Kesultanan Bulungan: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Perbaikan konten, sebab tidak ada penganut kaharingan di utara Kalimantan. Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
PeragaSetia (bicara | kontrib) Bendera kuning tidak salah, hanya saja bendera tersebut digunakan pada abad ke-19 dan digantikan oleh triwarna biru-kuning-hitam pada abad ke-20 (lihat sumber di laman Wikimedia Commons). |
||
(12 revisi perantara oleh 9 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Infobox Former Country
| native_name = كسولتانن بولوڠن
| conventional_long_name = Kesultanan Bulungan
| common_name = Kesultanan Bulungan
| continent =
| region
|
| government_type = Monarki
| image_flag = Bulungan Sultanate Flag.jpg
| image_coat =
| year_start = 1731
|
| year_event1 =
| event_end = Peristiwa Bultiken
| year_end = 1964|
| p1 = Kesultanan Berau
|
|
|
|
|
|
| image_map =
| image_map_caption = |
| capital = [[Tanjung Palas, Bulungan|Tanjung Palas]]
|
| religion = [[Islam]] (resmi){{br}}[[Bungan]]{{br}}[[Animisme]]
|
|
| leader1 =
|
|
|
|
|
|
|
| stat_pop1 =
|
|
|
}}
'''Kesultanan Bulungan''' atau '''Bulongan'''<ref>{{nl}} {{cite book|pages=2|url=http://books.google.co.id/books?id=JRQ5AQAAIAAJ&dq=Sulthan%20Soerian%20Sjach&hl=id&pg=PA9#v=onepage&q=Sulthan%20Soerian%20Sjach&f=false|title=De bandjermasinsche krijg van 1859-1863|first=[[Willem Adriaan van Rees|Willem Adriaan]]|last=Rees|publisher=D. A. Thieme|year=1865}}</ref> adalah [[kesultanan]] yang pernah menguasai wilayah pesisir [[Kabupaten Bulungan]], [[Kabupaten Tana Tidung]], [[Kabupaten Malinau]], [[Kabupaten Nunukan]], [[Kota Tarakan]], [[Tawau]], [[Kalabakan]], dan sebagian [[Semporna]] [[Sabah]] sekarang. Kesultanan ini berdiri pada tahun [[1731]], dengan raja pertama bernama [[Wira Amir]] bergelar ''Amiril Mukminin'' ([[1731]]–[[1777]]), dan Raja Kesultanan Bulungan yang terakhir atau ke-13 adalah Datuk Tiras bergelar [[Sultan Maulana Muhammad Djalalluddin]] ([[1931]]-[[1958]]).<ref>{{id}}[http://www.bulungan.go.id/v01/bulungan/sejarah-bulungan/hari-jadi-dan-sejarah.html Sejarah Bulungan di situs Kabupaten Bulungan] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20070927235922/http://www.bulungan.go.id/v01/bulungan/sejarah-bulungan/hari-jadi-dan-sejarah.html |date=2007-09-27 }}</ref>
Negeri Bulungan (Negeri Merancang) bekas daerah milik [[Kesultanan Berau]] yang telah memisahkan diri<ref>[http://bumibatiwakkal.blogspot.com/2009/01/historis-asal-usul-berau.html Historis asal usul berau ]</ref> sehingga dalam perjanjian [[Kesultanan Banjar]] dengan VOC-Belanda dianggap sebagai bagian dari Kesultanan Berau (Berau adalah bekas [[vazal]] Banjar yang diserahkan kepada VOC-Belanda).<ref>{{en}} (1848){{cite journal|pages=438 |url=http://books.google.co.id/books?id=sJAaAQAAIAAJ&dq=Fran%C3%A7ois%20Wittert.&pg=PA438#v=onepage&q&f=false|title=The Journal of the Indian archipelago and eastern Asia|volume=2}}</ref><ref>http://bunyoro-kitara.org/73.html</ref> Pada kenyataannya sampai tahun 1850, [[Bulungan]] berada di bawah dominasi [[Kesultanan Sulu]].<ref name="indonesianhistory.info">{{en}} (2007){{cite web|url=http://www.indonesianhistory.info/map/borneo1850.html?zoomview=1|title=Borneo in 1850|publisher=Robert Cribb|date=|work=Digital Atlas of Indonesian History|accessdate=1 August 2011|archive-date=2012-06-10|archive-url=https://web.archive.org/web/20120610194305/http://www.indonesianhistory.info/map/borneo1850.html?zoomview=1|dead-url=yes}}</ref> == Sejarah Kerajaan Bulungan ==
