Arsitektur Jawa: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Dj Ran (bicara | kontrib)
Fazily (bicara | kontrib)
k Mengembalikan suntingan oleh 140.213.101.233 (bicara) ke revisi terakhir oleh Thesillent
Tag: Pengembalian
 
(51 revisi perantara oleh 22 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Basreliëf Boroboedoer. TMnr 60002312.jpg|thumbjmpl|290px|reliefRelief pada [[Candi Borobudur]] padadi sisi kiri bawah menunjukkan arsitektur [[rumah panggung]] yang banyak dijumpai di [[Pulau Jawa|Jawa]] pada masa itu]]
'''Arsitektur Jawa''' adalah [[arsitektur]] yang digunakan oleh masyarakat [[Jawa]]. Arsitek Jawa telah ada dan berlangsung selama paling tidak 2.000 tahun.
 
Arsitektur Jawa kuno dipengaruhi oleh [[kebudayaan India]] bersamaan dengan datangnya pengaruh [[Hindu]] dan [[Buddha]] terhadap kehidupan masyarakat Jawa. Wilayah [[subbenua India|India]] yang cukup banyak memberi pengaruh terhadap Jawa adalah [[India Selatan]]. Ini terbukti dari penemuan [[candi|candi-candi]] di India yang hampir menyerupai candi yang ada di Jawa. Begitu pula aksara yang banyak ditemui pada [[prasasti]] di Jawa adalah jenis huruf [[Pallawa]] yang digunakan oleh orang India selatan. Meskipun budaya India berpengaruh besar tetapi Jawa tidak meniru begitu saja kebudayaan tersebut. Dengan kearifan lokal masyarakat, budaya dari India diterima melalui proses penyaringan (filtrasi) yang natural. Proses [[akulturasi]] budaya ini dapat dilihat pada model arsitektur, misalnya, [[punden berundak]] (budaya asli Indonesia) pada [[Candi Sukuh]] di [[Jawa Tengah]].
 
Dalam perkembangan selanjutnya dalam periode Klasik Muda di wilayah [[Jawa Timur]] pada abad ke13—15ke-13 hingga abad ke-15 M, arsitektur bangunan suci Hindu-Buddha di Jawa telah memperoleh gayanya tersendiri. Bentuk arsitekturnya terdiri dari candi bergaya Singhasari[[Singasari]], gaya candi Jago, gaya candi Brahu, dan [[punden berundak]]. Pengaruh India dalam hal ini hanya tinggal dalam konsep keagamaannya saja, konsep-konsep kedewataan kemudian digubah kembali oleh para [[pujangga]] Jawa KunaKuno. Dalam hal konsepsi keagamaan hakekathakikat tertinggi dalam agama Hindu dan Buddha dalam masa kerajaan SinghasariSingasari dan [[Majapahit]] telah dipadukan menjadi Bhattara Siva-Buddha. Perpaduan konsepsi dewata tertinggi itu diwujudkan dalam bentuk bangunan suci, misalnya pada [[Candi Jawi]] ([[Pasuruan]]) dan [[Candi Jago]] ([[Malang]]). Di Candi Jawi, unsur Buddha terlihat pada puncaknya, sedangkan di relung candinya dahulu berisikan arca-arca Hindu-Saiva khas Jawa. Begitupun di Candi Jago, cerita [[relief]] banyak yang bernafaskan Hindu-Saiva, adapun arca pelengkap candi itu semuanya bernafaskan Buddha Mahayana.
 
== Rumah Tradisionaltradisional ==
Pada relief Candi Borobudur tampak bahwa rumah di Jawa digambarkan berkolong tinggi dan cenderung persegi panjang daripada bujur sangkar sehingga lebih mirip rumah panggung.<ref>{{cite web |url=http://www.anneahira.com/rumah-adat-jawa-tengah.htm | title=Rumah Adat Jawa |date=8 Oktober 2013 |access-date=2013-10-08 |archive-date=2013-10-28 |archive-url=https://web.archive.org/web/20131028150701/http://www.anneahira.com/rumah-adat-jawa-tengah.htm |dead-url=yes }}</ref>. Karena makin sedikit hutan di Jawa, maka saat ini rumah Jawa merupakan satu-satunya bangunan rumah tradisional yang tidak berkolong di Nusantara.<ref>{{cite web |url=http://tambeh.wordpress.com/2013/01/30/arsitertur-rumah-jawalebih-mementingkan-segi-non-fisik/ | title=Arsitektur Rumah Jawa |date=8 Oktober 2013}}</ref>. Bentuk atap [[Rumah Jawa|rumah yang berarsitektur Jawa]] terdiri dari tipe tajug (mesjidan), joglo, limasan dan kampung (atap pelana).<ref>{{cite web |url=https://www.facebook.com/notes/su-mur/kegelisahan-arsitektur-jawa/10150249256989548# | title=Arsitektur Jawa |date=8 Oktober 2013}}</ref>.
<center><gallery perrow="7" caption="Rumah Jawa">
<center>
Berkas:GrandMosqueYogya.JPG|Atap tipe ''[[tajug]]/mesjidan'' atau atap meru.
<gallery caption="Rumah Jawa" perrow="6">
Berkas:GrandMosqueYogya.JPG|Atap tipe Tajug/mesjidan atau atap meru.
Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Woonhuis met erf in een kampong TMnr 60046155.jpg|Rumah Joglo dengan atap [[ijuk]] (tahun 1919)
Berkas:Joglo Pencu, Rumah Tradisional Kudus.jpg|Jogjo pencu, rumah tradisional Kudus.
Berkas:COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Huis_en_tuin_Wedonoh_Paton_TMnr_10021087.jpg |Rumah Limasan (rumah beratap perisai)
Berkas:COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Verbeterd_pestbestendig_huis_op_Java_TMnr_10024150COLLECTIE TROPENMUSEUM Verbeterd pestbestendig huis op Java TMnr 10024150.jpg|Rumah Kampung (rumah beratap pelana)
Berkas:Rumah Tradisional Jawa (1).jpg|Rumah tradisional Jawa di Salatiga.
Berkas:Joglo, Rumah Tradisional Jawa Tengah.jpg|Joglo, Rumah Tradisional Jawa Tengah
Berkas:Rumah Traditional Jawa di Salatiga (1).jpg|Rumah tradisional Jawa di Salatiga
</gallery>
</center>
 
