Presiden [[Soekarno]] menyebut peristiwa ini dengan istilah '''GESTOK''' (Gerakan Satu Oktober), sementara Presiden [[Soeharto]] menyebutnya dengan istilah '''GESTAPU''' (Gerakan September Tiga Puluh), dan pada [[Orde Baru]], Presiden [[Soeharto]] mengubah sebutannya menjadi '''G30S/PKI''' (Gerakan 30 September PKI) oleh karena tudingan bahwa [[Partai Komunis Indonesia]] (PKI) bertanggung jawab atas peristiwa ini. Korban kekejaman tragedi ini berada di [[Daerah Istimewa Yogyakarta|Yogyakarta]] dan [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Jakarta]]. Salah satu korban kekejaman tragedi ini di Yogyakarta adalah [[Katamso Darmokusumo]] dan [[Sugiyono Mangunwiyoto]].
 
== Latar belakang ==
{{utama|Partai Komunis Indonesia}}
[[Berkas:45tahunPKI.jpg|ka|jmpl|Perayaan Milad PKI yang ke 45 di Jakarta pada awal tahun 1965]][[Partai Komunis Indonesia]] (PKI) merupakan partai komunis<ref>{{cite web|url= http://www.etymonline.com/index.php?search=communism|title= Online Etymology Dictionary:Communism|accessdate= 2008-08-27|last= Harper|first= Douglas|date= November 2001|format= HTML|work= Online Etymology Dictionary|publisher= Douglas Harper|language= English|quote= Originally a theory of society; as name of a political system, 1850, a translation of Ger. Kommunismus, in Marx and Engels' "Manifesto of the German Communist Party."|archive-date= 2015-10-09|archive-url= https://web.archive.org/web/20151009191144/http://www.etymonline.com/index.php?search=communism|dead-url= no}}</ref> terbesar di seluruh dunia di luar [[Tiongkok]] dan [[Uni Soviet]]. Sampai pada tahun 1965 anggotanya berjumlah sekitar 3,5 juta, ditambah 3 juta dari pergerakan pemudanya. PKI juga mengontrol pergerakan serikat buruh yang mempunyai 3,5 juta anggota dan pergerakan para petani anggota [[Barisan Tani Indonesia]] yang berjumlah 9 juta anggota. Termasuk pergerakan wanita ([[Gerwani]]), organisasi penulis dan artis serta pergerakan sarjananya, PKI mempunyai lebih dari 20 juta anggota dan pendukung.
 
Pada bulan Juli 1959 parlemen dibubarkan. Kemudian, Sukarno menetapkan konstitusi di bawah dekret presiden – sekali lagi dengan dukungan penuh dari PKI. Ia memperkuat tangan angkatan bersenjata dengan mengangkat para jenderal militer ke posisi-posisi yang penting. Sukarno menjalankan sistem "[[Demokrasi Terpimpin]]". PKI menyambut "Demokrasi Terpimpin" Sukarno dengan hangat dan anggapan bahwa dia mempunyai mandat untuk persekutuan Konsepsi yaitu antara Nasionalis, Agama dan Komunis yang dinamakan [[NASAKOM]].
'''Gerakan 30 September''' atau yang sering disingkat '''G 30 S PKI''' adalah sebuah kejadian yang terjadi pada tanggal [[30 September]] [[1965]] di mana enam pejabat tinggi militer [[Indonesia]] beserta beberapa orang lainnya dibunuh dalam suatu usaha [[pemberontakan]] yang disebut sebagai usaha [[kudeta]] oleh anggota [[Partai Komunis Indonesia]].
{{Sejarah Indonesia}}
 
=== Angkatan kelima ===
==Latar belakang dan peristiwa==
{{utama|Angkatan Kelima}}
Hingga [[1965]], PKI telah menguasai banyak dari organisasi massa yang dibentuk Soekarno untuk memperkuat dukungan untuk rezimnya dan, dengan persetujuan dari Soekarno, memulai kampanye untuk membentuk "[[Angkatan Kelima]]" dengan mempersenjatai pendukungnya. Para petinggi militer menentang hal ini.
Pada kunjungan [[Menlu]] [[Subandrio]] ke [[RRT|Tiongkok]], [[Perdana Menteri]] [[Zhou Enlai]] menjanjikan 100.000 pucuk senjata jenis ''chung'', penawaran ini gratis tanpa syarat dan kemudian dilaporkan ke Bung Karno tetapi belum juga menetapkan waktunya sampai meletusnya G30S.
 
Pada awal tahun 1965, Bung Karno atas saran dari PKI akibat dari tawaran perdana menteri RRC, mempunyai ide tentang [[Angkatan Kelima]] yang berdiri sendiri terlepas dari ABRI. Akan tetapi, petinggi Angkatan Darat tidak setuju dan hal ini lebih menimbulkan nuansa curiga-mencurigai antara militer dan PKI.
Pada [[30 September]] [[1965]], enam jendral senior dan beberapa orang lainnya dibunuh dalam upaya [[kudeta]] yang disalahkan kepada para pengawal istana yang loyal kepada PKI. Panglima Komando Strategi Angkatan Darat saat itu, Mayjen [[Soeharto]] kemudian mengadakan penumpasan terhadap gerakan tersebut.
 
Dari tahun 1963, kepemimpinan PKI makin lama makin berusaha memprovokasi bentrokan-bentrokan antara aktivis massanya dengan polisi dan militer. Pemimpin-pemimpin PKI juga menginfiltrasi polisi dan tentara dengan slogan "kepentingan bersama" polisi dan "rakyat". Pemimpin PKI [[DN Aidit]] mengilhami slogan "Untuk Ketentraman Umum Bantu Polisi". Di bulan Agustus 1964, Aidit menganjurkan semua anggota PKI membersihkan diri dari "sikap-sikap sektarian" kepada angkatan bersenjata, mengimbau semua pengarang dan seniman sayap-kiri untuk membuat "massa tentara" subjek karya-karya mereka.
==Korban==
Keenam pejabat tinggi yang dibunuh tersebut adalah:
*Panglima Angkatan Darat Letjen TNI [[Ahmad Yani]],
*Mayjen TNI [[R. Suprapto]]
*Mayjen TNI [[M.T. Haryono]]
*Mayjen TNI [[Siswondo Parman]]
*Brigjen TNI [[DI Panjaitan]]
*Brigjen TNI [[Sutoyo Siswomiharjo]]
 
Di akhir 1964 dan permulaan 1965 ribuan petani anggota Barisan Tani Indonesia (BTI) bergerak merampas tanah dengan dasar Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Bentrokan-bentrokan besar terjadi antara mereka dengan polisi dan para pemilik tanah.
Jenderal TNI [[A.H. Nasution]] juga disebut sebagai salah seorang target PKI namun dia selamat dari upaya pembunuhan tersebut. Sebaliknya, putrinya [[Ade Irma Nasution]] dan ajudan AH Nasution, Lettu [[Pierre Tandean]] tewas dalam usaha pembunuhan tersebut.
 
Bentrokan-bentrokan tersebut dipicu oleh propaganda PKI yang menyatakan bahwa petani berhak atas setiap tanah, tidak peduli tanah siapapun (milik [[negara]] = milik bersama). Kemungkinan besar PKI meniru revolusi Bolsevik di Rusia, di mana di sana rakyat dan partai [[komunis]] menyita milik Tsar dan membagi-bagikannya kepada rakyat.
Selain itu beberapa orang lainnya juga turut menjadi korban:
 
*AIP [[Karel Satsuit Tubun]]
Pada permulaan 1965, para buruh mulai menyita perusahaan-perusahaan karet dan minyak milik [[Amerika Serikat]]. Kepemimpinan PKI menjawab ini dengan memasuki pemerintahan dengan resmi. Pada waktu yang sama, jenderal-jenderal militer tingkat tinggi juga menjadi anggota [[kabinet]]. Jenderal-jenderal tersebut masuk kabinet karena jabatannya di militer oleh Sukarno disamakan dengan setingkat menteri. Hal ini dapat dibuktikan dengan nama jabatannya (Menpangab, Menpangad, dan lain-lain).
*Brigjen [[Katamso Darmokusumo]]
 
