Nama Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Nama panggilan: Pemangkasan kalimat yang tidak sinkron dengan judul subbagian
Tag: Pengembalian manual Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
DDG9912 (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
 
(24 revisi perantara oleh 11 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{for|sejarah nama negara Indonesia|Sejarah nama Indonesia}}
{{More citations needed|date=Desember 2023}}
[[Orang Indonesia]] memberikan '''nama Indonesia''' kepada anak-anak mereka dengan berbagai cara. Dengan lebih dari 17.000 pulau dan beragam [[Budaya Indonesia|budaya]] dan [[Bahasa di Indonesia|bahasa daerah]], [[Indonesia]] tidak memiliki satu aturan tertentu dalam pemberian [[nama]]. BeberapaTidak semua suku tertentu memiliki nama [[marga]] yang diturunkan dari [[orang tua]] ke anaknya. Suku-Beberapa suku lain tidak mengenal [[konsep nama keluarga]].
 
Konsep [[nama keluarga]] tidak dikenal dalam beberapa budaya Indonesia, misalnya [[budaya Jawa]]. Karena itu, sebelum dibuat regulasi pada tahun 2022 (lihat di bawah), banyak orang yang sampai saat ini hanya memiliki satu nama, yaitu [[nama pemberian]]. Apabila mereka kemudian pergi atau menetap di negara-negara yang mengharuskan setiap penduduknya untuk memiliki minimal dua nama (nama pemberian dan nama keluarga), kesulitan dapat terjadi. PemecahanPenyelesaian yang biasanya diambil adalah mengulang nama tersebut dua kali.
{{Unreferenced|date=Maret 2021}}
Orang Indonesia memberikan '''nama Indonesia''' kepada anak-anak mereka dengan berbagai cara. Dengan lebih dari 17.000 pulau dan beragam budaya dan bahasa daerah, [[Indonesia]] tidak memiliki satu aturan tertentu dalam pemberian [[nama]]. Beberapa suku tertentu memiliki nama [[marga]] yang diturunkan dari [[orang tua]] ke anaknya. Suku-suku lain tidak mengenal [[nama keluarga]].
 
Beberapa budaya lain memiliki peraturan mengenai nama keluarga atau nama marga. Dalam budaya [[Suku Batak|Batak]] dan [[Suku Minahasa|Minahasa]] misalnya, nama marga ayah diwariskan kepada anak-anaknya ([[patrilineal]]) secara turun-temurun. Dalam budaya [[SukuOrang Minangkabau|Minangkabau]], marga diwariskan dari ibu kepada anak-anaknya ([[matrilineal]]) dan pria yang sudah menikah akan diberikan gelar di belakang namanya, sedangkan untuk wanita pada umumnya tidak bergelar. [[Orang [[Arab- Indonesia|Orang Arab–Indonesia]] juga memberikan nama keluarga di belakang namanya, misalnya Hambali, Shihab, Assegaf, dsbdan sebagainya.
Konsep [[nama keluarga]] tidak dikenal dalam beberapa budaya Indonesia, misalnya [[budaya Jawa]]. Karena itu, banyak orang sampai saat ini hanya memiliki satu nama, yaitu [[nama pemberian]]. Apabila mereka kemudian pergi atau menetap di negara-negara yang mengharuskan setiap penduduknya untuk memiliki minimal dua nama (nama pemberian dan nama keluarga), kesulitan dapat terjadi. Pemecahan yang biasanya diambil adalah mengulang nama tersebut dua kali.
 
