Khidr: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan pranala ke halaman disambiguasi |
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
||
(17 revisi perantara oleh 5 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 11:
|predecessor=[[Yusya|Yusya bin Nun]]
|successor=[[Luqman al-Hakim|Luqman]]}}}}
'''
Meskipun tidak disebutkan namanya di dalam Al-Qur'an, ia disebut oleh para cendekiawan Muslim sebagai sosok yang dijelaskan dalam [[al-Qur'an]] [[Surah Al-Kahf|18:65–82]] sebagai hamba Tuhan yang telah diberi "ilmu" dan yang didampingi dan ditanyai oleh nabi [[Yudaisme|Yahudi]], [[Musa]] tentang banyak tindakan yang tampaknya tidak adil atau tidak pantas yang dia (Khidr) lakukan (menenggelamkan kapal, membunuh seorang pemuda, membalas ketidakramahan dengan memperbaiki tembok). Di akhir cerita Khidr menjelaskan keadaan yang tidak diketahui Musa, membuat setiap tindakan yang dilakukannya menjadi adil dan pantas.
Baris 38:
== Pandangan Islam ==
=== Sunni ===
Sarjana Persia, sejarawan dan penafsir
2–3}} Ath-Thabari juga menceritakan bahwa al-Khidr dikatakan sebagai putra seorang lelaki yang beriman kepada Ibrahim, dan yang beremigrasi bersama Ibrahim ketika dia meninggalkan [[Babilonia]].{{sfn|
Khiḍr juga biasanya diasosiasikan dengan [[Elia]], bahkan disamakan dengannya, dan ath-Thabari membuat perbedaan dalam kisah berikutnya di mana al-Khiḍr adalah orang Persia dan Elia adalah orang [[Bani Israil|Israel]]. Menurut versi cerita al-Khiḍr ini, Khidr dan Elia bertemu setiap tahun selama musim festival tahunan.{{sfn|
Ath-Thabari tampaknya lebih cenderung percaya bahwa Khiḍr hidup pada masa Afridun sebelum Musa, daripada bepergian sebagai pendamping Ibrahim dan meminum air kehidupan.{{sfn|
Berbagai versi dalam Sejarah ath-Thabari kurang lebih sejajar satu sama lain dan catatan dalam al-Qur'an. Namun, dalam cerita yang diceritakan ath-Thabari, Musa mengaku sebagai orang yang paling berpengetahuan di bumi, dan Tuhan mengoreksinya dengan menyuruhnya mencari Khidr. Musa disuruh membawa ikan asin, dan begitu dia menemukan ikan itu hilang, dia akan menemukan Khiḍr. Musa berangkat dengan seorang teman seperjalanan, dan begitu mereka mencapai batu karang tertentu, ikan-ikan itu menjadi hidup, melompat ke dalam air, dan berenang menjauh. Pada titik inilah Musa dan temannya bertemu dengan Khidr.
Ath-Thabari juga menambah pengetahuan seputar asal-usul nama al-Khiḍr. Dia merujuk pada perkataan Muhammad bahwa al-Khiḍr ("Yang Hijau" atau "Sang Hijau") dinamai karena dia duduk di atas bulu putih dan bulu itu berkilau hijau bersamanya.{{sfn|
=== Syi'ah ===
Baris 54:
Dalam Syiah [[Ismailiyah]], Khiḍr dianggap sebagai salah satu '',Imam tetap'' yaitu mereka yang telah membimbing manusia sepanjang sejarah.<ref>Concise Encyclopedia of Islam, C. Glasse, Ismailis: "[Ismailis believe in] a 'permanent Imam'."</ref>
=== Sufi ===
{{Tambah referensi bagian}}
Dalam tradisi [[Sufi|Sufisme Tasawuf]], Khiḍr menempati posisi terhormat sebagai sosok yang mendapat penerangan langsung dari Tuhan tanpa perantaraan manusia. Dia dianggap masih hidup dan banyak tokoh, syekh, dan pemimpin terkemuka dalam komunitas sufi yang dihormati mengklaim pernah bertemu secara pribadi dengannya. Contoh orang-orang yang mengklaim ini adalah [[Abdul Qadir al-Jailani|Abdul Qadir Gilani]], [[an-Nawawi]], [[Ibnu Arabi]], [[Sidi Abdul Aziz ad-Dabbagh]] dan [[Ahmad bin Idris al-Fasi]]. ''Lata'if al-Minan'' (1:84-98) karya [[Ibnu Atha'illah as-Sakandari|Ibnu Ata Allah]] menyatakan bahwa ada konsensus di antara para sufi bahwa Khidr itu hidup.
