Nyai Ambetkasih: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Bangpur55 (bicara | kontrib)
←Membuat halaman berisi ''''Nyai Ambetkasih''' atau ''Nhai Ambet Kasih'' atau ''Nyai Rambut Kasih'' atau ''Ngambetkasih'' adalah salah satu istri Maharaja Kerajaan Sunda-Galuh atau Pakuan Pa...'
Tag: tanpa kategori [ * ] VisualEditor
 
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(14 revisi perantara oleh 10 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Yatim|Oktober 2022}}
'''Nyai Ambetkasih''' atau ''Nhai Ambet Kasih'' atau ''Nyai Rambut Kasih'' atau ''Ngambetkasih'' adalah salah satu istri Maharaja Kerajaan Sunda-Galuh atau [[Pakuan Pajajaran|Pajajaran]] ''Prabuguru Dewataprana Sri Baduga Maharaja'' atau [[Sri Baduga Maharaja|Prabu Siliwangi]] atau Raden Pamanahrasa.
{{infobox royalty
 
|father = Giridewata
Nama Nyai Ambetkasih tertulis dalam Naskah Sunda Kuno (NSK) berjudul ''"Cariosan Prabu Siliwangi"''<ref>{{Cite web|url=https://hystoryana.blogspot.com/2019/06/cariosan-prabu-siliwangi-legenda.html|title=Cariosan Prabu Siliwangi {{!}} Legenda|website=Historiana|access-date=2020-08-04}}</ref> yang ditulis di atas kertas kayu atau Daluwang pada tahun 1435 Masehi. Naskah Cariosan Prabu Siliwangi ini disalin ulang pada tahun 1675 dan kini disimpan di Museum Geusan Ulun Sumedang Jawa Barat. Selain itu, nama Ambetkasih juga tercatat dalam naskah lontar ''Carita Ratu Pakuan''<ref>{{Cite web|url=https://hystoryana.blogspot.com/2018/06/naskah-carita-ratu-pakuan-naskah-sunda.html|title=Carita Ratu Pakuan|last=Ungkara|first=Alam Wangsa|date=|website=Historiana|access-date=4 Agustus 2020}}</ref> dan [[Cerita Purwaka Caruban Nagari|''Cerita Purwaka Caruban Nagari'']] (1720 M).
|spouse = [[Sri Baduga Maharaja]]
|issue = * Banyak Catra
* Banyak Ngampar
* Nyai Ratna Pamekas }}
'''Nyai Ambetkasih''' atau ''Nhai Ambet Kasih'' atau ''Nyai Rambut Kasih'' atau ''Ngambetkasih'' adalah salah satu istri Maharaja Kerajaan Sunda-Galuh atau [[Pakuan Pajajaran|Pajajaran]] ''Prabuguru Dewataprana Sri Baduga Maharaja'' atau [[Sri Baduga Maharaja|Prabu Siliwangi]] atau Raden Pamanahrasa. Nama Nyai Ambetkasih tertulis dalam Naskah Sunda Kuno (NSK) berjudul ''"Cariosan Prabu Siliwangi"''<ref>{{Cite web|url=https://hystoryana.blogspot.com/2019/06/cariosan-prabu-siliwangi-legenda.html|title=Cariosan Prabu Siliwangi {{!}} Legenda|website=Historiana|access-date=2020-08-04}}</ref> yang ditulis di atas kertas kayu atau Daluwang pada tahun 1435 Masehi. Naskah Cariosan Prabu Siliwangi ini disalin ulang pada tahun 1675 dan kini disimpan di Museum Geusan Ulun Sumedang Jawa Barat. Selain itu, nama Ambetkasih juga tercatat dalam naskah lontar ''Carita Ratu Pakuan''<ref>{{Cite web|url=https://hystoryana.blogspot.com/2018/06/naskah-carita-ratu-pakuan-naskah-sunda.html|title=Carita Ratu Pakuan|last=Ungkara|first=Alam Wangsa|date=|website=Historiana|access-date=4 Agustus 2020}}</ref> dan ''[[CeritaCarita Purwaka Caruban NagariPurnawijaya|''Cerita Purwaka Caruban Nagari]]'']] (1720 M).
 