== PendopoGerbang ==
=== Candi Bentar ===
[[Pendapa]] (atau dibaca pendopo dalam bahasa Jawa), pengejaan Jawa: ''pendåpå'', berasal dari kata mandapa dari [[bahasa Sanskerta]] yang artinya bangunan tambahan) adalah bagian bangunan yang terletak di muka bangunan utama. Sejumlah tipe bangunan rumah tradisional di Sumatera, Semenanjung Malaya (dan juga Indocina), Jawa, Bali, dan Pulau Kalimantan diketahui memiliki pendopo sebagai hal yang "wajib".
[[Candi bentar]] adalah sebutan bagi bangunan '''[[gapura]]''' berbentuk dua bangunan serupa dan sebangun tetapi merupakan simetri cermin yang membatasi sisi kiri dan kanan pintu masuk. Candi bentar tidak memiliki atap penghubung di bagian atas, sehingga kedua sisinya terpisah sempurna, dan hanya terhubung di bagian bawah oleh anak tangga.
 
Bangunan ini lazim disebut ''"gerbang terbelah"'', karena bentuknya seolah-olah menyerupai sebuah bangunan candi yang dibelah dua secara sempurna. Bangunan gapura tipe ini terutama banyak dijumpai di Pulau [[Jawa]], [[Bali]], dan [[Lombok]]. Bangunan gerbang terbelah seperti ini diduga muncul pertama kali pada zaman Majapahit. Di kawasan bekas Kesultanan Mataram, di Jawa Tengah dan Yogyakarta, gerbang semacam ini juga disebut dengan "supit urang" ("capit udang"), seperti yang terdapat pada kompleks Keraton Solo, Keraton Yogyakarta, [[Keraton Kasepuhan]] dan Pemakaman raja-raja Imogiri. Meskipun makna supit urang biasanya mengacu kepada gerbang dengan jalan bercabang dua, biasanya jalan dan gerbang yang mengapit kiri dan kanan bangunan pagelaran keraton.
<center><gallery perrow="7" caption="Candi Bentar khas Jawa">
Berkas:Wringin Lawang, Trowulan.jpg|[[Wringin Lawang]], Trowulan
Berkas:Candi bentar Ceto.jpg|Candi bentar Ceto
Berkas:Masjid Menara Kudus Tampak Depan.jpg|Candi bentar di [[Masjid Menara Kudus]]
Berkas:Imogiri Split Gate, 0934.jpg|Gapura Supit Urang, [[Imogiri, Bantul|Imogiri]]
Berkas:Soekarno Mausoleum Gate 2.jpg|Candi Bentar di Pemakaman Soekarno
Berkas:DSC00253 Java Bromo Temple Indou Laotian Pasir (6226529310).jpg|[[Pura Luhur Ponten|Pura Luhur Poten]] di Lautan Pasir [[Gunung Bromo|Bromo]]
</gallery>
</center>
 
=== Paduraksa ===
[[Paduraksa]] adalah bangunan [[gapura]] berbentuk ''"gerbang yang memiliki atap penutup"'', yang lazim ditemukan dalam arsitektur kuno dan klasik di [[Jawa]] dan [[Bali]]. Kegunaan bangunan ini adalah sebagai pembatas sekaligus gerbang akses penghubung antarkawasan dalam kompleks bangunan khusus.
<center>
<gallery perrow="7" caption="Paduraksa Khas Jawa">
Berkas:Bajang Ratu Gate Trowulan.jpg|[[Candi Bajangratu]] di kompleks [[Trowulan]] adalah suatu paduraksa
Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Poort bij de Ampel Moskee in de Arabische wijk van Soerabaja TMnr 60037907.jpg|Gerbang Paduraksa menuju Masjid Sunan Ampel, Surabaya
Berkas:Kota Gede Jogjakarta.jpg|Paduraksa [[Pasarean Mataram]]
Berkas:Paduraksa Taman Blambangan.jpg|Paduraksa [[Taman Blambangan]], Banyuwangi
Berkas:Main room paduraksa Pj DSC 1460s.jpg|Paduraksa Masjid Menara Kudus
Berkas:Makam Sunan Giri Gapura Undakan Pertama.jpg|Paduraksa di kompleks permakaman [[Sunan Giri]]
Berkas:Pathoknegara Plasakuning Pj DSC 1693.jpg|Paduraksa Masjid Pathoknagara Plasakuning
</gallery>
</center>
 
