Keraton Kotagede: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Perubahan kosmetika
Mosmota (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
 
(22 revisi perantara oleh 11 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Infobox building
'''Keraton Kuthagedhe''' atau '''Kotagede''' disebut Kota Besar adalah sebuah [[keraton]]/[[istana]] milik [[Kesultanan Mataram]]. Keraton ini merupakan kediaman raja sekaligus pusat wilayah [[Kesultanan Mataram]] sekitar tahun [[1588]]-[[1613]] pada masa pemerintahan [[Panembahan Senapati]], yang kemudian dikenal sebagai raja pertama dari [[Kesultanan Mataram]].
| name = Keraton Kotagede
| native_name = {{jav|ꦏꦫꦠꦺꦴꦤ꧀ꦏꦹꦛꦒꦺꦝꦺ}}<br>Karaton Kutha Gedhe
| native_name_lang = Jawa
| image = Kota Gede Jogjakarta.jpg
| caption = Kompleks kawasan Kotagede
| location = [[Kotagede, Yogyakarta|Kotagede]], [[Kota Yogyakarta|Yogyakarta]], [[Daerah Istimewa Yogyakarta]]
| location_country = [[Indonesia]]
| architect =
| owner = [[Kesultanan Mataram]]
| building_type = [[Keraton]] {{small|(telah hancur)}}
| client =
| current_tenants =
| engineer =
| construction_start_date = abad ke-16
| date_demolished =
| style = [[Arsitektur Jawa]]
| size =
| coordinates =
| map_type =
| embedded = {{Infobox cagar budaya|child=yes
| Name = Kawasan Kotagede
| Location = [[Kotagede, Yogyakarta|Kotagede]], [[Kota Yogyakarta|Yogyakarta]]
| Criteria = Kawasan
| management = BPCB Yogyakarta
| Year = {{bulleted list|15 Agustus 2011}}
| Session = {{bulleted list|SK Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta No. 186/KEP/2011}}
| Link = https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbyogyakarta/kawasan-cagar-budaya-kotagede/
| map_location = Yogyakarta#Indonesia Java
| map_caption = Peta lokasi {{PAGENAME}}
| coordinates = {{coord|7|49|41.88|S|110|23|59.29|E|display=inline}}
}}
}}
'''Keraton Kotagede''' ({{lang-jv|ꦏꦫꦠꦺꦴꦤ꧀ꦏꦹꦛꦒꦼꦝꦺ|karaton kutha gêdhé}}) adalah sebuah [[keraton]] yang sekarang terletak di wilayah administratif [[Kota Yogyakarta|Yogyakarta]], di kawasan yang kini disebut [[Kotagede, Yogyakarta|Kotagede]]. Kotagede juga merupakan ibu kota pertama dari [[Kesultanan Mataram]] sekitar tahun [[1586]]–[[1613]]. Kini, peninggalan yang tersisa dari situs ini adalah reruntuhan beberapa bangunan kerajaan, yaitu: benteng, pasar, masjid dan pemakaman.
 
== Etimologi ==
Nama "Kotagede" berasal dari [[bahasa Jawa]] (ꦏꦸꦛ: kutha) dan (ꦒꦺꦝꦺ: gêdhé), yang berarti "Benteng Besar", karena pembangunan benteng besar baluwarti dan benteng cepuri yang mengelilingi wilayah kota tersebut, oleh [[Panembahan Senapati]] dimaknai sebagai pertanda ''madeg mardika'', menjadi sebuah kota yang besar.
 
Jadi ''kutha'' awalnya mengacu pada benteng atau tembok istana, untuk merujuk sebagai benteng pertahanan. Benteng Baluwarti sebagai benteng besar, di sebelah timur benteng menjadi toponim kampung Baluwarti dan benteng Cepuri dulunya mengitari lokasi kedaton ini, yang sekarang menjadi toponim kampung Dalem Kotagede. Kotagede bukan berarti diartikan sebagai big city dalam pengertian modern sekarang ini, yang sudah mengalami perkembangan makna.
 