== Silsilah Nyai Ambetkasih ==
Nyai Ambetkasih adalah putri ''Ki Gede ing Sindangkasih'' (Juru Pelabuhan Muarajati Cirebon) putra ''Prabu Rahyang [[Bunisora]]'' Suradipati atau ''Prabu Rahyang Borosngora''. Prabu Bunisora Suradipati adalah adik Prabu Linggabuana yang gugur dalam [[Perang Bubat]]. Ia menjadi wali karena putra Linggabuana yaitu [[Niskala Wastu Kancana]] masih berusia 7 tahun. Kelak dikemudian hari, Niskala Wastu Kancana menikahi putri pamannya Bunisora Suradipati yaitu Dewi Mayangsari (Nyai Ratna Mayangsari). Dari Dewi Mayangsari, dikaruniai anak [[Dewa Niskala|Dewa Niskala.]]. Dewa Niskala adalah Ayahanda Jayadewata atau [[Sri Baduga Maharaja]]. Dari istrinya Niskala Watu Kancana yang lain, yaitu Lara Sarkati (putri Raja Lampung) dikaruniai anak bernama [[Susuk Tunggal]]. Prabu Sahyang Bunisora Suradipati (Prabu Kuda Lalean) memiliki putra-putri yaitu:
 
# Giridewata (Ki Gede ing Kasmaya Cirebon)
Baris 18 ⟶ 23:
# Nhay Ratna Pamekas (Retna Ayu Mrana)
 
Dari Banyak Catra ini menurunkan raja-raja di Kerajaan Pasir Luhur (Eks [[Keresidenan Banyumas]] Jawa Tengah) dan Banyak Ngampar di Kerajaan DayeuhDaya Luhur ([[Kabupaten Cilacap]] Jawa Tengah). Sementara dalam legenda Majalengka tidak menceritakan Nyai Ambetkasih memiliki anak.
 
== Sosok Nyai Ambetkasih ==
Sosok Nyai Ambetkasih adalah seorang pemberani, memiliki paras cantik molek, berambut panjang, bijaksana dan waspada Permana Tingal.<ref>{{Cite web|url=https://jdih.majalengkakab.go.id/index.php/web/sejarah-majalengka|title=Sejarah Kabupaten Majalengka|last=|first=|date=|website=JDIH KABUPATEN MAJALENGKA|access-date=2020-08-04}}{{Pranala mati|date=Mei 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref>. Dalam kisah legenda Majalengka, disebutkan bahwa Nyai Rambut Kasih (Ambetkasih) adalah seorang raja di Sindangkasih Majalengka. Menurut naskah-naskah Sunda kuno, Sindangkasih [[Kabupaten Majalengka|Majalengka]] adalah Mandala Sindangkasih.
 
Sebuah [[Mandala]] adalah kawasan ''perdikan'' atau pendidikan di zaman Sunda Kuno bercirikan ajaran Syiwa-Buddha (Hindu Buddha)sinkretisme dengan sebutan ''Lemah Dewasana''. Sedangkan tempat pendidikan keagamaan [[Sunda Wiwitan|Jati Sunda]] disebut ''Lemah Parahyangan'' atau ''[[Kabuyutan]].'' Para Ajar atau Maharesi atau Mahawiku di Mandala-mandamandala biasanya adalah para bangsawan bahkan para pangeran atau rajaputra (putra mahkota) atau para putri raja. Struktur 'kepengurusan' Mandala ada rakyat sekelilingnya atau di lingkungan sekitarnya ''(tepi i siring atau tepiswiring)'' dan keamanannya dijamin oleh negara/kerajaan dengan menempatkan para prajurit penjaga keamanan. Oleh karena itu, Mandala sering dimaknai atau dipandang kalangan rakyat sebagai sebuah kerajaan. Meskipun demikian, pandangan Mandala sebagai kerajaan juga beralasan (Selain strukturnya mirip kerajaan), ada beberapa ke-Mandala-an kemudian berubah menjadi kerajaan seperti Mandala Wanagiri Cirebon menjadi Kerajaan Wanagiri, Mandala/Kabuyutan Galunggung menjadi [[Kerajaan Galunggung]] dan Mandala Kendang di Nagreg Bandung menjadi [[Kerajaan Kendan]], pendahulu [[Kerajaan Galuh]]. Sedangkan Mandala Sindangkasih di Majalengka dianggap masyarakat sebuah Kerajaan Sindangkasih. Lokasi Ki Gede ing Sindakasih berada di Beber Kabupaten Cirebon sekarang. Sedangkan wilayah yang disebut Sindangkasih pada abad ke15 mencakup kawasan bagian utara Majalengka. Secara administratif, wilayah Mandala Sindangkasih termasuk dalam wilayah [[Kerajaan Sumedang Larang]]. Barulah wilayah Sindangkasih (Kota Majalengka sekarang) diserahkan oleh Sumedang Larang ke Panembahan Girilaya Cirebon sebagai talak Ratu Harisbaya yang diculik Prabu Geusan Ulun.<ref>{{Cite book|title=Arkeologi Islam Nusantara|last=Tjandrasasmita|first=Uka|date=2009|publisher=Kepustakaan Populer Gramedia|isbn=979910212X|location=Jakarta|pages=124|url-status=live}}</ref><ref>{{Cite book|title=Rucatan Sajarah Sumedang: Samemeh Sarta Nepi ka Campurna jeung Kumpeni|last=Wijayakusuma|first=Asikin|last2=Saleh|first2=R. Mohammad|date=1960|publisher=Firma Dana Guru|isbn=|edition=Cetakan kedua|location=|pages=51|url-status=live}}</ref>.
 