== Pendapa ==
[[Pendapa]] (atau dibaca pendopo dalam bahasa Jawa), pengejaan Jawa: ''pendåpå'', berasal dari kata mandapa dari [[bahasa Sanskerta]] yang artinya bangunan tambahan) adalah bagian bangunan yang terletak di muka bangunan utama. Sejumlah tipe bangunan rumah tradisional di Sumatra, Semenanjung Malaya (dan juga Indocina), Jawa, Bali, dan Pulau Kalimantan diketahui memiliki pendopo sebagai hal yang "wajib".
Struktur ini kebanyakan dimiliki rumah besar atau keraton, letaknya biasanya di depan dalem, bangunan utama tempat tinggal penghuni rumah. Masjid-masjid berarsitektur asli Nusantara, kerap kali juga memiliki pendopo.
 
Pendopo biasanya berbentuk bangunan tanpa dinding dengan tiang yang banyak. Fungsi utamanya adalah sebagai tempat menerima tamu. Namun, karena pendopo biasanya besar, bangunan ini difungsikan pula sebagai tempat pertemuan, latihan tari atau karawitan, rapat warga, dan sebagainya.
<center><gallery perrow="7" caption="Pendopo">
<center>
Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Model van een veranda o.a. gebruikt als vergaderruimte TMnr A-1542.jpg|Miniatur pendapa
<gallery caption="Pendopo" perrow="6">
Berkas:Masjid demak.jpg|[[Masjid Agung Demak]] dengan [[pendopo]] di depan
Berkas:Pendapa kabupaten bekasi.jpg|Pendapa di komplek Kantor Bupati Bekasi
Berkas:Reynan-Mande Karesmen - BrianSteeger - wiyaga.jpg|Pendopo Mande Karesmen pada [[Keraton Kasepuhan]] Cirebon
Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Toneeldoek als achtergrond bij wajang-wong voorstellingen TMnr 4486-1.jpg|Pendopo dalam lukisan
Berkas:003 Museum Pendopo (39737318464).jpg|Pendapa di kawasan Candi Penataran
Berkas:TMII Central Java Pavilon 2.JPG|Interior pendapa di TMII
Berkas:Woning van een Javaans hoofd met pendopo.jpg|Gambaran pendopo 1890-an
Berkas:Pendopo Delta Wibawa.jpg|Pendapa Kabupaten Sidoarjo
</gallery>
</center>
 
== Masjid ==
[[Masjid]] adalah rumah tempat ibadah umat [[Muslim]]. Masjid artinya tempat sujud, dan mesjidmasjid berukuran kecil juga disebut [[musholla]], [[langgar]] atau [[surau]]. Selain tempat ibadah masjid juga merupakan pusat kehidupan komunitas muslim. Kegiatan - kegiatan perayaan hari besar, diskusi, kajian agama, ceramah dan belajar Al Qur'an sering dilaksanakan di Masjid.
<center><gallery perrow="7" caption="Masjid Khas Jawa">
<center>
Berkas:Masjid demak.jpg|[[Masjid Agung Demak]]
<gallery caption="Masjid khas Jawa" perrow="6">
Berkas:Masjid demakMantingan Jepara.jpg|[[Masjid AgungMantingan|Masjid DemakAstana Mantingan]] masjid berarsitektur Jawa
Berkas:Ampel Mosque in 2008.jpg|[[Masjid Ampel]]
Berkas:Masjid Astana Mantingan di Jepara.JPG|[[Masjid Mantingan|Masjid Astana Mantingan]] masjid berarsitektur Jawa
Berkas:Masjid Menara Kudus(IHP).jpg|[[Masjid Menara Kudus]]
Berkas:Masjid Kraton Sokotunggal.jpg|[[Masjid Soko Tunggal|Masjid Kraton Sokotunggal]]
</gallery>
</center>
 
=== MustokoMustaka ===
MustokoMustaka merupakan kubah versi khas [[Suku Jawa|Jawa]] yang biasanya terdapat di masjid berarsitektur khas [[Suku Jawa|Jawa]], seperti [[Masjid Agung Demak]], [[Masjid Mantingan|Masjid Astana Mantingan]], dan-lain-lain. MustokoMustaka<ref>http://www.kidungsuwungart.blogspot.co.id/2014/02/mustoko-masjd-atau-mushola.html</ref> pada awalnya terbuat dari tanah liat seperti halnya genteng, tetapi seiring perkembangan zaman, kini bahan untuk membuat MustokoMustaka bermacam-macam mulai dari berbahan stainless steel, Enamel Steel Teflon, Enamel Galvalum, dan bahan lainnya.
<center><gallery perrow="6" caption="Mustaka">
<center>
Berkas:Kubah Masjid Agung Yogyakarta.jpg|Mustaka Masjid Agung Yogyakarta
<gallery caption="Mustoko" perrow="6">
Berkas:Mustoko Kubah Khas Jawa.jpg|Mustoko
</gallery>
</center>
Baris 51 ⟶ 86:
 
