Demokrasi di Jerman: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
←Membuat halaman berisi ''''Demokrasi di Jerman Barat''' adalah sebuah proses politik, khususnya dalam proses perkembangan prinsip dan nilai-nilai demokrasi di Jerman, setelah kejayaan...'
 
Fazily (bicara | kontrib)
k (via JWB)
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
 
(27 revisi perantara oleh 7 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
'''Demokrasi di Jerman Barat''' adalah sebuah proses politik, khususnya dalam proses perkembangan prinsip dan nilai-nilai [[demokrasi]] di [[Jerman]], setelahyang kejayaandimulai dari [[Jerman Barat]]. Proses [[demokratisasi]] terjadi setelah masa [[Kekaisaran Jerman]], hingga keruntuhan [[otoritarianisme]] pada masa kekuasaan [[Reich Ketiga]] atau Rezim [[Jerman Nazi]] pasca-[[Perang Dunia II]] yang mendorong terpecahnya Jerman menjadi dua negara, [[Jerman Barat]] dan [[Jerman Timur]]. Proses [[demokratisasi]] di [[Jerman Barat]] menjadi salah satu langkah penting bagi pertumbuhan dan pembentukan kembali identitas politik Negara [[Jerman]] sebagai sebuah negara yang [[demokratis]] saat ini, sekaligus tantangan dalam menghadapi pengaruh [[komunisme]] yang menguasai [[Jerman Timur]] selama [[Perang Dingin]].<ref>Carlton Clymer Rodee, dkk, Pengantar Ilmu Politik, diterjemahkan dari judul asli Introduction to Political Science, (Jakarta: Rajawali Press, 2008) hal. 417</ref>
 
== LatarOposisi BelakangDemokrasi ==
 
[[Jerman]] seperti halnya [[Italia]] (lihat [[Demokrasi di Italia]]) pada awalnya bukanlah negara yang bersatu seperti sekarang, banyak kerajaan-kerajaan [[Bangsa Jermanik]] yang memiliki kedaulatan sendiri-sendiri. Jerman baru menjadi bangsa yang bersatu pada akhir Abad 19, tepatnya pada 1871, hal ini didorong dengan munculnya semangat [[nasionalisme]] Jerman yang sangat kuat yang teraktualisasikan dalam bentuk [[Kekaisaran Jerman]], namun sering kali nasionalisme Jerman saat itu diwujudkan dalam bentuk [[agresi]] internasional dengan tujuan menyatukan seluruh [[Bangsa Jermanik]] di bawah satu bendera.<ref name="Carlton Clymer Rodee 2008">Carlton Clymer Rodee, dkk, Pengantar Ilmu Politik, diterjemahkan dari judul asli Introduction to Political Science, (Jakarta: Rajawali Press, 2008) hal. 418</ref>
=== Pasca-Renaissance ===
 
=== Dari DuaNasionalisme Jerman ===
[[Jerman]] seperti halnya [[Italia]] (lihat [[Demokrasi di Italia]]) pada awalnya bukanlah negara yang bersatu seperti sekarang, banyak kerajaan-kerajaan [[Bangsa Jermanik]] yang memiliki kedaulatan sendiri-sendiri. Jerman baru menjadi bangsa yang bersatu pada akhir Abad 19, tepatnya pada 1871, hal ini didorong dengan munculnya semangat [[nasionalisme]] Jerman yang sangat kuat yang teraktualisasikan dalam bentuk [[Kekaisaran Jerman]], namun sering kali nasionalisme Jerman saat itu diwujudkan dalam bentuk [[agresi]] internasional dengan tujuan menyatukan seluruh [[Bangsa Jermanik]] di bawah satu bendera.<ref>Carlton Clymer Rodee, dkk, Pengantar Ilmu Politik, diterjemahkan dari judul asli Introduction to Political Science, (Jakarta: Rajawali Press, 2008) hal. 418</ref>
[[Nasionalisme Jerman]] sendiri lahir dari [[Nasionalisme Romantik]], sebuah ide nasionalisme yang mendasari gerakannya pada pemikiran kontra-[[Renaissance]] atau kontra-[[Pencerahan]]. Nasionalisme hasil [[Pencerahan]] yang lebih menekankan pada aspek [[universalisme]], [[egalitarianisme]], [[sains]], [[revolusi]], dan [[liberalisme]], telah berhasil mendorong terjadinya [[Revolusi PerancisPrancis]] dan menggeser nilai-nilai [[tradisionalisme]] sehingga menjadikan Nasionalisme Perncerahan sebagai lawan dari [[tradisionalisme]], [[regionalisme]], dan nilai-nilai [[konservatif]] lainnya yang telah lama berkuasa di [[Eropa]].<ref>Ian Adams, Ideologi Politik Muktahir, diterjemahkan dari judul asli, Political Ideology Today, (Yogyakarta: Qalam, 2004) hal. 123</ref>
 
[[Nasionalisme Jerman]] sendiri lahir dari [[Nasionalisme Romantik]], sebuah ide nasionalisme yang mendasari gerakannya pada pemikiran kontra-[[Renaissance]] atau kontra-[[Pencerahan]]. Nasionalisme hasil [[Pencerahan]] yang lebih menekankan pada aspek [[universalisme]], [[egalitarianisme]], [[sains]], [[revolusi]], dan [[liberalisme]], telah berhasil mendorong terjadinya [[Revolusi Perancis]] dan menggeser nilai-nilai [[tradisionalisme]] sehingga menjadikan Nasionalisme Perncerahan sebagai lawan dari [[tradisionalisme]], [[regionalisme]], dan nilai-nilai [[konservatif]] lainnya yang telah lama berkuasa di [[Eropa]].<ref>Ian Adams, Ideologi Politik Muktahir, diterjemahkan dari judul asli, Political Ideology Today, (Yogyakarta: Qalam, 2004) hal. 123</ref>
 
Nasionalisme Romantik percaya bahwa setiap bangsa memiliki keunikan sendiri, jadi setiap bangsa harus menegaskan keunikan itu dalam bentuk identitas, seperti: [[bahasa]], [[sejarah]], dan [[budaya]]. Oleh karena itu Nasionalisme Romantik lebih mengutamakan pembentukan identitas nasional berdasarkan nilai-nilai tradisi yang menjadi asal-usul suatu bangsa dengan bangsa lainnya berbeda. Pemikiran nasionalisme ini kemudian menjadi lawan dari [[Nasionalisme Pencerahan]] yang menganggap semua bangsa adalah sama. Nasionalisme Romantik kemudian mendapatkan tempat di negara-negara yang nilai [[tradisionalisme]]nya masih kuat, salah satunya di [[Jerman]] yang saat itu masih berupa kerajaan-kerajaan kecil yang berdiri sendiri-sendiri.<ref>Ian Adams, Ideologi Politik Muktahir, diterjemahkan dari judul asli, Political Ideology Today, (Yogyakarta: Qalam, 2004) hal. 123 - 124</ref>
 
Nilai-nilai Nasionalisme Romantik itu kemudian terserap oleh masyarakat Jerman kala itu, dan salah satu tokohnya adalah [[Johann Gottfried von Herder]] (1744-1803). Von Herder percaya bahwa [[Tuhan]] telah menciptkan semua bangsa-bangsa dari asal-usul yang berbeda, sehingga setiap bangsa memiliki keunikan bahasa, budaya, dan tradisi yang berbeda-beda dan setiap bangsa itu memiliki kontribusinya masing-masing dalam pembentukan peradaban dengan keunikannya masing-masing. Bagi Von Herder, penerimaan terhadap kebudaayan bangsa yang satu dengan bangsa yang lainnya adalah sesuatu yang salah dan membuatnya gusar, terutama saat kelas [[elit]] di [[Jerman]] yang saat itu menerima [[Bahasa PerancisPrancis]] melalui sebuah usaha yang disebut [[sofistifikasi]], sehingga menurut Von Herder hal ini telah merusak kebudayaan asli [[Jerman]].<ref>Ian Adams, Ideologi Politik Muktahir, diterjemahkan dari judul asli, Political Ideology Today, (Yogyakarta: Qalam, 2004) hal. 125</ref>
[[Berkas:Bundesarchiv Bild 146-2004-0096, Kaiser Wilhelm II. minifoto.jpg|jmpl|257x257px|Kaisar Wilhelm II]]
Nasionalisme Jerman semakin menjadi ketika Pasukan [[Revolusi PerancisPrancis]] atau [[Republik Ketiga PerancisPrancis]] menduduki [[Jerman]] atas nama “Pembebasan Jerman”,. banyakBanyak orang Jerman kemudian bereaksi melawan [[PerancisPrancis]], danyang kemudian melahirkan suatu konsepsi nasionalisme, yang kemudian menjadiyakni [[Nasionalisme Jerman]],. salahSalah satu tokohnyatokoh nasionalis Jerman adalah [[Johann Fitche]] (1763-1814). Fitce menghonversimengkonversi pemikiran Von Herder menjadi lebih politis dalam salah satu bukunya yang berjudul ''[[Address to The German Nation of 1807-08]]'', di dalam bukunya itu, Fiche menyerukan agar seluruh [[Bangsa Jerman]] bersatu untuk melawan pendudukan [[PerancisPrancis]] dan Bangsa Jerman tidak boleh hanya membersihkan dirinya sendiri dari pengaruh politik asing, tetapi juga pengaruh budaya dan intelektual asing. Ide-ide Fitche dan Von Herder itulah yang kemudian melandasi konsep [[Nasionalisme Jerman]] dan [[Pan-Jermanisme]].<ref>Ian Adams, Ideologi Politik Muktahir, diterjemahkan dari judul asli, Political Ideology Today, (Yogyakarta: Qalam, 2004) hal. 123 dan 137</ref>
 