*[[Kolonel Sugiono]]
Menteri-menteri PKI tidak hanya duduk di sebelah para petinggi militer di dalam kabinet Sukarno ini, tetapi mereka terus mendorong ilusi yang sangat berbahaya bahwa ''angkatan bersenjata adalah merupakan bagian dari revolusi demokratis "rakyat"''.<ref>{{citeweb|url=https://m.liputan6.com/news/read/4076496/top-3-news-cerita-sukitman-saksi-hidup-yang-selamat-dari-lubang-buaya-g30s-pki|title=Top 3 News: Cerita Sukitman, Saksi Hidup yang Selamat dari Lubang Buaya G30S PKI|first1=Hanz Jimenez|last=Salim|first2=Maria|last2=Flora|first3=Nafiysul|last3=Qodar|first4=Nila Chrisna|last4=Yulika|date=02 Oktober 2019|website=liputan6.com|accessdate=25 Februari 2022|archive-date=2022-09-14|archive-url=https://web.archive.org/web/20220914184950/https://m.liputan6.com/news/read/4076496/top-3-news-cerita-sukitman-saksi-hidup-yang-selamat-dari-lubang-buaya-g30s-pki|dead-url=no}}</ref>
 
Aidit memberikan ceramah kepada siswa-siswa sekolah angkatan bersenjata di mana ia berbicara tentang "perasaan kebersamaan dan persatuan yang bertambah kuat setiap hari antara tentara Republik Indonesia dan unsur-unsur masyarakat Indonesia, termasuk para komunis".
 
Rezim Sukarno mengambil langkah terhadap para pekerja dengan melarang aksi-aksi mogok di industri. Kepemimpinan PKI tidak berkeberatan karena industri menurut mereka adalah milik pemerintahan NASAKOM.
 
Tidak lama PKI mengetahui dengan jelas persiapan-persiapan untuk pembentukan rezim militer, menyatakan keperluan untuk pendirian "angkatan kelima" di dalam angkatan bersenjata, yang terdiri dari pekerja dan petani yang bersenjata. Bukannya memperjuangkan mobilisasi massa yang berdiri sendiri untuk melawan ancaman militer yang sedang berkembang itu, kepemimpinan PKI malah berusaha untuk membatasi pergerakan massa yang makin mendalam ini dalam batas-batas hukum kapitalis negara. Mereka, depan jenderal-jenderal militer, berusaha menenangkan bahwa usul PKI akan memperkuat negara. Aidit menyatakan dalam laporan ke Komite Sentral PKI bahwa "NASAKOMisasi" angkatan bersenjata dapat dicapai dan mereka akan bekerja sama untuk menciptakan "angkatan kelima". Kepemimpinan PKI tetap berusaha menekan aspirasi revolusioner kaum buruh di Indonesia. Di bulan Mei 1965, Politbiro PKI masih mendorong ilusi bahwa aparatus militer dan negara sedang diubah untuk mengecilkan aspek anti-rakyat dalam alat-alat negara.
 
=== Isu sakitnya Bung Karno ===
 
Sejak tahun 1964 sampai menjelang meletusnya G30S telah beredar isu sakit parahnya Bung Karno. Hal ini meningkatkan kasak-kusuk dan isu perebutan kekuasaan apabila Bung Karno meninggal dunia. Namun menurut Subandrio, Aidit tahu persis bahwa Bung Karno hanya sakit ringan saja, jadi hal ini bukan merupakan alasan PKI melakukan tindakan tersebut.
 
=== Isu masalah tanah dan bagi hasil ===
 
Pada tahun 1960 keluarlah [[Undang-Undang Pokok Agraria]] dan Undang-Undang Pokok Bagi Hasil yang sebenarnya merupakan kelanjutan dari Panitia Agraria yang dibentuk pada tahun 1948. Panitia Agraria yang menghasilkan UUPA terdiri dari wakil pemerintah dan wakil berbagai ormas tani yang mencerminkan 10 kekuatan partai politik pada masa itu. Walaupun undang-undangnya sudah ada namun pelaksanaan di daerah tidak jalan sehingga menimbulkan gesekan antara para petani penggarap dengan pihak pemilik tanah yang takut terkena UUPA, melibatkan sebagian massa pengikutnya dengan melibatkan backing aparat keamanan. Peristiwa yang menonjol dalam rangka ini antara lain peristiwa Bandar Betsi di Sumatera Utara dan peristiwa di Klaten yang disebut sebagai ‘aksi sepihak’ dan kemudian digunakan sebagai dalih oleh militer untuk membersihkannya. Keributan antara PKI dan Islam (tidak hanya NU, tetapi juga dengan Persis dan Muhammadiyah) itu pada dasarnya terjadi di hampir semua tempat di Indonesia, di Jawa Barat, Jawa Timur, dan di provinsi-provinsi lain juga terjadi hal demikian.
 
<!--===Faktor perang dingin===
keterlibatan berbagai intelejen asing dalam memprovokasi, dll, perlu penelitian lebih lanjut
 
=== Faktor perpisahan Tiongkok-Taiwan ===
Kaum nasionalis pro-Taipei (Guomintang) dan kaum komunis pro-Beijing (PKT) dan suporter mereka di Indonesia yang masing-masing memiliki agenda di Indonesia, ikut memprovokasi, saling melakukan tindakan yang saling merugikan, asal tujuan mereka tercapai, dll, perlu penelitian lebih lanjut.
-->
=== Faktor Malaysia ===
Negara [[Federasi Malaysia]] yang baru terbentuk pada tanggal 16 September 1963 adalah salah satu faktor penting dalam insiden ini.<ref>{{Cite web |url=http://www.kompas.com/kompas-cetak/0709/29/opini/3873018.htm |title=Artikel Kompas bertajuk "Sukarno, Malaysia, dan PKI" tanggal Sabtu, 29 September 2007 |access-date=2009-05-20 |archive-date=2011-01-11 |archive-url=https://web.archive.org/web/20110111062312/http://www.kompas.com/kompas-cetak/0709/29/opini/3873018.htm |dead-url=no }}</ref> [[Konfrontasi Indonesia-Malaysia]] merupakan salah satu penyebab kedekatan Presiden Soekarno dengan PKI, menjelaskan motivasi para tentara yang menggabungkan diri dalam gerakan G30S/Gestok (Gerakan Satu Oktober), dan juga pada akhirnya menyebabkan PKI melakukan penculikan petinggi Angkatan Darat.
 
{{cquote|Sejak demonstrasi anti-Indonesia di [[Kuala Lumpur]], di mana para demonstran menyerbu gedung KBRI, merobek-robek foto [[Soekarno]], membawa lambang negara [[Garuda Pancasila]] ke hadapan [[Tunku Abdul Rahman]]—[[Perdana Menteri Malaysia]] saat itu—dan memaksanya untuk menginjak Garuda, amarah Soekarno terhadap Malaysia pun meledak.}}
 
Soekarno yang murka karena hal itu mengutuk tindakan Tunku yang menginjak-injak [[Lambang Indonesia|lambang negara Indonesia]]<ref name="detikforum">{{Cite web |url=http://www.detikforum.com/showthread.php?t=2735 |title=Soekarno, PKI & Malaysia di DetikForum |access-date=2007-10-23 |archive-date=2008-04-04 |archive-url=https://web.archive.org/web/20080404124655/http://www.detikforum.com/showthread.php?t=2735 |dead-url=no }}</ref> dan ingin melakukan balas dendam dengan melancarkan gerakan yang terkenal dengan sebutan "[[Ganyang Malaysia]]" kepada negara [[Federasi Malaysia]] yang telah sangat menghina Indonesia dan presiden Indonesia. Perintah Soekarno kepada Angkatan Darat untuk meng"ganyang Malaysia" ditanggapi dengan dingin oleh para jenderal pada saat itu. Di satu pihak Letjen [[Ahmad Yani]] tidak ingin melawan Malaysia yang dibantu oleh Inggris dengan anggapan bahwa tentara Indonesia pada saat itu tidak memadai untuk peperangan dengan skala tersebut, sedangkan di pihak lain [[Kepala Staf TNI Angkatan Darat]] [[Abdul Haris Nasution|A.H. Nasution]] setuju dengan usulan Soekarno karena ia mengkhawatirkan isu Malaysia ini akan ditunggangi oleh PKI untuk memperkuat posisinya di percaturan politik di Indonesia.
 