== Candi ==
[[Candi]] berasal dari frasefrasa ''candika graha'' yang berarti kediaman Betari Durga. Durga ini disembah terutama oleh umat Buddha. Dalam dunia pewayangan di Jawa, Durga merupakan istri Dewa Siwa yang dikutuk dari berwajah cantik menjadi raksasa. Yang pertama mendirikan candi di India diduga adalah umat Buddha. Ini terlihat dari temuan candi tertua di sana yang dibangun pada abad ke-3 SM. Pada perkembangan berikutnya, candi pun didirikan oleh umat Hindu.<ref>{{cite web |url=http://ssbelajar.blogspot.com/2012/05/pengaruh-hindu-budha-terhadap-indonesia.html | title=Pengaruh Hindu Budha Terhadap Indonesia |date=20 Oktober 2013}}</ref> Awalnya, candi didirikan sebagai tempat penyimpanan abu hasil pembakaran jenazah raja. Karena itu, di candi yang disebut pripih sering ditemukan sebuah wadah penyimpanan abu jenazah. Disimpan pula patung dewa tertentu, biasanya dewa ini dipuja oleh almarhum yang bersangkutan. Pada dinding candi biasanya terdapat relief yang mengisahkan cerita Mahabharata atau Ramayana. Pada candi Buddha biasanya terdapat relief seputar kehidupan Siddharta. Fungsi candi selanjutnya berkembang menjadi tempat sembahyang (berasal dari frasefrasa “''sembah hyang''”) untuk dewa-dewi.
 
Jawa adalah tempat yang paling banyak terdapat candi, disusul oleh SumateraSumatra. Ini menandakan bahwa perkembangan agama dan kebudayaan Hindu-Buddha berlangsung lebih pesat di Jawa, terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur sebagai pusat-pusat pemerintahan pada masanya. Berdasarkan arsitektur dan tempat dibangunnya, candi-candi di Indonesia dapat dibagi atas: candi yang terletak di Jawa Tengah (bagian selatan dan utara), Jawa Timur, dan lain-lainnya seperti di SumateraSumatra, Bali, dan Jawa Barat.
 
Secara umum candi yang berada di Jawa dapat dikelompokkan candi Jawa Tengah dan candi Jawa Timur. Dan berdasarkan ciri-cirinya, candi di Jawa Tengah dikelompokkan dalam candi-candi di wilayah utara dan candi-candi di wilayah selatan. Candi-candi yang terletak diwilayah utara, yang umumnya dibangun oleh Wangsa Sanjaya, merupakan candi Hindu dengan bentuk bangunan yang sederhana, batur tanpa hiasan, dan dibangun dalam kelompok namun masing-masing berdiri sendiri serta tidak beraturan letaknya. Yang termasuk dalam kelompok ini, diantaranya: Candi Dieng dan [[Candi Gedongsongo]].
 
Candi di wilayah selatan, yang umumnya dibangun oleh Wangsa [[Syailendra]], merupakan candi Buddha dengan bentuk bangunan yang indah dan sarat dengan hiasan. Candi di wilayah utara ini umumnya dibangun dalam kelompok dengan pola yang sama, yaitu candi induk yang terletak di tengah dikelilingi oleh barisan candi perwara. Candi di Jawa Tengah umumnya mempunyai relief dibanding candi di jawaJawa Timur. Relief pada candi sangat dipengaruhi oleh penggunaan bahan bangunan bahan bangunan, gaya, dan isi cerita. Candi bergaya Jawa Tengah umumnya memiliki Berbahanberbahan batu andesit tubuh yang tambun, berdimensi geometris vertikal dengan pusat candi terletak di tengah, bahan bangunan terbuat dari batuan andesit.<ref>{{cite web |url=http://www.kaskus.co.id/thread/50f99fb1e574b4f108000010/perbedaan-candi-jawa-timur-dan-candi-jawa-tengah | title=Perbedaan Candi Jawa Timur dan Candi Jawa Tengah |date=8 Oktober 2013}}</ref>
 