== Era Kaisar ==
Nilai-nilai Nasionalisme Romantik itu kemudian terserap oleh masyarakat Jerman kala itu, dan salah satu tokohnya adalah [[Johann Gottfried von Herder]] (1744-1803). Von Herder percaya bahwa [[Tuhan]] telah menciptkan semua bangsa-bangsa dari asal-usul yang berbeda, sehingga setiap bangsa memiliki keunikan bahasa, budaya, dan tradisi yang berbeda-beda dan setiap bangsa itu memiliki kontribusinya masing-masing dalam pembentukan peradaban dengan keunikannya masing-masing. Bagi Von Herder, penerimaan terhadap kebudaayan bangsa yang satu dengan bangsa yang lainnya adalah sesuatu yang salah dan membuatnya gusar, terutama saat kelas [[elit]] di [[Jerman]] yang saat itu menerima [[Bahasa Perancis]] melalui sebuah usaha yang disebut [[sofistifikasi]], sehingga menurut Von Herder hal ini telah merusak kebudayaan asli [[Jerman]].<ref>Ian Adams, Ideologi Politik Muktahir, diterjemahkan dari judul asli, Political Ideology Today, (Yogyakarta: Qalam, 2004) hal. 125</ref>
[[Nasionalisme Jerman]] yang diejawantahkan oleh [[Kaisar Wilhelm II]] dalam semangat [[Pan-Jermanisme]] melalui penyatuan berbagai [[Bangsa Jermanik]] dalam sebuah [[Kekaisaran Jerman]] telah mendorong pecahnya [[Perang Dunia I]].<ref>Ian Adams, Ideologi Politik Muktahir, diterjemahkan dari judul asli, Political Ideology Today, (Yogyakarta: Qalam, 2004) hal. 137</ref> [[Kekaisaran Jerman]] kemudian menggabungkan diri dalam [[Blok Sentral]] bersama kekuatan-kekuatan [[monarkis]] lainnya, sisa-sisa dari [[Perang Salib]], seperti [[Austria-Hungaria]] dan [[Kesultanan Utsmaniyah|Turki Usmaniyah]] untuk mengadapi [[Blok Sekutu]] atau [[Entente Tiga|Tiga Entente]], yang terdiri dari [[Britania Raya]], [[PerancisPrancis]], dan [[Kekaisaran Rusia]].<ref>{{Cite news|url=https://www.britannica.com/event/World-War-I|title=World War I {{!}} Facts & History|newspaper=Encyclopedia Britannica|language=en|access-date=2017-11-25}}</ref>
 
== Demokrasi Republik Weimar ==
[[Berkas:Resultados parlamentarios Weimar.svg|jmpl|331x331px|Perolehan suara [[partai politik]] di [[Jerman]] saat pemerintahan [[Republik Weimar]] masih berdiri. Terlihat [[Partai Nazi]] (NSDAP) mengalami peningkatan elektabilitas secara signifikan dari 1928 hingga 1933.]]
Namun, sayangnya semangatSemangat [[Pan-Jermanisme]] ituyang digagas [[Kaisar Wilhelm II]] harus pupus karena [[Kekaisaran Jerman]] kalah dalam [[Perang Dunia I]]. [[Kekaisaran Jerman]] akhirnya dibubarkan sebagai bentuk konsekuensi atas tuntutan negara-negara [[Sekutu]] sebagai pemenang perang,. sebagaiSebagai gantinya terjadi perubahan sistem politik kenegaraan di Jerman, dari sistem [[monarki]] menjadi sebuah negara [[republik]], yaitu [[Republik Weimar]].<ref name="britannica.com">{{Cite news|url=https://www.britannica.com/topic/Weimar-Republic|title=Weimar Republic {{!}} German history [1919-1933]|newspaper=Encyclopedia Britannica|language=en|access-date=2017-11-25}}</ref>
 
Berdirinya [[Republik Weimar]] sekaligus menegaskan konstitusi demokratis pertama bagi [[Jerman]] yang mulai berlaku pada 1919. Dalam konstitusi demokratis [[Republik Weimar]] itu, masyarakat [[Jerman]] mulai dikenalkan dengan proses-proses politik yang berdasarkan nilai-nilai [[demokrasi]], seperti memberikan hak pilih universal dengan mengikut sertakan perempuan dalam badan pemilihan umum untuk pertama kalinya dan sistem pemilihan yang proporsional dalam perwakilan, sejak saat itu mendadak seluruh warga Jerman ikut serta dalam proses politik.<ref> name="Carlton Clymer Rodee, dkk, Pengantar Ilmu Politik, diterjemahkan dari judul asli Introduction to Political Science, (Jakarta: Rajawali Press, 2008)"/><ref halname="britannica. 418<com"/ref>
Nasionalisme Jerman semakin menjadi ketika Pasukan [[Revolusi Perancis]] atau [[Republik Ketiga Perancis]] menduduki [[Jerman]] atas nama “Pembebasan Jerman”, banyak orang Jerman kemudian bereaksi melawan [[Perancis]] dan melahirkan suatu konsepsi nasionalisme, yang kemudian menjadi [[Nasionalisme Jerman]], salah satu tokohnya adalah [[Johann Fitche]] (1763-1814). Fitce menghonversi pemikiran Von Herder menjadi lebih politis dalam salah satu bukunya yang berjudul [[Address to The German Nation of 1807-08]], di dalam bukunya itu, Fiche menyerukan agar seluruh [[Bangsa Jerman]] bersatu untuk melawan pendudukan [[Perancis]] dan Bangsa Jerman tidak boleh hanya membersihkan dirinya sendiri dari pengaruh politik asing, tetapi juga pengaruh budaya dan intelektual asing. Ide-ide Fitche dan Von Herder itulah yang kemudian melandasi konsep [[Nasionalisme Jerman]] dan [[Pan-Jermanisme]].<ref>Ian Adams, Ideologi Politik Muktahir, diterjemahkan dari judul asli, Political Ideology Today, (Yogyakarta: Qalam, 2004) hal. 123 dan 137</ref>
 
Selain meningkatnya partisipasi politik masyarakat Jerman dipada masa Republik Weimar, juga mendorong perkembangan kesadaran organisasi masyarakat, sehingga masyarakat Jerman banyak pula melahirkan partai-partai politik dari berbagai spektrum [[ideologi]], dari [[sayap kanan]] hingga [[sayap kiri]], dari [[nasionalis]] hingga [[separatis]], semuanya ada saat itu. Sistem multi partai di Republik Weimar saat itu jelas memiliki konsekuensi ideologis, banyaknya partai dari ideologi yang bertentangan seringkalisering kali membuat pemerintah kehilangan legitimasinya sendiri, selain karena tak mampu mengendalikan stabilitas politik, kondisi Jerman setelah [[Perjanjian Versailles]] membuat ekonomi nasional semakin terpuruk.<ref> name="Carlton Clymer Rodee, dkk, Pengantar Ilmu Politik, diterjemahkan dari judul asli Introduction to Political Science, (Jakarta: Rajawali Press, 2008) hal. 418<"/ref>
 