Posisi Angkatan Darat pada saat itu serba salah karena di satu pihak mereka tidak yakin mereka dapat mengalahkan Inggris, dan di lain pihak mereka akan menghadapi Soekarno yang mengamuk jika mereka tidak berperang. Akhirnya para pemimpin Angkatan Darat memilih untuk berperang setengah hati di [[Kalimantan]]. Tak heran, Brigadir Jenderal Suparjo, komandan pasukan di [[Kalimantan Barat]], mengeluh, konfrontasi tak dilakukan sepenuh hati dan ia merasa operasinya disabotase dari belakang.<ref>(JAC Mackie, 1971, hal 214)</ref> Hal ini juga dapat dilihat dari kegagalan operasi gerilya di Malaysia, padahal tentara Indonesia sebenarnya sangat mahir dalam peperangan gerilya.
 
Mengetahui bahwa tentara Indonesia tidak mendukungnya, Soekarno merasa kecewa dan berbalik mencari dukungan PKI untuk melampiaskan amarahnya kepada Malaysia. Soekarno, seperti yang ditulis di [[otobiografi]]nya, mengakui bahwa ia adalah seorang yang memiliki harga diri yang sangat tinggi, dan tidak ada yang dapat dilakukan untuk mengubah keinginannya meng"ganyang Malaysia".
 
{{cquote|Soekarno adalah seorang individualis. Manusia jang tjongkak dengan suara-batin yang menjala-njala, manusia jang mengakui bahwa ia mentjintai dirinja sendiri tidak mungkin mendjadi satelit jang melekat pada bangsa lain. Soekarno tidak mungkin menghambakan diri pada dominasi kekuasaan manapun djuga. Dia tidak mungkin menjadi boneka.}}
 
Di pihak PKI, mereka menjadi pendukung terbesar gerakan "ganyang Malaysia" yang mereka anggap sebagai antek Inggris, antek [[nekolim]]. PKI juga memanfaatkan kesempatan itu untuk keuntungan mereka sendiri, jadi motif PKI untuk mendukung kebijakan Soekarno tidak sepenuhnya idealis.
 
Pada saat PKI memperoleh angin segar, justru para penentangnyalah yang menghadapi keadaan yang buruk; mereka melihat posisi PKI yang semakin menguat sebagai suatu ancaman, ditambah hubungan internasional PKI dengan [[Partai Komunis]] sedunia, khususnya dengan adanya poros [[Jakarta]]-[[Beijing]]-[[Moskow]]-[[Pyongyang]]-[[Phnom Penh]]. Soekarno juga mengetahui hal ini, namun ia memutuskan untuk mendiamkannya karena ia masih ingin meminjam kekuatan PKI untuk konfrontasi yang sedang berlangsung, karena posisi Indonesia yang melemah di lingkungan internasional sejak keluarnya Indonesia dari PBB (7 Januari 1965).
 
Dari sebuah dokumen rahasia badan intelejen Amerika Serikat ([[CIA]]) yang baru dibuka yang bertanggalkan 13 Januari 1965 menyebutkan sebuah percakapan santai Soekarno dengan para pemimpin sayap kanan bahwa ia masih membutuhkan dukungan PKI untuk menghadapi Malaysia dan oleh karena itu ia tidak bisa menindak tegas mereka. Namun ia juga menegaskan bahwa suatu waktu "giliran PKI akan tiba. "Soekarno berkata, "Kamu bisa menjadi teman atau musuh saya. Itu terserah kamu. … Untukku, Malaysia itu musuh nomor satu. Suatu saat saya akan membereskan PKI, tetapi tidak sekarang."<ref name="detikforum" />
 
Dari pihak Angkatan Darat, perpecahan internal yang terjadi mulai mencuat ketika banyak tentara yang kebanyakan dari Divisi Diponegoro yang kesal serta kecewa kepada sikap petinggi Angkatan Darat yang takut kepada Malaysia, berperang hanya dengan setengah hati, dan berkhianat terhadap misi yang diberikan Soekarno. Mereka memutuskan untuk berhubungan dengan orang-orang dari PKI untuk membersihkan tubuh Angkatan Darat dari para jenderal ini.
 
=== Faktor Amerika Serikat ===
{{utama|Aktivitas CIA di Indonesia}}
Amerika Serikat pada waktu itu sedang terlibat dalam [[perang Vietnam]] dan berusaha sekuat tenaga agar Indonesia tidak jatuh ke tangan [[komunisme]]. Peranan badan intelejen Amerika Serikat ([[CIA]]) pada peristiwa ini sebatas memberikan 50 juta rupiah (uang saat itu) kepada [[Adam Malik]] dan ''[[Walkie talkie|walkie-talkie]]'' serta obat-obatan kepada tentara Indonesia. Politisi Amerika pada bulan-bulan yang menentukan ini dihadapkan pada masalah yang membingungkan karena mereka merasa ditarik oleh Sukarno ke dalam konfrontasi Indonesia-Malaysia ini.
 
Salah satu pandangan mengatakan bahwa peranan Amerika Serikat dalam hal ini tidak besar, hal ini dapat dilihat dari telegram Duta Besar Green ke Washington pada tanggal 8 Agustus 1965 yang mengeluhkan bahwa usahanya untuk melawan propaganda anti-Amerika di Indonesia tidak memberikan hasil bahkan tidak berguna sama sekali. Dalam telegram kepada Presiden Johnson tanggal 6 Oktober, agen CIA menyatakan ketidakpercayaan kepada tindakan PKI yang dirasa tidak masuk akal karena situasi politis Indonesia yang sangat menguntungkan mereka, dan hingga akhir Oktober masih terjadi kebingungan atas pembantaian di [[Jawa Tengah]], [[Jawa Timur]], dan [[Bali]] dilakukan oleh PKI atau [[NU]]/[[PNI]].
 
=== Faktor ekonomi ===
Ekonomi masyarakat Indonesia pada waktu itu yang sangat rendah mengakibatkan dukungan rakyat kepada Soekarno (dan PKI) meluntur. Mereka tidak sepenuhnya menyetujui kebijakan "ganyang Malaysia" yang dianggap akan semakin memperparah keadaan Indonesia.
 
Inflasi yang mencapai 650% membuat harga makanan melambung tinggi, rakyat kelaparan dan terpaksa harus antre beras, minyak, gula, dan barang-barang kebutuhan pokok lainnya. Beberapa faktor yang berperan kenaikan harga ini adalah keputusan Suharto-Nasution untuk menaikkan gaji para tentara 500% dan penganiayaan terhadap kaum pedagang Tionghoa yang menyebabkan mereka kabur. Sebagai akibat dari inflasi tersebut, banyak rakyat Indonesia yang sehari-hari hanya makan bonggol pisang, umbi-umbian, ''gaplek'', serta bahan makanan yang tidak layak dikonsumsi lainnya; pun mereka menggunakan kain dari karung sebagai pakaian mereka.
 
Faktor ekonomi ini menjadi salah satu sebab kemarahan rakyat atas pembunuhan keenam jenderal tersebut, yang berakibat adanya ''backlash'' terhadap PKI dan pembantaian orang-orang yang dituduh anggota PKI di Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali serta tempat-tempat lainnya.
 
== Peristiwa ==
[[Berkas:"Sumur Maut" at Lubang Buaya.jpg|ka|jmpl|Sumur Lubang Buaya]]
Pada 1 Oktober 1965 dini hari, enam jenderal senior dan beberapa orang lainnya dibunuh dalam upaya [[kudeta]] yang disalahkan kepada para pengawal istana ([[Cakrabirawa]]) yang dianggap loyal kepada PKI dan pada saat itu dipimpin oleh Letkol. [[Untung Syamsuri|Untung]]. Panglima Komando Strategi Angkatan Darat saat itu, Mayjen [[Soeharto]] kemudian mengadakan penumpasan terhadap gerakan tersebut.
 
=== Isu Dewan Jenderal ===
Pada saat-saat yang genting sekitar bulan September 1965 muncul isu adanya [[Dewan Jenderal]] yang mengungkapkan adanya beberapa petinggi Angkatan Darat yang tidak puas terhadap Soekarno dan berniat untuk menggulingkannya. Menanggapi isu ini, Soekarno disebut-sebut memerintahkan pasukan Cakrabirawa untuk menangkap dan membawa mereka untuk diadili oleh Soekarno. Namun yang tidak diduga-duga, dalam operasi penangkapan jenderal-jenderal tersebut, terjadi tindakan beberapa oknum yang termakan emosi dan membunuh Letjen Ahmad Yani, Panjaitan, dan Harjono.
 