Kemudian, orang [[suku Jawa|Jawa]], [[suku Bali|Bali]], dan beberapa orang [[suku Madura|Madura]], serta [[suku Sunda|Sunda]] juga sering menggunakan nama yang berasal dari [[bahasa Sanskerta]]. Sejak kebijakan pemerintahan [[Soeharto]] pada zamanmasa [[Orde Baru]], orang-orang [[Orang Tionghoa- Indonesia|TionghoaTionghoa–Indonesia]] dilarang menggunakan [[nama Tionghoa]] dalam [[administrasi negara]]. Sehingga, mayoritas dari mereka memilki nama Indonesia di samping nama Tionghoa. Dalam nama Indonesianya, orang TionghoaTionghoa–Indonesia sering menyelipkan nama marga dan keluarganya., Beberapa contoh:misalnya Sudono Salim (marga: [[Lin (marga)|Liem]]), dan Anggodo Widjojo (marga: [[Ang (marga)|Ang]]).
Beberapa budaya lain memiliki peraturan mengenai nama keluarga atau nama marga. Dalam budaya [[Suku Batak|Batak]] dan [[Suku Minahasa|Minahasa]] misalnya, nama marga ayah diwariskan kepada anak-anaknya ([[patrilineal]]) secara turun-temurun. Dalam budaya [[Suku Minangkabau|Minangkabau]], pria yang sudah menikah akan diberikan gelar di belakang namanya, sedangkan untuk wanita pada umumnya tidak bergelar. Orang [[Arab-Indonesia]] juga memberikan nama keluarga di belakang namanya, misalnya Hambali, Shihab, Assegaf, dsb.
 
== Regulasi ==
Kemudian orang [[suku Jawa|Jawa]], [[suku Bali|Bali]], dan beberapa orang [[suku Madura|Madura]], serta [[suku Sunda|Sunda]] juga sering menggunakan nama yang berasal dari [[bahasa Sanskerta]]. Sejak kebijakan pemerintahan [[Soeharto]] pada zaman [[Orde Baru]], orang-orang [[Tionghoa-Indonesia|Tionghoa]] dilarang menggunakan nama Tionghoa dalam administrasi negara. Sehingga mayoritas dari mereka memilki nama Indonesia di samping nama Tionghoa. Dalam nama Indonesianya, orang Tionghoa sering menyelipkan nama marga dan keluarganya. Beberapa contoh: Sudono Salim (marga: Liem), Anggodo Widjojo (marga: Ang).
{{expand section|date=August 2023}}
''Peraturan [[Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia]] Nomor 73 Tahun 2022 tentang Pencatatan Nama Pada Dokumen Kependudukan'' mengatur penamaan di Indonesia. Dokumen tersebut mengharuskan nama ditulis dengan [[Alfabet Latin|aksara Latin]] dan memiliki paling sedikit dua kata dan tidak lebih dari 60 karakter, termasuk spasi. Nama yang sulit dibaca, bermakna negatif, multitafsir, disingkat, menggunakan angka dan [[tanda baca]], dan yang tercantum [[Gelar akademik|gelar pendidikan]] dan keagamaan juga dilarang.<ref>{{cite web |last=Khabibi |first=Nur |date=22 Mei 2022 |title=Simak! Ini Aturan Baru Pemberian Nama Anak, Ada Minimal Jumlah Kata |url=https://nasional.okezone.com/amp/2022/05/22/337/2598429/simak-ini-aturan-baru-pemberian-nama-anak-ada-minimal-jumlah-kata?page=1 |access-date=23 Mei 2022 |website=Okezone.com}}</ref>
 
Sebelum aturan tersebut dibuat, memang belum ada peraturan mengenai pemberian nama di Indonesia,<ref>{{cite web|url=https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20211008083947-284-704999/aturan-pemberian-nama-anak-sesuai-hukum-dan-dukcapil|title=Aturan Pemberian Nama Anak Sesuai Hukum dan Dukcapil|website=CNN Indonesia|access-date=2024-04-22}}</ref> sehingga, kadang bermunculan nama-nama yang aneh. Setidaknya, ada enam orang yang memiliki nama yang hanya berupa satu karakter, termasuk "." and "N".<ref>{{cite web|url=https://www.boombastis.com/nama-indonesia-1-huruf/57731|title=6 Orang di Indonesia yang Namanya Hanya 1 Karakter atau Huruf|website=Boombastis|date=2 Februari 2016 |access-date=23 Mei 2022}}</ref> Selain itu, "Rangga Madhipa Sutra Jiwa Cordosega Akre Askhala Mughal Ilkhanat Akbar Suhara Pi-Thariq Ziyad Syaifudin Quthuz Khoshala Sura Talenta", yang terdiri atas 132 karakter termasuk spasi, pernah menjadi nama terpanjang di Indonesia.<ref>{{cite web |last=Wibawanto |first=Pipiet |date=12 November 2021 |title=Unik! Bocah Viral dengan Nama Terpanjang di Indonesia Akhirnya Punya Akte dan KIA |url=https://daerah.sindonews.com/newsread/595695/704/unik-bocah-viral-dengan-nama-terpanjang-di-indonesia-akhirnya-punya-akte-dan-kia-1636560688 |access-date=24 Mei 2022 |website=SindoNews.com}}</ref>
 