Puncak dari keputusasaan masyarakat [[Jerman]] (atau [[Republik Weimar]]) adalah sat terjadi [[Malaise]] pada 1929 atau yang disebut sebagai [[Depresi Besar]]. Depresi Besar telah mendorong krisis ekonomi parah di seluruh dunia, dan bagi Jerman kondisinya menjadi berkali-kali lipat lebih buruk. Krisis ekonomi dan kewajiban mengganti kerugian selama [[Perang Dunia I]] telah membuat pemerintah [[Republik Weimar]] kualahan, inflasi melambung tinggi bersamaan dengan angka kemiskinan dan pengangguran, sementara partai-partai politik terus tumbuh dan memiliki angkatan bersenjata mereka sendiri yang direkrut dari para [[veteran]] [[Perang Dunia I]] yang tidak punya kerjaan setelah [[Perjanjian Versailles]] memangkas jumlah personel [[Angkatan Bersenjata Jerman]].<ref> name="Carlton Clymer Rodee, dkk, Pengantar Ilmu Politik, diterjemahkan dari judul asli Introduction to Political Science, (Jakarta: Rajawali Press, 2008) hal. 418<"/ref>
=== Pasca-Perang Dunia I ===
 
== Totalitarianisme Nazi ==
[[Nasionalisme Jerman]] yang diejawantahkan oleh [[Kaisar Wilhelm II]] dalam semangat [[Pan-Jermanisme]] melalui penyatuan berbagai [[Bangsa Jermanik]] dalam sebuah [[Kekaisaran Jerman]] telah mendorong pecahnya [[Perang Dunia I]].<ref>Ian Adams, Ideologi Politik Muktahir, diterjemahkan dari judul asli, Political Ideology Today, (Yogyakarta: Qalam, 2004) hal. 137</ref> [[Kekaisaran Jerman]] kemudian menggabungkan diri dalam [[Blok Sentral]] bersama kekuatan-kekuatan [[monarkis]] lainnya, sisa-sisa dari [[Perang Salib]], seperti [[Austria-Hungaria]] dan [[Turki Usmaniyah]] untuk mengadapi [[Blok Sekutu]] atau [[Tiga Entente]], yang terdiri dari [[Britania Raya]], [[Perancis]], dan [[Kekaisaran Rusia]].
[[Berkas:Bundesarchiv Bild 102-14439, Rede Adolf Hitlers zum Ermächtigungsgesetz.jpg|jmpl|[[Adolf Hitler]] berpidato di [[Reichstag]] saat [[Partai Nazi]] masih berkuasa]]
Ditengah keputusasaan rakyat [[Jerman]] dan tingkat ketidakpercayaan yang semakin tinggi terhadap pemerintah, partai-partai politik saling berebut untuk berkuasa di [[Reichstag]] ([[Parlemen Jerman]]), salah satu partai politik yang mampu merebut simpati masyarakat Jerman saat itu adalah [[Partai Nazi|Nationalsozialistische Deutsche Arbeiter Partei]] (NSDAP) atau biasanya disebut [[Partai Nazi]] saja. Sejak Partai Nazi berdiri pada 1919 dan partai ini masih dipimpin oleh [[Anton Drexler]], mereka hanya memiliki 12 kursi di Reichstag pada 1928. Elektabilitas Partai Nazi baru meningkat, ketika estafet kepemimpinan diambil alih oleh [[Adolf Hitler]],. jumlahJumlah kursi Reichstag yang berhasil diperoleh Partai Nazi dibawah pimpinan Hitler pada 1930 adalah 107 kursi, kemudian jumlah ini berlipat menjadi 230 pada Juli 1932.<ref> name="Carlton Clymer Rodee, dkk, Pengantar Ilmu Politik, diterjemahkan dari judul asli Introduction to Political Science, (Jakarta: Rajawali Press, 2008) hal. 418<"/ref>
 
Kekuatan Partai Nazi yang semakin besar di Reichstag semakin menekan kekuatan partai-partai [[demokrat]] di [[Reichstag]], mendirikan sebuah pemerintahan demokratis yang stabil semakin tidak memungkinkan bahkan dengan koalisi partai sekalipun, karena kekuatan Partai Nazi semakin tidak bisa dikalahkan di Reichstag saat itu. Selain itu, Presiden [[Paul von Hindenburg]] akhirnya menunjuk [[Adolf Hitler]] sebagai [[Kanselir Jerman]] pada Januari 1933. Dengan berkuasanya Partai Nazi di Reichstag dan naiknya Adolf Hitler sebagai kanselir, demokrasi di Jerman masih seumur jagung itupun semakin terancam.<ref> name="Carlton Clymer Rodee, dkk, Pengantar Ilmu Politik, diterjemahkan dari judul asli Introduction to Political Science, (Jakarta: Rajawali Press, 2008) hal. 418<"/ref>
Namun, sayangnya semangat [[Pan-Jermanisme]] itu harus pupus karena [[Kekaisaran Jerman]] kalah dalam [[Perang Dunia I]]. [[Kekaisaran Jerman]] akhirnya dibubarkan sebagai bentuk konsekuensi atas tuntutan [[Sekutu]] pemenang perang, sebagai gantinya terjadi perubahan sistem politik kenegaraan di Jerman, dari sistem monarki menjadi sebuah negara [[republik]], yaitu [[Republik Weimar]].
[[Berkas:Bundesarchiv Bild 183-S38324, Tag von Potsdam, Adolf Hitler, Paul v. Hindenburg.jpg|jmpl|Kanselir Jerman [[Adolf Hitler]] dan Presiden Jerman [[Paul von Hindenburg]]. Partai Nazi memenangkan pemilu Jerman, sehingga Hitler akhirnya diangkat menjadi kanselir oleh Hindenburg,]]
Semakin hari, Partai Nazi semakin kuat, melalui sayap paramiliter mereka, [[SturbmateilungSturmabteilung]] (SA) yang dipimpin oleh [[Ernst Rohm]], Partai Nazi meneror lawan-lawan politik mereka, [[Adolf Hitler]] semakin bergerak mendekati kekuasaan tertinggi di Jerman yang akhirnya diraihnya setelah Presiden Hindenburg mangkat. Pada saat itulah [[Republik Weimar]] sebagai bentuk negara demokratis pertama di Jerman akhirnya hancur dan digantikan dengan kekuasaan [[otoritariantotalitarian]] [[Nazisme]].<ref> name="Carlton Clymer Rodee, dkk, Pengantar Ilmu Politik, diterjemahkan dari judul asli Introduction to Political Science, (Jakarta: Rajawali Press, 2008) hal. 418<"/ref><ref>Ian Adams, Ideologi Politik Muktahir, diterjemahkan dari judul asli, Political Ideology Today, (Yogyakarta: Qalam, 2004) hal. 314 - 315</ref>
 
Dalam buku ''[[Introduction to Political Sciences]]'', kemenangan Nazi bukan karena praktekpraktik teror mereka terhadap lembaga pemerintah [[Weimar]] yang demokratis, ironisnya justru karena memang demokrasi di Jerman saat itu menunjang keberhasilan Partai Nazi, karena sebagian besar rakyat Jerman, dari kelas atas, seperti [[elit politik]], [[tuan tanah]], [[aristokrat]], [[militer]], dan [[birokrat]], kelas menengah, seperti [[intelektual]] dan [[pegawai kantoran]], dan juga kelas bawah, seperti [[buruh]] dan [[petani]], semuanya yang putus asa, marah, frustasifrustrasi, dan depresi dengan keadaan sosial, politik, dan ekonomi – terutama saat [[Depresi Besar]] 1929 – hal ini mendorong kebencian mereka terhadap demokrasi dan sekaligus membangkitkan memeorimemori tentang kejayaan Jerman dipada masa lalu, terutama pada masa [[Kekaisaran Romawi Suci]] dan [[Kekaisaran Jerman]], sehingga membangkitkan kembali [[Nasionalisme Jerman]] dan ide tentang [[Pan-Jermanisme]] dalam wujud baru, yaitu [[Nazisme]].<ref name="ReferenceA">Carlton Clymer Rodee, dkk, Pengantar Ilmu Politik, diterjemahkan dari judul asli Introduction to Political Science, (Jakarta: Rajawali Press, 2008) hal. 419</ref><ref>William Ebenstein, Isme-Isme yang Mengguncang Dunia: Komunisme, Fasisme, Kapitalisme, Sosialisme, diterjemahkan dari judul asli Today Isms: Communism, Fascism, Capitalism, Socialism, (Yogyakarta: Narasi, 2014) hal. 103 dan 16</ref>
Berdirinya [[Republik Weimar]] sekaligus menegaskan konstitusi demokratis pertama bagi [[Jerman]] yang mulai berlaku pada 1919. Dalam konstitusi demokratis [[Republik Weimar]] itu, masyarakat [[Jerman]] mulai dikenalkan dengan proses-proses politik yang berdasarkan nilai-nilai [[demokrasi], seperti memberikan hak pilih universal dengan mengikut sertakan perempuan dalam badan pemilihan umum untuk pertama kalinya dan sistem pemilihan yang proporsional dalam perwakilan, sejak saat itu mendadak seluruh warga Jerman ikut serta dalam proses politik.<ref>Carlton Clymer Rodee, dkk, Pengantar Ilmu Politik, diterjemahkan dari judul asli Introduction to Political Science, (Jakarta: Rajawali Press, 2008) hal. 418</ref>
 