== Sejarah ==
[[Berkas:Cepuri.JPG|thumb|kanan|Reruntuhan tembok bagian dalam Kutagede.]]
Ditinjau dari namanya ({{lang-jv|ꦏꦸꦛꦒꦼꦝꦺ}}; ''Kuthagêdhe'', berarti Kota Besar) awalnya berupa desa kecil yang didirikan [[Ki Ageng Pamanahan]] di [[alas mentaok]] di bawah kekuasaan [[Kesultanan Pajang]] dan perlahan-lahan desa tersebut semakin berkembang. Setelah [[Ki Ageng Pamanahan]] wafat, beliau digantikan oleh putranya yaitu [[Panembahan Senapati]]. Di bawah kepemimpinannya desa itu tumbuh dan terus mengalami perkembangan dengan pesat sehingga berubah menjadi sebuah kota yang sangat ramai dan makmur, hingga disebut Kutha Gedhe atau kota yang besar. Dalam kiprahnya sebagai pemimpin, [[Panembahan Senapati]] juga membangun benteng dalam (cepuri) yang cakupannya mengelilingi keraton dan juga dibangun benteng luar (baluwarti) yang mengelilingi wilayah kota seluas sekitar 200 Ha.
Menjelang berakhirnya kekuasaan [[Kesultanan Pajang]], seorang raja Jawa yang bernama [[Panembahan Senapati]] menaklukkan wilayah yang cukup luas di sekitar pulau Jawa. Kuta Gede sebelumnya didirikan terlebih dahulu oleh [[Ki Ageng Pamanahan|Ki Gede Mataram]] (ayah Senapati) di hutan yang bernama Mentaok, di sebelah timur [[Sungai Gajah Wong]]. Selama seperempat terakhir abad ke-16, Sultan Adiwijaya dari Pajang, menghadiahkan hutan Mentaok kepada Ki Ageng Pamanahan (yang disebut juga sebagai Ki Gede Mataram), atas keberhasilannya memenangkan sayembara melawan pemberontakan di [[Kesultanan Pajang]]. Ki Gede Mataram memulai membuka hutan Mentaok menjadi pemukiman yang ramai kemudian pembangunannya dilanjutkan oleh putranya, Panembahan Senapati yang juga merupakan anak angkat Adiwijaya. Sebuah kota didirikan dan diberi nama Kuta Gede yang kemudian setelah runtuhnya Pajang menjadi ibu kota [[Kesultanan Mataram]].{{sfn|Sansota, Revianto Budi|2007|p=4}}
 
Setelah Ki Gede Mataram wafat pada tahun 1575, Panembahan Senapati diangkat sebagai adipati Mataram.<ref name="malang">Papan informasi Pos Malang Kotagede</ref> Ia memperluas wilayahnya dengan menaklukkan beberapa bagian utama Jawa. Ketika Mataram memperoleh kemerdekaan wilayah Kuta Gede menjadi ibu kota Mataram dan keraton pertama yang didirikan oleh Panembahan Senapati. Selama waktu tersebut Kuta Gede dibentengi dengan tembok besar. Tembok barat dibangun di sepanjang Sungai Gajah Wong, dialirkan untuk mengairi parit di tiga sisi benteng lainnya.{{sfn|Sansota, Revianto Budi|2007|pp=4-5}}
Sementara itu, di [[Kesultanan Pajang]] terjadi perebutan takhta setelah [[Sultan Hadiwijaya]] wafat. Putra mahkota yang bernama [[Pangeran Benawa]] disingkirkan oleh [[Arya Pangiri]]. [[Pangeran Benawa]] lalu meminta bantuan [[Panembahan Senapati]] karena pemerintahan [[Arya Pangiri]] dinilai tidak adil dan merugikan rakyat Pajang. Perang pun terjadi. Arya Pangiri berhasil ditaklukkan namun nyawanya diampuni oleh [[Panembahan Senapati]]. [[Pangeran Benawa]] lalu menawarkan takhta [[Pajang]] kepada [[Panembahan Senapati]] namun ditolak dengan halus. Setahun kemudian Pangeran Benawa wafat namun ia sempat berpesan agar [[Pajang]] dipimpin oleh [[Panembahan Senapati]]. Sejak itu [[Panembahan Senapati]] menjadi raja pertama di [[Kesultanan Mataram]] yang bergelar ''Senapati-hing-Ngalaga''. Beliau tidak mau memakai gelar Sultan karena untuk menghormati [[Sultan Hadiwijaya]] dan [[Pangeran Benawa]]. Kemudian Mataram menjadi kerajaan otonom (lepas dari Pajang) dengan pusat pemerintahan dan istananya terletak di Kuthagedhe.
 