== Nama panggilan ==
Masyarakat Indonesia memanggil satu sama lain dengan menggunakan panggilan kehormatan (menurut usia). Hingga saat ini, memanggil orang dengan [[Nama depan|nama depannya]] langsung dianggap hanya pantas dilakukan untuk memanggil orang sebaya atau yang lebih muda. Jika tidak diketahui usia lawan bicaranya, maka biasanya digunakan panggilan kehormatan untuk berjaga-jaga. Memanggil orang dengan nama belakangnya juga mulai digunakan dengan menirukan tata cara orang [[Eropa]] dan [[Amerika. Jika tidak diketahui usia lawan bicaranya, maka biasanya untuk berjaga-jaga digunakan panggilan kehormatan juga(benua)|Amerika]].
 
Untuk wanita yang jauh lebih tua, panggilan yang dipergunakan biasanya dipergunakan adalah '''Bu''', '''Ibu''', '''Bi''', '''Bibi''', '''Tante''', '''A-i''', dll'''Kak''', '''Kakak''', dan lain-lain. Untuk wanita yang sedikit lebih tua, panggilan yang umum dipergunakan adalah '''Kak''', Teh'''Tèh''' atau teteh'''Tètèh''' (Sunda), '''Mbak''' (Jawa), '''Uni''' (Minang), '''Cik''' (Melayu), '''Saudari''', dlldan lain-lain.
 
Untuk pria yang jauh lebih tua, panggilan yang dipergunakan biasanya dipergunakan adalah '''Pak''', '''Bapak''', '''Paman''', '''Om''', '''Suk''', dlldan lain-lain. Untuk pria yang sedikit lebih tua, panggilan yang umum dipergunakan adalah '''Kang''', '''Akang''', '''Aa''' (Sunda), '''Tuan''', '''Uda''' (Minang), '''Mas''' (Jawa), '''Bang''', '''Bung''', '''Kak''', '''Saudara ''', dlldan lain-lain.
 
Untuk memanggil orang yang jauh lebih muda, biasabiasanya yang digunakan adalah nama depan mereka atau nama panggilan kekeluargaan mereka. Jika nama mereka tidak diketahui, panggilan yang dipergunakan biasanya dipergunakan adalah "'''Dik''', '''Adik''', '''Saudara'''/'''Saudari"'''; '''Aa''', '''Tètèh''' (Sunda).
 
Untuk panggilan[[kata ganti]] orang ketiga, digunakan istilah "[[dia]]", dan untuk menunjukkan rasa sopan atau hormat kepada yang lebih tua, dapat menggunakan sebutan "beliau".
 
== Pembentukan nama ==
Banyak orang Indonesia memiliki tatacaratata cara penamaan yang unik, tidak seperti nama-nama [[Eropa]] yang umumnya menggunakan formulakomposisi [<nowiki/>[[nama depan]]]-[<nowiki/>[[nama tengah]]]-[<nowiki/>[[nama keluarga]]]. Nama-nama yang diberikan orang tua kepada anak-anak mereka bervariasi, tergantung dari asal pulau, suku, kebudayaan, bahasa, dan pendidikan yang diterima orang tua mereka. Masing-masing [[Kelompok etnis di Indonesia|suku bangsa di Indonesia]] biasanya memiliki cara penamaan yang spesifik dan mudah dikenali, misalnya nama-nama yang berawalan [[Su-]] atau [[Soe-]] yang hampir selalu menunjukkan sang penyandang nama berasal dari keluarga [[Suku Jawa|Jawa]] / lahir di Jawa ([[nama Jawa]]). Beberapa suku bangsa lain juga mempraktikkan pemberian nama keluarga ala negara-negara Eropa, contohnya adalah [[Margamarga Batak]].
 