Ketika depresi sosial, politik, dan ekonomi di seluruh dunia meningkat, terutama di [[Eropa]] dan [[Asia]], [[fasisme]] muncul sebagai sebuah alternatif yang membawa masyarakat negara pasca-industri keluar dari krisis akibat kegagalan [[kapitalisme]] [[Amerika Serikat]] yang menyebabkan [[Depresi Besar]] 1929, sekaligus menjawab tantangan untuk membentengi negara dari bahaya [[komunisme]] [[Uni Soviet]]. Kekecewaan terhadap [[kapitalisme]] dan ketakutan terhadap [[komunisme]] membuat [[fasisme]] semakin mudah merebut kekuasaan di negara-negara pasca-industri, seperti [[Jerman]], [[Italia]], dan [[Jepang]], ditambah dengan negara lainnya seperti [[Spanyol]] dan [[Portugal]] juga menjadi tempat di mana fasisme berkuasa.<ref>Carlton Clymer Rodee, dkk, Pengantar Ilmu Politik, diterjemahkan dari judul asli Introduction to Political Science, (Jakarta: Rajawali Press, 2008) hal. 419<name="ReferenceA"/ref>
Selain meningkatnya partisipasi politik masyarakat Jerman di masa Republik Weimar, juga mendorong perkembangan kesadaran organisasi masyarakat, sehingga masyarakat Jerman banyak pula melahirkan partai-partai politik dari berbagai spektrum [[ideologi]], dari [[sayap kanan]] hingga [[sayap kiri]], dari [[nasionalis]] hingga [[separatis]], semuanya ada saat itu. Sistem multi partai di Republik Weimar saat itu jelas memiliki konsekuensi ideologis, banyaknya partai dari ideologi yang bertentangan seringkali membuat pemerintah kehilangan legitimasinya sendiri, selain karena tak mampu mengendalikan stabilitas politik, kondisi Jerman setelah [[Perjanjian Versailles]] membuat ekonomi nasional semakin terpuruk.<ref>Carlton Clymer Rodee, dkk, Pengantar Ilmu Politik, diterjemahkan dari judul asli Introduction to Political Science, (Jakarta: Rajawali Press, 2008) hal. 418</ref>
 
[[Pakta Tripartit]] yang ditandatangai oleh [[Jerman Nazi|Jerman]], [[Kerajaan Italia|Italia]], dan [[Kekaisaran Jepang|Jepang]] membawa dunia kepada kebangkitan satu kekuatan baru di antara [[kapitalisme]] dan [[komunisme]]. Ketegangan memuncak diantaradi antara tiga ideologi ini, yang akhirnya terjadilah [[Perang Dunia II]], antara [[Blok Poros]] melawan [[Blok Sekutu]].<ref>{{Cite web|url=http://www.history.com/topics/world-war-ii/world-war-ii-history|title=World War II History - World War II - HISTORY.com|website=HISTORY.com|access-date=2017-11-25}}</ref>
Puncak dari keputusasaan masyarakat [[Jerman]] (atau [[Republik Weimar]]) adalah sat terjadi [[Malaise]] pada 1929 atau yang disebut sebagai [[Depresi Besar]]. Depresi Besar telah mendorong krisis ekonomi parah di seluruh dunia, dan bagi Jerman kondisinya menjadi berkali-kali lipat lebih buruk. Krisis ekonomi dan kewajiban mengganti kerugian selama [[Perang Dunia I]] telah membuat pemerintah [[Republik Weimar]] kualahan, inflasi melambung tinggi bersamaan dengan angka kemiskinan dan pengangguran, sementara partai-partai politik terus tumbuh dan memiliki angkatan bersenjata mereka sendiri yang direkrut dari para [[veteran]] [[Perang Dunia I]] yang tidak punya kerjaan setelah [[Perjanjian Versailles]] memangkas jumlah personel [[Angkatan Bersenjata Jerman]].<ref>Carlton Clymer Rodee, dkk, Pengantar Ilmu Politik, diterjemahkan dari judul asli Introduction to Political Science, (Jakarta: Rajawali Press, 2008) hal. 418</ref>
 
[[Perang Dunia II]] yang menewaskan puluhan juta orang ini akhirnya dimenangkan oleh [[Blok Sekutu]], yaitu [[Amerika Serikat]], [[Britania Raya]], [[Prancis]], dan [[Uni Soviet]]. Sementara [[Blok Poros]] yang kalah, harus menanggung konsekuensi, [[Kekaisaran Jepang]] harus kehilangan wilayah dan Kaisar [[Hirohito]] kehilangan “kultus” pribadinya,<ref>{{Cite web|url=http://www.history.com/topics/world-war-ii/hirohito|title=Hirohito - World War II - HISTORY.com|website=HISTORY.com|access-date=2017-11-25}}</ref> [[Kerajaan Italia]] dan [[Republik Sosial Italia]] harus dibubarkan, Raja [[Vittorio Emanuele II dari Italia|Victor Emmanuel]] dimakzulkan, dan [[Benito Mussolini]] digantung terbalik,<ref>{{Cite news|url=http://www.history.com/news/mussolinis-final-hours-70-years-ago|title=Mussolini’s Final Hours, 70 Years Ago|newspaper=HISTORY.com|access-date=2017-11-25}}</ref><ref>Syamdani, Kisah para Diktator-Diktator Psikopat: Kontroversi Kehidupan Pribadi dan Kebengisan Pada Diktator, (Yogyakarta: Narasi, 2009) hal. 81 - 83</ref><ref>Jules Archer, Kisah para Diktator: Biografi Politik Para Penguasa Fasis, Komunis, Despotis, dan Tiran, diterjemahkan dari judul asli, The Dictators Fascist, Communist, Despots, and Tyrants: The Biographies of The Great Dictator of The Modern World, (Yogyakarta: Narasi, Cetakan ke 16, 2014) hal. 83</ref> sementara nasib paling sial dialami [[Jerman Nazi]], selain [[Adolf Hitler]] yang diduga bunuh diri, dan [[Partai Nazi]] dibubarkan, [[Jerman]] dan seluruh rakyatnya harus menerima nasib tragis.<ref>Syamdani, Kisah para Diktator-Diktator Psikopat: Kontroversi Kehidupan Pribadi dan Kebengisan Pada Diktator, (Yogyakarta: Narasi, 2009) hal. 32 - 37</ref><ref>Jules Archer, Kisah para Diktator: Biografi Politik Para Penguasa Fasis, Komunis, Despotis, dan Tiran, diterjemahkan dari judul asli, The Dictators Fascist, Communist, Despots, and Tyrants: The Biographies of The Great Dictator of The Modern World, (Yogyakarta: Narasi, Cetakan ke 16, 2014) hal. 203 - 204</ref>
Ditengah keputusasaan rakyat [[Jerman]] dan tingkat ketidakpercayaan yang semakin tinggi terhadap pemerintah, partai-partai politik saling berebut untuk berkuasa di [[Reichstag]] ([[Parlemen Jerman]]), salah satu partai politik yang mampu merebut simpati masyarakat Jerman saat itu adalah [[Nationalsozialistische Deutsche Arbeiter Partei]] (NSDAP) atau biasanya disebut [[Partai Nazi]] saja. Sejak Partai Nazi berdiri pada 1919 dan partai ini masih dipimpin oleh [[Anton Drexler]], mereka hanya memiliki 12 kursi di Reichstag pada 1928. Elektabilitas Partai Nazi meningkat, ketika estafet kepemimpinan diambil alih oleh [[Adolf Hitler]], jumlah kursi Reichstag yang berhasil diperoleh Partai Nazi pada 1930 adalah 107 kursi, kemudian jumlah ini berlipat menjadi 230 pada Juli 1932.<ref>Carlton Clymer Rodee, dkk, Pengantar Ilmu Politik, diterjemahkan dari judul asli Introduction to Political Science, (Jakarta: Rajawali Press, 2008) hal. 418</ref>
 