=== Isu Dokumen Gilchrist ===
{{Main|Dokumen Gilchrist}}
[[Dokumen Gilchrist]] yang diambil dari nama duta besar Inggris untuk Indonesia [[Andrew Gilchrist]] beredar hampir bersamaan waktunya dengan isu Dewan Jenderal. Dokumen ini, yang oleh beberapa pihak disebut sebagai pemalsuan oleh intelejen [[Ceko]] di bawah pengawasan Jenderal Agayant dari [[KGB]] [[Rusia]], menyebutkan adanya "''Our local army friends''" (Teman tentara lokal kita) yang mengesankan bahwa perwira-perwira Angkatan Darat telah dibeli oleh pihak Barat.<ref name="Dinuth">Alex Dinuth "Dokumen Terpilih Sekitar G30S/PKI" Intermasa, Jakarta 1997 ISBN 979-8960-34-3</ref> Kedutaan Amerika Serikat juga dituduh memberikan daftar nama-nama anggota PKI kepada tentara untuk "ditindaklanjuti". Dinas intelejen Amerika Serikat mendapat data-data tersebut dari berbagai sumber, salah satunya seperti yang ditulis John Hughes, wartawan The Nation yang menulis buku
"''Indonesian Upheaval''", yang dijadikan basis skenario film ''[[The Year of Living Dangerously]]'', ia sering menukar data-data apa yang ia kumpulkan untuk mendapatkan fasilitas teleks untuk mengirimkan berita.
<!--===Isu PKI===
Selain itu ada pula isu mengenai PKI yang ingin membuat gerakan untuk menguasai parlemen yang membuat militer ketakutan dan ingin menyerang PKI terlebih dahulu. Namun setelah munculnya isu Dokumen Gilchrist, maka PKI memutuskan untuk bertindak terlebih dahulu.-->
 
=== Isu Keterlibatan Soeharto ===
Hingga saat ini tidak ada bukti keterlibatan/peran aktif Soeharto dalam aksi penculikan tersebut. Satu-satunya bukti yang bisa dielaborasi adalah pertemuan Soeharto yang saat itu menjabat sebagai Pangkostrad (pada zaman itu jabatan Panglima Komando Strategis Cadangan Angkatan Darat tidak membawahi pasukan, berbeda dengan sekarang) dengan Kolonel [[Abdul Latief]] di Rumah Sakit Angkatan Darat.
 
Meski demikian, Suharto merupakan pihak yang paling diuntungkan dari peristiwa ini. Banyak penelitian ilmiah yang sudah dipublikasikan di jurnal internasional mengungkap keterlibatan Suharto dan CIA. Beberapa diantaranya adalah, [[Cornell Paper]], karya Benedict R.O'G. Anderson and Ruth T. McVey (Cornell University), Ralph McGehee (The Indonesian Massacres and the CIA), Government Printing Office of the US (Department of State, INR/IL Historical Files, Indonesia, 1963–1965. Secret; Priority; Roger Channel; Special Handling), John Roosa (Pretext for Mass Murder: The September 30th Movement and Suharto's Coup d'État in Indonesia), Prof. Dr. W.F. Wertheim (Serpihan Sejarah Thn 1965 yang Terlupakan).
 
Para korban tersebut kemudian dibuang ke suatu lokasi di [[Pondok Gede]], [[Jakarta]] yang dikenal sebagai [[Lubang Buaya]]. Mayat mereka ditemukan pada [[3 Oktober]].
<!--
== Keterlibatan pihak luar ==
 
Seeing the nationalist Sukarno as a threat to their interests, the West was keen to exploit the situation to its advantage. Suharto's portrayal of events as 'communist carnage' was the official version promoted in the West. Christopher Koch's popular novel ''[[The Year of Living Dangerously]]'' later helped cement this view. Yet a large body of evidence has since emerged that the killings were encouraged by the US and UK governments.
 
According to a CIA memo, Prime Minister [[Harold Macmillan]] and President [[John F. Kennedy]] had agreed to "liquidate President Sukarno, depending on the situation and available opportunities". In 1990 the American journalist Kathy Kadane revealed the extent of the secret American collaboration with the massacres of 1965-661965–66 that allowed Suharto to seize the Presidency. She interviewed many former US officials and CIA members, who spoke of systematically compiled lists of PKI operatives, which the Americans ticked off as the victims were killed or captured. They worked closely with the British who were keen to protect their interests in Malaysia. Sir Andrew Gilchrist cabled the Foreign Office in London saying: "&hellip;a…a little shooting in Indonesia would be an essential preliminary to effective change". According to Australian historian Harold Crouch, "the PKI had won widespread support not as a revolutionary party, but as an organization defending the interests of the poor within the existing system". It was this popularity, rather than any armed insurgency that alarmed the American government. Like Vietnam in the North, Indonesia might 'go communist'.
 
In his ''Year 501 - The Conquest Continues'' [[Noam Chomsky]] writes:
:In a 1964 [[RAND]] memorandum, [Guy] Pauker expressed his concern that groups backed by the US "would probably lack the ruthlessness that made it possible for the [[Nazis]] to suppress the Communist Party of Germany... [These right-wing and military elements] are weaker than the Nazis, not only in numbers and in mass support, but also in unity, discipline, and leadership".
 
:Pauker's pessimism proved unfounded. After an alleged Communist coup attempt on September 30, 1965 and the murder of six Indonesian generals, pro-American General Suharto took charge and launched a bloodbath in which hundreds of thousands of people, mostly landless peasants, were slaughtered. Reflecting on the matter in 1969, Pauker noted that the assassination of the generals "elicited the ruthlessness that I had not anticipated a year earlier and resulted in the death of large numers of Communist cadres."
-->== Korban ==
-->
{{Lihat juga|Pahlawan Revolusi}}
 
Tujuh korban peristiwa Gerakan 30 September tersebut adalah:
==Pasca kejadian==
* [[Ahmad Yani|Letnan Jenderal TNI Ahmad Yani]] (Menteri/Panglima Angkatan Darat/Kepala Staf Komando Operasi Tertinggi)
Sesudah kejadian tersebut, [[30 September]] diperingati sebagai Hari Peringatan Gerakan 30 September. Hari berikutnya, [[1 Oktober]], ditetapkan sebagai Hari Kesaktian Pancasila. Pada masa pemerintahan [[Soeharto]], biasanya sebuah [[Pengkhianatan G 30 S/PKI|film mengenai kejadian tersebut]] juga ditayangkan di seluruh stasiun televisi di [[Indonesia]] setiap tahun pada tanggal 30 September. Namun sejak era [[Reformasi]] bergulir, film itu sudah tidak ditayangkan lagi.
* [[R. Suprapto (pahlawan revolusi)|Mayor Jenderal TNI Raden Suprapto]] (Deputi II Menteri/Panglima AD bidang Administrasi)
* [[M.T. Haryono|Mayor Jenderal TNI Mas Tirtodarmo Haryono]] (Deputi III Menteri/Panglima AD bidang Perencanaan dan Pembinaan)
* [[Siswondo Parman|Mayor Jenderal TNI Siswondo Parman]] (Asisten I Menteri/Panglima AD bidang Intelijen)
* [[D.I. Panjaitan|Brigadir Jenderal TNI Donald Isaac Panjaitan]] (Asisten IV Menteri/Panglima AD bidang Logistik)
* [[Sutoyo Siswomiharjo|Brigadir Jenderal TNI Sutoyo Siswomiharjo]] (Inspektur Kehakiman/Oditur Jenderal Angkatan Darat)
*[[Pierre Tendean|Letnan Satu Pierre Andreas Tendean]] (ajudan Jenderal [[A.H. Nasution|Abdul Harris Nasution]] yang tewas karena G30S mengira ia adalah Jenderal Nasution)
 
Para korban tersebut kemudian dibuang dan dikubur ke suatu sumur lama di area [[Pondok Gede]], [[Jakarta]] yang dikenal sebagai [[Lubang Buaya]] dan jenazah mereka ditemukan pada 3 Oktober 1965.
Peristiwa ini sampai sekarang masih diliputi banyak misteri. Banyak pertanyaan yang tertinggal, misalnya dugaan bahwa pemberontakan ini mungkin sengaja diciptakan [[Soeharto]] untuk merebut kekuasaan dari [[Soekarno]].
 
