Tionghoa Padang: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Rahmatdenas (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan |
Rahmatdenas (bicara | kontrib) |
||
(31 revisi perantara oleh 11 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{ethnic group
| group = Tionghoa Padang<br/>
| image = [[Berkas:Foto Kelenteng oleh Denas.jpg|268px]]
| image_caption = [[Kelenteng See Hien Kiong]].
Baris 8:
| religions = [[Agama tradisional Tionghoa]], [[Kristen]], [[Islam]]
}}
'''Tionghoa Padang'''
Tidak ada catatan pasti kapan orang Tionghoa pertama tiba ke Padang. Diperkirakan orang Tionghoa mulai datang sejak perusahaan dagang Belanda [[Vereenigde Oostindische Compagnie]] (VOC) mendirikan markasnya di Padang pada abad ke-17.{{sfnp|Freek Colombijn|1994|pp=[https://books.google.co.id/books?id=8bfZAAAAMAAJ&q=%22Padang+has+an+old+Chinese+community+and+Chinese+were+among%22&dq=%22Padang+has+an+old+Chinese+community+and+Chinese+were+among%22&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwjr0oK498_oAhXNdCsKHckTAzQQ6AEIKDAA 55a]|ps=: "''Padang has an old Chinese community and Chinese were among the first permanent inhabitants of Padang, arriving soon after the establishment of the VOC trading post.''"}}{{sfnp|Christine Dobbin|2016|pp=[https://books.google.co.id/books?id=JzR6DQAAQBAJ&pg=PT153&dq=%22Batavian+Chinese,+possibly+moving+*%22&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwiR5-uF3LroAhVBWysKHSb1AewQ6AEIKDAA#v=onepage&q=%22Batavian%20Chinese%2C%20possibly%20moving%20*%22&f=false 135a]|ps=: "''Almost immediately after the establishment of the Dutch factory at Padang some Chinese must have settled there as agents for Batavian Chinese, possibly moving south from Pariaman. In 1673 there are reports of a Chinese 'Nakoda Banten' living at Padang in his own house, and other Chinese were also settled there performing services for company officials as they did at Batavia.''"}} Pada
▲'''Tionghoa Padang''' atau '''Cina Padang''' adalah masyarakat keturunan [[Tionghoa-Indonesia|Tionghoa]] yang tinggal di [[Kota Padang]], [[Sumatra Barat]], [[Indonesia]]. Tionghoa Padang merupakan salah satu dari berbagai etnis yang menghuni Padang selain [[orang Minangkabau]], [[Suku Jawa|Jawa]], [[Suku Batak|Batak]], [[Suku Nias|Nias]], [[Suku Melayu|Melayu]], [[Suku Sunda|Sunda]], dan [[Suku Mentawai|Mentawai]].{{sfnp|Riniwaty Makmur|2018|pp=16}} Mereka setidaknya telah tinggal selama delapan generasi di Padang.{{sfn|Rahmat Irfan Denas|11 Februari 2021}} Kebanyakan mereka bekerja sebagai pedagang. Permukiman orang Tionghoa Padang terkonsentrasi di daerah [[Belakang Pondok, Padang Selatan, Padang|Pondok]] dan sekitarnya di wilayah [[Padang Selatan, Padang|Kecamatan Padang Selatan]] yang dikenal sebagai ''Kampuang Cino'' (bahasa Indonesia: Kampung Cina).{{sfnp|Mardanas Safwan|1987|pp=15}}{{sfnp|Riniwaty Makmur, dkk|2018|pp=135}}
▲Tidak ada catatan pasti kapan orang Tionghoa pertama tiba ke Padang. Diperkirakan orang Tionghoa mulai datang sejak perusahaan dagang Belanda [[Vereenigde Oostindische Compagnie]] (VOC) mendirikan markasnya di Padang pada abad ke-17.{{sfnp|Freek Colombijn|1994|pp=[https://books.google.co.id/books?id=8bfZAAAAMAAJ&q=%22Padang+has+an+old+Chinese+community+and+Chinese+were+among%22&dq=%22Padang+has+an+old+Chinese+community+and+Chinese+were+among%22&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwjr0oK498_oAhXNdCsKHckTAzQQ6AEIKDAA 55a]|ps=: "''Padang has an old Chinese community and Chinese were among the first permanent inhabitants of Padang, arriving soon after the establishment of the VOC trading post.''"