Keluarga-keluarga yang menetap di kota-kota besar atau telah mendapatkan pendidikan yang berbeda dari orang tua mereka tidak jarang mengadopsi cara penamaan [nama depan]-[nama keluarga] yang menyebabkan banyaknya nama-nama keluarga baru yang bermunculan.
 
Keluarga-keluarga yang menetap di kota-kota besar atau telah mendapatkan pendidikan yang berbeda dari orang tua mereka, tidak jarang mengadopsi cara penamaan [nama depan]-[nama keluarga] yang menyebabkan banyaknya nama-nama keluarga baru yang bermunculan.
Secara umum, ada empat cara penamaan yang umumnya digunakan di Indonesia, dan contoh yang digunakan adalah keenam presiden Indonesia, yang kebetulan mewakili setiap kategori:
* Nama tunggal, seperti [[Soekarno]] dan [[Suharto]]
* Nama jamak tanpa nama keluarga, seperti [[Susilo Bambang Yudhoyono]] (ayahnya bernama <u>Raden Soekotjo</u>, namun dia mengadopsi tata nama Eropa dan menamai anak-anaknya dengan nama belakang Yudhoyono)
* Nama jamak dengan nama keluarga sebagai nama belakang, seperti [[Baharuddin Jusuf Habibie]]
* Nama jamak menggunakan sistem patronymik (lihat [[Nama#Nama patronymik]]):
** Ala Eropa: [[Megawati Soekarnoputri]] dan saudara-saudarinya yang menggunakan nama ayahnya: [[Soekarno]] diberi imbuhan -putri (atau -putra)
** Ala Timur Tengah: [[Abdurrahman Wahid]] yang menggunakan nama ayahnya: [[Wahid Hasyim]] (yang juga menggunakan nama ayahnya [[Hasyim Asyari]]). Ia juga mem'fosil'kan nama belakangnya sehingga anak-anaknya memiliki nama belakang [[Wahid]].
 
Secara umum, ada empat cara penamaan yang umumnyabiasanya digunakan di Indonesia,. danContoh contohnama yang akan digunakan adalah nama keenam [[Daftar presiden Indonesia|presiden Indonesia,]] yang kebetulan mewakili setiap kategori:.
Lihat pembahasan lebih lanjut di bawah.
* Nama tunggal, seperti [[Soekarno]] dan [[SuhartoSoeharto]].
* Nama jamak tanpa nama keluarga, seperti [[Susilo Bambang Yudhoyono]] (ayahnya bernama <u>Raden Soekotjo</u>, namun diaia mengadopsi tata nama Eropa dan menamai anak-anaknya dengan nama belakang [[Yudhoyono]]).
* Nama jamak dengan nama keluarga sebagai nama belakang, seperti [[BaharuddinB. J. Habibie|Bacharuddin Jusuf Habibie]].
* Nama jamak menggunakan sistem patronymikpatronimik (lihat [[Nama#Nama patronymikpatronimik|nama patronimik]]):
** Ala Eropa: [[Megawati Soekarnoputri]] dan saudara-saudarinya yang menggunakan nama ayahnya:, [[Soekarno]], dan diberi imbuhan -putri (atau -putra).
** Ala [[Timur Tengah]]: [[Abdurrahman Wahid]] yang menggunakan nama ayahnya:, [[Abdul Wahid Hasyim|Wahid Hasyim]] (yang juga menggunakan nama ayahnya, [[Muhammad Hasyim AsyariAsy'ari|Hasyim Asy'ari]]). Ia juga mem'fosil'kanmemberikan nama belakangnya kepada anak-anaknya sehingga anak-anaknya memiliki nama belakang [[Wahid]].
 