Sedangkan korban dari massa rakyat yang dituduh sebagai simpatisan PKI terus bertambah sejak 1 Oktober hingga tahun 1966. Beberapa sumber menyebutkan bahwa korban dari rakyat yang dituduh simpatisan PKI dan PNI mencapai 3 juta penduduk.
Selain itu peristiwa ini juga memicu peristiwa mengenaskan lainnya yaitu pembantaian manusia secara sia-sia yang dikatakan antek-antek PKI, terutama di [[Jawa Tengah]], [[Jawa Timur]] dan [[Bali]]. Pada peristiwa amuk massa di mana pimpinan tidak mengambil tindakan, diperkirakan antara 500.000 sampai 2.000.000 jiwa manusia melayang. Hal ini merupakan halaman terhitam sejarah Indonesia mulai tahun [[1945]] sampai saat ini.
== Pasca Tragedi ==
<!-- Bgn dr kutipan buku Chomsky juga
[[Berkas:Suharto at funeral.jpg|ka|jmpl|Pemakaman para pahlawan revolusi. Tampak Mayjen Soeharto di sebelah kanan]]
:The scale of the massacre is unknown. The [[CIA]] estimates 250,000 killed. The head of the Indonesia state security system later estimated the toll at over half a million; [[Amnesty International]] gave the figure of "many more than one million". Whatever the numbers, no one doubts that there was incredible butchery. Seven-hundred-fifty-thousand more were arrested, according to official figures, many of them kept for years under miserable conditions without trial. President Sukarno was overthrown and the military ruled unchallenged. Meanwhile the country was opened to Western exploitation, hindered only by the rapacity of the rulers.
[[Berkas:Anti PKI Literature.jpg|jmpl|Literatur propaganda anti-PKI yang pasca kejadian G30S banyak beredar di masyarakat dan menuding PKI sebagai dalang peristiwa percobaan "kudeta" tersebut.]]
 
Pasca pembunuhan beberapa perwira TNI AD, PKI mampu menguasai dua sarana komunikasi vital, yaitu studio [[RRI]] di Jalan Merdeka Barat dan Kantor [[Telekomunikasi]] yang terletak di Jalan Merdeka Selatan.<ref>{{Cite book|last=Max|first=Boli Sabon|date=2019|url=https://www.google.co.id/books/edition/MENGENAL_INDONESIA/tHbDDwAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=Pasca+Pembunuhan+beberapa+perwira+TNI+AD,+PKI+mampu+menguasai+dua+sarana+komunikasi+vital,+yaitu+studio+RRI+di+Jalan+Merdeka+Barat+dan+Kantor+Telekomunikasi+yang+terletak+di+Jalan+Merdeka+Selatan&pg=PA291&printsec=frontcover|title=Mengenal Indonesia: Aku Cinta Indonesia, Tak Kenal Maka Tak Sayang|location=Jakarta|publisher=Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya|isbn=978-623-7247-20-3|editor-last=Manalu|editor-first=Sonta Frisca|pages=291|url-status=live}}</ref> Melalui RRI, PKI menyiarkan pengumuman tentang Gerakan 30 September yang ditujukan kepada para perwira tinggi anggota “Dewan Jenderal” yang akan mengadakan kudeta terhadap pemerintah. Diumumkan pula terbentuknya “Dewan Revolusi” yang diketuai oleh Letkol Untung Sutopo.
== Lihat juga ==
* [[Gerakan Wanita Indonesia|Gerwani]
* [[Letkol Untung]]
* [[DN Aidit]]
* [[Cakrabirawa]]
 
Di Jawa Tengah dan DI. Yogyakarta, PKI membunuh Kolonel Katamso (Komandan Korem 072/Yogyakarta) dan Letnan Kolonel Sugiyono (Kepala Staf Korem 072/Yogyakarta).<ref>{{Cite web|last=Pasai|first=Miswar|date=30 September 2021|title=Peristiwa Pengkhianatan PKI dan Keganasan PKI (Bagian 4)|url=https://kominfosandi.kamparkab.go.id/2021/09/30/peristiwa-pengkhianatan-pki-dan-keganasan-pki-bagian-4/|website=Kominfo Kabupaten Kampar|access-date=21 Januari 2024}}</ref> Mereka diculik PKI pada sore hari 1 Oktober 1965. Kedua perwira ini dibunuh karena secara tegas menolak berhubungan dengan Dewan Revolusi.
==Referensi==
Pada tanggal 1 Oktober 1965 Sukarno dan sekretaris jenderal PKI Aidit menanggapi pembentukan Dewan Revolusioner oleh para "pemberontak" dengan berpindah ke [[Pangkalan Angkatan Udara Halim]] di Jakarta untuk mencari perlindungan.
*{{en}} [[Noam Chomsky|Chomsky, Noam]], [[1993]]. ''Year 501: The Quest Continues'', South End Press. ISBN 0896084442
 
-->
Pada tanggal 6 Oktober Sukarno mengimbau rakyat untuk menciptakan "persatuan nasional", yaitu persatuan antara angkatan bersenjata dan para korbannya, dan penghentian kekerasan. Biro Politik dari Komite Sentral PKI segera menganjurkan semua anggota dan organisasi-organisasi massa untuk mendukung "pemimpin revolusi Indonesia" dan tidak melawan angkatan bersenjata. Pernyataan ini dicetak ulang di koran CPA bernama "Tribune".
 
Pada tanggal 12 Oktober 1965, pemimpin-pemimpin Uni-Soviet [[Brezhnev]], [[Anastas Mikoyan|Mikoyan]] dan [[Kosygin]] mengirim pesan khusus untuk Sukarno: "Kita dan rekan-rekan kita bergembira untuk mendengar bahwa kesehatan anda telah membaik...Kita mendengar dengan penuh minat tentang pidato anda di radio kepada seluruh rakyat Indonesia untuk tetap tenang dan menghindari kekacauan...Imbauan ini akan dimengerti secara mendalam."
 
Pada tanggal 16 Oktober 1965, Sukarno melantik Mayjen Suharto menjadi Menteri/Panglima Angkatan Darat di [[Istana Negara]]. Berikut kutipan amanat presiden Sukarno kepada Suharto pada saat Suharto disumpah:<ref name="Revolusi">Setiyono, Budi; "REVOLUSI BELUM SELESAI: Kumpulan Pidato Presiden Soekarno 30 September 1965"; Nawaksara, Jakarta; 2003</ref>
 
{{cquote|Saya perintahkan kepada Jenderal Mayor Soeharto, sekarang Angkatan Darat pimpinannya saya berikan kepadamu, buatlah Angkatan Darat ini satu Angkatan daripada Republik Indonesia, Angkatan Bersenjata daripada Republik Indonesia yang sama sekali menjalankan Panca Azimat Revolusi, yang sama sekali berdiri di atas Trisakti, yang sama sekali berdiri di atas Nasakom, yang sama sekali berdiri di atas prinsip Berdikari, yang sama sekali berdiri atas prinsip Manipol-USDEK.
 
Manipol-USDEK telah ditentukan oleh lembaga kita yang tertinggi sebagai haluan negara Republik Indonesia. Dan oleh karena Manipol-USDEK ini adalah haluan daripada negara Republik Indonesia, maka dia harus dijunjung tinggi, dijalankan, dipupuk oleh semua kita. Oleh Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, Angkatan Kepolisian Negara. Hanya jikalau kita berdiri benar-benar di atas Panca Azimat ini, kita semuanya, maka barulah revousi kita bisa jaya.
 
Soeharto, sebagai panglima Angkatan Darat, dan sebagai Menteri dalam kabinetku, saya perintahkan engkau, kerjakan apa yang kuperintahkan kepadamu dengan sebaik-baiknya. Saya doakan Tuhan selalu beserta kita dan beserta engkau!}}
 
Dalam sebuah [[Konferensi Tiga Benua]] di [[Havana]] pada bulan Februari 1966, perwakilan Uni-Sovyet berusaha untuk menghindari pengutukan atas pembantaian orang-orang yang dituduh sebagai PKI, yang sedang terjadi terhadap rakyat Indonesia. Pendirian mereka mendapatkan pujian dari rezim Suharto. Parlemen Indonesia mengesahkan resolusi pada tanggal 11 Februari, menyatakan "penghargaan penuh" atas usaha-usaha perwakilan-perwakilan dari Nepal, Mongolia, Uni-Soviet dan negara-negara lain di Konperensi Solidaritas Negara-Negara Afrika, Asia dan Amerika Latin, yang berhasil menetralisir usaha-usaha para kontra-revolusioner apa yang dinamakan pergerakan 30 September, dan para pemimpin dan pelindung mereka, untuk bercampur-tangan di dalam urusan dalam negeri Indonesia."
 