Candi-candi di Jawa Timur umumnya usianya lebih muda dibandingkan di Jawa Tengah dan Yogyakarta, karena pembangunannya dilakukan di bawah pemerintahan kerajaan-kerajaan penerus kerajaan Mataram Hindu, seperti Kerajaan Kahuripan, Singasari, Kediri dan Majapahit. Bahan dasar, gaya bangunan, corak dan isi cerita relief candi-candi di Jawa Timur sangat beragam, tergantung pada masa pembangunannya. Misalnya, candi-candi yang dibangun pada masa Kerajaan Singasari umumnya dibuat dari batu andesit dan diwarnai oleh ajaran Tantrayana (Hindu-Buddha), sedangkan yang dibangun pada masa Kerajaan Majapahit umumnya dibuat dari bata merah dan lebih diwarnai oleh ajaran Buddha.
Bentuk bangunan yang ramping meninggi, makin keatas makin ramping (dampaknya adalah bentuk padmasari di Bali).<ref name=d10>Dawson (1994), p. 10</ref> Ciri-ciri khas candi di Jawa Timur adalah : Atapnya merupakan simbol perpaduan tingkatan, puncaknya berbentuk Kubus (lingam), tidak ada simbol-simbol [[makara]], dan hanya ambang atas gapura saja yang berhiaskan kepala kala, letak candi kebanyakan menghadap kearah Barat dan terletak dibagian belakang lokasi percandian, kebanyakan Candi terbuat dari batu bata merah.<ref>{{cite web |url=http://shantigriya.tripod.com/candi/sejarahcandi/bab-bab/sejarahcandi_07.htm | title=Sejarah Candi di Indonesia|date=8 Oktober 2013}}</ref>
 
=== Candi BentarStupa ===
[[Stupa]] merupakan tempat penyimpanan abu sang Buddha dan melambangkan perjalanan Sang Buddha menuju nirvana. Setelah wafat, jasad Buddha dikremasi, lalu abunya disimpan dalam delapan stupa terpisah di utara India. Pada masa kuno di India, stupa digunakan sebagai makam penyimpanan abu bangsawan atau tokoh tertentu. Stupa kemudian dijadikan lambang Buddhisme dan menunjukkan luas pengaruh Buddhisme di berbagai kawasan. Semasa pemerintahan Ashoka (abad ke-2 SM) di India dibangun banyak stupa untuk menandakan Buddha sebagai agama kerajaan. Di Asia Tenggara dan Timur, stupa juga didirikan sebagai pengakuan terhadap Buddhisme di wilayah bersangkutan. Stupa terdiri atas tiga bagian, yaitu andah, yanthra, dan cakra. Andah melambangkan dunia bawah, tempat manusia yang masih dikuasai hawa nafsu, Yanthra merupakan suatu benda untuk memusatkan pikiran saat bermeditasi, dan Cakra melambangkan nirvana atau nirwana, tempat para dewa bersemayam. Stupa di Indonesia memiliki kekhasan tersendiri. Di Indonesia stupa sering merupakan bagian candi atau komplek candi tertentu, seperti pada [[Candi Mendut]], Borobudur, Jawi, dan [[Candi Muara Takus]].
[[Candi bentar]] adalah sebutan bagi bangunan [[gapura]] berbentuk dua bangunan serupa dan sebangun tetapi merupakan simetri cermin yang membatasi sisi kiri dan kanan pintu masuk. Candi bentar tidak memiliki atap penghubung di bagian atas, sehingga kedua sisinya terpisah sempurna, dan hanya terhubung di bagian bawah oleh anak tangga.
 
== Gebyok ==
Bangunan ini lazim disebut "''gerbang terbelah''", karena bentuknya seolah-olah menyerupai sebuah bangunan candi yang dibelah dua secara sempurna. Bangunan gapura tipe ini terutama banyak dijumpai di Pulau Jawa, Bali, dan Lombok. Bangunan gerbang terbelah seperti ini diduga muncul pertama kali pada zaman Majapahit. Di kawasan bekas Kesultanan Mataram, di Jawa Tengah dan Yogyakarta, gerbang semacam ini juga disebut dengan "supit urang" ("capit udang"), seperti yang terdapat pada kompleks Keraton Solo, Keraton Yogyakarta, [[Keraton Kasepuhan]] dan Pemakaman raja-raja Imogiri. Meskipun makna supit urang biasanya mengacu kepada gerbang dengan jalan bercabang dua, biasanya jalan dan gerbang yang mengapit kiri dan kanan bangunan pagelaran keraton.
[[Gebyok]] adalah salah satu furniture khas Jawa berupa partisi penyekat ruangan khas Jawa yang pada umumnya terbuat dari bahan kayu jati. Biasanya dipergunakan untuk menyekat antara ruang seperti ruang tamu atau ruang keluarga dengan kamar-kamar di rumah adat. Gebyok pun bisa dipasang sebagai pemanis pendopo di salah satu sisinya untuk menuju ke rumah adat. Gebyok ada yang tidak berukir atau polosan dan gebyok dibuat memiliki ukiran dengan berbagai macam desain dan ornament. Gebyok yang baik adalah yang ukirannya detail, halus, memiliki ukiran dalam dengan tingkat kesulitan tinggi, tiga dimensi, kualitas kayu yang digunakan sebagai bahan baku gebyok pada umumnya memang merupakan jenis kayu yang tahan cuaca, kayu yang sudah tua sehingga cenderung lebih kuat dan awet untuk dijadikan dekorasi yang indah menawan. Dengan segala keunikannya, gebyok sebagai partisi khas Jawa yang memiliki nilai estetika, bernilai seni tinggi tidak akan ditemukan di tempat atau daerah lain kecuali di tanah Jawa seperti di daerah '''[[Jepara]]'''. Pada dasarnya gebyok berfungsi sebagai partisi penyekat antar ruangan, bisa juga dipakai untuk pintu masuk dalam rumah, ada juga yang memajangnya di gerbang pintu masuk. Aplikasi gebyok saat ini tidak lagi menjadi elemen yang terlalu kaku ukurannya seperti dalam rumah-rumah adat Jawa. Kini gebyok menjadi warisan budaya Indonesia yang tidak lekang oleh zaman. Gebyok penuh metafor dan pesan tentang kebijakan hidup tentang kesejahteraan hidup. Sejahtera bukan di dunia saja melainkan di akhirat.
<center>
<gallery caption="Candi Bentar khas Jawa" perrow="6">
Berkas:Keraton Kasepuhan3.jpg|Candi bentar [[Keraton Kasepuhan]] Cirebon
Berkas:Candi bentar Ceto.jpg|Candi bentar Ceto
Berkas:Masjid Menara Kudus Tampak Depan.jpg|Candi bentar di [[Masjid Menara Kudus]]
Berkas:Masjid panjunan 01.jpg|Candi Bentar [[Masjid Panjunan]]
Berkas:Wringin Lawang, Trowulan.jpg|[[Wringin Lawang]], Trowulan
</gallery>
</center>
 