}}{{sfnp|Christine Dobbin|2016|pp=[https://books.google.co.id/books?id=JzR6DQAAQBAJ&pg=PT153&dq=%22Batavian+Chinese,+possibly+moving+*%22&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwiR5-uF3LroAhVBWysKHSb1AewQ6AEIKDAA#v=onepage&q=%22Batavian%20Chinese%2C%20possibly%20moving%20*%22&f=false 135a]|ps=: "''Almost immediately after the establishment of the Dutch factory at Padang some Chinese must have settled there as agents for Batavian Chinese, possibly moving south from Pariaman. In 1673 there are reports of a Chinese 'Nakoda Banten' living at Padang in his own house, and other Chinese were also settled there performing services for company officials as they did at Batavia.''"}} Pada tahun 2000, populasi orang Tionghoa Padang pernah menjadi nomor tiga terbesar sesudah Minang dan Jawa dengan persentase 1,90% dari populasi kota. Namun, sesudah [[Gempa bumi Sumatra Barat 2009|gempa bumi pada 2009]], banyak dari mereka yang meninggalkan Padang dan pindah ke luar wilayah Sumatra Barat.{{sfnp|Rahmi Surya Dewi|2018|pp=28}} Menurut data [[Badan Pusat Statistik]] (BPS) pada tahun 2010, persentasi orang Tionghoa Padang tinggal 1,1% dari populasi kota atau sebanyak 9.498 jiwa, nomor empat sesudah Minang, Jawa, dan Batak.{{sfnp|Riniwaty Makmur|2018|pp=16}} Pada 2016, populasi Tionghoa Padang berjumlah sekitar 12.000 orang.{{sfn|Rusli & Rois|2020}}
Orang Tionghoa Padang telah beradaptasi dengan [[budaya Minangkabau]]. Bahkan, generasi orang Tionghoa Padang kini banyak yang tidak bisa bercakap dalam rumpun bahasa Tionghoa karena mereka telah berasimilasi dengan masyarakat Minangkabau. Bahasa yang mereka pertuturkan dikenal sebagai bahasa Minang Pondok.{{sfnp|Riniwaty Makmur, dkk|2018|pp=138-139}} Meskipun demikian, mereka tidak meninggalkan adat dan tradisi mereka. Lewat perkumpulan sosial, budaya, dan kematian [[Himpunan Tjinta Teman]] (HTT) dan [[Himpunan Bersatu Teguh]] (HBT) yang sudah berdiri sejak abad ke-19, eksistensi adat dan tradisi orang Tionghoa tetap terjaga di tengah masyarakat Kota Padang hingga kini.{{sfnp|Erniwati|2007|pp=190|ps=: "''Kedua perkumpulan ini berperan besar dalam menjaga budaya dan adat istiadat leluhur meskipun untuk saat ini genrasi muda kehilangan maknanya. Namun keberadaan kedua perkumpulan ini juga seakan-akan membagi etnis Cina Padang atas dua kelompok.''"}}{{sfnp|Riniwaty Makmur|2018|pp=56}}{{sfnp|Kompas.com|5 Februari 2008}}
Baris 17 ⟶ 16:
== Sejarah ==
=== Kedatangan awal ===
Seperti di daerah lainnya di [[Nusantara]], keberadaan orang Tionghoa di Padang tidak lepas dari fenomena diaspora atau keluarnya orang Tionghoa dari tanah kelahiran mereka untuk tujuan perdagangan. Walaupun tidak ada catatan pasti kapan orang Tionghoa pertama tiba di Padang, mereka diperkirakan telah tiba di [[Pesisir Barat Sumatra|pantai barat Sumatra]] pada abad ke-17, mendahului kedatangan bangsa Belanda dan Inggris. Mereka datang dari [[Banten]], yang kala itu menjadi pusat perdagangan di Nusantara.{{sfnp|Christine Dobbin|2016|pp=[https://books.google.co.id/books?id=JzR6DQAAQBAJ&pg=PT152&dq=Islamic+Revivalism+%22before+the+dutch+and+the+english%22&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwio7aK-1broAhWYF3IKHbP8AEEQ6AEIKDAA#v=onepage&q=Islamic%20Revivalism%20%22before%20the%20dutch%20and%20the%20english%22&f=false 134]|ps=: "''Before the Dutch and the English came to Sumatra for pepper, Chinese pepper traders had been visiting west Sumatra from their commercial base at Banten.''"}} Pada
Pada
Orang Tionghoa di Padang diperkirakan merupakan mereka yang sebelumnya menetap di Pariaman. Pada
=== Menjadi mitra datang Belanda ===
[[Berkas:COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Handelskade_Padang_TMnr_60038892.jpg|jmpl|270x270px|Sejak kedatangan Belanda di bawah bendera VOC, Padang makin berkembang menjadi pelabuhan yang ramai.]]