=== Penangkapan dan pembantaian ===
{{Main|Pembantaian di Indonesia 1965–1966}}
Beberapa bulan setelah peristiwa ini, seluruh anggota dan pendukung PKI, orang orang yang diduga anggota dan simpatisan PKI, seluruh partai kelas buruh yang diketahui dan ratusan ribu pekerja serta petani Indonesia yang lain dibunuh atau dimasukkan ke kamp-kamp tahanan untuk disiksa dan diinterogasi. Pembunuhan-pembunuhan ini terjadi di [[Jawa Tengah]] (bulan Oktober), [[Jawa Timur]] (bulan November) dan [[Bali]] (bulan Desember). Jumlah orang yang dibantai belum diketahui secara pasti – perkiraan yang konservatif menyebutkan 500.000 orang, sementara perkiraan lain menyebut dua sampai tiga juta orang. Namun diduga setidak-tidaknya satu juta orang menjadi korban dalam bencana enam bulan yang mengikuti kudeta itu.
 
Dihasut dan dibantu oleh tentara, kelompok-kelompok pemuda dari organisasi-organisasi muslim sayap-kanan seperti barisan Ansor NU dan Tameng Marhaenis PNI melakukan pembunuhan-pembunuhan massal, terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Ada laporan-laporan bahwa [[Sungai Brantas]] di dekat Surabaya menjadi penuh mayat-mayat sampai di tempat-tempat tertentu sungai itu "terbendung mayat".
 
Pada akhir 1965, antara lima ratus ribu sampai dengan satu juta anggota dan pendukung-pendukung PKI telah menjadi korban pembunuhan dan ratusan ribu lainnya dipenjarakan di kamp-kamp konsentrasi, tanpa adanya perlawanan sama sekali. Sewaktu regu-regu militer yang didukung dana [[CIA]] {{ref}} menangkapi semua anggota dan pendukung PKI yang terketahui dan melakukan pembantaian keji terhadap mereka, majalah "Time" memberitakan:
 
: "''Pembunuhan-pembunuhan itu dilakukan dalam skala yang sedemikian sehingga pembuangan mayat menyebabkan persoalan sanitasi yang serius di Sumatera Utara, di mana udara yang lembap membawa bau mayat membusuk. Orang-orang dari daerah-daerah ini bercerita kepada kita tentang sungai-sungai kecil yang benar-benar terbendung oleh mayat-mayat. Transportasi sungai menjadi terhambat secara serius.''"
 
Di pulau [[Bali]], yang sebelum itu dianggap sebagai kubu PKI, paling sedikit 35.000 orang menjadi korban di permulaan 1966. Di sana para Tamin, pasukan komando elite [[Partai Nasional Indonesia]], adalah pelaku pembunuhan-pembunuhan ini. Koresponden khusus dari ''Frankfurter Allgemeine Zeitung'' bercerita tentang mayat-mayat di pinggir jalan atau dibuang ke dalam galian-galian dan tentang desa-desa yang separuh dibakar di mana para petani tidak berani meninggalkan kerangka-kerangka rumah mereka yang sudah hangus.
 
Di daerah-daerah lain, para terdakwa dipaksa untuk membunuh teman-teman mereka untuk membuktikan kesetiaan mereka. Di kota-kota besar pemburuan-pemburuan rasialis "anti-Tionghoa" terjadi. Pekerja-pekerja dan pegawai-pegawai pemerintah yang mengadakan aksi mogok sebagai protes atas kejadian-kejadian kontra-revolusioner ini dipecat.
 
Paling sedikit 250,000 orang pekerja dan petani dipenjarakan di kamp-kamp konsentrasi. Diperkirakan sekitar 110,000 orang masih dipenjarakan sebagai tahanan politik pada akhir 1969. Eksekusi-eksekusi masih dilakukan sampai sekarang, termasuk belasan orang sejak tahun 1980-an. Empat tapol, '''Johannes Surono Hadiwiyino, Safar Suryanto, Simon Petrus Sulaeman''' dan '''Nobertus Rohayan''', dihukum mati hampir 25 tahun sejak kudeta itu.
 
=== Supersemar ===
{{Wikisource|Surat Perintah (11 Maret 1966)}}
{{artikel|Supersemar}}
Lima bulan setelah itu, pada tanggal 11 Maret 1966, Sukarno memberi Suharto kekuasaan tak terbatas melalui [[Surat Perintah Sebelas Maret]]. Ia memerintah Suharto untuk mengambil "langkah-langkah yang sesuai" untuk mengembalikan ketenangan dan untuk melindungi keamanan pribadi dan wibawanya. Kekuatan tak terbatas ini pertama kali digunakan oleh Suharto untuk melarang PKI. Sebagai penghargaan atas jasa-jasanya, Sukarno dipertahankan sebagai ''presiden tituler diktatur militer'' itu sampai Maret 1967.
 
Kepemimpinan PKI terus mengimbau massa agar menuruti kewenangan rejim Sukarno-Suharto. Aidit, yang telah melarikan diri, ditangkap dan dibunuh oleh [[TNI]] pada tanggal 24 November, tetapi pekerjaannya diteruskan oleh Sekretaris Kedua PKI [[Nyoto]].
 
=== "Konferensi Investasi Indonesia" ===
Menyusul peralihan tampuk kekuasaan ke tangan Suharto, diselenggarakan sebuah "Konferensi Investasi Indonesia" ({{lang-en|Indonesian Investment Conference}}) yang disponsori oleh [[Time Inc.]], antara Menteri Luar Negeri [[Adam Malik]] dan Menteri Keuangan [[Sri Sultan Hamengkubuwono IX]] serta sejumlah [[Mafia Berkeley|ekonom Orde Baru]]{{clarify}}, dengan para CEO sejumlah korporasi multinasional Eropa, Jepang, Australia, Kanada dan Amerika, di [[Jenewa]], Swiss, pada bulan November 1967.<ref>{{url|https://content.time.com/time/subscriber/article/0,33009,837556,00.html}}</ref><ref>{{url|https://etan.org/news/2014/2timelife.htm}}</ref> Tim Ekonomi Indonesia menawarkan: tenaga buruh yang banyak dan murah, cadangan dan sumber daya alam yang melimpah, dan pasar yang besar.{{clarify}}
 
Hal ini didokumentasikan oleh {{ill|John Pilger|en}} dalam film dokumenter ''The New Rulers of the World'' yang menggambarkan bagaimana kekayaan alam Indonesia dibagi-bagi bagaikan rampasan perang oleh perusahaan asing pasca jatuhnya Soekarno. Freeport mendapat emas di Papua Barat, Caltex mendapatkan ladang minyak di Riau, Mobil Oil mendapatkan ladang gas di Natuna, perusahaan lain mendapat hutan tropis. Kebijakan ekonomi pro liberal sejak saat itu diterapkan.
 
== Peringatan ==
[[Berkas:Pancasila Sakti.gif|ka|jmpl|Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya]]
Sejak 1967, setelah [[Soeharto]] [[Kepresidenan Sementara Soeharto|diangkat menjadi Pejabat Presiden]] menggantikan [[Soekarno]], tanggal 1 Oktober ditetapkan oleh Soeharto (dengan Keputusan Presiden Nomor 153 Tahun 1967) sebagai [[Hari Kesaktian Pancasila]]. Pada masa pemerintahan Soeharto, biasanya sebuah [[Penumpasan Pengkhianatan G 30 S PKI|film mengenai kejadian tersebut]] juga ditayangkan di seluruh stasiun televisi di [[Indonesia]] setiap tahun pada tanggal 30 September. Selain itu pada masa Soeharto biasanya dilakukan upacara bendera di [[Monumen Pancasila Sakti]] di Lubang Buaya dan dilanjutkan dengan tabur bunga di makam para pahlawan revolusi di [[TMP Kalibata]]. Namun sejak era [[Reformasi]] bergulir, film itu sudah tidak ditayangkan lagi dan hanya tradisi upacara dan tabur bunga yang dilanjutkan.
 
