Gandrung Banyuwangi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Wuwio2ieie
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Gaung Tebono (bicara | kontrib)
k Lihat pula: kategori
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan aplikasi seluler Suntingan aplikasi Android
 
(20 revisi perantara oleh 14 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Infobox dance|name=Gandrung|native_name=|native_name_lang=osi|etymology=|image=Eksotika Penari Gandrung Banyuwangi.jpg|alt=|caption=Gandrung|genre=|signature=|instruments={{hlist|[[Kempul]]|[[gong]]|[[kluncing]]|[[biola]]|[[kendang]]|[[kethuk]]}}|inventor=|year=|origin=[[Kabupaten Banyuwangi]], [[Jawa Timur]], Indonesia}}
[[Berkas:COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Studioportret_van_een_gandrung_danseres_TMnr_10026833.jpg|jmpl|300px|Penari Gandrung (foto diambil tahun 1910-1930)]]
 
'''Gandrung Banyuwangi''' adalah salah satu jenis tarian tradisional yang berasal dari [[Banyuwangi]]. Kesenian ini merupakan pengembangan dari kesenian [[Jathil|Jathilan]] dan [[Tari Tayub|Tayub]] dari Ponorogo.
 
== Asal istilah ==
Kata "gandrung" diartikan sebagai terpesonanya masyarakat Blambangan[[Banyuwangi]] yang [[Pertanian|agraris]] kepada [[Dewi Sri]] sebagai Dewi Padi yang membawa kesejahteraan bagi masyarakat yang digunakan pendatang dari sepasang suami istri dari [[Ponorogo (disambiguasi)|Ponorogo]] dan [[Semarang]] di Tanah Banyuwangi.{{fact}}<ref name=":0" />
 
== Pertunjukan Gandrung Banyuwangi ==
Tarian Gandrung Banyuwangi pada awalnya dibawakan sebagai perwujudan rasa [[Syukuran|syukur]] masyarakat pasca dilakukannya panen.<ref name=":0">{{Cite web |url=http://www.banyuwangikab.go.id/kesenian-daerah/kesenian-gandrung.html |title=Salinan arsip |access-date=2010-04-21 |archive-date=2010-08-28 |archive-url=https://web.archive.org/web/20100828220144/http://www.banyuwangikab.go.id/kesenian-daerah/kesenian-gandrung.html |dead-url=yes }}</ref>. Kesenian ini masih satu [[genre]] dengan seperti ''[[Ketuk Tilu]]'' di [[Jawa Barat]], ''[[Tayub]]'' di [[Jawa Tengah]] dan [[Jawa Timur]] bagian barat, ''[[Lengger]]'' di wilayah [[Banyumas]] dan ''[[Joged Bumbung]]'' di [[Bali]], dengan melibatkan seorang wanita penari profesional yang menari bersama-sama tamu (terutama pria) dengan iringan [[musik]] ([[gamelan]]).{{fact}}
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Een gandrung banyuwangi danseres met muzikanten TMnr 10026816.jpg|jmpl|300px|Penari Gandrung bersama gamelannya (foto diambil tahun 1910-1930)]]
Tarian Gandrung Banyuwangi pada awalnya dibawakan sebagai perwujudan rasa syukur masyarakat pasca dilakukannya panen.<ref>http://www.banyuwangikab.go.id/kesenian-daerah/kesenian-gandrung.html</ref>. Kesenian ini masih satu [[genre]] dengan seperti ''[[Ketuk Tilu]]'' di [[Jawa Barat]], ''[[Tayub]]'' di [[Jawa Tengah]] dan [[Jawa Timur]] bagian barat, ''[[Lengger]]'' di wilayah [[Banyumas]] dan ''[[Joged Bumbung]]'' di [[Bali]], dengan melibatkan seorang wanita penari profesional yang menari bersama-sama tamu (terutama pria) dengan iringan [[musik]] ([[gamelan]]).{{fact}}
 