Baris 59 ⟶ 60:
Paran Anyi tidak mempunyai seorang putera, tetapi mempunyai seorang puteri yang bernama Lahai Bara yang kemudian kawin dengan seorang laki-laki bernama Wan Paren, yang menggantikan kedudukannya. Dari perkawinan Lahai Bara dan Wan Paren lahir seorang putera bernama Si Barau dan seorang puteri bernama Simun Luwan. Pada masa akhir hidupnya, Lahai Bara mengamanatkan kepada anak-anaknya supaya “''lungun''” atau peti matinya diletakkan di sebelah hilir [[sungai Kipah]]. Lahai Bara mewariskan tiga macam benda pusaka, yaitu [[ani-ani]] (''kerkapan''), ''kedabang'', sejenis tutup kepala dan sebuah dayung (''bersairuk''). Tiga jenis barang warisan ini menimbulkan perselisihan antara Si Barau dan saudaranya, Simun Luwan. Akhirnya Simun Luwan berhasil mengambil dayung dan pergi membawa serta peti mati Lahai Bara.
Karena kesaktian yang dimiliki oleh Simun Luwan, hanya dengan menggoreskan ujung dayung pada sebuah tanjung dari sungai Payang, maka tanjung itu terputus dan hanyut ke hilir sampai ke tepi Sungai Kayan, yang sekarang terletak di kampung Long Pelban. Di hulu kampung Long
Kepergian Simun Luwan disebabkan oleh perselisihan dengan saudaranya sendiri, saat itu merupakan permulaan perpindahan suku-suku bangsa Kayan, meninggalkan tempat asal nenek moyang mereka di sungai Payang menuju sungai Kayan, dan menetap tidak jauh dari [[Kota Tanjung Selor]], ibu kota [[Kabupaten Bulungan]] sekarang. Suku bangsa Kayan hingga sekarang masih terdapat di beberapa perkampungan di sepanjang sungai Kayan, di hulu Tanjung Selor, di Kampung [[Tanjung Palas Barat, Bulungan|Long Mara]], [[Antutan, Tanjung Palas, Bulungan|Antutan]] dan [[Pimping, Tanjung Palas Utara, Bulungan|Pimping]]. Simun Luwan mempunyai suami bernama Sadang, dan dari perkawinan mereka lahir seorang anak perempuan bernama Asung Luwan. Asung Luwan kawin dengan seorang bangsawan dari [[Brunei]], yaitu Datuk Mencang.
Baris 73 ⟶ 74:
Berikut adalah daftar Sultan Bulungan, daftar berikut masih belum sempurna, karena ada tahun yang hilang serta nama yang tidak diketahui.<ref>{{en}}[http://www.rulers.org/indotrad.html Indonesian traditional polities]</ref>
=== Masa Pemerintahan yang Dipimpin oleh Seorang Kesatria/Wira ===
Seorang [[bangsawan]] dari [[Brunei Darussalam|Kesultanan Brunei]] bernama Datuk Mencang menjadi pendiri Kerajaan Bulungan. Ia menikah dengan Asung Luwan.<ref>{{Cite journal|last=Koestoer|first=Raldi Hendro|date=2017|title=Geo-Ekonomi Politik Nunukan dalam Konstelasi Perbatasan: Studi Kasus Pembangunan Nunukan, Kalimanta Utara dan Implikasinya pada Kemampuan Bela Negara|url=https://www.kemhan.go.id/wp-content/uploads/2018/01/wiraindowebnovdeskomplit.pdf|journal=Wira|publisher=Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pertahanan|volume=69|issue=53|pages=29|issn=1693-0231}}</ref> Masa kekuasaan Datuk Mencang dimulai pada tahun 1555 M dan berakhir pada tahun 1594 M.