[[Anyakrawati|Susuhunan Anyakrawati]] menggantikan Senapati pada tahun 1601. Selama 12 tahun pemerintahannya, ia melakukan beberapa proyek konstruksi di dalam keraton dan daerah sekitarnya, bangunan terpenting yang ia bangun di Kuta Gede adalah Prabayeksa. Arkeolog Willem Frederik Stutterheim mencatat pentingnya bangunan pusat ini sejak pra-Islam. Nama ini mengacu pada sebuah bangunan kayu raksasa yang tertutup sepenuhnya dan berfungsi sebagai tempat suci bagian dalam dari tempat tinggal raja, di mana sebagian besar pusaka dan senjata keraton disimpan. Sunan Anyakrawati juga memprakarsai pembangunan sejumlah taman untuk berburu.
Selanjutnya [[Panembahan Senapati]] memperluas wilayah kekuasaan [[Kesultanan Mataram]] hingga ke [[Pati]], [[Madiun]], [[Kediri]], dan [[Pasuruan]]. Panembahan Senapati wafat pada tahun 1601 dan dimakamkan di Kotagede berdekatan dengan makam ayahnya. Pada tahun 1613, [[Sultan Agung]] (cucu Panembahan Senapati) memindahkan pusat kraton Mataram dari [[Kraton Kuthagedhe|Kuthagedhe]] ke [[Karta]] dan berakhirlah era Kuthagedhe sebagai pusat kerajaan Mataram Islam.<ref>{{cite news|url=https://www.yogyes.com/id/yogyakarta-tourism-object/pilgrimage-sites/kotagede/|title=Kotagede Saksi Bisu Berdirinya Kerajaan Mataram Islam (Abad ke-16)'|date=16 September 2018|accessdate=28 Agustus 2019|language=Indonesia}}</ref>
 
Penerus takhta Anyakrawati adalah [[Anyakrakusuma]] yang lebih dikenal sebagai Susuhunan Agung atau Sultan Agung. Ia membawa Mataram pada puncak kejayaannya. Namun, Sultan Agung memutuskan untuk meninggalkan Kuta Gede dan memindahkan pusat ibu kota Mataram ke suatu tempat yang disebut [[Karta, Mataram|Karta]], sekitar 5&nbsp;km selatan dari Kuta Gede.
 
Tidak seperti banyak daerah lain di Jawa, pasca peristiwa Palihan Nagari beberapa tanah leluhur termasuk Kuta Gede tidak dapat dibagi kepada pihak manapun karena dianggap sebagai semacam pusaka daripada wilayah tersebut. Makam dan masjid dijaga oleh abdi dalem dari kedua pihak, Surakarta dan Yogyakarta dan tanah sekitarnya ditugaskan sebagai apanase untuk menopang kehidupan para abdi dalem tersebut. Sekarang ini, Kuta Gede pada prinsipnya menjadi situs ziarah dengan pemakaman dan situs-situs lain yang terkait dengan titik awal berdirinya Kesultanan Mataram.{{sfn|Sansota, Revianto Budi|2007|p=11}}
 