== Pertemuan dengan Prabu Siliwangi ==
Kisah pertemuan Nyai Ambetkasih dengan Prabu Siliwangi diceritakan panjang lebar dalam Naskah Cariosan Prabu Siliwangi. Dalam naskah Cariosan Prabu Siliwangi, kisah Ambetkasih diceritakan panjang lebar hingga menjelang pernikahannya. Penelitian terhadap Naskah Cariosan Prabu Siliwangi dilakukan oleh Lembaga Penelitian Prancis untuk Timur Jauh (EFEO, École française d'Extrême-Orient). Hasil penelitiannya diterbitkan tahun 1983.<ref>{{Cite web|url=https://hystoryana.blogspot.com/2020/07/misteri-istri-pertama-prabu-siliwangi.html|title=Misteri Istri Pertama Prabu Siliwangi - Nhay Ambetkasih atau Nyai Rambutkasih {{!}} Cariosan Prabu Siliwangi {{!}} Kerajaan Dayeuh Luhur & Pasir Luhur|last=Ungkara|first=Alam Wangsa|date=|website=Historiana|access-date=4 Agustus 2020}}</ref>.
[[Berkas:Cariosan Prabu Siliwangi.jpg|jmpl|Naskah Cariosan Prabu Siliwangi Dikutip dari Laporan Penelitian EFEO]]
Kurun waktu yang digambarkan oleh Cariosan prabu Siliwangi adalah bagian pertama dari hidup Siliwangi ketika ia sebagai seorang putra mahkota muda berumur sembilan tahun, Pamanahrasa, putra kedua Anggalarang (Dewa Niskala) dari permaisuri Umadewi. Wajahnya bersinar, sehingga dapat dianggap sebagai jelmaan Wisnu (Pupuh I:29.6). Kakaknya adalah putra dari Selir yang bernama ''Astunalarang (Sang Astunawangi)''. Ada satu lagi anak Prabu Anggalarang (si bungsu) bernama Rangga Pupuk. Kakaknya sangat iri terhadap pamanahrasa, karena ia Putra permaisuri. Astunalarang mencoba membunuh Pamanahrasa, adiknya itu. Kemudian Pamanahrasa diasingkan dari kerajaan dan dijualnya sebagai budak hitam dengan dibaluri ceumeung. Jika tidak dibaluri ceumeung dan kelihatan bersih serta wangi, serta memakai perhiasan kerajaan, ia tak akan dibeli orang.  Seorang panakawan (pelayan) Rajaputra Astunalarang yang bernama Tandesang menganjurkan agar Pamanahrasa mengubah namanya menjadi asilih wawangi (Pupuh III: 57.7-58.2). Itu pun disetujui Pamanahrasa yang menjawab: "sebut saja saya si Siliwangi", yaitu Si Ganti Harum dan mengubah gelang emasnya dengan gelang besi. Siliwangi atau Pamanahrasa dalam teks Cariosan Prabu Siliwangi disebut juga sebagai ''Rajasunu'' atau ''Rajasiwi''.
 