[[Gandrung]] merupakan seni pertunjukan yang disajikan dengan iringan musik khas yaitu Gamelan OsingBanyuwangian (Banyuwangen). Tarian dilakukan dalam bentuk berpasangan antara perempuan (penari gandrung) dan laki-laki (pemaju) yang dikenal dengan "paju"<ref>Novi Anoegrajekti. "Penari Gandrung: Kontrol Agama, Masyarakat dan Kekuatan Pasar" dalam Merayakan Keberagaman, Jurnal Perempuan, Vol.54 tahun 2007. Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan, hal.51</ref>
 
Bentuk kesenian yang didominasi tarian dengan orkestrasi khas ini populer di wilayah [[Banyuwangi]] yang terletak di ujung timur Pulau [[Jawa]] dan telah menjadi ciri khas dari wilayah tersebut, hingga tak salah jika [[Kabupaten Banyuwangi|Banyuwangi]] selalu diidentikkan dengan gandrungGandrung. Kenyataannya, Banyuwangi sering dijuluki sebagai ''Kota Gandrung'' dan patung penari gandrung dapat dijumpai di berbagai sudut wilayah Banyuwangi.
 
Gandrung sering dipentaskan pada berbagai acara, seperti perkawinan, ''pethik laut'', khitanan, tujuh belasan dan acara-acara resmi maupun tak resmi lainnya, baik di Banyuwangi maupun wilayah lainnya. Biasanya, pertunjukan gandrung dimulai sejak sekitar pukul 21.00 dan berakhir hingga menjelang subuh (sekitar pukul 04.00).
 
== Sejarah ==
[[Berkas:COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Studioportret_van_een_gandrung_danseres_TMnr_10026833COLLECTIE TROPENMUSEUM Een gandrung banyuwangi danseres met muzikanten TMnr 10026816.jpg|jmpl|300px|Penari Gandrung bersama gamelannya (foto diambil tahun 1910-1930)]]
Kesenian gandrung Banyuwangi muncul bersamaan dengan dibabatnya hutan “Tirtagondo” (Tirta Arum) untuk membangun ibu kota BalambanganBlambangan pengganti Pangpang (Ulu Pangpang) atas prakarsa bupati pertama [[Kabupaten Banyuwangi|Banyuwangi]], Mas Alit yang dilantik pada tanggal 2 Februari 1774 di Ulu Pangpang.
Demikian antara lain yang diceritakan oleh para sesepuh [[Kabupaten Banyuwangi|Banyuwangi]] tempo dulu.
 
Dengan dibukanya lahan baru menjadikan Banyuwangi banyak pendatang diantaranya Midin dari Ponorogo dan Raminah dari Semarang yang kemudian bertemu dan menikah di Cungking, Banyuwangi. Karena menempati lahan baru, sehingga dibutuhkan penyemangat hidup dan doa, maka Midin yang pernah menjadi [[Gemblak]] menarikan [[Jathil]] di Ponorogo dan Raminah yang pernah menjadi [[Penari ledek]] pada Tayub di Semarang, maka dibuatlah kesenian baru pada tahun 1883 yang memadukan Jathilan dan Ledek Tayub yang menjadi Gandrung sebagai ucapan sukur untuk mencintai lahan baru untuk tempat tinggal dan berkerja.
Mengenai asal dari kesenian gandrung, Joh Scholte dalam makalahnya antara lain menulis sebagai berikut:
Asalnya lelaki jejaka bernama MARSAN itu keliling ke desa-desa bersama pemain musik yang memainkan kendang dan terbang dan sebagai penghargaan mereka diberi hadiah berupa beras yang mereka membawanya di dalam sebuah kantong. (Gandroeng Van Banyuwangi 1926, Bab “Gandrung Lelaki”).
 