== Peninggalan ==
Tata letak Kuta Gede memiliki konsep perpaduan Islam dan zaman pra-Islam: empat konfigurasi [[masjid]]-[[keraton]]-[[pasar]]-[[alun-alun]] yang disebut ''catur gatra tunggal'', yang dikelilingi oleh benteng pertahanan: cepuri (benteng dalam) dan baluwarti (benteng luar).<ref name="ghn">{{cite web |url=|title=Kotagede Site Conservation Assessment |publisher=GlobalHeritage Fund 2011 |access-date=4 Juli 2021}}</ref> Pasar dan alun-alun terutama merupakan ruang terbuka, sedangkan Masjid dan Keraton merupakan kompleks berdinding yang masing-masing berisi banyak bangunan.{{sfn|Sansota, Revianto Budi|2007|p=12}}
* Pasar Kotagede
Tata kota kerajaan Jawa biasanya menempatkan keraton, alun-alun dan pasar dalam poros selatan-utara. Kitab [[Nagarakertagama]] yang ditulis pada masa Kerajaan [[Majapahit]] (abad ke-14) menyebutkan bahwa pola ini sudah digunakan pada masa itu. Pasar tradisional yang sudah ada sejak jaman [[Panembahan Senapati]] masih aktif hingga kini. Setiap pagi legi dalam kalender Jawa, penjual, pembeli, dan barang dagangan tumpah ruah di pasar ini. Bangunannya memang sudah direhabilitasi, namun posisinya tidak berubah.
* Kompleks Makam Pendiri Mataram
Berjalan 100 meter ke arah selatan dari Pasar Kotagede, terdapat kompleks pemakaman (pasarean) para pendiri kerajaan Mataram Islam yang dikelilingi tembok yang tinggi dan kokoh. Gapura ke kompleks makam ini memiliki ciri arsitektur Hindu. Setiap gapura memiliki pintu kayu yang tebal dan dihiasi ukiran. Pasarean ini dijaga oleh abdi dalem kraton selama 24 jam sehari. Raja-raja yang dimakamkan di sini meliputi [[Sultan Hadiwijaya]], [[Ki Ageng Pamanahan]], [[Panembahan Senapati]], dan keluarganya.
* Masjid Agung Kotagede
Masjid Agung Kotagede, merupakan masjid tertua di Yogyakarta yang masih berada di kompleks makam.
 
Tersisa sedikit peninggalan fisik daripada bangunan Kuta Gede. Bagian-bagian yang bertahan termasuk masjid gede, pemakaman raja (leluhur Mataram) dan beberapa bagian dinding asli.{{sfn|Sansota, Revianto Budi|2007|p=12}} Masjid Gede dan pemakaman raja sekarang terletak di daerah yang disebut Dondongan.
* Rumah Tradisional
Diseberang jalan depan kompleks makam, terdapat sebuah rumah tradisional Jawa. 50 meter ke arah selatan, akan terlihat sebuah gapura tembok dengan rongga yang rendah dan plakat yang yang bertuliskan "cagar budaya". Di sana terdapat rumah-rumah tradisional Kotagede yang masih terawat baik dan benar-benar berfungsi sebagai rumah tinggal.
 