Seiring waktu, orang Tionghoa mulai memegang pengaruh dalam perniagaan di Padang. Mereka menjalin hubungan kerja sama dengan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC), perusahaan dagang Belanda. Hubungan mereka kian lama kian erat karena adanya keuntungan yang sama-sama diperoleh. VOC yang tidak memiliki banyak pegawai di Padang memberi hak kepada pihak swasta untuk memungut pajak impor dan ekspor. Banyak di antara pihak swasta yang mendapat hak ini adalah orang Tionghoa. Pada
Pada awal abad ke-19, orang Tionghoa di Padang telah melibatkan diri dalam perniagaan luar negeri, terutama dengan kawasan selat seperti [[Penang]], [[Malaka]], dan [[Singapura]]. Hal ini disebabkan oleh kebijakan Gubernur Pantai Barat Sumatra [[Andreas Victor Michiels]] yang mendorong orang asing untuk lebih banyak tiba ke Padang dengan tujuan meningkatkan persaingan. Berbagai kemudahan dan fasilitas diberikan kepada para pedagang Tionghoa yang dianggap mampu memajukan perekonomian.{{sfnp|Erniwati|2007|pp=46a|ps=: "''Gubernur Michiels mendorong orang asing untuk lebih banyak datang ke Padang dengan tujuan meningkatkan persaingan, sehingga Padang menjadi pelabuhan yang ramai dan dinamis. Berbagai kemudahan dan fasilitas diberikan kepada para pendatang, terutama kepada pedagang Cina yang dianggap mampu memajukan perekonomian.''"}} Salah satunya adolah pinjaman uang untuk modal dari [[Nederlandsche Handel-Maatschappij]] (NHM), yang menggantikan fungsi VOC yang bangkrut pada 1799.{{sfnp|Gusti Asnan|2003|pp=[https://books.google.co.id/books?id=ndZwAAAAMAAJ&q=%22Pedagang+Cina+juga+mendapat+banyak+kemudahan+dalam+meminjam+uang+atau+modal%22&dq=%22Pedagang+Cina+juga+mendapat+banyak+kemudahan+dalam+meminjam+uang+atau+modal%22&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwjx6NXB5broAhXFV30KHWVsBYIQ6AEIKDAA 59]}}{{sfnp|Erniwati|2007|pp=79|ps=: "''Bahkan NHM memberikan uang muka kepada pialang Tionghoa sebagai modal untuk mengumpulkan hasil produksi dari daerah pedalaman.''"}} Dengan dukungan modal serta jaringan regional dan internasional, pedagang Tionghoa dapat menjadi agen bagi perniagaan barang-barang impor, seperti kain dan porselen.{{sfnp|Christine Dobbin|2016|pp=[https://books.google.co.id/books?id=JzR6DQAAQBAJ&pg=PT177&dq=%22singapore+and+in+particular+raw+silk%22&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwjulOCU5rroAhWbbX0KHZlfC4gQ6AEIKDAA#v=onepage&q=%22singapore%20and%20in%20particular%20raw%20silk%22&f=false 158]|ps=: "''They imported Chinese goods such as cloth and porcelain for domestic use from Batavia, Penang and later Singapore,...''"}} Akibatnya, banyak pedagang Minangkabau bergantung ke pedagang Tionghoa .{{sfnp|Erniwati|2007|pp=67|ps=: "''Orang Cina yang waktu itu memiliki mata uang akhirnya menduduki posisi penting, bahkan mereka berhasil menjadi pialang dan mampu menggeser kelompok pialang tradisional Minangkabau hingga memasuki daerah pedalaman. Akibatnya orang Minangkabau sangat tergantung terhadap barang-barang pokok yang diperoleh melalui pedagang pengecer di pasar-pasar tradisional, sedangkan pedagang pengecer juga tergantung kepada pedagang monopoli Belanda dan Cina.''"}} Pada
Tidak hanya menguasai perniagaan barang impor yang dibutuhkan oleh masyarakat Minangkabau di ''darek'', pedagang Tionghoa mulai menggarap perniagaan komoditas ekspor yang berasal dari kawasan [[darek]] atau pedalaman Minangkabau. Pada
Panjang ke Kayutanam dan mengangkut garam dan barang-barang lainnya dalam perjalanan baliknya.