Awalnya Gandrung ditarikan oleh kalang Pria saja, Yakni Midin dengan seorang muridnya Marsan yang merupakan seorang pemuda desa Cungking, namun setelah kelahiran anak-anak Midin dan Raminah yang kebanyakan Perempuan, mulailah Gandrung ditarikan oleh Perempuan, diantaranya Semi yang kemudian dikenal dengan ''Gandrung Semi''.<ref>{{Cite book|last=Jatim|first=Dikbangkes|date=2011)|title=BENDE No 88|location=Jawa Timur|publisher=Majalah BENDE|url-status=live}}</ref>
Apa yang ditulis oleh Joh Scholte tersebut, tak jauh berbeda dengan cerita tutur yang disampaikan secara turun-temurun, bahwa gandrung semula dilakukan oleh kaum lelaki bernama marsan (penari gandrung pertama) yang membawa peralatan musik kendang dan beberapa rebana (terbang). Mereka setiap hari berkeliling mendatangi tempat-tempat yang dihuni oleh sisa-sisa rakyat Belambangan sebelah timur (dewasa ini meliputi Kab. Banyuwangi) yang jumlahnya konon tinggal sekitar lima ribu jiwa, akibat dari peperangan yaitu penyerbuan Kompeni yang dibantu oleh Mataram dan Madura pada tahun 1767 untuk merebut Belambangan dari kekuasaan Mangwi, hingga berakirnya perang Bayu yang sadis, keji dan brutal dimenangkan oleh Kompeni pada tanggal 11 Oktober 1772. Konon jumlah rakyat yang tewas, melarikan diri, tertawan, hilang tak tentu rimbanya atau di selong (di buang) oleh Kompeni lebih dari enam puluh ribu jiwa. Sedang sisanya yang tinggal sekitar lima ribu jiwa hidup telantar dengan keadaannya yang sangat memprihatinkan terpencar cerai-berai di desa-desa, di pedalaman, bahkan banyak yang belindung di hutan-hutan, terdiri dari para orang tua, para janda serta anak-anak yang tak lagi punya orang tua.(telah yatim piyatu) dan selain itu ada juga yang melarikan diri menyingkir ke negeri lain. Seperti ke Bali, Mataram, Madura dan lain sebagainya.
 
=== Gandrung Marsan ===
Setelah usai pertunjukan gandrung menerima semacam imbalan dari penduduk yang mampu berupa beras atau hasil bumi lainnya dan sebagainya. Sebenarnya yang tampak sebagai imbalan tersebut, merupakan sumbangan yang nantinya dibagi-bagikan kepada mereka yang keadaannya sangat memprihatinkan dipengungsian dan sangat memerlukan bantuan, baik mereka yang mengungsi di pedesaan, di pedalaman, atau yang bertahan hidup dihutan-hutan dengan segala penderitaannya usai.
Gandrung Marsan atau disebut dengan gandrung ''Lanang'' yang penarinya Pria, Mengenai asal dari kesenian gandrung, Joh Scholte dalam makalahnya antara lain menulis sebagai berikut:
 
"Asalnya lelaki jejaka bernama MARSANMarsan itu keliling ke desa-desa bersama pemain musik yang memainkan kendang dan terbang dan sebagai penghargaan mereka diberi hadiah berupa beras yang mereka membawanya di dalam sebuah kantong. (Gandroeng Van Banyuwangi 1926, Bab “Gandrung Lelaki”).
penderitaannya<ref>(Balambangan Indisch Gids II th. 1923 h. 1060)</ref>.
 
Apa yang ditulis oleh Joh Scholte tersebut, tak jauh berbeda dengan cerita tutur yang disampaikan secara turun-temurun, bahwa gandrung semula dilakukan oleh kaum lelaki bernama Marsan (penari gandrung pertama) murid dari Midin, yang membawa peralatan musik kendang dan beberapa rebana [[Kompang]]. Mereka setiap hari berkeliling mendatangi rakyat Belambangan yang tercerai-berai di desa-desa, di pedalaman, bahkan banyak yang belindung di hutan-hutan.
Banyuwangi).
 