== Punden berundak ==
[[Punden berundak]] adalah bangunan teras bertingkat-tingkat meninggi yang menyandar di kemiringan lereng gunung. Punden berundak adalah ciri khas Jawa. Ukuran teras semakin mengecil ke atas, jumlah teras umumnya 3 dan di bagian puncak teras teratas berdiri altar-altar yang jumlahnya 3 altar (1 altar induk diapit dua altar pendamping di kanan-kirinya. Tangga naik ke teras teratas terdapat di bagian tengah punden berundak, terdapat kemungkinan dahulu di kanan kiri tangga tersebut berdiri deretan arca menuju ke puncak punden yang berisikan altar tanpa arca apapun. Contoh yang baik bentuk punden berundak masa Majapahit terdapat di lereng barat Gunung Penanggungan, penduduk menamakan punden-punden itu dengan candi juga, misalnya Candi Lurah (Kepurbakalaan No.1), Candi Wayang (Kep. No.VIII), Candi Sinta (Kep.No.17a), Candi Yuddha (Kep.No.LX), dan Candi Kendalisada (Kep.No.LXV).
== Motif dan Elemen ==
=== Kala ===
[[Batara Kala]] adalah sosok rakasaraksasa ganas sebagai dewa penguasa waktu dan berhubungan dengan sisi perusak dari Dewa Siwa. Kala adalah putera Dewa Siwa yang bergelar sebagai dewa penguasa waktu (kata kala berasal dari bahasa Sanskerta yang artinya waktu). Dewa Kala sering disimbolkan sebagai rakshasa yang berwajah menyeramkan, hampir tidak menyerupai seorang Dewa. Dalam filsafat Hindu, Kala merupakan simbol bahwa siapa pun tidak dapat melawan hukum karma.
 
Dalam arsitektur candi Jawa , Kala berfungsi sebagai elemen dekoratif umum pada gerbang masuk dan dinding ,pintu candi ini biasanya dihiasi ukiran kepala kala tepat di atas-tengah pintu. Hal ini dapat ditemukan pada [[Candi Kalasan]] dan banyak candi lainnya. Relief Betara Kala digambarkan dengan kepala yang besar dengan rahang atas yang besar dibatasi oleh gigi taring besar, tetapi tanpa rahang bawah.
<center>
<gallery captionperrow="Batara Kala7" perrowcaption="6Batara Kala">
Berkas:Kalasan Kala.jpg|Ukiran kepala Kala di [[Candi Kalasan]]
Berkas:Candi Jawi B.JPG|Kepala Kala di [[Candi Jawi]]
Berkas:Kalakop - Braga Street.jpg|Relief Kepala Kala di Bandung
Berkas:Kraton Yogyakarta 15.JPG|Ukiran kayu Kala dan Naga di Kraton Yogyakarta
Berkas:Taman Sari - Kala.jpg|Ukiran kala di [[Taman Sari Yogyakarta|Taman Sari]]
Berkas:Detail kala pada manara sudut Candi Jabung.jpg|Kala pada menara sudut [[Candi Jabung]]
Berkas:JavaneseGoldOrnaments-14C-NationalMuseumofSingapore-20090712.jpg|Motif kala pada perhiasan emas Jawa yang ditemukan di Singapura
</gallery>
</center>
 