.''"}} Waktu itu, sarana transportasi hanya didukung oleh jalan setapak yang menghubungkan kampung-kampung ''darek'' ke pesisir barat dan ke sungai-sungai yang mengalir ke timur ke Selat Malaka.{{sfn|Jeffrey Hadler|2010|pp=40-41}} Angkutan transportasi yang digunakan Lie Saay berupa pedati yang ditarik oleh kuda. Dalam perjalanan, Lie Saay didampingi kakaknya,
=== Mendirikan permukiman, kelenteng, dan pasar ===
[[Berkas:COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Een_chinese_tempel_te_Padang._TMnr_60003313.jpg|jmpl|270x270px|[[Kelenteng See Hien Kiong]] sekitar
Seiring kemahsyuran Padang sebagai pusat perdagangan VOC untuk Pulau Sumatra, perusahaan-perusahaan Balanda tumbuh bak cendawan. Hal ini membuat bangsa asing semakin banyak berdatangan, termasuk orang Tionghoa. Dalam ''[[Encyclopaedia Britannica]]'' edisi ke-9, Padang pada pertengahan abad ke-19 digambarkan sebagai kota yang memiliki 2.000 rumah dengan penduduk sebanyak 15.000, sudah termasuk di dalamnya permukiman orang Tionghoa.{{sfnp|Thomas Spencer Baynes|1887|loc=Volume 22|pp=[https://books.google.co.id/books?id=mscsAQAAMAAJ&q=%22Padang+is+a+town+of+some+2000+houses%22&dq=%22Padang+is+a+town+of+some+2000+houses%22&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwig-bWP0LroAhXlQ3wKHSVoBkkQ6AEIPTAD 639]|ps=: "''Padang is a town of some 2,000 houses and 15,000 inhabitants, with a Chinese settlement and a European quarter. It is the chief market in Sumatra for gold.''"}} Peneliti sejarah orang Tionghoa di
Pada
Orang Tionghoa di Padang tidak hanya menjadikan kelenteng sebagai tempat sembahyang atau ibadah, melainkan juga sebagai tempat tinggal semantara bagi pendatang Tionghoa yang tidak punya keluarga. Dari sini, mereka bisa berkenalan dengan orang Tionghoa lainnya sehingga menjadi penghubung bagi mereka untuk merintis usaha. Di sekitar kelenteng, mereka mendirikan kos-kios dari buluh bambu sebagai tempat berjualan. Sesudah kelenteng mengalmi kebakaran pada
=== Akhir pemerintahan kolonial Belanda ===
[[Berkas:COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Gezicht_over_Padang_TMnr_60004079.jpg|al=|jmpl|270x270px|Kemajuan Padang yang semula hanya kampung nelayan menjadi pusat perniagaan dan pemerintahan di Sumatra menyebabkan daerah ini ramai dikunjungi para pendatang, termasuk orang Tionghoa.]]
Pada
Melihat jumlah orang Tionghoa di Padang yang cenderung bertambah, pemerintahan kolonial Belanda mengambil kebijakan untuk menata permukiman di Padang. Penataan ini mengikui kebijakan Besluit No. 758 yang ditandatangani oleh Gubernur Pantai Barat Sumatra tanggal 30 Oktober 1884 tentang Penetapan Wilayah untuk Orang Tionghoa di Kota Padang. Lantaran populasi orang Tionghoa terus meningkat, begitu pula orang asing lainnya, peraturan
Pada
=== Sesudah kemerdekaan Indonesia ===
==== Perjuangan kemerdekaan Indonesia ====
[[Berkas:Een_Chinese_optocht_Spandoeken_worden_meegedragen_Op_een_daarvan_staat_Lang_L,_Bestanddeelnr_491-6-4.jpg|al=|jmpl|270x270px|Spanduk yang diusung oleh orang Tionghoa Padang yang berbunyi Hidup "Para Pemburu", yakni batalion Belanda bagian dari U-Brigade yang melakukan operasi militer di Padang pada
Sesudah Indonesia memproklamasikan [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia|kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945]], sikap orang Tionghoa Padang terbagi ke dalam tiga kelompok. Ada yang memberi dukungan terhadap Balanda, ada yang ikut serta membantu perjuangan kemerdekaan Indonesia, dan ada yang bersikap netral.{{sfnp|Erniwati|2007|pp=85a|ps=: "''Sebagai akibat peristiwa yang terjadi pada masa revolusi, etnis Cina Padang kemudian dapat dibagi atas tiga kelompok orientasi, yaitu pro Republik, pro Belanda, dan kelompok netral.''"}} Keragaman orientasi orang Tionghoa Padang semasa perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia menyebabkan masyarakat umum sulit mengenali sikap mereka.{{sfnp|Erniwati|2007|pp=86b|ps=: "''Keragaman orientasi kelompok etnis Cina ini menyebabkan masyarakat umumpun sulit mengenali mereka. Ketidakjelasan sikap etnis Cina tersebut menyebabkan masyarakat umum akhirnya menyamakan penilaian terhadap etnis Cina sebagai kelompok yang hanya mengambil keuntungan di negara Indonesia.''"}} Walaupun begitu, [[Johnny Anwar]] dalam buku ''Api Perjuangan Kemerdekaan di Kota Padang'' menulis, banyak orang Tionghoa Padang tidak memasang bendera Merah Putih di rumah dan toko mereka pada masa awal kemerdekaan Indonesia, padahal sudah ada imbauan dari Pemerintah Kota Padang.{{sfnp|Mulyadi Mintaraga|1986|pp=100}}