Pada 29 September – 4 Oktober 2006, para eks pendukung PKI mengadakan rangkaian acara peringatan untuk mengenang peristiwa pembunuhan terhadap ratusan ribu hingga jutaan jiwa di berbagai pelosok Indonesia. Acara yang bertajuk "Pekan Seni Budaya dalam rangka memperingati 40 tahun tragedi kemanusiaan 1965" ini berlangsung di Fakultas Ilmu Budaya [[Universitas Indonesia]], [[Depok]]. Selain ''civitas academica'' Universitas Indonesia, acara itu juga dihadiri para korban tragedi kemanusiaan 1965, antara lain Setiadi, Murad Aidit, Haryo Sasongko, dan Putmainah.
 
== Lihat pula ==
{{Col|2}}
* [[Lim Joey Thay]].
* [[Nawaksara]] 22 Juni 1966, Sidang Umum ke-IV (4) MPRS.
* [[Gerakan Wanita Indonesia]].
* [[Monumen Pahlawan Revolusi#Sejarah Dibangunnya Monumen Pancasila Sakti|Monumen Pancasila Sakti]].
* [[Letkol Untung|Letnan Kolonel Untung]].
* [[DN Aidit|Dipa Nusantara Aidit (DN Aidit)]].
* [[Cakrabirawa|Resimen Tjakrabirawa (Cakrabirawa)]].
* [[Lekra|Lembaga Kebudayaan Rakyat]].
* '''[[Daftar tokoh yang meninggal dalam pembersihan komunis Indonesia]]'''.
* [[Museum Jenderal Besar DR. Abdul Haris Nasution|Museum Jenderal Besar Doktor Abdul Haris Nasution]].
* [[Museum Sasmita Loka Ahmad Yani|Museum Sasmita Loka Jenderal Tentara Nasional Anumerta (Museum SL-Ahmad Yani)]].
{{EndDiv}}
 
== Lihat jugaReferensi ==
{{reflist}}
* [[Gerakan Wanita Indonesia|Gerwani]]
* [[Letkol Untung]]
* [[DN Aidit]]
* [[Cakrabirawa]]
 
== Bacaan lebih lanjut ==
==Pranala luar==
{{Col|2}}
*{{id}} [http://jkt.detik.com/gudangdata/mistericia/1.shtml Tulisan tentang keterlibatan CIA dalam G 30S/PKI disertai cuplikan isi laporan CIA untuk Presiden Lyndon Johnson]
* {{Citation | title = Selected Documents Relating to the 30 September Movement and Its Epilogue | url = http://cip.cornell.edu/seap.indo/1107134819 | journal = Indonesia | publisher = Cornell Modern Indonesia Project | place = Ithaca, NY | volume = 1 | pages = 131–205 | accessdate = 20 September 2009 | doi = 10.2307/3350789 | jstor = 3350789 | issue = 1 | date = April 1966 | archive-date = 2023-08-01 | archive-url = https://web.archive.org/web/20230801020309/https://ecommons.cornell.edu/handle/1813/52499 | dead-url = no }}
*[http://www.progind.net Kolektif Info Coup d'etat 65]
* The appendices of Roosa (2006) contain translations of two primary sources: a 1966 document by [[Supardjo]] and the 1967 court testimony of [[Kamaruzaman Sjam]]. Roosa also lists interviews he conducted which are archived at the Institute of Indonesian Social History in Jakarta.
* Easter, David, '"Keep the Indonesian pot boiling": Western intervention in Indonesia, October 1965-March 1966', Cold War History, Volume 5, Number 1, February 2005.
* Waskito, Joko. (ed) Bilven. Siswoyo dalam Pusaran Arus Sejarah Kiri: Memoar Anggota Sekretariat CC KI. Cetakan 1, Ultimus, Juli 2015. ISBN 978-602-8331-60-9
* Latief, Busjarie. Manuskrip Sejarah 45 Tahun PKI [1920-1965]. Lembaga Sejarah PKI. Ultimus, Oktober 2014. ISBN 978-602-8331-50-0.
* Sulistyo, Hermawan. Palu arit di ladang tebu – Sejarah pembantaian massal yang terlupakan [1965-1966]. Kepustakaan Populer Gramedia. Juni, 2000. ISBN 979-9023-42-4.
* Herlambang, Wijaya. Kekerasan Budaya Pasca 1965 – Bagaimana Orde Baru melegitimasi anti-komunisme melaui sastra dan film. Marjin Kiri. ISBN 978-979-1260-26-8
* Pour, Julius. ''Gerakan 30 September: pelaku, pahlawan & petualang/catatan Julius Pour'', Jakarta: Penerbit Buku Kompas, ISBN 978-979-709-524-6, 2010.
* Heru Atmodjo, Garda Sembiring, Harsutedjo. ''Gerakan 30 September: Kesaksian Letkol (Pnb) Heru Atmodjo. Seri pelurusan sejarah '65''. Testimony of Heru Atmodjo, an Indonesian Air Force pilot, on the coup d'etat of Gerakan 30 September 1965. The University of Michigan, ISBN 979-97816-7-1, ISBN 978-979-97816-7-3, Tride, 2004.
* {{citation
|language=Indonesian
|editor-last=Alham
|editor-first=Asahan
|title=Di Negeri Orang: Puisi Penyair Indonesia Eksil
|trans_title=In Another Person's Country: Poems By Exiled Indonesian Poets
|publisher=Lontar Foundation
|location=Jakarta
|ref=harv
|year=2002
|isbn=978-979-8083-42-6
}}
* {{Citation | last1 = Anderson | first1 = Benedict R. | author-link = Benedict Anderson | last2 = McVey | first2 = Ruth T. | title = A Preliminary Analysis of the 1 October 1965, Coup in Indonesia | publisher = Cornell Modern Indonesia Project | place = Ithaca, NY | year = 1971 | series = Interim Reports Series | oclc = 210798 | lastauthoramp = yes}}
* {{Citation | last = Anderson | first = Benedict | author-link = Benedict Anderson | title = Petrus Dadi Ratu | trans_title = Killer Becomes King | url = http://newleftreview.org/A2242 | journal = [[New Left Review]] | place = London | volume = 3 | pages = 7–15 | accessdate = 18 September 2009 | date = May 2000 | archive-date = 2012-02-05 | archive-url = https://web.archive.org/web/20120205063133/http://newleftreview.org/A2242 | dead-url = yes }}
* {{Citation | last = Crouch | first = Harold | authorlink = Harold Crouch | title = Another Look at the Indonesian "Coup" | url = http://cip.cornell.edu/seap.indo/1107128617 | journal = Indonesia | publisher = Cornell Modern Indonesia Project | place = Ithaca, NY | volume = 15 | pages = 1–20 | accessdate = 18 September 2009 | doi = 10.2307/3350791 | jstor = 3350791 | issue = 15 | date = April 1973 | archive-date = 2023-08-01 | archive-url = https://web.archive.org/web/20230801020300/https://ecommons.cornell.edu/handle/1813/52499 | dead-url = no }}
* {{Citation | last = Crouch | first = Harold | title = The Army and Politics in Indonesia | publisher = Cornell University Press | place = Ithaca, NY | year = 1978 | series = Politics and International Relations of Southeast Asia | isbn = 0-8014-1155-6}}
* {{Citation |last = Curtis |first = Mark |authorlink = Mark Curtis (British author) |year = 2003 |title = Web of Deceit: Britain's Real Role in the World |location = London |publisher = Vintage |isbn = 978-0-09-944839-6 }}
* Fic, Victor M. (2005). ''Anatomy of the Jakarta Coup: 1 October 1965: The Collusion with China which destroyed the Army Command, President Sukarno and the Communist Party of Indonesia''. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. ISBN 978-979-461-554-6
* {{citation
|url=http://books.google.co.id/books?id=ZYk3kQLoJiMC
|title=State Terrorism and Political Identity in Indonesia: Fatally Belonging
|isbn=978-0-415-37152-0
|location=New York
|publisher=Routledge
|author1=Heryanto
|first1=Ariel
|ref=harv
|year=2006
|accessdate=2020-06-03
|archive-date=2023-08-01
|archive-url=https://web.archive.org/web/20230801020235/https://books.google.co.id/books?id=ZYk3kQLoJiMC&hl=id
|dead-url=no
}}
* {{citation
|type=Paper delivered at the 17th Biennial Conference on the Asian Studies Association of Australia
|title=Knowing Indonesia from Afar: Indonesian Exiles and Australian Academics
|url=http://arts.monash.edu.au/mai/asaa/davidhill.pdf
|last=Hill
|first=David
|year=2008
|ref=harv
|accessdate=16 March 2012
|archivedate=2012-03-16
|archiveurl=https://www.webcitation.org/66CgifgN8?url=http://arts.monash.edu.au/mai/asaa/davidhill.pdf
|dead-url=no
}}
* Hughes, John (2002), ''The End of Sukarno – A Coup that Misfired: A Purge that Ran Wild'', Archipelago Press, ISBN 981-4068-65-9
* Lashmar, Paul and Oliver, James. "MI6 Spread Lies To Put Killer In Power" ''[[The Independent]]''. (16 April 2000)
* Lashmar, Paul and Oliver, James. "How we destroyed Sukarno" ''[[The Independent]]''. (6 December 2000)
* {{Citation | author=Lashmar, Paul; Oliver, James | title=Britain's Secret Propaganda War | publisher=Sutton Pub Ltd | year=1999 | isbn=0-7509-1668-0}}
* [[Nugroho Notosusanto]] & [[Ismail Saleh]] (1968) ''The Coup Attempt of the "30 September Movement" in Indonesia'', P.T. Pembimbing Masa-Djakarta.
* Rafadi, Dedi & Latuconsina, Hudaya (1997) ''Pelajaran Sejarah untuk SMU Kelas 3 (History for 3rd Grade High School)'', Erlangga Jakarta. ISBN 979-411-252-6
* Ricklefs, M.C. (1982) ''A History of Modern Indonesia", MacMillan. ISBN 0-333-24380-3
* {{cite book|last=Roosa|first=John|title=Pretext for Mass Murder: The September 30th Movement and Suharto's Coup d'État in Indonesia|url=https://archive.org/details/pretextformassmu0000roos|year=2006|publisher=The University of Wisconsin Press|location=Madison, Wisconsin|isbn=978-0-299-22034-1}}
* {{Citation |editor1-last = Schaefer |editor1-first = Bernd |editor2-last = Wardaya |editor2-first = Baskara T. | year = 2013 |title = 1965: Indonesia and the World |location = Jakarta |publisher = Gramedia Pustaka Utama |isbn = 978-9-792-29872-7 }}
* {{Citation | last = Scott | first = Peter | title = The United States and the Overthrow of Sukarno, 1965–1967 | url = http://www.jstor.org.proxy.wm.edu/stable/pdfplus/2758262.pdf?acceptTC=true&acceptTC=true&jpdConfirm=true | journal = [[Pacific Affairs]] | volume = 58 | pages = 239–264 | accessdate = 18 December 2013 | year = 1985 | doi = 10.2307/2758262 | archive-date = 2023-08-01 | archive-url = https://web.archive.org/web/20230801020302/https://cas.wm.edu/cas/login?service=https%3a%2f%2flogin.proxy.wm.edu%2flogin%3fqurl%3dezp.2aHR0cDovL3d3dy5qc3Rvci5vcmcvc3RhYmxlL3BkZnBsdXMvMjc1ODI2Mi5wZGY.YWNjZXB0VEM9dHJ1ZSZhY2NlcHRUQz10cnVlJmpwZENvbmZpcm09dHJ1ZQ-- | dead-url = no }}
* Sekretariat Negara Republik Indonesia (1975) ''30 Tahun Indonesia Merdeka: Jilid 3 (1965–1973) (30 Years of Indonesian Independence: Volume 3 (1965–1973)''
* Sekretariat Negara Republik Indonesia (1994) ''Gerakan 30 September Pemberontakan Partai Komunis Indonesia: Latar Belakang, Aksi dan Penumpasannya (The 30 September Movement/Communist Party of Indonesia: Bankgrounds, Actions and its Annihilation)'' ISBN 979-083-002-5
* {{cite book
|title=Media, Culture and Politics in Indonesia
|last1=Sen
|first1=Krishna
|authorlink=
|first2=David T.
|last2=Hill
|year=2006
|publisher=Equinox Publishing
|location=Jakarta
|isbn=978-979-3780-42-9
|url=http://books.google.com/?id=xMhWm38KQcsC
|ref=harv
|access-date=2020-06-03
|archive-date=2023-08-01
|archive-url=https://web.archive.org/web/20230801020306/https://books.google.com/books?id=xMhWm38KQcsC&hl=en
|dead-url=no
}}
* {{cite book|last=Simpson|first=Bradley|title= Economists with Guns: Authoritarian Development and U.S.-Indonesian Relations, 1960–1968|url=https://archive.org/details/economistswithgu0000simp|year=2008|publisher=Stanford University Press|location=Stanford, California }}
* Sundhaussen, Ulf (1982) ''The Road to Power: Indonesian Military Politics 1945–1967'', Oxford University Press. ISBN 0-19-582521-7
* Wertheim, W.F. (1970) ''Suharto and the Untung Coup – the Missing Link", Journal of Contemporary Asia I No. 1 pp 50–57
* {{cite journal
| last =
| first =
| authorlink =
| coauthors =
| title = Setengah abad genosida '65
| journal = Majalah Bhinneka
| volume = Oktober 2015
| issue =
| pages = 100 halaman
| publisher = Yayasan Bhinneka Nusantara
| location = Surabaya
| date =
| url = https://drive.google.com/file/d/0B171bfmd2MunMkowRUNybFAtSms/view?pli=1
| format = PDF
| id =
| accessdate = 29 September 1015
| archive-date = 2021-03-13
| archive-url = https://web.archive.org/web/20210313190147/https://drive.google.com/file/d/0B171bfmd2MunMkowRUNybFAtSms/view?pli=1
| dead-url = no
}}
{{EndDiv}}
 
