Korupsi di Indonesia: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Gambar |
k (via JWB) Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
||
(46 revisi perantara oleh 23 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{untuk|Agensi|Penegakan hukum di Indonesia}}
[[Berkas:Tugu Antikorupsi Pekanbaru.jpg|jmpl|Tugu Antikorupsi di Pekanbaru, [[Riau|Provinsi Riau]]. Meski dibangun oleh pemerintah setempat untuk memperingati [[Hari Antikorupsi Sedunia|Hari Antikorupsi]], dana pembangunannya justru dikorupsi.]]
Perkembangan korupsi di Indonesia juga mendorong [[pemberantasan korupsi di Indonesia]]. Namun hingga kini [[pemberantasan korupsi di Indonesia]] belum mampu atau menunjukkan titik terang melihat peringkat.
Meskipun tidak menjamin korupsi menjadi berkurang, perlu
== Pemberantasan korupsi di Indonesia ==
Baris 12 ⟶ 13:
Dasar Hukum: KUHP (awal), UU 24 tahun 1960
Antara 1951–1956 isu korupsi mulai diangkat oleh koran lokal seperti [[Indonesia Raya (surat kabar)|Indonesia Raya]] yang dipandu [[Mochtar Lubis]] dan [[Rosihan Anwar]]. Pemberitaan dugaan korupsi [[Roeslan Abdulgani|Ruslan Abdulgani]] menyebabkan koran tersebut kemudian diberedel. Kasus 14 Agustus 1956 ini adalah peristiwa kegagalan pemberantasan korupsi yang pertama di Indonesia, dimana atas [[intervensi]] PM [[Ali Sastroamidjojo|Ali Sastroamidjoyo]], [[Roeslan Abdulgani|Ruslan Abdulgani]], sang menteri luar negeri, gagal ditangkap oleh [[Polisi militer|Polisi Militer]]. Sebelumnya Lie Hok Thay mengaku memberikan satu setengah juta rupiah kepada [[Roeslan Abdulgani|Ruslan Abdulgani]], yang diperoleh dari ongkos cetak kartu suara pemilu. Dalam kasus tersebut mantan [[Menteri Penerangan]] kabinet [[Burhanuddin Harahap]] (kabinet sebelumnya), Syamsudin Sutan Makmur, dan Direktur Percetakan Negara, Pieter de Queljoe berhasil ditangkap.
[[Mochtar Lubis]] dan [[Rosihan Anwar]] justru kemudian dipenjara tahun 1961 karena dianggap sebagai lawan politik [[Sukarno]].
Baris 22 ⟶ 23:
[[Pertamina]] adalah suatu organisasi yang merupakan lahan korupsi paling subur.
[[Soeharto|Kolonel Soeharto]], panglima Diponegoro saat itu, yang diduga terlibat dalam kasus korupsi gula, diperiksa oleh [[Suprapto Sukowati|Mayjen Suprapto]], [[Siswondo Parman|S Parman]], [[Mas Tirtodarmo Haryono|MT Haryono]], dan [[Sutoyo Siswomiharjo|Sutoyo]] dari Markas Besar Angkatan Darat. Sebagai hasilnya, jabatan panglima Diponegoro diganti oleh [[Pranoto Reksosamodra|Letkol Pranoto]], Kepala Staffnya. Proses hukum [[Soeharto]] saat itu dihentikan oleh [[Gatot Soebroto|Mayjen Gatot Subroto]], yang kemudian mengirim [[Soeharto]] ke [[Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat|Seskoad]] di [[Kota Bandung|Bandung]]. Kasus ini membuat [[D.I. Pandjaitan|DI Panjaitan]] menolak pencalonan [[Soeharto]] menjadi ketua Senat [[Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat|Seskoad]]<ref>http://digilib.uinsby.ac.id/8064/4/BAB%20II.pdf</ref><ref>https://cegahkorupsi.wg.ugm.ac.id/index.php/2015-08-20-05-19-20/korupsi</ref>.