== Menuju Kemapanan Demokrasi ==
Kekuatan Partai Nazi yang semakin besar di Reichstag semakin menekan kekuatan partai-partai [[demokrat]] di [[Reichstag]], mendirikan sebuah pemerintahan demokratis yang stabil semakin tidak memungkinkan bahkan dengan koalisi partai sekalipun, karena kekuatan Partai Nazi semakin tidak bisa dikalahkan di Reichstag saat itu. Selain itu, Presiden [[Paul von Hindenburg]] akhirnya menunjuk [[Adolf Hitler]] sebagai [[Kanselir Jerman]] pada Januari 1933. Dengan berkuasanya Partai Nazi di Reichstag dan naiknya Adolf Hitler sebagai kanselir, demokrasi di Jerman masih seumur jagung itupun semakin terancam.<ref>Carlton Clymer Rodee, dkk, Pengantar Ilmu Politik, diterjemahkan dari judul asli Introduction to Political Science, (Jakarta: Rajawali Press, 2008) hal. 418</ref>
[[Berkas:West Germany & East Germany Flag Map (1948 - 1990).png|jmpl|Peta bendera Jerman Barat dan Jerman Timur]]
=== Dua Jerman: Demokrasi dan Kediktatoran Soviet ===
[[Berkas:West German border warning sign at Schlagsdorf.jpg|jmpl|Tanda peringatan batas Jerman Barat di Schlagsdorf]]
Pasca [[Perang Dunia II]], banyak anggota ataupun keluarga anggota [[Partai Nazi]] dan tentara [[Jerman]] yang bertugas saat [[Perang Dunia II]] diadili sebagai Penjahat Perang, mereka diburu hingga ke [[Spanyol]] dan [[Argentina]].<ref>{{Cite news|url=http://www.theguardian.com/news/2017/aug/31/the-last-nazi-hunters|title=The last Nazi hunters|last=Kinstler|first=Linda|date=2017-08-31|newspaper=The Guardian|language=en-GB|issn=0261-3077|access-date=2017-11-25}}</ref> Selain itu, para perempuan Jerman banyak mengalami [[pemerkosaan]] oleh [[Tentara Merah]] [[Uni Soviet]] selama [[Pertempuran Berlin]] tetapi tak satupun dari personel [[Tentara Merah]] yang dibawa ke [[Pengadilan HAM|Pengadilan HAM Internasional]] (lihat film [[A Woman in Berlin]]),<ref>{{Cite news|url=http://www.dailymail.co.uk/news/article-1080493/Stalins-army-rapists-The-brutal-war-crime-Russia-Germany-tried-ignore.html|title=Stalin's army of rapists: The brutal war crime that Russia and Germany tried to ignore|newspaper=Mail Online|access-date=2017-11-25}}</ref> dan yang paling buruk dalam sejarah [[Jerman]] adalah terbentuknya dua “Negara-Bangsa” Jerman, yaitu [[Jerman Barat]] dan [[Jerman Timur]].<ref>{{Cite news|url=http://www.spiegel.de/international/germany/out-of-the-ashes-a-new-look-at-germany-s-postwar-reconstruction-a-702856.html|title=Out of the Ashes: A New Look at Germany's Postwar Reconstruction|last=Leick|first=Romain|date=2010-08-10|last2=Schreiber|first2=Matthias|newspaper=Spiegel Online|last3=Stoldt|first3=Hans-Ulrich|access-date=2017-11-25}}</ref><ref>{{Cite news|url=https://www.ranker.com/list/germany-after-world-war-2/david-sharp|title=14 Harsh Realities of Life in Germany After WWII|newspaper=Ranker|language=en|access-date=2017-11-25}}</ref>
 
Kebangkitan demokrasi di Jerman tidak memungkinkan dimulai oleh [[Jerman Timur]], karena pada 7 Oktober 1949, [[Uni Soviet]] yang berkuasa di Jerman Timur secara resmi mendirikan sebuah [[negara komunis]] di wilayah itu yaitu [[Republik Demokratik Jerman]] (nama resmi dari [[Jerman Timur]]). Dalam menjalankan pemerintahannya, Jerman Timur banyak dipengaruhi oleh kelola pemerintahan di [[Uni Soviet]], yaitu [[kediktatoran proletariat]]. Salah satunya yang diadopsi oleh Jerman Timur adalah dibentuknya unit polisi rahasia''[[Staatssicherheit]]'' (mirip dengan [[NKVD]] di [[Uni Soviet]]). ''Staatssicherheit'' sebenarnya bukan anggota polisi berseragam dan bersenjata, mereka lebih mirip intelejen. Anggota ''Staatssicherheit'' direkrut dari warga negara biasa yang bertugas untuk pemerintah, hal ini menyebabkan kebebasan politik di [[Jerman Timur]] menjadi tertekan dan mempersulit tumbuhnya nilai-nilai [[demokrasi]].<ref name="Liputan6.com">{{Cite news|url=http://global.liputan6.com/read/3123782/5-fakta-menarik-jerman-timur-di-masa-komunisme|title=5 Fakta Menarik Jerman Timur di Masa Komunisme|last=Liputan6.com|newspaper=liputan6.com|access-date=2017-11-27|archive-date=2017-11-30|archive-url=https://web.archive.org/web/20171130031808/http://global.liputan6.com/read/3123782/5-fakta-menarik-jerman-timur-di-masa-komunisme|dead-url=yes}}</ref>
Semakin hari, Partai Nazi semakin kuat, melalui sayap paramiliter mereka, [[Sturbmateilung]] (SA) yang dipimpin oleh [[Ernst Rohm]], Partai Nazi meneror lawan-lawan politik mereka, [[Adolf Hitler]] semakin bergerak mendekati kekuasaan tertinggi di Jerman yang akhirnya diraihnya setelah Presiden Hindenburg mangkat. Pada saat itulah [[Republik Weimar]] sebagai bentuk negara demokratis pertama di Jerman akhirnya hancur dan digantikan dengan kekuasaan [[otoritarian]] [[Nazisme]].<ref>Carlton Clymer Rodee, dkk, Pengantar Ilmu Politik, diterjemahkan dari judul asli Introduction to Political Science, (Jakarta: Rajawali Press, 2008) hal. 418</ref><ref>Ian Adams, Ideologi Politik Muktahir, diterjemahkan dari judul asli, Political Ideology Today, (Yogyakarta: Qalam, 2004) hal. 314 - 315</ref>
 