=== Keraton (istana) ===
* Kedhaton
Keraton (ꦏꦫꦠꦺꦴꦤ꧀: karaton), atau "istana raja", diperkirakan situs ini ada pada tahun 1509.<ref name="infogen">Bilah informasi dari Hastono Suprapto</ref> Saat ini, peninggalan yang tersisa dari keraton ini yaitu tiga batu, masing-masing disebut watu gilang ("batu berkilau"), watu gateng ("permainan lempar batu"), dan watu gentong ("batu gentong air"). Saat ini, batu-batu itu dilindungi di dalam sebuah bangunan kecil yang terletak di tengah jalan dan dikelilingi oleh tiga pohon beringin.<ref name="infogen"/>
Berjalan ke selatan, Anda akan nampak 3 Pohon Beringin berada tepat di tengah jalan. Di tengahnya ada bangunan kecil yang menyimpan "watu gilang", sebuah batu hitam berbentuk bujur sangkar permukaannya terdapat tulisan yang disusun membentuk lingkaran: ITA MOVENTUR MUNDU S - AINSI VA LE MONDE - Z00 GAAT DE WERELD - COSI VAN IL MONDO. Di luar lingkaran itu terdapat tulisan AD ATERN AM MEMORIAM INFELICS - IN FORTUNA CONSOERTES DIGNI VALETE QUIDSTPERIS INSANI VIDETE IGNARI ET RIDETE, CONTEMNITE VOS CONSTEMTU - IGM (In Glorium Maximam).
 
Watu gilang (batu gilang) adalah lempengan batu hitam berbentuk persegi yang diyakini sebagai sarana tempat [[Panembahan Senapati]] beristirahat. Terdapat tulisan melingkar di atas batu tersubut, adalah: "Menggerakan Dunia", tertulis masing-masing dalam bahasa Latin, Prancis, Belanda, dan Italia: Ita movetur Mundus - Ainsi va le Monde - Zoo gaat de wereld - Cosi va il Mondo. Di bagian luar, kata Latin di dalam lingkaran tertulis: AD ATERN AMMEMORIAM INFELICS - IN FORTUNA CONSOERTES DIGNI VALETE QUIDSTPERIS INSANI VIDETE IGNARI ET RIDETE, CONTEMNITE VOS CONSTEMTU - IGM (In Glorium Maximam).<ref name="oxford">{{cite book |last=van der Aa |first=A.J. |title=Nederlands Oost-Indië: of, Beschrijving der Nederlandsche bezittingen in Oost-Indië |volume=4|year=1857 |publisher=Schleijer |location=Oxford University |page=178}}</ref>
Dalam bangunan itu juga terdapat "watu cantheng", tiga bola yang terbuat dari batu berwarna kekuning-kuningan. Masyarakat setempat menduga bahwa "bola" batu itu adalah mainan putra [[Panembahan Senapati]]. Namun tidak tertutup kemungkinan bahwa benda itu sebenarnya merupakan peluru meriam kuno.
 
Watu gateng (batu gateng) adalah tiga bola batu berwarna kuning pucat dengan ukuran berbeda yang diletakkan di atas lempengan batu. Bola-bola tersebut dipercaya oleh masyarakat sekitar sebagai batu loncatan Raden Rangga, putra Senapati. Sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa batu tersebut adalah bola meriam.<ref name="kotagedeyes">{{cite web |url=http://www.yogyes.com/en/yogyakarta-tourism-object/historic-and-heritage-sight/kotagede/ |title=Kotagede - Witness of the Rise of Islamic Mataram Kingdom (16th Century) |author=<!--Staff writer(s); no by-line.--> |website=Yogyes |publisher=Yogyes |access-date=16 Juli 2021}}</ref>
* Reruntuhan Benteng
 
[[Panembahan Senapati]] membangun benteng dalam (cepuri) lengkap dengan parit pertahanan di sekeliling [[keraton]], luasnya kira-kira 400 x 400 meter. Reruntuhan benteng yang asli masih bisa dilihat di pojok barat daya dan tenggara. Temboknya setebal 4 kaki terbuat dari balok batu berukuran besar. Sedangkan sisa parit pertahanan bisa dilihat di sisi timur, selatan, dan barat.
Watu gentong (batu gentong) dipercaya sebagai batu untuk menampung air yang digunakan untuk wudhu menunaikan [[shalat]]. Digunakan oleh penasehat Panembahan Senapati: Ki Juru Martani dan Ki Ageng Giring.<ref name="infogen"/>
 