Orang Tionghoa Padang yang berpihak kepada Belanda berharap Belanda berkuasa kembali di Indonesia. Di antara mereka tersebut nama Nyo Hok Seng. Ia kerap membocorkan informasi ke Balanda tentang perkembangan situasi Padang, termasuk lokasi persembunyian para pejuang kemerdekaan.{{sfnp|Erniwati|2007|pp=86a|ps=: "''Nyok Hok Seng selalu memberi informasi kepada Belanda tentang perkembangan situasi Padang dan menjadi penunjuk jalan kemungkinan di mana posisi pejuang kemerdekaan. Dengan sombong, setiap sore Nyo Hok Seng berkeliling kampung Pondok dan kota Padang dengan tentara Sekutu dan Belanda mengunakan mobil Jeep. Sikap Nyo Hok Seng menyebabkan etnis Cina lainnya sering mendapat masalah dan digeneralisasikan sebagai antek-antek Belanda dan diangap hanya mengambil keuntungan saja oleh masyarakarakat umum.''"}} Ada pula orang Tionghoa Padang yang berpihak kepada Belanda untuk memperkaya diri. Mereka memanfaatkan kemampuan menembus blokade Belanda untuk meraup keuntungan. Umumnya mereka adalah pedagang bahan makanan.{{sfnp|Erniwati|2007|pp=84-85|ps=: "''Sebagian kecil dari kelompok ini juga ada orang-orang yang berusaha memperkaya diri sendiri dengan mengadakan penyelundupan dan menerobos blokade Belanda.''"}}
Ada pula orang Tionghoa Padang yang berpihak kepada pejuang kemerdekaan. Mereka memberi pertolongan dalam bentuk pasokan senjata untuk kebutuhan pejuang kemerdekaan.{{sfnp|Erniwati|2007|pp=85b|ps=: "''Kemampuan etnis Cina Padang dalam menyelundupkan senjata untuk kebutuhan pejuang kemerdekaan menjadikan mereka memiliki kedekatan dengan perwira militer yang sangat mempengaruhi hubungan mereka di masa selanjutnya.''"}} [[Sho Bun Seng (pejuang)|Sho Bun Seng]] adalah di antara orang Tionghoa di Padang yang dikenang jasanya dalam memasok senjata untuk pejuang kemerdekaan.{{sfnp|Freek Colombijn|1994|pp=[https://books.google.co.id/books?id=8bfZAAAAMAAJ&q=%22Oei+Ho+Tjong%22&dq=%22Oei+Ho+Tjong%22&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwiBuPLBm9DoAhVR_XMBHTmLDmIQ6AEIKDAA 135b]|ps=: "''Regardless of these forced changes, the Chinese in Padang were well assimilated. It seems that one Chinese, Oei Ho Tjong, who had provided the Republic with weapons, even became member of the LKAAM.''"}}{{sfnp|Mulyadi Mintaraga|1986|pp=100}} Adapun orang Tionghoa Padang yang netral adalah mereka yang tidak menentukan sikap. Mereka hanya menunggu perang usai dan keadaan stabil sehingga mereka bisa melakuan aktivitas perniagaan seperti sedia kala.{{sfnp|Erniwati|2007|pp=85-86|ps=: "''Sikap yang tidak jelas disebabkan karena kurangnya posisi mereka dalam bidang ekonomi menyebabkan kelompok ini tidak berani menentukan sikap. Kelompok ini hanya akan menunggu siapapun sebagai pemenang perang. Namun karena mereka telah terbiasa dengan kehidupan pada masa kekuasaan kolonial Belanda, maka harapan mereka hanyalah kembalinya keamanan pribadi dan keadaan ekonomi yang relatif stabil.''"}}
Ketika perang makin berkecamuk pada pengujung
==== Pengakuan kedaulatan Indonesia ====
Seiring dengan [[Pengakuan kedaulatan Indonesia|pengakuan kedaulatan kemerdekaan Indonesia oleh Belanda]] pada
Selain mengatur persoalan status kewarganegaraan orang Tionghoa, pemerintah Indonesia menghentikan masuknya imigran dari Tionghoa. Walaupun demikian, masih ada peningkatan jumlah orang Tionghoa di Padang. Peningkatan ini diperkirakan merupakan akibat kedatangan imigran dari [[Medan]] dan [[Pekanbaru]] serta perpindahan orang Tionghoa dari beberapa daerah di