=== Dasar Hukum: UU 3 tahun 1971 ===
Baris 33 ⟶ 34:
# Tim Tastipikor (Tindak Pidana Korupsi)
# [[Komisi Pemberantasan Korupsi]]
# [[Kepolisian Negara Republik Indonesia
# [[Kejaksaan Republik Indonesia
# [[Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan]]<ref>{{Cite web |url=https://acch.kpk.go.id/id/jejak-pemberantasan/7-uu-20-tahun-2001-perubahan-uu-31-1999-pemberantasan-tindak-pidana-korupsi |title=Salinan arsip |access-date=2022-07-19 |archive-date=2022-07-19 |archive-url=https://web.archive.org/web/20220719083453/https://acch.kpk.go.id/id/jejak-pemberantasan/7-uu-20-tahun-2001-perubahan-uu-31-1999-pemberantasan-tindak-pidana-korupsi |dead-url=yes }}</ref>.
== Upaya Penanggulangan Kejahatan Korupsi dengan Hukum Pidana ==
Upaya [[Kebijakan]] penanggulangan [[kejahatan]] atau yang biasa dikenal dengan [[Politik]] kriminal atau criminal policy oleh G. Peter Hoefnagels kebijakan penerapan [[hukum pidana]] (criminal law application) (Nawawi Arif : 2008), Secara garis besar upaya penanggulangan kejahatan dapat dibagi menjadi 2 (dua) yaitu melalui jalur penal (dengan menggunakan hukum pidana) dan jalur non-penal (diselesaikan di luar hukum pidana dengan sarana-sarana non-penal), upaya penal dengan memanggil atau menggunakan hukum pidana atau dengan menghukum atau memberi [[pidana]] atau memberi penderitaan atau nestapa bagi pelaku [[korupsi]], salah satu cara untuk memberantas korupsi adalah dengan membentuk lembaga yang independen yang khusus menangani korupsi, menyediakan sarana bagi masyarakat yang hendak mengkomplain apa yang dilakukan oleh lembaga Pemerintah baik dari [[eksekutif]], [[legislatif]], [[yudikatif]], [[Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia]] serta deretan pegawainya dan lain sebagainya, lembaga tersebut harus memberikan edukasi kepada pemerintah dan masyarakat, lembaga [[independen]] [[Ombudsman]] patut mengembangkan kepedulian serta pengetahuan [[masyarakat]] mengenai hak mereka untuk mendapat perlakuan yang baik, jujur dan efisien dari pegawai [[pemerintah]] (UNODC : 2004)<ref>{{Cite web |url=http://akperrsdustira.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku-Pendidikan-Anti-Korupsi-untuk-Perguruan-Tinggi-2017-bagian-2-.pdf |title=Salinan arsip |access-date=2022-07-19 |archive-date=2020-01-10 |archive-url=https://web.archive.org/web/20200110165430/http://akperrsdustira.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku-Pendidikan-Anti-Korupsi-untuk-Perguruan-Tinggi-2017-bagian-2-.pdf |dead-url=yes }}</ref>
Upaya penanggulangan korupsi selain dengan hukum pidana juga dilakukan oleh Presiden [[Joko Widodo]] dengan menetapkan Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2018 tentang [[Strategi Nasional Pencegahan Korupsi]] pada tanggal 20 Juli 2018.
{{quote|"Tapi yang namanya strategi hanya dokumen berdebu jika kita sendiri tidak melaksanakan. Dalam Perpres Stranas Pencegahan Korupsi terkandung semangat agar Indonesia bebas dari korupsi. KPK pun tidak bisa berjalan sendiri."|Presiden Joko Widodo|Sambutan di dalam acara penyusunan Tim Nasional Pencegahan Korupsi<ref>{{Cite web|last=news.detik.com|date=2019-03-13|title=Jokowi: Stranas Cegah Korupsi Jadi Dokumen Berdebu Jika Tak dilaksanakan|url=https://news.detik.com/berita/d-4466155/jokowi-stranas-cegah-korupsi-jadi-dokumen-berdebu-jika-tak-dilaksanakan|website=News Detik|access-date=2023-08-23}}
</ref>}}
== Faktor Korupsi ==
Para pelaku korupsi adalah para [[pegawai]] dan [[pejabat]] [[pemerintahan]] yang menempati posisi strategis yang telah mendapatkan [[kesejahteraan]] hidup enak, gaji besar, dan semua telah dimilikinya, alasan seorang pelaku kurupsi teori GONE yang dikemukakan oleh penulis Jack Bolangna ialah singkatan dari Greedy (Keserakahan), Opportunity (Kesempatan), Need (Kebutuhan) dan Exposure (Pengungkapan), seseorang yang korupsi pada dasarnya serakah dan tak pernah puas, tidak pernah merasakan cukup dalam diri [[Koruptor]] yang serakah, faktor penyebab korupsi meliputi dua paktor yaitu Internal merupakan penyebab korupsi dari diri pribadi, sedangkan faktor Eksternal karena sebab-sebab dari luar <ref name="aclc">https://aclc.kpk.go.id/action-information/lorem-ipsum/20220407-null</ref><ref>https://lbhpengayoman.unpar.ac.id/apakah-perbedaan-tindak-pidana-korupsi-dan-penggelapan/</ref>.