Selain tidak adanya kebebasan politik karena adanya polisi rahasia ''Staatsicherheit,'' warga Jerman Timur juga ditekan dalam kehidupan ekonominya. Bahkan, warga Jerman Timur dilarang menggunakan [[calana jeans]], karena pemerintah yang dikendalikan oleh rezim [[komunis]] menganggap celana jeans adalah simbol dari "kebudayaan [[kapitalisme]] Barat", meskipun banyak warga Jerman Timur yang ingin memiliki celana jeans, namun mereka takut. Selain itu, warga Jerman Timur juga membutuhkan waktu lama hanya untuk membeli sebuah mobil, bahkan untuk mobil yang paling murah saat itu. Keterbelakangan ekonomi ini artinya warga Jerman Timur memiliki daya beli yang rendah dan bukan karena warga tidak punya keinginan untuk maju, tetapi karena pemerintah membatasi kepemilikan pribadi warga negara.<ref name="Liputan6.com"/>
Dalam buku [[Introduction to Political Sciences]], kemenangan Nazi bukan karena praktek teror mereka terhadap lembaga pemerintah [[Weimar]] yang demokratis, ironisnya justru karena memang demokrasi di Jerman saat itu menunjang keberhasilan Partai Nazi, karena sebagian besar rakyat Jerman, dari kelas atas, seperti [[elit politik]], [[tuan tanah]], [[aristokrat]], [[militer]], dan [[birokrat]], kelas menengah, seperti [[intelektual]] dan [[pegawai kantoran]], dan juga kelas bawah, seperti [[buruh]] dan [[petani]], semuanya yang putus asa, marah, frustasi, dan depresi dengan keadaan sosial, politik, dan ekonomi – terutama saat [[Depresi Besar]] 1929 – hal ini mendorong kebencian mereka terhadap demokrasi dan sekaligus membangkitkan memeori tentang kejayaan Jerman di masa lalu, terutama pada masa [[Kekaisaran Romawi Suci]] dan [[Kekaisaran Jerman]], sehingga membangkitkan kembali [[Nasionalisme Jerman]] dan ide tentang [[Pan-Jermanisme]] dalam wujud baru, yaitu [[Nazisme]].<ref>Carlton Clymer Rodee, dkk, Pengantar Ilmu Politik, diterjemahkan dari judul asli Introduction to Political Science, (Jakarta: Rajawali Press, 2008) hal. 419</ref><ref>William Ebenstein, Isme-Isme yang Mengguncang Dunia: Komunisme, Fasisme, Kapitalisme, Sosialisme, diterjemahkan dari judul asli Today Isms: Communism, Fascism, Capitalism, Socialism, (Yogyakarta: Narasi, 2014) hal. 103 dan 16</ref>
 
[[Jerman Timur]] yang menjadi daerah pendudukan [[Uni Soviet]] memang harus diakui lebih terbelakang daripada [[Jerman Barat]] yang menjadi pendudukan [[Amerika Serikat]], [[Britania Raya]], dan [[PerancisPrancis]]. Sikap Uni Soviet yang sangat membenci Jerman (terutama saat dibangun [[Tembok Berlin]]) mengindikasikan bahwa pada awalnya Uni Soviet tidak berniat untuk hengkang dari daerah pendudukan mereka di [[Jerman Timur]], hal ini menjadikan harapan untuk bangkit bagi [[Bangsa Jerman]] adalah dari [[Jerman Barat]].<ref name="ReferenceB">Carlton Clymer Rodee, dkk, Pengantar Ilmu Politik, diterjemahkan dari judul asli Introduction to Political Science, (Jakarta: Rajawali Press, 2008) hal. 420</ref>
=== Pasca-Perang Dunia II ===
 
=== OlehDipelopori Jerman Barat ===
Ketika depresi sosial, politik, dan ekonomi di seluruh dunia meningkat, terutama di [[Eropa]] dan [[Asia]], [[fasisme]] muncul sebagai sebuah alternatif yang membawa masyarakat negara pasca-industri keluar dari krisis akibat kegagalan [[kapitalisme]] [[Amerika Serikat]] yang menyebabkan [[Depresi Besar]] 1929, sekaligus menjawab tantangan untuk membentengi negara dari bahaya [[komunisme]] [[Uni Soviet]]. Kekecewaan terhadap [[kapitalisme]] dan ketakutan terhadap [[komunisme]] membuat [[fasisme]] semakin mudah merebut kekuasaan di negara-negara pasca-industri, seperti [[Jerman]], [[Italia]], dan [[Jepang]], ditambah dengan negara lainnya seperti [[Spanyol]] dan [[Portugal]] juga menjadi tempat di mana fasisme berkuasa.<ref>Carlton Clymer Rodee, dkk, Pengantar Ilmu Politik, diterjemahkan dari judul asli Introduction to Political Science, (Jakarta: Rajawali Press, 2008) hal. 419</ref>
[[Berkas:Bundesarchiv B 145 Bild-F034157-0031, Bonn, Bundeskanzler Brandt empfängt Schauspieler.jpg|jmpl|307x307px|Willy Brandt (pria di sebelah kiri)|al=|kiri]]Keterbelakangan Jerman Timur terjadi dibanyak sektor, Uni Soviet jelas menjalankan praktek balas dendamnya dengan membuat warga Jerman Timur menderita, hal berbeda dialami Jerman Barat yang perlahan dibangkitkan secara ekonomi dan politik, salah satunya dengan proses-proses menuju [[demokratisasi]], oleh karena itu harapan bagi Bangsa Jerman bertopang pada Jerman Barat. Langkah pertama [[Jerman Barat]] untuk merekonstruksi [[demokrasi]] di [[Jerman]] adalah melalui [[Hukum Dasar Bonn]].<ref>Carlton Clymer Rodee, dkk, Pengantar Ilmu Politik, diterjemahkan dari judul asli Introduction to Political Science, (Jakarta: Rajawali Press, 2008) hal. 420<name="ReferenceB"/ref>
 
[[Hukum Dasar Bonn]] diawali dengan bersedianya [[Amerika Serikat]], [[PerancisPrancis]], [[Britania Raya]] untuk menyerahkan kembali kekuasaannya atas daerah pendudukan di [[Jerman Barat]] kepada penduduk asli atau [[pribumi]] [[Jerman]] pada 1949. Kemudian setelah itu, karena [[Berlin]] tidak kondusif lagi untuk dijadikan ibukotaibu kota, selain karena sudah terpecah menjadi [[Berlin Barat]] dan [[Berlin Timur]], Berlin sendiri secara [[de jure]] masuk ke dalam wilayah pendudukan [[Uni Soviet]] di [[Jerman Timur]], maka Kota [[Bonn]] yang terletak di tepi [[Sungai Rhein]] ditunjuk menjadi ibukotaibu kota dari [[Jerman Barat]] sekaligus memulai untuk dilaksanakannya pasal-pasal dalam [[Hukum Dasar Bonn]].<ref>Carlton Clymer Rodee, dkk, Pengantar Ilmu Politik, diterjemahkan dari judul asli Introduction to Political Science, (Jakarta: Rajawali Press, 2008) hal. 420<name="ReferenceB"/ref>
[[Pakta Tripartit]] yang ditandatangai oleh [[Jerman Nazi|Jerman]], [[Kerajaan Italia|Italia]], dan [[Kekaisaran Jepang|Jepang]] membawa dunia kepada kebangkitan satu kekuatan baru di antara [[kapitalisme]] dan [[komunisme]]. Ketegangan memuncak diantara tiga ideologi ini, yang akhirnya terjadilah [[Perang Dunia II]], antara [[Blok Poros]] melawan [[Blok Sekutu]].
 
Sebenarnya pada saat Hukum Dasar Bonn diterapkan dan Kota [[Bonn]] menjadi ibukotaibu kota dari [[Jerman Barat]], muncul kesadaran dari para elit politik [[Jerman Barat]]. Kesadaran itu muncul karena jika Hukum Dasar Bonn disahkan menjadi [[konstitusi]], maka sama saja dengan mengakui pembagian Jerman untuk selama-lamanya. Oleh karena itu para elit [[Jerman Barat]] memanfaatkan instrument politik yang dibangun oleh sistem [[demokrasi]] yang ada untuk memperjuangakan “Persatuan Jerman” melalui [[demokrasi]] pula.<ref>Carlton Clymer Rodee, dkk, Pengantar Ilmu Politik, diterjemahkan dari judul asli Introduction to Political Science, (Jakarta: Rajawali Press, 2008) hal. 420<name="ReferenceB"/ref>
[[Perang Dunia II]] yang menewaskan puluhan juta orang ini akhirnya dimenangkan oleh [[Blok Sekutu]], yaitu [[Amerika Serikat]], [[Britania Raya]], [[Perancis]], dan [[Uni Soviet]]. Sementara [[Blok Poros]] yang kalah, harus menanggung konsekuensi, [[Kekaisaran Jepang]] harus kehilangan wilayah dan Kaisar [[Hirohito]] kehilangan “kultus” pribadinya, [[Kerajaan Italia]] dan [[Republik Sosial Italia]] harus dibubarkan, Raja [[Victor Emmanuel]] dimakzulkan, dan [[Benito Mussolini]] digantung terbalik, sementara nasib paling sial dialami [[Jerman Nazi]], selain [[Adolf Hitler]] yang diduga bunuh diri, dan [[Partai Nazi]] dibubarkan, [[Jerman]] dan seluruh rakyatnya harus menerima nasib tragis.
 