==== Sejak 1966 sampai sekarang ====
[[Berkas:Makam_Korban_Gempa_2009_Warga_Tionghoa_Padang.jpg|pra=https://min.wiki-indonesia.club/wiki/Berkas:Makam_Korban_Gempa_2009_Warga_Tionghoa_Padang.jpg|al=|jmpl|270x270px|Makam korban gempa 2009 dari orang Tionghoa Padang di [[Bungus Teluk Kabung, Padang|Bungus]]]]Pada
Ketika terjadinya [[kerusuhan Mei 1998]], saat orang Tionghoa di banyak tempat di Indonesia mendapat perlakukan tidak baik, tidak pernah ada laporan adanya tindak kekerasan dan kriminal yang menjadikan Orang Tionghoa sebagai sasaran di Padang.{{sfnp|Erniwati|2007|pp=7a|ps=: "''Pengalaman buruk bagi sebagian etnis Cina di beberapa kota di Indonesia tidak dialami oleh etnis Cina Padang, termasuk saat peristiwa Mei 1998. Sepanjang era Reformasi bahkan tidak ditemukan tindak kekerasan dan kriminal yang menjadikan etnis Cina Padang sebagai sasaran kekerasan, seperti yang terjadi di Jakarta, Solo, Surabaya, Medan, maupun kota lainnya. Fenomena nasional yang menjadikan etnis Cina sebagai sasaran untuk mengungkapkan kekecewaan dan ketidakpuasan terhadap pemerintah, krisis ekonomi, dan kekacauan politik tidak dialami oleh etnis Cina Padang.''"}} Pada
Sesudah terjadinya gempa bumi yang mengguncang
Dampak paling terasa dari
== Sosial dan kemasyarakatan ==
Baris 81 ⟶ 80:
Agama orang Tionghoa Padang meliputi [[agama tradisional Tionghoa]], [[Katolik]], [[Protestanisme|Protestan]], dan [[Islam]]. Saat ini, mayoritas orang Tionghoa Padang menganut Katolik. Hal ini disebabkan banyaknya anak-anak Tionghoa yang belajar di sekolah yang didirikan oleh misionaris Katolik pada masa kolonial Belanda di Padang.{{sfn|Rusli & Rois|2020}}
Pada 1978, pemerintah [[Soeharto]] menerbitkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 477/4054/B.A.01.2/4683/95 tanggal 18 November 1978 yang menyatakan bahwa [[Agama di Indonesia|agama yang diakui oleh pemerintah]] saat itu adalah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan
Pada 1993, Muslim Tionghoa Padang membentuk cabang [[Persaudaraan Islam Tionghoa Indonesia]] (PITI).{{sfn|Doni & Arki|2019}} Pada 2016, terdapat sekitar 300 Muslim Tionghoa di Padang, tetapi mereka sulit diidentifikasi karena cenderung menyembunyikan status mualaf mereka dari keluarga dan kerabat. Muslim Tionghoa biasanya mendapatkan diskriminasi atau dikucilkan dari lingkungan keluarga dan kerabatnya.{{sfn|Nunu & Dodi |2020}}{{sfn|Rusli & Rois|2020}}
== Kampung
[[Berkas:COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Straatgezicht_in_de_Chinese_wijk_TMnr_60004081.jpg|pra=https://min.wiki-indonesia.club/wiki/Berkas:COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Straatgezicht_in_de_Chinese_wijk_TMnr_60004081.jpg|jmpl|270x270px|Kampung
{{commonscat|Padang Chinatown|Kampung Cina Padang}}
Orang Tionghoa di Padang tinggal mengelompok dan membentuk permukiman yang dikenal sebagai Kampung
Di Kampung
== Hubungan antaretnis ==
[[Berkas:Mahyeldi saat Imlek Padang 2018 (5).jpg|al=|jmpl|270x270px|Suasana perayaan [[Imlek]] pada 2018 di Padang yang turut dihadiri Wali Kota Padang [[Mahyeldi Ansharullah]]]]
Ketika terjadinya [[kerusuhan Mei 1998]], tidak pernah ada laporan mengenai tindak kekerasan dan kriminal di Padang yang menjadikan orang Tionghoa sebagai sasaran.{{sfnp|Erniwati|2007|pp=7a|ps=: "''Pengalaman buruk bagi sebagian etnis Cina di beberapa kota di Indonesia tidak dialami oleh etnis Cina Padang, termasuk saat peristiwa Mei 1998. Sepanjang era Reformasi bahkan tidak ditemukan tindak kekerasan dan kriminal yang menjadikan etnis Cina Padang sebagai sasaran kekerasan, seperti yang terjadi di Jakarta, Solo, Surabaya, Medan, maupun kota lainnya. Fenomena nasional yang menjadikan etnis Cina sebagai sasaran untuk mengungkapkan kekecewaan dan ketidakpuasan terhadap pemerintah, krisis ekonomi, dan kekacauan politik tidak dialami oleh etnis Cina Padang.''"}} Pemerintah Kota Padang tidak memberi pembatasan dan pelarangan bagi orang Tionghoa Padang untuk melaksanakan kegiatan mereka baik itu bersifat keagamaan maupun tradisi. Sampai sekarang, Pemerintah Kota Padang terus melibatkan orang Tionghoa Padang untuk ikut serta dalam setiap perayaan ulang