=== Faktor penyebab internal ===
#[[Keserakahan]] dan tamak adalah sifat yang membuat seorang selalu tidak merasa cukup atas apa yang dimiliki, selalu ingin lebih, dengan sipat tamak, seorang menjadi berlebihan mencintai [[harta]],
#Gaya hidup [[konsumtif]] adalah sifat serakah ditambah gaya hidup yang konsumtif menjadi faktor pendorong internal korupsi, gaya hidup konsumtif misalnya barang-barang mewah dan mahal atau mengikuti tren kehidupan perkotaan yang serba glamor,
#Moral yang lemah adalah Seseorang dengan moral yang lemah mudah tergoda untuk melakukan korupsi, Aspek lemah moral lemahnya [[keimanan]], kejujuran dan rasa malu melakukan tindakan korupsi<ref name="aclc"/><ref name="edu">https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5975109/16-faktor-penyebab-korupsi-dari-aspek-individu-hingga-organisasi</ref>.
=== Paktor Penyebab Eksternal ===
#Aspek [[sosial]] adalah seseorang berpengaruh dalam mendorong terjadinya korupsi, terutama [[keluarga]], bukannya mengingatkan atau memberi [[hukuman]], keluarga malah justru mendukung seseorang korupsi untuk memenuhi keserakahan mereka,
#Aspek [[Politik]] adalah keyakinan bahwa politik untuk memperoleh keuntungan yang besar menjadi faktor eksternal penyebab korupsi, tujuan politik untuk memperkaya diri pada akhirnya menciptakan money politics, dengan [[politik uang]] seseorang bisa memenangkan kontestasi dengan membeli suara membagi bagikan uang menyogok para pemilih melalui tim khusus yang telah dibentuk ditetapkan dan juga dengan anggota-anggota partai-nya,
#Aspek [[hukum]] adalah hukum sebagai penyebab korupsi bisa dilihat dari dua sisi, dari sisi perundang-undangan karena lemahnya penegakan hukum, koruptor akan mencari celah di [[undang-undang]] untuk bisa melakukan aksinya,
#Aspek [[ekonomi]] adalah sering dianggap sebagai penyebab utama korupsi, di antaranya tingkat pendapatan atau [[gaji]] yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan,
#Aspek [[Organisasi politik]] adalah organisasi tempat koruptor berada, biasanya, organisasi ini memberi andil terjadinya korupsi, karena membuka peluang dan kesempatan, karena adanya teladan [[integritas]] dari [[pemimpin]], kultur yang benar, kurang memadai sistem akuntabilitas, atau lemahnya sistem pengendalian manajemen, di dapat dari sumber tepercaya didalam buku pendidikan Antikorupsi oleh Eko Handoyo, organisasi bisa mendapatkan keuntungan dari korupsi para anggotanya yang menjadi birokrat dan bermain menjadi pemain di antara celah-celah peraturan, Partai Politik menggunakan cara ini untuk membiayai organisasi mereka, pencalonan [[pejabat]] wilayah dan [[daerah]] juga [[kota]] menjadi sarana bagi partai politik untuk mencari dana bagi kelancaran roda organisasi, pada akhirnya terjadi money politics (politik uang) dan lingkaran korupsi kembali terjadi hingga Sekarang di tahun 2022 ini<ref name="aclc"/><ref name="edu"/>.
== Pranala luar ==
* [https://www.kpk.go.id/ Situs resmi Komisi Pemberantasan Korupsi]
* [https://polri.go.id/ Situs resmi Polri]
== Daftar pustaka ==
* {{id}} {{pustaka}} Mochtar Lubis, ''Manusia Indonesia: (sebuah pertanggungjawaban)'', Yayasan Obor Indonesia (2001), ISBN
== Referensi ==
{{reflist}}
{{authority control}}
{{Topik Asia|Korupsi di}}
[[Kategori:Korupsi di Indonesia| ]]
[[Kategori:Politik]]
|