Setelah usai pertunjukan gandrung menerima semacam imbalan dari penduduk yang mampu berupa beras atau hasil bumi lainnya dan sebagainya. Sebenarnya yang tampak sebagai imbalan tersebut, merupakan sumbangan yang nantinya dibagi-bagikan kepada mereka yang keadaannya sangat memprihatinkan dipengungsian dan sangat memerlukan bantuan, baik mereka yang mengungsi di pedesaan, di pedalaman, atau yang bertahan hidup dihutan-hutan dengan segala penderitaannya walau peperang telah usai. Dari keterangan tersebut terlihat jelas bahwa tujuan kelahiran kesenian ini ialah menyelamatkan sisa-sisa rakyat yang telah dibantai habis-habisan oleh Kompeni dan membangun kembali bumi Blambangan.
sejarah adalah gandrung ''Semi'', seorang anak kecil yang waktu itu masih berusia sepuluh tahun pada tahun 1895. Menurut cerita yang dipercaya, waktu itu Semi menderita penyakit yang cukup parah. Segala cara sudah dilakukan hingga ke dukun, tetapi Semi tak juga kunjung sembuh. Sehingga ibu Semi (''Mak Midhah'') bernazar seperti “Kadhung sira waras, sun dhadekaken Seblang, kadhung sing yo sing” (Bila kamu sembuh, saya jadikan kamu Seblang, kalau tidak ya tidak jadi). Ternyata, akhirnya Semi sembuh dan dijadikan ''[[seblang]]'' sekaligus memulai babak baru dengan ditarikannya gandrung oleh wanita.
 
=== Gandrung Semi ===
Gandrung wanita pertama yang dikenal dalam sejarah adalah gandrung ''Semi'', Semi seorang anak kecil yang waktu itu masih berusia sepuluh tahun pada tahun 1895 dari pasangan Midin dan Raminah. Menurut cerita yang dipercaya, waktu itu Semi menderita penyakit yang cukup parah. Segala cara sudah dilakukan hingga ke dukun, tetapi Semi tak juga kunjung sembuh. Sehingga ibu Semi (''Mak Midhah'') bernazar seperti “Kadhung sira waras, sun dhadekaken Seblang, kadhung sing yo sing” (Bila kamu sembuh, saya jadikan kamu Seblang, kalau tidak ya tidak jadi). Ternyata, akhirnya Semi sembuh dan dijadikan ''[[seblang]]'' sekaligus memulai babak baru dengan ditarikannya gandrung oleh wanita.
 
Menurut catatan sejarah, gandrung pertama kalinya ditarikan oleh para lelaki yang didandani seperti perempuan dan, menurut laporan Scholte (1927), instrumen utama yang mengiringi tarian gandrung lanang ini adalah kendang. Pada saat itu, [[biola]] telah digunakan. Namun, gandrung laki-laki ini lambat laun lenyap dari Banyuwangi sekitar tahun 1890an, yang diduga karena ajaran Islam melarang segala bentuk transvestisme atau berdandan seperti perempuan. Namun, tari gandrung laki-laki baru benar-benar lenyap pada tahun 1914, setelah kematian penari terakhirnya, yakni ''Marsan''.
Baris 80 ⟶ 82:
Bagian ini merupakan penutup dari seluruh rangkaian pertunjukan gandrung [[Kabupaten Banyuwangi|Banyuwangi]]. Setelah selesai melakukan maju dan beristirahat sejenak, dimulailah bagian seblang subuh. Dimulai dengan gerakan penari yang perlahan dan penuh penghayatan, kadang sambil membawa kipas yang dikibas-kibaskan menurut irama atau tanpa membawa kipas sama sekali sambil menyanyikan lagu-lagu bertema sedih seperti misalnya ''seblang lokento''. Suasana mistis terasa pada saat bagian seblang subuh ini, karena masih terhubung erat dengan ritual ''seblang'', suatu ritual penyembuhan atau penyucian dan masih dilakukan (meski sulit dijumpai) oleh penari-penari wanita usia lanjut. Pada masa sekarang ini, bagian seblang subuh kerap dihilangkan meskipun sebenarnya bagian ini menjadi penutup satu pertunjukan pentas gandrung.
 