== Sistem penamaan ==
Hingga akhir [[abad ke-20]], kebanyakan orang Indonesia tidak memiliki nama keluarga. Biasanya anak-anak mewarisi nama ayah mereka (atau ibu mereka di kebudayaan Minangkabau). WanitaSebagian wanita yang menikahtelah sebagianmenikah mengadopsi nama suami mereka, namun tidak jarang ada yang tetap menggunakan nama belakang mereka, atau sama sekali tidak mengadopsi nama suami mereka sama sekali. Maka dari itu, sering kali suami -istri memiliki nama belakang yang berlainan.
 
Nama keluarga memiliki banyak sekali variasi. RakyatMasyarakat Sumatra[[Sumatera Utara]] memiliki nama klanmarga mereka sendiri-sendiri,. rakyatSebagian Jawamasyarakat sebagianJawa hanya memiliki nama tunggal (kadang-kadang diikuti nama ayah mereka patronymik[[patronimik]]), orang Tionghoa-IndonesiaTionghoa–Indonesia memiliki nama Tionghoa. Karena hal itulah makaitu, sistem pengurutan nama yang digunakan di Indonesia (seperti dipada [[buku telepon]]) hampir semuanya mengurutkandiurutkan nama-namasesuai berdasarkandengan nama depan orang, dan orang Indonesia terbiasa berpikir menggunakan/ mementingkan nama depan seseorang daripada nama belakang mereka — berbanding terbalik dengan negara Eropa-Amerikanegara Eropa–Amerika yang mementingkan nama belakang seseorang dan mengurutkan nama-nama berdasarkansesuai nama belakang mereka.
 
=== Nama tunggal ===
Baris 47 ⟶ 50:
* Nama ibu <u>Sukirah</u>
 
Pada [[akta kelahiran]]nya, nama sang anak akan tertulis: '''Soeharto anak Kertosudiro dan Sukirah'''. Anak yang lahir tanpa ayah hanya akan tertulis nama ibunya: '''Soeharto anak Sukirah'''. Pada rapor sekolah, namanya akan tertulis: '''Soekarno anak Soekemi'''. Pada dokumen resmi lainnya, hanya namanya yang ditulis: '''Soekarno'''.
Anak yang lahir tanpa ayah hanya akan tertulis nama ibunya: '''Soeharto anak Sukirah'''
Pada [[rapor sekolah]] namanya akan tertulis: '''Soekarno anak Soekemi'''
Pada [[dokumen resmi]] lainnya hanya namanya yang ditulis: '''Soekarno'''
 
=== Nama keluarga Tionghoa ===
Baris 58:
* Nama ibu <u>The Kwie Kie</u>
 
Pada [[akta kelahiran]]nyakelahirannya, nama sang anak akan tertulis: '''Kian Gie anak dari Kwik, Hway Gwan dan The, Kwie Kie'''; atau dapat juga semua nama ditulis lengkap: '''Kwik, Kian Gie anak dari Kwik, Hway Gwan dan The, Kwie Kie''' (antara nama kecil dan nama keluarga dipisah [[tanda koma]]). Kedua cara di atas benar, sehingga anak tersebut bernama lengkap '''Kwik Kian Gie'''.
atau dapat juga semua nama ditulis lengkap '''Kwik, Kian Gie anak dari Kwik, Hway Gwan dan The, Kwie Kie'''
(antara nama kecil dan nama keluarga dipisah tanda koma).
Kedua cara di atas benar, sehingga anak tersebut bernama lengkap '''Kwik Kian Gie'''
 
Anak yang lahir tanpa ayah hanya akan mendapat nama keluarga ibunya. Pada akta kelahirannya, nama sang anak akan tertulis: '''Kian Gie anak dari The, Kwie Kie'''; sehingga anak tersebut bernama lengkap '''The Kian Gie'''.
Pada [[akta kelahiran]]nya nama sang anak akan tertulis: '''Kian Gie anak dari The, Kwie Kie'''
Sehingga anak tersebut bernama lengkap '''The Kian Gie'''
 