=== Dwarapala ===
[[Dwarapala]] adalah patung penjaga gerbang atau pintu dalam ajaran Siwa dan Buddha, berbentuk manusia atau raksasa yang memegang gada. Biasanya dwarapala diletakkan di luar untuk melindungi tempat suci atau tempat keramat didalamnya. Jumlah arca dwarapala dapat hanya sendirian, sepasang, atau berkelompok. Bangunan suci yang kecil biasanya memiliki hanya satu arca dwarapala. Seringkali dwarapala diletakkan berpasangan di antara gerbang masuk. beberapa situs bangunan suci yang lebih besar memiliki empat, delapan, bahkan duabelas arca dwarapala yang menjaga empat penjuru mata angin sebagai Lokapala, dewa penjaga empat atau delapan penjuru mata angin.
Baris 94 ⟶ 127:
Dwarapala terbesar di Jawa terdapat di Singosari terbuat dari batu andesit utuh setinggi 3,7 meter dengan berat 23 ton. Di pulau Jawa dan Bali arca dwarapala biasanya diukir dari batu andesit, berperawakan gemuk dan digambarkan dalam posisi tubuh setengah berlutut, menggenggam senjata gada. Dwarapala di Kamboja dan Thailand memiliki perawakan tubuh lebih langsing dengan posisi tubuh tegak lurus memegang gada di tengah tepat di antara kedua kakinya. Patung dwarapala di Thailand dibuat dari tembikar tanah liat yang dilapisi glazur pucat susu. Patung seperti ini dibuat pada masa kerajaan Sukhothai dan Ayutthaya. Dalam budaya Jawa, dwarapala dijadikan figur penjaga keraton, misalnya dapat ditemukan di gerbang masuk Keraton Yogyakarta dan gerbang Kamandungan Lor Keraton Surakarta.
<center>
<gallery captionperrow="Dwarapala7" perrowcaption="6Dwarapala">
Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Beeld van een demonische tempelwachter Singosari Oost-Java TMnr 10016489.jpg|Arca Dwarapala terbesar di Jawa, zaman kerajaan [[Singhasari]]
Berkas:Plaosan Temple Guardian.jpg|Dwarapala penjaga [[Candi Plaosan]]
Berkas:Kraton Surakarta - Statue.jpg|Dwarapala pada Kraton Surakarta
Berkas:Entrée du Temple de Dalem Agung Padantegal.jpg|Sepasang Dwarapala di Puri dalem Agung Bali
Berkas:Arca Dwarapala.jpg|Arca Dwarapala
Berkas:Entrée du Temple de Dalem Agung Padantegal.jpg|Sepasang Dwarapala di Puri dalem Agung Bali
Berkas:Kraton Surakarta - Statue.jpg|Dwarapala pada Kraton Surakarta
Berkas:092 Dwarapala (40430907051).jpg|Dwarapala di [[Candi Penataran]]
Berkas:Java - Candi Sewu - 023 (8696269505).jpg|Dwarapala [[Candi Sewu]]
</gallery>
</center>
 
=== Stupa ===
[[Stupa]] merupakan tempat penyimpanan abu sang Buddha dan melambangkan perjalanan Sang Buddha menuju nirvana. Setelah wafat, jasad Buddha dikremasi, lalu abunya disimpan dalam delapan stupa terpisah di utara India. Pada masa kuno di India, stupa digunakan sebagai makam penyimpanan abu bangsawan atau tokoh tertentu. Stupa kemudian dijadikan lambang Buddhisme dan menunjukkan luas pengaruh Buddhisme di berbagai kawasan. Semasa pemerintahan Ashoka (abad ke-2 SM) di India dibangun banyak stupa untuk menandakan Buddha sebagai agama kerajaan. Di Asia Tenggara dan Timur, stupa juga didirikan sebagai pengakuan terhadap Buddhisme di wilayah bersangkutan. Stupa terdiri atas tiga bagian, yaitu andah, yanthra, dan cakra. Andah melambangkan dunia bawah, tempat manusia yang masih dikuasai hawa nafsu, Yanthra merupakan suatu benda untuk memusatkan pikiran saat bermeditasi, dan Cakra melambangkan nirvana atau nirwana, tempat para dewa bersemayam. Stupa di Indonesia memiliki kekhasan tersendiri. Di Indonesia stupa sering merupakan bagian candi atau komplek candi tertentu, seperti pada [[Candi Mendut]], Borobudur, Jawi, dan [[Candi Muara Takus]].
 
=== Mekara ===
[[Makara]] (Sanskerta: मकर) adalah makhluk dalam mitologi Hindu yang digambarkan dengan dua hewan gabungan (di bagian depan berwujud binatang seperti gajah atau buaya atau rusa, atau rusa) dan di bagian belakang digambarkan sebagai hewan air di bagian ekor seperti ikan atau naga.
 
Makara adalah [[wahana]] (kendaraan) dari Dewi Gangga dan dewa Baruna. Itu juga merupakan lambang dari Dewa Kamadeva. Kamadeva juga dikenal sebagai Makaradhvaja (satu bendera yang makara digambarkan). Hal ini sering digunakan untuk melindungi jalan masuk ke kuil Hindu dan Buddha. Makara sering dilukiskan dan dipahatkan dalam candi-candi di Indonesia, khususnya di Bali dan Jawa. Orang Bali menyebutnya gajahmina, yang secara harfiah berarti "ikan gajah". KadangkalaKadang kala Makara dilukiskan sebagai makhluk berwujud separuh kambing dan separuh ikan seperti simbol Kaprikornus dalam zodiak. Dalam kitab-kitab suci umat Hindu, Makara adalah makhluk yang menjadi kendaraan Dewa Baruna dan Dewi Gangga.
=== Lingga Yoni ===
[[Lingga]] yoni adalah berkaitan dengan Tri Purusa yaitu Siwa sebagai simbol lingga sedangkan Brahma, dan Wisnu bersama-sama disimbolkan dalam pranala sebagai dasar yaitu yoni. Lingga yang digambarkan sebagai kelamin laki-laki biasanya dilengkapi dengan Yoni sebagai kelamin wanita. Persatuan antara Lingga dan Yoni melambangkan kesuburan. Dalam mitologi Hindu, yoni merupakan penggambaran dari Dewi Uma yang merupakan salah satu sakti (istri) Siwa.
 