== Jenis-jenis gandrung ==
Gandrung dibagi menjadi beberapa tarian antara lain:
 
# [[Jejer gandrung]]
# [[Paju gandrung]]
# [[Seblang subuh]]
# [[Seblang lukinto]]
# [[Gandrung dor]]
# [[Gandrung marsan]]
# [[Gama gandrung]]
# [[Jaripah]]
 
Beberapa pembagian tersebut dibagi berdasarkan tahap pertunjukan, musik, maupun yang bersifat dramatikal dan mistis.
 
Ketika babak Seblang-seblang dipentaskan dan diiringi gending Seblang Lukinto, Sekar Jenang, Kembang Pepe, dan Sondreng-sondreng, banyak orang tua yang menyaksikan tidak dapat menahan tangis karena lagu-lagu tersebut mampu membangkitkan ingatan atau kenangan tentang masa lalu suku Using yang kelam ketika menghadapi Belanda.<ref>{{cite journal|last=Anoegrajekti|first=Novi|title=Pada Nonton dan Seblang Lukinto: Membaca Lokalitas dalam Keindonesiaan.|journal=Kajian Linguistik dan Sastra 22, no. 2|year=2010|page=171-185}}</ref>
 
=== Seblang lukinto ===
Syair-syair dalam seblang lukinto merupakan deskripsi waktu menjelang fajar yang disampaikan dengan menggunakan tanda alam cahaya merah di timur dan suara ayam berkokok.
 
== Perkembangan terakhir ==
Baris 99 ⟶ 106:
Sejak tahun 2000, antusiasme seniman-budayawan [[Dewan Kesenian Blambangan]] meningkat. Gandrung, dalam pandangan kelompok ini adalah kesenian yang mengandung nilai-nilai historis komunitas [[Using]] yang terus-menerus tertekan secara struktural maupun kultural. Dengan kata lain, Gandrung adalah bentuk perlawanan kebudayaan daerah masyarakat [[Using]].<ref>Lihat Singodimayan, dkk. Opcit., hal.60</ref>
 
Di sisi lain, penari gandrung tidak pernah lepas dari prasangka atau citra negatif di tengah masyarakat luas. Beberapa kelompok sosial tertentu, terutama kaum santri menilai bahwa penari Gandrung adalah perempuan yang berprofesi amat negatif dan mendapatkan perlakuan yang tidak pantas, tersudut, terpinggirkan dan bahkan terdiskriminasi dalam kehidupan sehari-hari.<ref>Richard Schechner. 1985. Between Theatre and Anthropology. Phyladelphia: University of Pennsylvania Press, hal.125-126</ref>.
 
Sejak Desember 200, Tari Gandrung resmi menjadi maskot pariwisata [[Banyuwangi]] yang disusul pematungan gandrung terpajang di berbagai sudut kota dan desa. Pemerintah [[Kabupaten]] [[Banyuwangi]] juga memprakarsai promosi gandrung untuk dipentaskan di beberapa tempat seperti Surabaya, Jakarta, Hongkong, dan beberapa kota di Amerika Serikat.<ref>http://www.budpar.go.id/page.php?ic=543&id=151{{Pranala mati|date=Maret 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref>.
 
== Referensi ==
Baris 112 ⟶ 119:
{{Topik Banyuwangi}}
 
{{indo-tari-stub}}
{{Tarian di wilayah pulau Jawa|state=autocollapse}}
[[Kategori:Tari di Indonesia]]
[[Kategori:Tarian dari Jawa Timur]]
[[Kategori:Tarian dari Banyuwangi]]