=== Nama jamak tanpa nama keluarga ===
Baris 73 ⟶ 68:
* Nama ibu <u>Hatmanti</u>
 
Pada [[akta kelahiran]]nyakelahirannya, nama sang anak akan tertulis: '''Siti Hartinah anak Soemohardjo dan Hatmanti'''. Pada dokumen resmi lainnya, hanya namanya yang ditulis: '''Siti Hartinah'''.
Pada [[dokumen resmi]] lainnya hanya namanya yang ditulis: '''Siti Hartinah'''
 
=== Nama jamak dengan nama keluarga sebagai nama belakang ===
Contoh:
* Nama anak <u>BaharuddinBacharuddin Jusuf Habibie</u>
* Nama ayah <u>Alwi Abdul Jalil Habibie</u>
* Nama ibu <u>Tuti Marini Puspowardojo</u>
 
Pada [[akta kelahiran]]nyakelahirannya, nama sang anak akan tertulis: '''BaharuddinBacharuddin Jusuf Habibie anak Alwi Abdul Jalil Habibie dan Tuti Marini Puspowardojo'''. Pada dokumen resmi lainnya, hanya namanya yang ditulis: '''Bacharuddin Jusuf Habibie'''.
Pada [[dokumen resmi]] lainnya hanya namanya yang ditulis: '''Baharuddin Jusuf Habibie'''
 
=== Nama jamak menggunakan sistem patronimik ala Eropa ===
Baris 91 ⟶ 84:
* Nama ibu <u>Fatmawati</u>
 
Pada [[akta kelahiran]]nyakelahirannya, nama sang anak akan tertulis: '''Megawati Soekarnoputri anak Soekarno dan Fatmawati'''. Pada dokumen resmi lainnya, hanya namanya yang ditulis: '''Megawati Soekarnoputri'''.
Pada [[dokumen resmi]] lainnya hanya namanya yang ditulis: '''Megawati Soekarnoputri'''
 
=== Nama jamak menggunakan sistem patronimik ala Timur Tengah ===
Baris 100 ⟶ 92:
* Nama ibu <u>Sholehah</u>
 
Pada [[akta kelahiran]]nyakelahirannya, nama sang anak akan tertulis: '''Abdurrahman Wahid anak Wahid Hasyim dan Sholehah'''. Pada dokumen resmi lainnya, hanya namanya yang ditulis: '''Abdurrahman Wahid'''.
Pada [[dokumen resmi]] lainnya hanya namanya yang ditulis: '''Abdurrahman Wahid'''
 
== Pengubahan nama ==
Baris 135 ⟶ 126:
== Asal nama ==
=== Nama patronimik ===
Sistem penamaan yang umum digunakan di Eropa ini (lihat [[Nama]]) tidak populer di Indonesia. Sistem ini dalam bahasa Indonesia menambahkan nama sang ayah disertai akhiran -putra untuk anak lelaki, atau -putri untuk anak perempuan. Tokoh terkenal yang memopulerkan/memperkenalkan sistem ini adalah anak-anak mantan presiden [[Soekarno]]: [[Megawati Soekarnoputri]], [[Guntur Soekarnoputra]], [[Guruh Soekarnoputra]], [[Sukmawati Soekarnoputri]]. Mantan presiden Indonesia, Soekarno menggunakan nama-nama dari [[bahasa SansekertaSanskerta]] untuk anak-anaknya seperti: ''Putra'', ''Putri'', ''Sukma'', dll
 
=== Nama matronimik ===
Baris 177 ⟶ 168:
Nama Eropa biasanya identik dengan agama Kristen, walaupun tidak berarti semua pemilik nama bernuansa Eropa beragama Kristen.
 