[[Yoni]] adalah landasan lingga yang melambangkan kelamin wanita. Pada permukaan yoni terdapat sebuah lubang berbentuk segi empat di bagian tengah – untuk meletakkan lingga – yang dihubungkan dengan kehadiran candi. Yoni merupakan bagian dari bangunan suci dan ditempatkan di bagian tengah ruangan suatu bangunan suci. Yoni biasanya dipergunakan sebagai dasar arca atau lingga. Yoni juga dapat ditempatkan pada ruangan induk candi seperti Candi Jawi di Jawa Timur. Berdasarkan konsep pemikiran Hindu, Yoni adalah indikator arah letak candi.<ref>{{cite web |url=http://kampusmaya.org/2010/01/18/tentang-yoni/ | title=Lingga Yoni |date=8 Oktober 2013 |access-date=2013-10-08 |archive-date=2013-12-31 |archive-url=https://web.archive.org/web/20131231062319/http://kampusmaya.org/2010/01/18/tentang-yoni/ |dead-url=yes }}</ref>.
 
Bentuk Yoni yang ditemukan di Indonesia pada umumnya berdenah bujur sangkar, sekeliling badan Yoni terdapat pelipit-pelipit, seringkalisering kali di bagian tengah badan Yoni terdapat bidang panil. Pada salah satu sisi yoni terdapat tonjolan dan laubang yang membentuk cerat. Pada penampang atas Yoni terdapat lubang berbentuk bujur sangkar yang berfungsi untuk meletakkan lingga. Pada sekeliling bagian atas yoni terdapat lekukan yang berfungsi untuk menghalangi air agar tidak tumpah pada waktu dialirkan dari puncak lingga. Dengan demikian air hanya mengalir keluar melalui cerat. Beberapa ahli mengemukakan bahwa bagian-bagian yoni secara lengkap adalah nala (cerat), Jagati, Padma, Kanthi, dan lubang untuk berdirinya lingga atau arca.
 
Sejak abad ke 8 yaitu Prasasti Canggal telah menyebutkan bahwa seorang raja mendirikan lingga dan Yoni untuk mengukuhkan kedudukannya. Di Kamboja sendiri sudah menjadi kebiasaan bagi seorang raja mendirikan lingga untuk mengukuhkan kedudukannya di atas takhta. Lingga – Yoni demikian, yang sejak Jayawarman II disebut “Dewaraja”, diberi nama yang menggambarkan perpaduan antara raja yang mendirikan dengan sang dewa yang menjadi pemujanya (Siwa).
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Stenen beelden in de vorm van een makara op de Candi Kalasan TMnr 10015966.jpg|thumbjmpl|275px|Makara berbentuk [[Naga Jawa|Naga]] di depan pintu masuk candi Kalasan.]]
=== Naga ===
[[Naga Jawa]] merupakan motif penting dalam arsitektur Jawa. Naga Jawa digambarkan sebagai sesosok mahluk sakti berbentuk ular raksasa yang tidak memiliki kaki meskipun adakala diwujudkan mempunyai kaki . Naga Jawa memakai badhog atau mahkota di atas kepalanya. Terkadang Naga Jawa digambarkan juga memakai perhiasan anting dan kalung emas.
 
[[Naga Jawa]] juga ditemui di beberapa relief candi. Naga di candi ini dinamakan ''Naga Taksaka'' yang bertugas menjaga candi. Umumnya ular naga dijadikan pola hias bentuk makara yaitu pipi tangga di kanan dan kiri tangga naik ke bangunan candi yang dibentuk sebagai badan dan kepala naga: mulut naga digambarkan terbuka lebar dan lidahnya menjulur keluar dalam wujud untaian manik-manik ataupun bentuk [[makara]] dengan naga yang menganga dengan seekor singa di dalam mulutnya. Hiasan semacam ini umum didapati di candi-candi di Jawa Tengah dan Yogyakarta. Sering pula wujud naga dipahat di bawah cerat yoni karena yoni selalu dipahat menonjol keluar dari bingkai bujur sangar sehingga perlu penyangga di bawahnya. Fungsi naga pada bangunan candi atau pada yoni tampaknya erat kaitannya dengan tugas penjagaan atau perlindungan terhadap sebuah bangunan.
 
== Lihat pula ==
* [[Arsitektur Sunda]]
* [[Arsitektur Bali]]
* [[Arsitektur Betawi]]
* [[Arsitektur Tradisional Kerinci]]
 
== Catatan kaki ==
{{reflist}}
 
[[Kategori:{{Arsitektur Jawa]]Indonesia}}
 
[[Kategori:Arsitektur Jawa| ]]
[[Kategori:Arsitektur Indonesia]]