=== Masjid Gede (Masjid Agung) ===
[[Berkas:Masjid Mataram Kotagede.jpg|thumb|kiri|Kawasan Masjid Gede]]
Masjid Gede adalah salah satu peninggalan monumental [[Kesultanan Mataram]], sekarang disebut sebagai Masjid Gede Mataram. Masjid ini pertama kali didirikan pada tahun 1575, tahun wafatnya [[Ki Ageng Pamanahan]]. Pembangunan kembali dilakukan pada masa pemerintahan [[Sultan Agung]] untuk menjaga situs leluhurnya. Susuhunan Surakarta dan Sultan Yogyakarta juga melakukan beberapa rekontruksi di kemudian hari. Pembangunan besar-besaran terakhir dilakukan pada tahun 1926 di bawah perintah [[Pakubuwana X|Susuhunan Paku Buwana X]] karena masjid ini sempat terbakar.{{sfn|Sansota, Revianto Budi|2007|pp=32-9}}
 
Masjid ini dibangun dengan arsitektur Jawa limasan. Terdiri dari sepasang bangunan: aula utama dan aula depan yang biasa disebut serambi. Ruang salat merupakan bangunan berdinding polos yang tebal, sedangkan serambi merupakan bangunan semi-serambi yang menyerupai serambi. Di sekeliling serambi terdapat parit untuk mencelupkan kaki atau membersihkan hadas kecil sebelum mencapai serambi, yang secara simbolis menyucikan apa pun yang masuk ke dalam masjid.
 
Masjid ini terletak tepat di sebelah timur pemakaman raja. Kawasan masjid adalah halaman yang luas dan terdapat pohon sawo kecik yang rindang, dua bangunan utama menutupi kurang dari sepersepuluh dari seluruh kawasan.{{sfn|Sansota, Revianto Budi|2007|p=12}}
 
Sebuah gerbang pemisah masjid dan kompleks pemakaman, sebelum gapura disebut kompleks Sendang Seliran.<ref name="astana"/>
 
=== Pasarean (Pemakaman) ===
Tempat pemakaman para leluhur Mataram sering disebut dengan [[Pasarean Mataram]] atau Astana Kita Ageng (dalam bahasa Jawa).<ref name="astana">Papan informasi di Masjid Gede, dekat pintu masuk Astana Kita Ageng.</ref> Lokasinya terletak di sebelah barat Masjid Gede. Pemakaman ini adalah bagian paling utuh dari peninggalan Kuta Gede. Babad menyebutkan bahwa [[Ki Gede Mataram]], ayah Senapati dimakamkan di sebelah barat masjid dan Senapati sendiri dimakamkan di selatan masjid, searah kaki ayahnya.{{sfn|Sansota, Revianto Budi|2007|p=6}} Orang penting lainnya yang dimakamkan di pemakaman ini adalah [[Sultan Adiwijaya]]. Pemakaman ini dijaga dan dirawat oleh juru kunci dari dua abdi dalem Kesunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta. Portal ke pemakaman memiliki gaya arsitektur pra-Islam, masing-masing portal berisi pegangan kayu tebal yang dihiasi dengan ukiran. Makam bertembok bukan sebagai perlindungan fisik kuburan, melainkan pemisah makam dari orang-orang yang masih hidup.{{sfn|Sansota, Revianto Budi|2007|p=6}}
 
=== Alun-alun ===
Alun-alun merupakan lapangan terbuka, namun, sekarang tidak ada peninggalan yang tersisa dari alun-alun Kuta Gede. Sebuah kampung yang sekarang disebut "Alun-alun" terletak di selatan pasar, tepat di depan masjid gede, menandakan di mana bekas alun-alun Kuta Gede berada. Salah satu kampung yang disebut sebagai Cakrayudhan atau kadang ditulis Cokroyudan, terletak di bekas alun-alun Kuta Gede. Kompleks bekas alun-alun tersebut kini telah ditetapkan sebagai kawasan cagar budaya dengan nama "Kampung Pusaka Alun-alun Cokroyudan".{{sfn|Sansota, Revianto Budi|2007|p=12}}
 