Sejak 1949, kebangkitan dan perkembangan [[Jerman Barat]] menjadi tolok ukur perkembangan [[demokrasi]] di [[Jerman]]. Selain dari [[Hukum Dasar Bonn]], demokratisasi di Jerman Barat juga terindikasikan dari prestasi pemerintahan [[Sosial demokrat|Sosial-Demokrat]] dibawah Kanselir [[Willy Brandt]] (1969 – 1974), prestasi itu adalah “pengakuan” [[Jerman Barat]] atas kedaulatan [[Jerman Timur]], meskipun terlihat kontra-produktif dengan tujuan menyatukan kembali Jerman, “pengakuan” dari [[Jerman Barat]] terhadap [[Jerman Timur]] itu menjadi langkah awal untuk menormalisasi hubungan kedua Jerman, bahkan juga normalisasi hubungan dengan [[Uni Soviet]].<ref>Carlton Clymer Rodee, dkk, Pengantar Ilmu Politik, diterjemahkan dari judul asli Introduction to Political Science, (Jakarta: Rajawali Press, 2008) hal. 420<name="ReferenceB"/ref>
Pasca [[Perang Dunia II]], banyak anggota ataupun keluarga anggota [[Partai Nazi]] dan tentara [[Jerman]] yang bertugas saat [[Perang Dunia II]] diadili sebagai Penjahat Perang, mereka diburu hingga ke [[Spanyol]] dan [[Argentina]] . Selain itu, para perempuan Jerman banyak mengalami [[pemerkosaan]] oleh [[Tentara Merah]] [[Uni Soviet]] selama [[Pertempuran Berlin]] tetapi tak satupun dari personel [[Tentara Merah]] yang dibawa ke [[Pengadilan HAM Internasional]] (lihat film [[A Woman in Berlin]]), dan yang paling buruk dalam sejarah [[Jerman]] adalah terbentuknya dua “Negara-Bangsa” Jerman, yaitu [[Jerman Barat]] dan [[Jerman Timur]].
 
== Menuju Demokrasi ==
 
=== Dari Dua Jerman ===
 
[[Jerman Timur]] yang menjadi daerah pendudukan [[Uni Soviet]] memang harus diakui lebih terbelakang daripada [[Jerman Barat]] yang menjadi pendudukan [[Amerika Serikat]], [[Britania Raya]], dan [[Perancis]]. Sikap Uni Soviet yang sangat membenci Jerman (terutama saat dibangun [[Tembok Berlin]]) mengindikasikan bahwa pada awalnya Uni Soviet tidak berniat untuk hengkang dari daerah pendudukan mereka di [[Jerman Timur]], hal ini menjadikan harapan untuk bangkit bagi [[Bangsa Jerman]] adalah dari [[Jerman Barat]].<ref>Carlton Clymer Rodee, dkk, Pengantar Ilmu Politik, diterjemahkan dari judul asli Introduction to Political Science, (Jakarta: Rajawali Press, 2008) hal. 420</ref>
 
=== Oleh Jerman Barat ===
 
Keterbelakangan Jerman Timur terjadi dibanyak sektor, Uni Soviet jelas menjalankan praktek balas dendamnya dengan membuat warga Jerman Timur menderita, hal berbeda dialami Jerman Barat yang perlahan dibangkitkan secara ekonomi dan politik, salah satunya dengan proses-proses menuju [[demokratisasi]], oleh karena itu harapan bagi Bangsa Jerman bertopang pada Jerman Barat. Langkah pertama [[Jerman Barat]] untuk merekonstruksi [[demokrasi]] di [[Jerman]] adalah melalui [[Hukum Dasar Bonn]].<ref>Carlton Clymer Rodee, dkk, Pengantar Ilmu Politik, diterjemahkan dari judul asli Introduction to Political Science, (Jakarta: Rajawali Press, 2008) hal. 420</ref>
 
[[Hukum Dasar Bonn]] diawali dengan bersedianya [[Amerika Serikat]], [[Perancis]], [[Britania Raya]] untuk menyerahkan kembali kekuasaannya atas daerah pendudukan di [[Jerman Barat]] kepada penduduk asli atau [[pribumi]] [[Jerman]] pada 1949. Kemudian setelah itu, karena [[Berlin]] tidak kondusif lagi untuk dijadikan ibukota, selain karena sudah terpecah menjadi [[Berlin Barat]] dan [[Berlin Timur]], Berlin sendiri secara [[de jure]] masuk ke dalam wilayah pendudukan [[Uni Soviet]] di [[Jerman Timur]], maka Kota [[Bonn]] yang terletak di tepi [[Sungai Rhein]] ditunjuk menjadi ibukota dari [[Jerman Barat]] sekaligus memulai untuk dilaksanakannya pasal-pasal dalam [[Hukum Dasar Bonn]].<ref>Carlton Clymer Rodee, dkk, Pengantar Ilmu Politik, diterjemahkan dari judul asli Introduction to Political Science, (Jakarta: Rajawali Press, 2008) hal. 420</ref>
 
Sebenarnya pada saat Hukum Dasar Bonn diterapkan dan Kota [[Bonn]] menjadi ibukota dari [[Jerman Barat]], muncul kesadaran dari para elit politik [[Jerman Barat]]. Kesadaran itu muncul karena jika Hukum Dasar Bonn disahkan menjadi [[konstitusi]], maka sama saja dengan mengakui pembagian Jerman untuk selama-lamanya. Oleh karena itu para elit [[Jerman Barat]] memanfaatkan instrument politik yang dibangun oleh sistem [[demokrasi]] yang ada untuk memperjuangakan “Persatuan Jerman” melalui [[demokrasi]] pula.<ref>Carlton Clymer Rodee, dkk, Pengantar Ilmu Politik, diterjemahkan dari judul asli Introduction to Political Science, (Jakarta: Rajawali Press, 2008) hal. 420</ref>
 
=== Mendamaikan Jerman ===
 
Sejak 1949, kebangkitan dan perkembangan [[Jerman Barat]] menjadi tolok ukur perkembangan [[demokrasi]] di [[Jerman]]. Selain dari [[Hukum Dasar Bonn]], demokratisasi di Jerman Barat juga terindikasikan dari prestasi pemerintahan [[Sosial-Demokrat]] dibawah Kanselir [[Willy Brandt]] (1969 – 1974), prestasi itu adalah “pengakuan” [[Jerman Barat]] atas kedaulatan [[Jerman Timur]], meskipun terlihat kontra-produktif dengan tujuan menyatukan kembali Jerman, “pengakuan” dari [[Jerman Barat]] terhadap [[Jerman Timur]] itu menjadi langkah awal untuk menormalisasi hubungan kedua Jerman, bahkan juga normalisasi hubungan dengan [[Uni Soviet]].<ref>Carlton Clymer Rodee, dkk, Pengantar Ilmu Politik, diterjemahkan dari judul asli Introduction to Political Science, (Jakarta: Rajawali Press, 2008) hal. 420</ref>
 
=== Membangun Mahkamah Konstitusi ===
 
Pasukan [[Sekutu]] [[Barat]] yang menduduki [[Jerman Barat]] setelah memenangkan [[Perang Dunia II]] mengawali usaha-usaha terciptanya lembaga demokratis yang baru sama sekali, jadi meskipun Jerman punya pengalaman demokrasi pada masa [[Republik Weimar]], tetapi pasukan pendudukan Sekutu tidak ingin mengulangi kesalahan demokrasi Weimar, akhirnya sebagian besar proses demokratisasi di [[Jerman Barat]] meniru sistem [[demokrasi]] di [[Amerika Serikat]]. Salah satu lembaga demokratis yang dibangun oleh [[Jerman Barat]] adalah [[Mahkamah Konstitusi Jerman]].
Seperti halnya fungsi dan tugas [[Mahkamah Konstitusi]] pada umunya di seluruh dunia, Mahkamah Konstitusi di Jerman Barat berfungsi sebagai pelindung hak-hak konstitusi warga negara. Dengan kekuasaan untuk meninjau hasil keputusan dan menggagalkan setiap undang-undang atau peraturan yang menunjang [[otoritarianisme]] yang dihasilkan parlemen ataupun pemerintah, Mahkamah Konstitusi Jerman Barat telah memulai satu langkah lanjutan bagi Jerman di kemudian hari sebagai negara yang demokratis sampai saat ini.<ref>Carlton Clymer Rodee, dkk, Pengantar Ilmu Politik, diterjemahkan dari judul asli Introduction to Political Science, (Jakarta: Rajawali Press, 2008) hal. 420<name="ReferenceB"/ref>
 