Orang Tionghoa Padang telah beradaptasi dengan masyarakat lokal tempat mereka berada, salah satunya ditandai dengan penggunaan bahasa Minangkabau sebagai bahasa sehari-hari. Hal ini berbeda dengan, sebagai contoh, orang Tionghoa di pantai Timur Sumatra.{{sfn|Kantor Waligereja Indonesia|1974|p=118}} Bahkan, mayoritas orang Tionghoa Padang tidak dapat lagi bercakap dalam bahasa asal mereka.{{sfnp|Rahmi Surya Dewi|2018|pp=29}} Bahasa Minang yang dipertuturkan oleh orang Tionghoa Padang dikenal sebagai bahasa Pondok atau bahasa Minang dialek Pondok, hasil percampuran antara bahasa Indonesia dengan bahasa Minang tapi memakai logat [[Bahasa Mandarin|Mandarin]].{{sfnp|Riniwaty Makmur, dkk|2018|pp=138-139}} Bahasa tersebut membuat mereka bisa berbaur dengan masyarakat Minangkabau.{{sfnp|Riniwaty Makmur|2018|pp=277}}
Dalam setiap perayaan [[Imlek]], etnis Tionghoa Padang menampilkan sejumlah atraksi seperti [[barongsai]], [[arak-arakan kio]], dan [[sipasan]].{{sfnp|Kompas.com|10 Pebruari 2009}} Pada 2013, atraksi sipasan yang dibawakan oleh perkumpulan HTT tercatat sebagai rekor dunia di [[Guinness World Records]] sebagai atraksi mengarak tandu terpanjang, yakni dengan panjang arak-arakan 243 meter dan jarak tempuh 1,9 km. Pencapaian ini mengalahan rekor sebelumnya untuk atraksi serupa yang ditampilkan di [[Kinmen]], [[Taiwan]].{{sfnp|Tempo.co|25 Agustus 2013}}{{sfnp|Taiwan Today|16 Mei 2011}} Sejak 2018, perayaan Imlek telah masuk menjadi kalender wisata Kota Padang yang dikemas dalam
Pada 2019, untuk kali pertama diadakan
== Catatan kaki ==
Baris 142:
|year = 2007
|url = https://books.google.co.id/books?id=Ey97JAAACAAJ&dq=Asap+Hio+di+Ranah+Minang:+Komunitas+Tionghoa+di+Sumatera+Barat&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwjS6Me737zoAhUIWCsKHRefAdIQ6AEIKzAA
|title = Asap Hio di Ranah Minang: Komunitas Tionghoa di
|location = Yogyakarta
|work =
Baris 165:
|first = Riniwaty
|last = Makmur
|authormask =
|year = 2018
|url = https://books.google.co.id/books?id=IjrcvQEACAAJ&dq=Orang+Padang+Tionghoa:+dima+bumi+dipijak,+Disinan+langik+dijunjuang+Riniwaty+Makmur&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwiS0peI1MHoAhUDYysKHRpqBIcQ6AEIKDAA
Baris 200:
|oclc = 971526815
|ref = {{sfnRef|Jeffrey Hadler|2010}}
}}
*{{Cite book
|url = http://repository.unp.ac.id/1227/1/MESTIKA%20ZED_213_11.pdf
|title = Kota Padang Tempo Doeloe (Zaman Kolonial)
|first = Mestika
|last = Zed
|authormask = [[Mestika Zed]]
|first =
|date = 2009
|publisher = Pusat Kajian Sosial Budaya dan Ekonomi (PKSBE)
|isbn =
|location = Fakultas Ilmu Sosial (FIS) Universitas Negeri Padang (UNP)
|oclc =
}}
* {{Cite book|date=1974|url=https://books.google.co.uk/books?id=B5YEAQAAIAAJ&newbks=0&printsec=frontcover&dq=%22kalangan+orang+Tionghoa+,+maka+penduduk+Tionghoa+di+pantai+*%22&q=%22kalangan+orang+Tionghoa+,+maka+penduduk+Tionghoa+di+pantai+*%22&hl=en&redir_esc=y|title=Sejarah Gereja Katolik Indonesia|publisher=Kantor Waligereja Indonesia|language=id
Baris 207 ⟶ 221:
|first = Gusti
|last = Asnan
|authormask = [[Gusti Asnan]]
|title = Kamus Sejarah Minangkabau
|url = https://books.google.co.id/books/about/Kamus_sejarah_Minangkabau.html?id=ndZwAAAAMAAJ&redir_esc=y
Baris 286 ⟶ 299:
}}
{{col-break}}
* {{Cite journal|last=Rusli Hanura|first=|last2=Rois Leonard Arios|first2=|date=2020|title=Interaksi Etnis Tionghoa Muslim dan Non-Muslim Di Kota Padang Provinsi Sumatera Barat|url=https://jurnalpangadereng.kemdikbud.go.id/index.php/pangadereng/article/view/157|journal=Pangadereng|language=id|volume=6|issue=2|pages=159–171|doi=|issn=|ref={{sfnRef|Rusli & Rois|2020}}|access-date=2021-08-15|archive-date=2021-08-15|archive-url=https://web.archive.org/web/20210815095915/https://jurnalpangadereng.kemdikbud.go.id/index.php/pangadereng/article/view/157|dead-url=yes}}