=== Pasar ===
Pasar Gede terletak di tengah kota, di persimpangan empat jalan utama. Dianggap sebagai bagian penting dari kota, Pasar Gede juga dikenal sebagai ''Sargede'' atau ''Sarde''. Sejak zaman Pajang, Panembahan Senapati diberi gelar oleh [[Sultan Adiwijaya]] ayah angkatnya, sebagai Raden Ngabehi Salering Peken (Raden Ngabehi Loring Pasar), "Pangeran dari Utara Pasar", keberadaan pasar ini diperkirakan setua usianya.{{sfn|Sansota, Revianto Budi|2007|p=20}}
 
Legi, hari pasaran dalam [[kalender Jawa]], adalah hari pasar untuk Pasar Gede, sehingga pasar ini juga dikenal sebagai ''Pasar Legi'' atau ''Sarlegi''. Pasar Legi selalu diadakan di hari pasaran Legi.{{sfn|Sansota, Revianto Budi|2007|p=20}}
 
=== Benteng ===
Panembahan Senapati membangun tembok dalam (benteng cepuri) pada tahun 1507-1516 lengkap dengan parit di sekeliling keraton. Dinding bagian dalam ini menutupi area seluas kurang lebih 400x400 meter. Reruntuhan tersebut masih bisa disaksikan di sudut barat daya dan tenggara. Temboknya setebal 4 kaki dan terbuat dari balok batu. Parit dapat dilihat di sebelah timur, selatan, dan barat.<ref name="kotagedeyes"/> Benteng cepuri terletak di Kel. Purbayan, Kec. Kotagede, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta.
 
Tembok luar (benteng baluwarti) terletak di sebelah selatan situs watu gilang. Reruntuhan batu bata sepanjang 50 meter dengan sisa-sisa parit. Benteng Baluwarti merupakan benteng terluar yang mengelilingi Keraton. Dahulu di sekeliling tembok Benteng Baluwarti terdapat jagang atau parit dalam yang berfungsi sebagai saluran air sekaligus juga sebagai sarana keamanan. Ada dua buah parit di sekeliling benteng, yaitu Jagang Jero di sisi dalam dan Jagang Jaba di sisi luar.
 
Bokong Semar adalah sebutan untuk sisa-sisa sudut tenggara benteng. Ini adalah benteng melingkar, nama Bokong Semar terinspirasi dari bentuk benteng yang bulat melingkar seperti bokong Semar.
 
== Lihat pula ==
* [[KesultananKeraton MataramKarta]]
* [[KasunananKeraton KartasuraPlered]]
* [[KasunananKeraton SurakartaKartasura]]
 
* [[Kesultanan Yogyakarta]]
== Catatan kaki ==
* [[Kadipaten Mangkunegaran]]
{{Reflist|33em}}
* [[Kadipaten Pakualaman]]
 
== PranalaReferensi ==
{{reflistRefbegin}}
* Mook, H.J van, (1958) ''Kuta Gede before the Reorganization'' in 'The Indonesian Town/Studies in Urban Sociology', The Hague: W. van Hoeve
*{{cite book|author=Sansota, Revianto Budi|title=Kotagede: Life Between Walls|year=2007|publisher=Gramedia Pustaka Utama|isbn=9789792225471|ref={{sfnref|Sansota, Revianto Budi|2007}}|url-status=live}}
*[http://www.jogjatrip.com/en/1386/kotagede-the-islamic-mataram-capital/ Kotagede as Islamic Mataram Capital] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20170630194139/http://www.jogjatrip.com/en/1386/kotagede-the-islamic-mataram-capital/ |date=2017-06-30 }}
{{refend}}
 
[[Kategori:Keraton]]
[[Kategori:Kesultanan Mataram]]
[[Kategori:Istana Kesultanandi Indonesia|Keraton KuthagedheKutagede]]