== Pranala luar ==
{{rintisan}}
* {{id}} [http://faktasejarah.wordpress.com/2012/01/07/soebandrio-kesaksianku-tentang-g30s-bab-i/ Soebandrio: Kesaksianku Tentang G30S (BAB I)] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20220914185030/https://faktasejarah.wordpress.com/2012/01/07/soebandrio-kesaksianku-tentang-g30s-bab-i/ |date=2022-09-14 }}
* {{id}} [http://jkt.detik.com/gudangdata/mistericia/1.shtml Tulisan tentang keterlibatan CIA dalam G 30S/PKI disertai cuplikan isi laporan CIA untuk Presiden Lyndon Johnson] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20050421142047/http://jkt.detik.com/gudangdata/mistericia/1.shtml |date=2005-04-21 }}
* {{en}} [http://www.progind.net/ Kolektif Info Coup d'état 65] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20230510074455/https://progind.net/ |date=2023-05-10 }}
* {{id}} [http://www.pec.or.id/id People's Empowerment Consortium]{{Pranala mati|date=Januari 2023 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}
* {{id}} [http://www.wsws.org/exhibits/1965coup/coup1965.shtml Pelajaran-Pelajaran Dari Kudeta 1965 Indonesia] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20060821181608/http://www.wsws.org/exhibits/1965coup/coup1965.shtml |date=2006-08-21 }}
* {{id}} [http://www.wirantaprawira.de/ypkp/welcome.html Indonesian Institute for the study of the 1965/1966 Massacre] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20200820131305/http://www.wirantaprawira.de/ypkp/welcome.html |date=2020-08-20 }}
* {{id}} [http://www.angkasa-online.com/10/03/peristiwa/peri1.htm Menyingkap Kabut Halim] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20070919010658/http://www.angkasa-online.com/10/03/peristiwa/peri1.htm |date=2007-09-19 }}
* {{id}} [http://sejarahsosial.googlepages.com/DalihPembunuhanMassal.pdf Dalih Pembunuhan Massal, karya John Roosa yang dilarang Jaksa Agung] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20091229130128/http://sejarahsosial.googlepages.com/DalihPembunuhanMassal.pdf |date=2009-12-29 }}
 
[[kategori:Sejarah{{Pergolakan politik Indonesia]] 1965}}
{{Topik Indonesia}}
[[Kategori:Lembaran hitam dalam sejarah Indonesia]]
{{Lembaran hitam Indonesia}}
{{Bencana di Indonesia tahun 1960an}}
 
[[Kategori:Sejarah Indonesia]]
[[zh:印尼九三〇事件]]
[[Kategori:Gerakan politik]]
[[Kategori:Indonesia dalam tahun 1965]]
[[Kategori:Orde Baru]]