▲|ref = {{sfnRef|Rusli & Rois|2020}}}}
* {{Cite journal|last=|first=Nunu Burhanuddin|last2=Dodi Pasilaputra|first2=|date=2020|title=Social, Political, and Religious Roles of Chinese Muslims in Indonesia: Experiences of West Sumatran PITI|url=https://hamdardislamicus.com.pk/index.php/hi/article/view/248|journal=Hamdard Islamicus|volume=43|issue=Special Issue|langauge=Inggris|issn=
|ref = {{sfnRef|Nunu & Dodi |2020}}}}
Baris 304 ⟶ 316:
}}
* {{cite web
|title = Deskripsi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kota Padang Provinsi Sumatera Barat
|author = Balai Pelestarian Cagar Budaya
|url = https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbsumbar/wp-content/uploads/sites/28/2018/08/Cagar-Budaya-Kota-Padang.pdf
|work = Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
|publisher =
|date = 2018
|accessdate = 25 September 2020
|ref = {{sfnRef|Balai Pelestarian Cagar Budaya
|archive-date = 2019-02-21
|archive-url = https://web.archive.org/web/20190221224258/https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbsumbar/wp-content/uploads/sites/28/2018/08/Cagar-Budaya-Kota-Padang.pdf
|dead-url = yes
}}
* {{cite web
|title = Deskripsi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kota Padang Provinsi Sumatera Barat
|author = Balai Pelestarian Cagar Budaya
|url = https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbsumbar/wp-content/uploads/sites/28/2018/08/Cagar-Budaya-Kota-Padang.pdf
|work = Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
|publisher =
|date = 2018
|accessdate = 25 September 2020
|ref = {{sfnRef|Balai Pelestarian Cagar Budaya
|archive-date = 2019-02-21
|archive-url = https://web.archive.org/web/20190221224258/https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbsumbar/wp-content/uploads/sites/28/2018/08/Cagar-Budaya-Kota-Padang.pdf
|dead-url = yes
}}
* {{Cite news|title = Ada "Lipan" Terpanjang di Perayaan Cap Go Meh▼
▲|title = Ada "Lipan" Terpanjang di Perayaan Cap Go Meh
|author =
|url = https://properti.kompas.com/read/2009/02/10/11452049/~Oase~Cakrawala
Baris 343 ⟶ 360:
|ref = {{sfnRef|Padang.go.id|23 September 2018}}
}}
* {{Cite news|title = Imlek, Prosesi Pernikahan China Peranakan Hanya Bertahan di Tiga Kota▼
▲|title = Imlek, Prosesi Pernikahan China Peranakan Hanya Bertahan di Tiga Kota
|author =
|url = https://sains.kompas.com/read/2008/02/05/18160273/imlek.prosesi.pernikahan.china.peranakan.hanya.bertahan.di.tiga.kota
|work = [[Kompas.com]]
|publisher =
|date = 5 Februari 2008
Baris 364 ⟶ 380:
}}
* {{cite web
|title = Digelar 19 Februari 2019, Cap Go Meh Bakal Dihadiri Menteri Pariwisata
|author =
|url = https://posmetropadang.co.id/digelar-19-februari-2019-cap-go-meh-bakal-dihadiri-menteri-pariwisata/
|work = Posmetro Padang
|publisher =
|date = 7 Februari 2019
|accessdate = 25 September 2020
|ref = {{sfnRef|Posmetro Padang|7 Februari 2019}}
|archive-date = 2022-03-29
|archive-url = https://web.archive.org/web/20220329064055/https://posmetropadang.co.id/digelar-19-februari-2019-cap-go-meh-bakal-dihadiri-menteri-pariwisata/
|dead-url = yes
}}
* {{cite web
Baris 383 ⟶ 402:
|ref = {{sfnRef|Harian Haluan|10 Februari 2020}}
}}
* {{Cite news|title = Pawai Budaya Multikultur di Padang▼
▲|title = Pawai Budaya Multikultur di Padang
|author =
|url = https://travel.tempo.co/read/507145/pawai-budaya-multikultur-di-padang
Baris 392 ⟶ 410:
|accessdate = 25 September 2020
|ref = {{sfnRef|Tempo.co|25 Agustus 2013}}
|language= id
}}
* {{cite web
Baris 413 ⟶ 432:
|ref = {{sfnRef|Republika.co.id|10 Januari 2020}}
}}
* {{Cite news|author = [[Ikhwan Wahyudi]]▼
▲|author = [[Ikhwan Wahyudi]]
|url = https://sumbar.antaranews.com/berita/270828/bakcang-dan-lamang-baluo-satukan-minang-dan-tionghoa
|title = Bakcang dan Lamang Baluo
|work = [[Lembaga Kantor Berita Nasional Antara|
|date = 6 Juni 2020
|accessdate = 25 September 2020
|ref = {{sfnRef|Antara|6 Juni 2019}}
|last= Nugroho
|first= Joko
}}
{{col-end}}
{{Tionghoa Indonesia}}
{{Artikel bagus}}
[[Kategori:Kota Padang]]
|