Ada juga beberapa tarekat sufi yang mengaku berasal dari al-Khiḍr atau bahwa Khiḍr adalah bagian dari mata rantai spiritual mereka, antara lain Tarekat [[Naqsybandi Haqqani
Teolog sufi asal [[Sri Lanka]], [[Bawa Muhaiyaddeen]] juga memberikan catatan unik tentang Khiḍr. Khiḍr sedang dalam pencarian panjang akan Tuhan, sampai Tuhan mengirimkan Malaikat Jibril untuk membimbingnya. Jibril menampakkan diri kepada Khiḍr sebagai orang bijak yang bijaksana, dan Khidr menerimanya sebagai gurunya. Jibril banyak mengajarkan Khidr dengan cara yang sama seperti yang kemudian diajarkan Khidr kepada Musa dalam al-Qur'an, dengan melakukan tindakan yang tampaknya tidak adil. Khidr berulang kali melanggar sumpahnya untuk tidak menentang tindakan Jibril, dan masih tidak menyadari bahwa guru manusia sebenarnya adalah Jibril. Jibril kemudian menjelaskan tindakannya, dan mengungkapkan wujud aslinya sebagai malaikat kepada Khidr. Khiḍr mengakuinya sebagai Malaikat Jibril, dan kemudian Jibril menganugerahkan gelar spiritual kepada Khidr, dengan memanggilnya ''Hayat an-Nabi'', Nabi Kehidupan Abadi.
Baris 64:
Sarjana tasawuf Prancis, [[Henry Corbin]], menafsirkan Khidr sebagai nabi misterius, pengembara abadi. Fungsi Khiḍr sebagai ''orang-pola dasar'' adalah untuk mengungkapkan setiap murid kepada dirinya sendiri, untuk memimpin setiap murid kepada teofaninya sendiri, karena teofani itu sesuai dengan ''surga batinnya sendiri'', dengan bentuk keberadaannya sendiri, pada individualitasnya yang abadi. Dengan demikian, Khiḍr adalah pembimbing spiritual Musa, yang menginisiasi Musa ke dalam ilmu-ilmu ketuhanan, dan mengungkapkan kepadanya rahasia kebenaran mistik. Sufi Maroko Abdul Aziz ad-Dabbagh menggambarkan Khiḍr sebagai bertindak dalam bimbingan wahyu ilahi ([[wahyu|wahy]]) sebagaimana para wali lainnya, tanpa memerlukan kenabian. Dibandingkan dengan wali lainnya, Tuhan memberi Khiḍr kekuatan dan pengetahuan dari wali peringkat tertinggi (''al-ghawth''), seperti kekuatan pembuangan bebas yang menjangkau jauh melampaui [[Arsy]] dan mengingat semua kitab suci yang dikirim Tuhan.<ref>{{Cite book|last=Sijilmāsī|first=Aḥmad ibn al-Mubārak|url=https://www.worldcat.org/oclc/310402464|title=Pure gold from the words of Sayyidī ʻAbd al-ʻAzīz al-Dabbāgh = al-Dhabab al-Ibrīz min kalām Sayyidī ʻAbd al-ʻAzīz al-Dabbāgh|date=2007|others=John O'Kane, Bernd Radtke|isbn=978-90-474-3248-7|location=Leiden, the Netherlands|oclc=310402464}}</ref>
===
Para ahli tafsir al-Qur'an [[Ahmadiyah]] cenderung mengidentifikasi "Hamba Tuhan" yang ditemui [[Musa]] sebagai representasi simbolis dari [[Muhammad]] sendiri. Para Ahmadi percaya bahwa ayat al-Qur'an tentang pertemuan Musa dengan "Hamba Allah" terkait erat, secara kontekstual, dengan pokok bahasan surat [[Surah Al-Kahf|al-Kahfi]] di mana kisahnya dikutip. Menurut komentar para Ahmadiyah, perjalanan Musa dan pertemuannya dengan "hamba Tuhan" adalah pengalaman visioner yang mirip dengan Mi'raj (kenaikan) Muhammad yang ingin dilihat oleh Musa dan ditunjukkan dalam penglihatan ini.<ref>{{cite web|url=http://www.alislam.org/quran/tafseer/?page=1522®ion=E1 |title=The Holy Quran |publisher=Alislam.org |access-date=2013-03-10}}</ref> Sifat dialog antara Musa dan "Hamba Allah" dan hubungan antara mereka dilihat sebagai indikasi dari karakteristik pribadi Musa dan Muhammad serta para pengikutnya masing-masing; Tindakan Khiḍr yang tampaknya tidak pantas dan hikmah di baliknya dipahami dengan mengacu pada ciri-ciri menonjol dari kehidupan dan ajaran Muhammad; dan seluruh narasi al-Qur'an dipahami sebagai ungkapan superioritas spiritual Muhammad atas Musa dan digantikannya dispensasi Yahudi oleh dispensasi Islam.<ref>{{cite web|url=http://www.alislam.org/quran/tafseer/?page=1474®ion=E1 |title=The Holy Quran |publisher=Alislam.org |access-date=2013-03-10}}</ref>
== Referensi ==
|