=== Nama India dan SansekertaSanskerta ===
[[Berkas:Shri-symbol.svg|jmpl|'''''"Sri"''''' dalam [[aksara Dewanagari]] dari [[SansekertaSanskerta|bahasa SansekertaSanskerta]]. "Sri" merupakan kata dari bahasa SansekertaSanskerta yang berarti: kasih karunia, kemegahan, keharuman, keindahan; kekayaan, kemakmuran. Nama ini banyak ditemukan di [[Indonesia]] juga di [[India]] (Shri)]]
Nama-nama [[India]] dan [[SansekertaSanskerta]] telah lama hadir di [[Nusantara]] sejak ribuan tahun lalu, banyak nama [[orang Indonesia]] yang menggunakan nama-nama India atau Hindu (SansekertaSanskerta), meskipun tidak berarti bahwa mereka beragama Hindu. Ini karena pengaruh budaya India yang datang ke [[Nusantara]] sejak ribuan tahun yang lalu selama Indianisasi kerajaan-kerajaan Asia Tenggara (Hindu-Buddha), dan sejak itu, budaya India ini dilihat sebagai bagian dari budaya Indonesia, terutama dalam budaya Jawa, Bali, dan beberapa bagian dari Nusantara lainya. Dengan demikian, budaya Hindu atau India yang terkait di Indonesia hadir tidak hanya sebagai bagian dari agama, tetapi juga budaya. Akibatnya, adalah umum untuk menemukan orang-orang Indonesia Muslim atau Kristen dengan nama-nama yang bernuansa India atau SansekertaSanskerta. Tidak seperti nama-nama yang berasal dari bahasa SansekertaSanskerta dalam [[bahasa Thai]] dan [[Khmer]], pengucapan nama-nama SansekertaSanskerta dalam bahasa Jawa atau Indonesia mirip dengan pelafalan India asli, kecuali bahwa "v" diubah menjadi "w", contoh: "Vishnu" di India berubah menjadi "Wisnu" jika di Indonesia.
 
Nama-nama asli India yang terdapat sedikit pengaruh dari bahasa SansekertaSanskerta umumnya digunakan oleh masyarakat [[India-Indonesia]], yaitu orang keturunan India yang menetap di Indonesia. Mereka rata-rata masih menggunakan nama marga India mereka, contohnya: ''Reddiyar'', ''Reddy'', ''Pattar'', ''Pandhithar'', ''Pandit'', ''Maruthuvar'', ''Vaithyar'', ''Naiker'', ''Naidu'', ''Chettiar'', ''Pillai'', dll (untuk yang keturunan [[Suku Tamil|India Tamil]]). Untuk yang keturunan [[Suku Punjab|India Punjabi]] menggunakan nama-nama khas [[bahasa Punjabi|Punjabi]] seperti: ''Singh'', ''Dhillon'', ''Sandhu'', dll. Nama Punjabi "Singh" berasal dari [[bahasa SansekertaSanskerta]] yang berarti [[Singa]], kata "[[Singa]]" yang mengacu kepada nama hewan dalam bahasa Indonesia juga ternyata berarti berasal dari bahasa SansekertaSanskerta; ("Singh" dibaca: ''singg'').
 