Selain berdirinya Mahkamah Konstitusi, para elit politik di [[Jerman Barat]] terus mencontoh [[Amerika Serikat]] sebagai negara demokratis yang mapan di dunia, salah satunya adalah memapankan sistem negara [[federalisme]] sebagai komitmen Jerman Barat terhadap [[otonomi daerah]] dan [[desentralisasi]]. Untuk membentuk suatu negara [[federasi]] yang kuat, [[Jerman Barat]] terdiri dari sepuluh negara bagian (yang disebut sebagai [[Lander]]), sementara [[Bonn]] menjadi tempat dari pemerintahan pusat yang sekaligus menjadi “pemerintahan federal khusus” (kurang lebih mirip dengan otonomi yang dimiliki [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta]] di [[Indonesia]]).<ref>Carlton Clymer Rodee, dkk, Pengantar Ilmu Politik, diterjemahkan dari judul asli Introduction to Political Science, (Jakarta: Rajawali Press, 2008) hal. 420<name="ReferenceB"/ref>
=== Melembagakan Federalisme ===
 
Namun, yang berbeda antara [[Jerman Barat]] dengan [[Amerika Serikat]] adalah bentuk pemerintahannya, yaitu kedudukan [[kanselir Jerman Barat]] lebih mirip [[Perdana Menteri Inggris]] daripada [[Presiden Amerika Serikat]]. Majelis Tinggi di [[Parlemen Jerman Barat]] atau [[Bundesrat]] memiliki hak veto mutlak atas pembuatan undang-undang dan kewenangan tertinggi untuk menunjuk seorang kanselir. Memposisikan parlemen sebagai lembaga tertinggi juga sekaligus mencegah terulangnya kedudukan presiden menjadi otoritas tertinggi seperti era [[Paul von Hindenburg]]. [[Presiden Republik Federal Jerman Barat]] lebih sebagai kepala negara saja, dipilih melalui Majelis Rendah atau [[Bundestag]]. Karena tidak memiliki mandat dari rakyat dan kewenangan konstitusinya sempit, maka posisi Presiden Republik Federal Jerman tidak strategis.<ref>Carlton Clymer Rodee, dkk, Pengantar Ilmu Politik, diterjemahkan dari judul asli Introduction to Political Science, (Jakarta: Rajawali Press, 2008) hal. 420<name="ReferenceB"/ref>
Selain berdirinya Mahkamah Konstitusi, para elit politik di [[Jerman Barat]] terus mencontoh [[Amerika Serikat]] sebagai negara demokratis yang mapan di dunia, salah satunya adalah memapankan sistem negara [[federalisme]] sebagai komitmen Jerman Barat terhadap [[otonomi daerah]] dan [[desentralisasi]]. Untuk membentuk suatu negara [[federasi]] yang kuat, [[Jerman Barat]] terdiri dari sepuluh negara bagian (yang disebut sebagai [[Lander]]), sementara [[Bonn]] menjadi tempat dari pemerintahan pusat yang sekaligus menjadi “pemerintahan federal khusus” (kurang lebih mirip dengan otonomi yang dimiliki [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta]] di [[Indonesia]]).<ref>Carlton Clymer Rodee, dkk, Pengantar Ilmu Politik, diterjemahkan dari judul asli Introduction to Political Science, (Jakarta: Rajawali Press, 2008) hal. 420</ref>
 
Posisi presiden yang tidak memiliki kewenangan strategis seperti di era [[Republik Weimar]], maka kepala pemerintahan di Jerman Barat di pimpin oleh [[Kanselir]]. Kanselir menjadi pusat dan titik berat dari sistem politik di [[Jerman Barat]]. Kanselir memiliki kabinerkabinet yang bertugas selayaknya kabinet [[Presiden Amerika Serikat]]. Para menteri dan departemen bertanggungjawab kepada kanselir, bukan secara kolektif kepada parlemen (tidak seperti di [[Britania Raya]]). Kanselir Jerman Barat adalah pemimpin partai mayoritas di Parlemen Jerman Barat, atau juga pemimpin koalisiskoalisi partai di Majelis Rendah.<ref>Carlton Clymer Rodee, dkk, Pengantar Ilmu Politik, diterjemahkan dari judul asli Introduction to Political Science, (Jakarta: Rajawali Press, 2008) hal. 420<name="ReferenceB"/ref>
=== Parlemen, Presiden, dan Kanselir ===
 
[[Hukum Dasar Bonn]] juga membatasi agar kabinet kanselir Jerman Barat tidak bisa dengan mudah digoyahkan, salah satunya adalah, bila Bundestag ingin menjatuhkan pemerintah, maka Bundestag harus memiliki suara mayoritas absolute dan bila ingin menaikkan kanselir baru, Bundestag juga memerlukan suara mayoritas absolut. Peraturan ini membuat kedudukan eksekutif di Jerman Barat menjadi sangat kuat dan tetap ada jaminan nilai-nilai [[demokrasi]] yang didasari dalam [[Hukum Dasar Bonn]].<ref>Carlton Clymer Rodee, dkk, Pengantar Ilmu Politik, diterjemahkan dari judul asli Introduction to Political Science, (Jakarta: Rajawali Press, 2008) hal. 420<name="ReferenceB"/ref>
Namun, yang berbeda antara [[Jerman Barat]] dengan [[Amerika Serikat]] adalah bentuk pemerintahannya, yaitu kedudukan [[kanselir Jerman Barat]] lebih mirip [[Perdana Menteri Inggris]] daripada [[Presiden Amerika Serikat]]. Majelis Tinggi di [[Parlemen Jerman Barat]] atau [[Bundesrat]] memiliki hak veto mutlak atas pembuatan undang-undang dan kewenangan tertinggi untuk menunjuk seorang kanselir. Memposisikan parlemen sebagai lembaga tertinggi juga sekaligus mencegah terulangnya kedudukan presiden menjadi otoritas tertinggi seperti era [[Paul von Hindenburg]]. [[Presiden Republik Federal Jerman Barat]] lebih sebagai kepala negara saja, dipilih melalui Majelis Rendah atau [[Bundestag]]. Karena tidak memiliki mandat dari rakyat dan kewenangan konstitusinya sempit, maka posisi Presiden Republik Federal Jerman tidak strategis.<ref>Carlton Clymer Rodee, dkk, Pengantar Ilmu Politik, diterjemahkan dari judul asli Introduction to Political Science, (Jakarta: Rajawali Press, 2008) hal. 420</ref>
 
== Referensi ==
Posisi presiden yang tidak memiliki kewenangan strategis seperti di era [[Republik Weimar]], maka kepala pemerintahan di Jerman Barat di pimpin oleh [[Kanselir]]. Kanselir menjadi pusat dan titik berat dari sistem politik di [[Jerman Barat]]. Kanselir memiliki kabiner yang bertugas selayaknya kabinet [[Presiden Amerika Serikat]]. Para menteri dan departemen bertanggungjawab kepada kanselir, bukan secara kolektif kepada parlemen (tidak seperti di [[Britania Raya]]). Kanselir Jerman Barat adalah pemimpin partai mayoritas di Parlemen Jerman Barat, atau juga pemimpin koalisis partai di Majelis Rendah.<ref>Carlton Clymer Rodee, dkk, Pengantar Ilmu Politik, diterjemahkan dari judul asli Introduction to Political Science, (Jakarta: Rajawali Press, 2008) hal. 420</ref>
 
{{reflist}}
[[Hukum Dasar Bonn]] juga membatasi agar kabinet kanselir Jerman Barat tidak bisa dengan mudah digoyahkan, salah satunya adalah, bila Bundestag ingin menjatuhkan pemerintah, maka Bundestag harus memiliki suara mayoritas absolute dan bila ingin menaikkan kanselir baru, Bundestag juga memerlukan suara mayoritas absolut. Peraturan ini membuat kedudukan eksekutif di Jerman Barat menjadi sangat kuat dan tetap ada jaminan nilai-nilai [[demokrasi]] yang didasari dalam [[Hukum Dasar Bonn]].<ref>Carlton Clymer Rodee, dkk, Pengantar Ilmu Politik, diterjemahkan dari judul asli Introduction to Political Science, (Jakarta: Rajawali Press, 2008) hal. 420</ref>
 
== Referensi ==
 
[[Kategori:Politik di Jerman]]
[[Kategori:Sejarah Jerman]]
[[Kategori:Demokrasi]]