Hilangnya Pamanahrasa dari keraton berlangsung 5 tahun. Kemudian pengembaraannya menjauhkan Siliwangi dari tahta Kerajaan. Sedangkan sifat-sifatnya yang luar biasa, membawanya untuk mengadakan persekutuan dengan sekian banyak raja, misalnya raja Ponggang, Singapura (Cirebon), Sumedang Larang, Kawali, Panjalu, Pekalongan, Balangbangan (Balungbungan?) yang memilihnya sebagai raja mereka, karena mengakui keunggulan dan kesaktian Siliwangi. Agar lebih memperkuat Siliwangi dalam kedudukannya yang menonjol itu, mereka menghadiahkan saudarinya untuk diperistri. Perkawinan yang ada lebih berisfat politis dan simbolis. Tradisi mengawinkan saudara perempuan raja dengan raja yang memiliki kharisma tinggi dicatat oleh para penjelajah Portugis ketika tiba di Sunda Kalapa.
Baris 34 ⟶ 39:
Negeri Balangbangan mungkin berasal dari kata Balungbungan bukan Blambangan dalam naskah ini disebutkan dirajai oleh Amukmurugul atau nama lainnya Surabima Lembugora Panji Wirajaya/Wirajayeng Satru/Rajapanji. Mungkin, dalam naskah ini penyebutan Balangbangan diartikan sebagai "negeri timur". Kini negeri atau Kerajaan yang dirajai oleh Amukmurugul adalah Kerajaan Japura yang berlokasi di timur Kabupaten Cirebon, meliputi Sindanglaut hingga Ciledug.
 
Ada yang paling perlu kita catat adalah perkawinan Siliwangi (Pamanahrasa) dengan putri raja Singapura, yang bernama Mrajalarangtapa (Subanglarang). Siliwangi acuh tak acuh terhadap perkawinan politik itu. Siliwangi ditakdirkan Dewa kepada seorang putri cantik Ambetkasih, putri seorang juru pelabuhan Sindangkasih yang telah menukarkan kayu jati serta satu jungkung (Kapal Jung) dengan budak hitam (Pamanahrasa), ketika mau dijual di pelabuhan. Rencananya Pamanahsara akan dibeli oleh Minadi, Sang Juragan Nahkoda dari Palembang. Selanjutnya, Pamanahrasa mandi di ''Pancuran Cibasale'', sehingga ia kembali kepada rupa asalnya.  Menarik, bahwa nama Cibasale kini ada di kecamatan Majalengka kulon, Majalengka. Ada lagi wilayah ''<nowiki/>'katenggang''' alias neggang dapat terlihat dari kejauhan, tempat Lampungjabul dan kawan-kawan diami, kemudian diganti nama menjadi Pan(y)ingkiran. Kemudian disebut negeri Maoslengka (Pupuh XIV:27) sebagai negeri asal nenek moyang Amukmurugul, sebelum ia memerintah Balangbangan (peneliti EFEO menuliskan = krama dari Majalengka?).
 
Kisah Cariosan Prabu Siliwangi berakhir di tengah percintaan Ambetkasih dan Siliwangi diambang perkawinan mereka. Ambetkasih disebut sebagai bidadari Supraba.
 
== Leluhur Raja-raja Pasir Luhur dan DayeuhDaya Luhur ==
Ambetkasih dalam sejarah Cilacap dan Banyumasan yang mengacu pada ''Babad Pasir'',<ref>{{Cite web|url=https://hystoryana.blogspot.com/2020/06/babad-pasir-legenda-banyumas.html|title=Babad Pasir|last=|first=|date=|website=Historiana|access-date=4 Agustus 2020}}</ref><ref>{{Cite web|url=https://opac.perpusnas.go.id/DigitalContentImgList.aspx?fn=Babad%20Pasir%2001_001.zip&ws=Manuskrip&rtn=http://khastara.perpusnas.go.id:80/web/detail/616572&button=hide|title=Babad Pasir (Aksara Jawa Kuno)|last=|first=|date=|website=Khastara Perpusnas Republik Indonesia|access-date=4 Agustus 2020}}</ref>, memiliki 3 orang anak: 2 orang putra dan 1 orang putri, yaitu Banyak Catra (Kamandaka), Banyak Ngampar (Gagak Ngampar) dan Ratna Pamekas (Retna Ayu Mrana). Pada tahun 14751455 M, Kerajaan DayeuhDaya Luhur sudah dipimpin oleh raja Banyak CatraNgampar. Tahun 14751455 ini, berarti Sribaduga Maharaja (Siliwangi) belum menjadi raja Sunda-Galuh (Pajajaran) dan masih dikenal dengan gelarnya Pangeran Pamanah Rasa. Dalam kisah Ratu Pakuan, digambarkan iring-iringan Ambetkasih yang pindah dari istana timur (Keraton Surawisesa di Galuh) menuju Istana Barat di Pakuan Pajajaran (Sunda).
 