Banyak nama-nama yang umum digunakan di Indonesia berasal dari [[bahasa SansekertaSanskerta]] (India) dan menggunakan nama-nama dewa atau pahlawan Hindu-India seperti: ''[[Indra]]'', ''[[Krisna]]'', ''[[Wisnu]]'', ''[[Surya]]'', ''[[Dharma]]'', ''[[Rama]]'', ''Lesmana'' (dari "[[Laksamana]]", tokoh dalam wiracarita [[Ramayana]]), ''Sudarto'' (dari "Siddharta"), ''Dewi'', ''Pertiwi'', ''Sri'' (di India: "Shri/Shree"), ''Sinta'', ''Ratna'', ''Paramitha'', dan ''Kumala''. Nama-nama lain yang berasal dari [[bahasa SansekertaSanskerta]] yang digunakan secara luas di Indonesia juga banyak ditemukan, seperti: ''[[Wibisana]]'' atau ''Wibisono'' (dari tokoh Ramayana; "Vibhisana"), ''Arya'' atau ''Aryo'', ''Subrata'', ''Aditya'', ''[[Abimanyu]]'', ''Bima'', ''Sena'', ''Satya'', ''Cakra'', ''Putri'', ''Putra'', ''Mahardhika'', ''Gatot'' atau ''Gatut'' (dari tokoh wiracarita [[Mahabharata]]: [[Gatotkaca]]), ''Perdana'' (di India: "Pradhan"), ''Prameswara'' atau ''Prameswari'', ''Pertiwi'' (dari Pritvhi), ''Dewi'' (dari Devi atau Dev), ''Wijaya'' (dari Vijay), dan lain-lain. Bahkan banyak nama-nama lembaga, istilah, motto, dan semboyan di pemerintahan Indonesia menggunakan bahasa SansekertaSanskerta, seperti pangkat jenderal di Angkatan Laut Indonesia (TNI AL), menggunakan kata "Laksamana" (dari tokoh [[Ramayana]] yang merupakan adik dari [[Rama]]). "[[Adipura|Penghargaan Adipura]]" yang merupakan penghargaan yang diberikan kepada kota-kota di seluruh Indonesia dari pemerintah pusat untuk kebersihan dan pengelolaan lingkungan juga menggunakan bahasa Sanskerta yaitu dari kata ''Adi'' (yang berarti "panutan") dan ''Pura'' (yang berarti "kota), menjadikan arti: "Kota Panutan" atau "kota yang layak menjadi contoh". Ada juga banyak motto lembaga-lembaga Indonesia yang menggunakan bahasa SansekertaSanskerta, seperti moto [[Akademi Militer]] Indonesia yang berbunyi "Adhitakarya Mahatvavirya Nagarabhakti", dan beberapa istilah-istilah lain dalam TNI juga menggunakan bahasa SansekertaSanskerta, contoh: "Adhi Makayasa", "Chandradimuka", "Tri Dharma Eka Karma", dll.
 
Nama mantan presiden Indonesia, "Susilo Bambang Yudhoyono", sebenarnya memiliki nama yang berasal dari bahasa SansekertaSanskerta. "Susilo" berasal dari ''sushila'' yang berarti "karakter baik" dan "Yudhoyono" berasal dari kata ''yudha'' yang berarti "perang" atau "pertempuran" dan ''yana'' yang berarti "sebuah kisah". Nama presiden Indonesia pertama "Soekarno" berasal dari bahasa SansekertaSanskerta ''Su'' (baik) dan ''Karna'' (seorang pejuang) di [[Mahabharata]].
 
Beberapa dari nama-nama yang berasal dari [[bahasa SansekertaSanskerta]] ini mungkin digunakan oleh keluarga [[ningrat]] atau "menak" (ningrat), khususnya di antara orang Jawa dan Sunda, dengan cara yang sama seperti beberapa nama keluarga dalam budaya barat menunjukkan garis keturunan dan bangsawan. Beberapa nama tersebut adalah seperti: ''Adiningrat'', ''Notonegoro'', ''Suryasumantri'', ''Dharmokusumo'', ''Wongsoatmodjo'', ''Natalegawa'', ''Kusumaatmadja'', ''Kartadibrata'', ''Kartapranata'', dan ''Kartasasmita''.
 
Banyak orang Indonesia menggunakan nama-nama [[SansekertaSanskerta]] yang diturunkan untuk menunjukkan posisi mereka di antara saudara kandung (urutan kelahiran). Anak pertama lahir mungkin memiliki nama Eka atau Eko (kebanyakan orang Jawa), anak kedua yang lahir mungkin diberi nama Dwi, Tri kelahiran ketiga, Catur kelahiran keempat, dan Panca atau Ponco kelahiran kelima (biasanya orang Jawa). Beberapa contoh adalah Eko Yuli Irawan, Rizky Dwi Ramadhana, Triyaningsih, dan Catur Pamungkas.
 
Selain itu di beberapa tempat, tampak sisa-sisa keturunan masyarakat [[India]] yang telah berbaur dengan masyarakat Indonesia. Nama-nama keluarga di kalangan masyarakat [[Batak Karo]], seperti ''Brahmana'', ''Pandia'', ''Gurusinga'', ''Pelawi'', ''Malayala'', ''Lingga'', ''Sinulingga'', ''Colia'', dll yang bernuansa India, menunjukkan warisan India yang telah berbaur kedalam budaya Indonesia tersebut.