* [[Singa Laut]], Menantu dari Datuk Mencang (1594-1618)
* Wira Kelana, Putera Singa Laut (1618-1640)
Baris 92 ⟶ 93:
* Sultan Kasimuddin
* Datu Mansyur (1925-[[1930]]), Pemangku jabatan sultan
* Maulana Ahmad Sulaimanuddin (1930-[[1931]]) menikah dengan Tengku Lailan Syafinah binti alm. Tuanku Sultan Abdul Aziz Abdul Jalil Rakhmat Shah (Sultan [[Kabupaten Langkat|Langkat]])<ref>[http://www.lenteratimur.com/malam-jahanam-di-bulungan/ Malam Jahanam di Bulungan ]</ref>
* Maulana Muhammad Jalaluddin ([[1931]]-1958)
Penjajah Belanda menaklukkan [[Kesultanan Berau]] pada tahun 1834.<ref>{{Cite book|last=FInandar,
Dalam tahun 1853, Bulungan sudah dimasukkan dalam wilayah pengaruh Belanda.<ref>[http://books.google.co.id/books?id=j8kZAQAAIAAJ&dq=adji%20mandoera&pg=RA1-PA357#v=onepage&q&f=true {{nl}} Verhandelingen en Berigten Betrekkelijk het Zeewegen, Zeevaartkunde, de Hydrographie, de Koloniën, Volume 13, 1853]</ref> Sampai tahun 1850, [[Bulungan]] berada di bawah [[Kesultanan Sulu]].<ref name="indonesianhistory.info" /> Selama periode ini, kapal Sulu pergi ke [[Tarakan]] dan kemudian di Bulungan untuk perdagangan langsung dengan [[Tidung]]. Pengaruh ini berakhir pada [[1878]] dengan penandatanganan perjanjian antara Inggris dan Spanyol ([[Protokol Madrid 1885]]) yang dirancang untuk menghilangkan pengaruh Kesultanan Sulu.
Baris 101 ⟶ 102:
Pada 1881, Perusahaan ''North Borneo Chartered'' dibentuk, yang sekarang merupakan wilayah Sabah, di bawah yurisdiksi Inggris, tetapi Belanda mulai menolak. Kesultanan itu akhirnya dimasukkan dalam pemerintahan Hindia Belanda pada tahun 1880-an. Belanda mendirikan sebuah pos pemerintah di [[Tanjung Selor]] pada tahun [[1893]]. Pada tahun 1900-an, seperti banyak negara-negara kerajaan lain di kepulauan ini, Sultan terpaksa menandatangani ''Korte Verklaring'', pernyataan "singkat" yang mengharuskan Sultan menjual sebagian besar kekuasaannya atas tanah hulu.
Orang Belanda akhirnya mengakui perbatasan antara dua wilayah hukum pada tahun [[1915]]. Kesultanan ini diberikan status sebagai wilayah ''
Setelah pengakuan kemerdekaan Indonesia dari Kerajaan Belanda, wilayah Bulungan menerima status sebagai Wilayah [[Swapraja]] Bulungan atau "wilayah otonom" di Republik Indonesia pada tahun 1950, yaitu Daerah Istimewa setingkat kabupaten pada tahun 1955. Sultan terakhir, Jalaluddin, meninggal pada tahun 1958. Kesultanan Bulungan dihapuskan secara sepihak pada tahun 1964 dalam peristiwa berdarah yang dikenal sebagai [[Tragedi Bultiken]] (Bulungan, Tidung, dan Kenyah) dan wilayah Kesultanan Bulungan hanya menjadi kabupaten yang sederhana.
== Referensi ==
Baris 120 ⟶ 119:
== Pranala luar ==
* {{id}} [http://www.bulungan.go.id/v01/pariwisata/pariwisata/sejarah-dan-ziarah.html Wisata Sejarah di Kabupaten Bulungan] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20070616012620/http://www.bulungan.go.id/v01/pariwisata/pariwisata/sejarah-dan-ziarah.html |date=2007-06-16 }}
{{Kerajaan di Kalimantan}}
|