== Petilasan Nyai Ambetkasih (Rambut Kasih) ==
Petilasan Nyai Ambetkasih berada di selatan kota Majalengka yang biasa disebut "Petilasan Nyai Ratu Rambut Kasih".<ref>{{Cite web|url=https://www.sindangkasihnews.com/menguak-misteri-petilasan-nyi-rambut-kasih/|title=Menguak Misteri Patilasan Nyi Rambut Kasih|last=News|first=Sindangkasih|date=2016-08-26|website=SindangKasih News|language=id-ID|access-date=2020-08-04|archive-date=2018-03-20|archive-url=https://web.archive.org/web/20180320105408/https://www.sindangkasihnews.com/menguak-misteri-petilasan-nyi-rambut-kasih/|dead-url=yes}}</ref>. Menurut naskah ''Cariosan Prabu Siliwangi'', petilasan Nyai Rambutkasih di desa Pasirlenggik desa Sindangkasih di selatan kota Majalengka adalah tempat pertapaan Ambetkasih (Rambutkasih). Dikatakan bahwa Ambetkasih sering datang mengasingkan diri dan dimana diperkirakan beliau ngahiyang ke alam baka. Sebuah kompleks purbakala berupa tumpukan batu besar berliang dianggap oleh penduduk sebagai tempat duduk Ambetkasih beserta para pengiringnya, sedangkan ditengahnya disebut Arca Ambetkasih. Terlihat, di depan setiap batu, jelas ada bekas tempat pemujaan yang terus menerus.
 
== Kabupaten Sindangkasih ==
Kabupaten Sindangkasih Majalengka dipimpin oleh Tumenggung Natakarya (1741-1762). Nama-nama pemimpin sebelumnya adalah Tumenggung Jaya Kusumah (Buyut Pandey Sindangkasih), Tumenggung Jagawéswa (Tumengung Yogaweswa ''Regent Of District Sindangkassie''),<ref>{{Cite web|url=https://eservice.nlb.gov.sg/data2/BookSG/publish/4/4c0d2454-eeac-4736-a4ac-f73b2d848a57/web/html5/index.html?opf=tablet/BOOKSG.xml&launchlogo=tablet/BOOKSG_BrandingLogo_.png|title=Addresses etc. presented to Mr. Raffles, on the occasion of his departure from Java|last=Methven|first=C|date=1817|website=National Library Board Singapore|publisher=Printed by Cox and Baylis|access-date=4 Agustus 2020}}</ref>, pangéran Jaya Wiyasa, Pangéran Martaguna, Embah Kawung Poék, Embah Jénggot, Embah Karsijem.<ref>{{Cite web|url=http://a-research.upi.edu/operator/upload/s_bd_0605955_chapter5.pdf|title=Naon baé carita rayat anu aya di Kacamatan Cigasong, Kabupatén Majalengka?|last=|first=|date=|website=Universitas Pendidikan Indonesia Bandung|access-date=4 Agustus 2020}}</ref>. Pusat pemerintahan Kabupaten Sindangkasih berada di kecamatan Cigasong Majalengka sekarang ini. Kemudian pada tahun 1840 Kabupaten Sindangkasih disatukan dengan Kabupaten Maja dan berubah nama menjadi Majalengka.
 
Ada sebuah Petirtaan Kerajaan Sindangkasih berukuran 15 x 25 meter yang kini masih bisa dilihat di Cigasong dengan nama Kolam Sang Raja. Menurut Naro, seorang penggiat Grumala (Grup Madjalengka Baheula), Penamaan Sang Raja diberikan Bupati Majalengka zaman Belanda pada tahun 1927.
Baris 53 ⟶ 58:
 
#
[[Kategori:Tokoh Sunda]]